Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengalaman Mistis Selama Kerja Di Pabrik (Part 2)


JEJAKMISTERI - Aku merekam semua cerita Mbak Lintang itu dalam otakku. Sepertinya cukup menarik untuk diangkat menjadi sebuat thread. Sementara Slamet seperti biasa, disela kesibukannya mengunyah sesekali kulihat mata nakalnya mencuri curi pandang kearah Mbak Lintang. Dasar!

"Cukup menarik ceritanya Mbak," ujarku. "Masih ada cerita yang lain nggak?"

"Oh, iya, ada Mas, saat aku kerja di pabrik 'B' yang disebelah sana itu," jawab Mbak Lintang.

"Coba ceritakan Mbak."

"Jadi begini ceritanya Mas...."


***

POV Mbak Lintang

Jadi, setelah aku risain dari pabrik 'A' itu, aku mencoba melamar di pabrik 'B', karena aku dapat info dari salah seorang teman kalau disana sedang membuka lowongan. Alhamdulillah diterima.

Sedikit info, aku orangnya memang sedikit sensitif, setiap kerja di suatu tempat terus mengalami atau mendengar hal hal yang bikin aku nggak nyaman gitu, biasanya aku suka 'ngambek' dan memilih untuk berhenti dan nyari kerjaan lain.

Seperti di Pabrik 'B' ini, aku juga hanya bertahan beberapa bulan saja, karena aku merasa kalau para senior disana tuh kayak kurang menghargai para karyawan yang masih junior sepertiku. Dan sebelum aku benar benar memutuskan untuk risain, ternyata pabrik itu memberiku sedikit 'kenang kenangan' yang sampai saat ini masih belum bisa aku lupakan.

Jadi ceritanya hari itu aku bekerja seperti biasanya. Sedikit gambaran tentang suasana di dalam pabrik itu ada satu line yang terdiri dari dari dua barisan. Satu barisan terdiri dari tigapuluh orang memanjang kebelakang gitu dengan proses jahit, obras, dan macem macem lah. Kebetulan aku di barisan pertama waktu itu. Terus di tengah tengah antara barisan pertama dan kedua itu ada selasar kosong yang memanjang selebar kurang lebih 1,25 meteran gitu untuk mobilisasi bahan dan tempat wira wiri para helper.

Biar lebih jelasnya aku kasih sedikit coret coretan ya, maaf kalau gambarnya ala kadarnya.


Balik lagi ke cerita, saat aku sedang fokus kerja itu, entah mengapa seperti ada keinginan kuat untuk melihat ke arah kiri gitu. Dan saat aku melihat ke sebelah kiri, agak jauh dari tempatku kulihat seorang karyawan senior sedang duduk menggelosor di lantai sambil bersandar di dekat temanku yang lain yang juga tengah sibuk. Posisi duduknya itu kayak orang yang sedang kecapekan atau sakit gitu.

Awalnya aku cuekin aja tuh orang. Toh dia udah karyawan senior, yang seperti kubilang diatas, suka semena mena ama karyawan junior. Biar aja kalau nanti sampai kena tegur ama mandor karena duduk duduk pas jam kerja gitu. Lagipula posisinya lumayan jauh dari tempatku. Kalau memang ada apa apa atau kenapa kenapa kan ada temanku yang lain yang posisinya lebih dekat yang bisa menolong.

Namun sesaat kemudian, (hanya sesaat, nggak sampai hitungan menit) aku baru ingat kalau karyawan yang duduk kecapekan itu kan hari ini tidak masuk kerja karena sakit. Aku ingat betul, karena pagi tadi denger dari salah seorang teman yang dititipin ijin gitu. Kalau orang itu nggak masuk, lalu yang duduk menggelosor di lantai itu....

Spontan aku kembali melirik ke arah yang sama, dan orang itu sudah nggak ada di tempatnya. Kucari cari ternyata sudah pindah duduk selonjoran di tengah tengah line gitu. Tentu saja aku kaget. Nggak mungkin banget kalau bisa secepat itu dia pindah ke tengah tengah line, bahkan dengan berlari sekalipun. Apalagi suasana di line cukup sibuk. Helper berlalu lalang menyiapkan bahan dan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh para penjahit.

Untuk sejenak aku terus memperhatikan karyawan senior itu, hingga tanpa terasa bulu kudukkupun merinding. Wajah karyawan senior itu terlihat sangat pucat, matanya menatap kosong tepat ke arahku, seperti tatapan orang yang sedang meminta tolong. Mulutnya bergerak gerak seolah ingin mengatakan sesuatu. Kulihat sekeliling, teman temanku masih sibuk dengan pekerjaan mereka, seolah tak memperdulikan keberadaan karyawan senior itu. Atau mereka tidak melihat keberadaan karyawan senior itu? Entahlah!

