RUMAH MBAH (Part 4)
JEJAKMISTERI - Saat ku membuka mata, aku sudah berada di dalam kamar. Nampak ibu dan mbah ada di samping tempat tidur.
Aku coba untuk bangun. Tubuhku masih terasa lemas. Ibu coba membantuku duduk di tempat tidur, lalu memberikan segelas air putih.
"Sudah, kamu istirahat saja, nggak usah banyak gerak dulu." ucap mbah sambil mengusap kepalaku.
Aku mengangguk pelan, kemudian kembali merebahkan diri di atas kasur. Ibu dan mbah lalu pergi meninggalkanku sendirian di kamar.
Aku coba mengingat-ingat kembali apa yang terjadi. Namun ketika ingatanku kembali pulih, bayangan sosok wanita berpunggung bolong tadi malah membuatku jadi tak nyenyak tidur.
Esok harinya, ibu melarangku berangkat sekolah. "Biar bisa istirahat" Kata ibu.
Pagi itu, aku cuma berbaring di kasur. Mulutku masih terasa pahit sehabis dicekoki ibu dengan jamunya yang rasanya makin mematikan.
"Nduk, kamu sudah mendingan?" Tanya mbah yang muncul di depan pintu.
"Iya mbah, sudah mendingan." Jawabku lemah, lalu perlahan bangkit duduk di atas kasur.
"Kamu kemarin kenapa? Kalau memang belum sembuh betul, harusnya nggak usah maksa sekolah dulu. Mbah khawatir kamu demam lagi." ucapnya pelan.
Aku tak menjawab. Sebenarnya aku ingin memberitahukan tentang apa yang kulihat kemarin di kamar mandi. Tapi percuma, mbah pasti tak percaya.
Akhirnya aku coba menanyakan hal yang lain..
Mbah, sebenarnya ada apa sih di rumah ini? Kok belakangan ini Sulis sering lihat yang nggak-nggak? Sulis takut mbah.." ucapku memulai pertanyaan.
Takut apa? semua itu cuma perasaanmu saja. Kamu kan baru sembuh dari sakit, sampe dirawat segala, mungkin kamu jadi kurang konsentrasi." Jawab mbah coba menjelaskan.
"Nggak mbah, Sulis yakin nggak salah lihat. Di kamar ini, di halaman, di kamar mandi, coba deh mbah terawang, mbah kan orang pintar.."
"Sudah lah nduk, kamu nggak usah mikir yang macem-macem gitu, cuma jadi beban pikiran kamu nanti." Jawab mbah enteng.
"Tapi Sulis jadi khawatir mbah, soalnya makin kesini, makin sering ganggu. Sulis takut kenapa-napa.." Balasku memelas.
"Nggak akan ada apa-apa kok nduk, lagi pula kamu nggak perlu khawatir, kan ada mbah disini." Mbah coba menenangkan.
Mbah memang lihai merayuku. Ucapannya mampu membuatku jadi lebih tenang, suaranya yang lemah lembut, selalu mampu membuat hatiku tentram.
Sampai siang, aku hanya berbaring melamun di kasur. Jujur saja, aku jadi malas keluar kamar. Khawatir kalau-kalau ketemu yang aneh-aneh lagi.
Tapi di dalam kamar pun aku mulai tak tenang. Kembali muncul perasaan seolah ada mata yang menatap, aku seperti tak sendiri.
Ku coba mengabaikannya dan berniat untuk tidur dengan harapan semua perasaan aneh itu akan hilang.
Namun ketika ku pejamkan mata, mulai terdengar suara hembusan nafas pelan dari sisi tempat tidur..
"Hhhh… Hhhh…
"Aduuuh.. suara itu lagi." Batinku ketakutan.
Aku berusaha tak menghiraukannya. Namun saat aku ganti posisi memiringkan badan menghadap ke tembok..
Astaga !