Saat aku kembali melihat kearah si karyawan senior, astaghfirullah!!! Orang itu sudah berada di sebelahku, sebelah tangannya menarik narik celana panjang yang kukenakan. Wajahnya yang pucat menengadah dengan matanya yang nanar menatapku tajam. Dari bibirnya yang juga pucat sayup sayup kudengar suaranya yang bernada sangat memelas. "toloooonngggg...!!! tolong aku Lintaaaanngggg....!!!"

Sontak aku menjerit dengan tubuh gemetar dan keringat dingin yang membanjir di tubuhku. Teman teman kerjaku segera saja mengerumuniku dan menanyakan apa yang terjadi. Aku hanya tertegun, tak kuasa menjawab pertanyaan pertanyaan yang diajukan oleh teman temanku. Mataku nanar mencari cari sosok karyawan senior misterius itu yang kini entah telah menghilang kemana.

Sadar bahwa kondisiku tidak baik baik saja, seorang helper kemudian berinisiatif untuk membawaku keluar dari ruangan, lalu memberiku minum. Setelah agak tenang, barulah aku bisa menceritakan apa yang sebenarnya aku alami barusan. Helper yang menolongku itu, yang kebetulan sudah lumayan lama bekerja di pabrik itu nampak manggut manggut, seolah mengerti dengan apa yang baru saja kualami.

"Mbak Lintang karyawan baru ya?" tanya helper itu.

"Iya bu," jawabku.

"Emmm, anu mbak, bukannya aku mau menakut nakuti ya, dan bukan juga aku menyarankan hal hal yang nggak baik. Tapi kalau boleh saya sarankan, lebih baik Mbak Lintang berhenti saja bekerja di pabrik ini, dan cari kerja di tempat lain."
"Lho, kenapa memangnya Bu?" tanyaku heran.

"Eh, anu mbak, emmmm..., sebenarnya..., ah, aku ndak enak kalau mau cerita, tapi....."

"Bilang saja bu, nggak papa kok. Janji. Aku nggak akan menceritakannya kepada orang lain," desakku.

"Anu Mbak...." ibu itu melihat kekanan dan kekiri sebentar, seolah sedang memastikan bahwa tak ada orang lain yang akan mendengar apa yang akan diucapkannya. "Sebenarnya...., dulu juga pernah ada yang mengalami kejadian seperti yang Mbak Lintang alami tadi."

"Serius bu?"

"Iya. Perempuan juga. Anaknya sangat pendiam. Sangking pendiamnya, saat mengalami kejadian itu, ia tidak menceritakan kepada orang lain, tapi malah ijin pergi ke kamar mandi. Mungkin karena sangking ketakutannya."

"Lalu bu?"

"Anak itu hilang!"

"Hilang?!"

"Iya, hilang! Setelah lama ditunggu tunggu nggak kembali juga dari kamar mandi, beberapa orang berusaha untuk mencarinya. Semua kamar mandi digeledah, tapi nggak ketemu. Sampai beberapa hari, bahkan keluarganya sampai datang ke pabrik dan marah marah sama orang pabrik karena mengira itu anak diapa apain sama orang pabrik."

"Lalu Bu?"

Ibu itu tak melanjutkan ceritanya, karena mandor pabrik keburu datang untuk melihat keadaanku.

"Banyak banyak iatighfar saja ya Mbak, dan tolong pertimbangkan lagi saranku ya tadi," bisik ibu itu sebelum pergi meninggalkanku.

Beberapa hari kemudian aku benar benar risain dari pabrik itu, karena perasaanku benar benar tak tenang. Bayangan sosok karyawan senior dengan wajah pucat dan tatapan mata kosong serta suara bisikannya yang meminta tolong itu benar benar sangat menghantuiku. Sangat menyeramkan

***

Aku tertegun sejenak begitu mendengar kisah yang ditururkan oleh Mbak Lintang itu. Dari caranya bercerita, aku tau ia masih merasakan ketakutan yang dialaminya waktu itu.

"Lha soal anak pendiam yang hilang di kamar mandi itu, gimana nasibnya Mbak?" Slamet dengan mulut penuh makanan bertanya.

"Itu lebih menyeramkan lagi Mas," jawab Mbak Lintang. "Karena penasaran setelah si ibu-ibu helper itu tak melanjutkan ceritanya, iseng iseng aku bertanya-tanya kepada temanku yang masih bekerja di pabrik itu."

"Lalu Mbak?" tanya Slamet setelah menelan makanan di mulutnya.

"Alhamdulillah Mas, setelah bertanya kesana kemari, akhirnya ada juga teman yang mau bercerita."

"Gimana tuh ceritanya Mbak?"

"Begini ceritanya Mas..."
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

close