Di sana ada sosok anak kecil berkepala botak licin, bertelinga lancip, nampak mengintip dari sisi tempat tidur!
Aku menjerit keras! Langsung bangun dan melompat ketakutan ke arah pintu.
Tak lama kemudian, muncul mbah langsung memeluk diriku..
"Ada apa nduk? Tanya beliau sambil mendekap erat tubuhku yang gemetar.
Aku tak menjawab. Aku hanya menunjuk ke arah dimana anak kecil aneh itu berada.
Mbah langsung melotot marah ke arah anak kecil menakutkan itu..
Dan aneh.. Bocah botak itu nampak ketakutan, lalu menghilang begitu saja tanpa bekas!
"Mbah itu apa mbah? Sulis takut.." ucapku sambil menangis.
"Sudah, bukan apa-apa, tuh lihat, sudah nggak ada.." Balas mbah meminta diriku melihat ke arah tempat bocah tadi menghilang.
Aku menggeleng, lalu kembali berucap..
"Pokoknya Sulis nggak mau tidur sendiri mbah.. Sulis takut.." pintaku memelas.
"Ya sudah, nanti biar ibumu tidur disini menemanimu. Sudah, kamu jangan nangis.." Jawab mbah lagi.
Kemudian beliau mengambil segelas air putih, sesaat komat-kamit, lalu kemudian memintaku meminumnya.
"Nih, diminum dulu." Ujarnya sambil menyodorkan gelas air putih.
Aku menurut. Kuminum air putih sampai habis tak tersisa.
Lalu mbah kembali menuang air ke dalam gelas, komat-kamit lagi, kemudian air itu di percikkan dan di usapkan ke seluruh wajahku, terutama bagian mata.
"Nah, sudah.. mudah-mudahan mulai sekarang kamu nggak bakal liat yang aneh-aneh lagi." ucap mbah meyakinkanku.
"Makanya nduk, kamu nurut ya, mbah ruwat sekali lagi, biar kamu bisa tenang. Mau ya?" ujar mbah memberi saran.
Aku mengangguk mengiyakan permintaan mbah. Aku tak punya pilihan lain. Dalam situasi seperti ini, apapun jadi asal bisa membuat segalanya normal kembali.
Hari itu juga, aku kembali di ruwat oleh mbah seperti yang dulu pernah dilakukan ketika di rumah sakit.
Tapi kali ini ritual dilaksanakan lebih lengkap dan detail, tidak seperti saat di rumah sakit yang terkesan seadanya karena batasan dari pihak rumah sakit yang tak ingin pasien lain jadi terganggu.
Dan sejak hari itu juga, setiap malam ibu dengan setia menemaniku tidur di kamar. Bahkan saat aku mandi dan buang air pun, sebisa mungkin aku selalu diantar.
Pokoknya aku tak pernah ditinggal sendiri. Tentu saja sangat merepotkan, karena tugas-tugas rumah tangga ibu jadi terganggu.
Tapi memang, setelah aku diruwat untuk yang kedua kalinya, semua gangguan itu sedikit berkurang. Mereka tak pernah lagi menampakkan diri.
Tapi walaupun begitu, entah bagaimana, kehadiran mereka di rumah ini masih dapat aku rasakan.
Namun aku yang tak ingin terus merepotkan ibu, akhirnya mulai mau ditinggal sendiri.
Tapi malah seolah mereka menerorku dengan cara lain..
Di beberapa malam, aku sering bermimpi diriku berada di sebuah tempat asing.
Dan semua mahluk menyeramkan itu ada di sana, berbaur dengan sejumlah mahluk lain yang belum pernah kulihat sebelumnya.
Tapi semua mimpi-mimpi itu coba ku anggap hanya sebagai kembang tidur.
Bagiku tak masalah, selama di rumah ini mereka tak menampakkan wujud, kondisi seperti ini masih bisa ku terima.
Tapi ternyata hal itu tak bertahan lama..
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya