Santri Edan (Part 1)
Sebuah kisah kehidupan
JEJAKMISTERI - Disuatu pondok pesantren, dibilang pondok pesantren tapi tidak seperti pondok pesantren yang pada umumnya, tapi ada santrinya, karena hanya sebuah rumah pribadi milik kyai guru yang dijadikan majlis dzikir, ada satu kamar berukuran sekitar 2,5X2,5m, satu dapur santri dan ruang tamu yang dibuat membentang, di kasi karpet dan terlihat seperti mushola, dan teras yang lumayan luas dan ditutupi gerbang yang tidak bisa di lihat dari jalan, disamping teras ada 2 wc dan 1kamar mandi, pesantren kecil tapi penuh dengan keberkahan,
Ditempat itu santri mukim hari-hari biasa hanya ada sekitar 10-17 santri, ada yang tidak pulang dan ada yang pulang pergi, tapi kalau acara dzikir akbar yang diadakan sebulan dua kali bisa sampai 150-200 orang yang datang, kadang membludak sampai jalan. Yang datang kebanyakan dari luar kota, bahkan dari luar negri, sedang yang dari warga sekitar hanya hitungan jari saja.
Aku sendiri bukanlah santri mukim, jadi kadang sebulan sekali datang ke majlis untuk mengikuti dzikir akbar, dan yang terakhir sudah tiga bulan tidak hadir ke majlis, dan sudah satu minggu ini aku ada dimajlis,
Seperti biasa tiap malam sesudah dzikir malam, kita para santri makan, makanan yang diberi oleh pak kyai, ngopi dan ngobrol ngalor ngidul, bisa dibilang kami ini santri bajingan (bar ngaji mangan) yang artinya dalam bahasa Indonesia "habis ngaji makan" Hehe,
"Besok aku jadi ngedan saja mas", ucapku pada mas kidd,
"Serius pil?, dengan kondisimu yang seperti ini?", Balas mas kidd yang terlihat khawatir melihat keadaanku yang terlihat seperti orang ling lung,
"Ya besok lihat saja", jawabku
Aku memang sedang lagi blank dengan apa yang sedang menimpaku, banyak masalah dari berbagai sisi, keluarga, pekerjaan, dan ada yang terasa aneh dalam tubuhku, bisikan buruk yang begitu terasa jelas, was-was,,, juga sering gelisah,
Paginya sesudah sholat subuh dan wirid bersama, seperti biasa santri pada menyalami dan mencium tangan pak kyai sebagai wujud ketawadhuan murid pada guru, dan ngalap keberkahan guru,
Aku mengantri paling belakang, sesudah menyalami dan mencium tangan pak kyai, dengan tekad yang sudah bulat aku ijin pada pak kyai untuk ijin ngedan atau bahasa Indonesianya menggila/menjadi gila/pura-pura gila,.
"Pak kyai, Saya mau ijin Ngedan" Pintaku pada pak kyai dengan kepala menunduk,
"Ya", jawab pak kyai dengan menjulurkan tangan beliau ke dadaku seperti memasukan sesuatu ke dadaku dalam bentuk ghaib,
"Nanti itu jalan keluar ambil arah kanan ya", lanjut pak yai,
"Nggih, pak yai pangestunipun", balasku
Kemudian aku siap-siap untuk ngedan, ganti pakaian compang camping, bekas teman yang dipakai untuk ngedan tapi sudah dicuci sebelumnya, dan membuat tas dari plastik kresek yang ditali rafia, yang kubawa hanya satu baju koko bersih, satu sarung, satu kitab amalan waqiah dan satu buku tulis.
Kemudian aku pamitan dengan teman-teman santri saling berpelukan, ada yang ngasi satu botol kopi tapi aku tolak saja,
Kini akhirnya yang kutunggu-tunggu semenjak aku membaca kisah suluk (perjalanan ruhani) guruku yang dimana disitu guruku mengisahkan lelaku ngedannya, menguji diri tentang keimanan, tentang ketawakalan pada Allah, bahwa Allah menanggung siapa saja yang berserah diri padaNya. Aku merasa sangat tertarik, karena waktu itu sedang tertarik-tertariknya dengan kata tawakal, tawakal yang bersifat tentang keimanan, yang sebelumnya hanya sekedar tau hanya sebuah kata saja, aku haus akan siraman ruhani, arti kehidupan, tentang ketuhanan, lemahnya iman, dan jenuhnya aku akan duniawi yang kadang terasa sangat semu dengan kepalsuan, kemunafikan yang merajalela termasuk kemunafikan yang ada dalam diriku sendiri.
*****
Ngedan hari 1,
Senori tuban, 16 april 2017
Kulangkahkan kakiku keluar dari majlis, terasa kelu ditelapak kaki menginjak kerikil-kerikil kecil jalanan karena memang tidak boleh memakai alas kaki, juga tidak boleh memakai topi untuk penutup kepala dalam laku ngedan ini, tanpa uang, tanpa bekal makanan, tidak boleh meminta-minta, hanya berusaha berserah, yakin dan pasrah,
Aku berjalan mengikuti intruksi dari Kyai untuk ambil arah kanan setelah jalan besar, arah yang kujalani ini tidak pernah aku lewati juga tidak tau kemana akan pergi, ntahlah nanti akan ada kejadian seperti apa, bertemu siapa dan singgah ditempat daerah seperti apa, hanya mencoba untuk mengalir dan pasrah,
Pagi masih dini, gelap malam belum seutuhnya luntur, lampu-lampu masih belum selesai tugasnya mengganti sinar matahari untuk menyingkap gelap sisi kecil dunianya manusia, jalananpun masih sepi, hanya satu dua orang yang lewat,
Langkah demi langkah kususuri jalanan beraspal, kuiringi dzikir didalam hati Allah Allah Allah.. Sambil jempol tangan memencet tasbih digital, kadang lupa kemudian ku tarik lagi untuk berdzikir,
Waktu terus berjalanan, mulai ramai, dan orang-orang mulai beraktivitas untuk mengisi sisa waktu dihidupnya dan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, ku lihat dibalik tirai rambutku yang panjang menutupi wajahku sampai bahu bagaimana reaksi mereka melihatku, hanya cuek-cuek saja dan ada yang menatap aneh, ntahlah apa yang mereka pikirkan saat melihatku,
Ntah berapa kilometer aku terus berjalan, matahari mulai menunjukan keperkasaanya, kurasakan aspal jalanan mulai memanas dan badanku mulai kelelahan, aku istirahat di tengah-tengah sawah, ku coba mengingat-ingat dosa-dosaku, kucoba ku tangis-tangiskan tapi tetap tidak bisa, ah betapa kerasnya hatiku ini, seperti tanah yang tandus berpasir hingga air susah untuk dikeluarkan, mungkin aku harus semangat lagi mencangkul tanah hatiku ini dengan dzikir pada Allah,
Seseorang menangis karena semisal menonton film sedih atau seorang wanita yang habis putus dari pacarnya itu tangisan biasa, tapi bagaimana kalau menangis karena takut pada Allah? Apakah pernah atau bisa? Menangis karena takut akan siksaNya, murka-Nya, menangis takut bila nanti terputus dari rahmat Allah dan menangis karena rindu pada Allah?,
Takut kepada Allah itu salah satu tanda orang bertaqwa, dan kita sebagai ciptaan Allah, diperintah Allah untuk menjadi hamba yang bertaqwa, ”Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu sekalian disisi Allah adalah yang paling taqwa dari kamu sekalian” (Qs.al-hujuraat 13)
Guruku sering mengingatkan agar bisa menangis, jika tidak bisa menangis berusahalah untuk ditangis-tangiskan, karena ada sebuah hadist yang menyebutkan Pada hari kiamat kelak ada seorang hamba yang sangat berat timbangan kejahatannya, iapun diperintah untuk dibawa masuk ke Neraka. Namun bagian dari rambut (bulu) matanya ada yang berbicara :
"Ya Tuhan, Utusan-Mu Nabi Muhammad SAW. Pernah bersabda ; "Barangsiapa yang menangis karena takut kepada ALLAH, maka ALLAH mengharamkan kedua matanya tersentuh api Neraka. Padahal aku selalu menangis takut kepada-Mu, maka ampunilah dia."
Dia bebas dari Neraka hanya karena berkahnya sehelai bulu mata yang dulu di dunia ia menangis karena takut kepada ALLAH Ta'aala.
Malaikat Jibril as. memangil-manggil :
"Fulan bin Fulan bebas dari Neraka hanya karena sehelai bulu mata."
*****
Kulanjutkan perjalanan lagi, melewati desa-desa dan hutan pohon jati, mendaki dan menuruni jalanan perbukitan, kadang aspal jalanan tak kuat untuk ku injak lagi, karena saking panasnya, kadang ku berjalan di semak-semak rumput pinggir jalanan tapi banyak ranjau duri yang menusuk telapak kakiku, tenggorokan juga terasa kering hingga tidak sedikit kuharus menelan ludah,
Adzan dzuhur mulai berkumandang terdengar dari kejauhan, ku terus berjalan berharap ada masjid dipinggir jalan nanti, dan akhirnya ada juga masjid dipinggir jalan, sebelum masuk masjid, aku ganti pakaian dulu, dari yang compang camping ke pakaian yang bersih, mengantisipasi agar tidak diusir karena pakaian anehku,
Kuambil air wudhu, kupancurkan air kekepalaku yang terasa panas menerima sinar matahari yang membakar, sekalian kuminum karena tenggorokanku yang benar-benar sangat kering, seperti keringnya hatiku yang tak pernah diisi dzikir yang ikhlas, setelah sholat dzuhur, kemudian wiridan sampai jam ashar, sholat dan wirid lagi, dan setelah itu kembali melanjutkan perjalanan,
Selama perjalanan ini yang lucu itu kalau ketemu anak-anak kecil setiap melihatku pada lari, ada juga yang teriak-teriak ngeledek, "orang gila.. Orang gila..." hehehe berarti aku sudah kelihatan seperti orang gila,
Didalam perjalanan ini yang tanpa alas kaki, kadang lebih suka jalanan yang menanjak daripada menurun, karena jika jalanan menurun otomatis kaki akan berusaha untuk mengerem, jika tidak badan akan dipaksa lari mengikuti gaya gravitasi bumi, apalagi kalau jalanan itu rusak gak karuan, pijakan kaki akan makin sakit karena keras dan tajamnya batu bongkahan dari rusaknya jalanan aspal,
Aku heran padahal ini termasuk jalur utama penghubung antar kecamatan kenapa bisa rusak begini?, kampungku saja jalanan sempit dicor bagus, ntahlah..
Kakiku mulai terpincang-pincang, menuruni jalan yang rusak ini, terlihat dari kejauhan ada pemukiman dan ada tempat tongkrongan warga situ, kulihat mereka seperti memperhatikanku dan mengomentari ku,
"Ah itu jalannya hanya pura-pura pincang" Cletuk salah satu dari mereka
Aku tak peduli, dan setelah jalanan mulai halus aku mulai berjalan dengan normal,
"Tuhkan baru juga dibilangin hhh" Ucap orang yang tadi sambil tertawa diiringi yang lain,
Aku hanya diam saja dan terus berjalan melewati mereka, setelah berapa ratus meter, dari belakangku ada suara sepeda motor king yang dibleyer-bleyer dengan suara khas knalpotnya dan berhenti disampingku,
"Ak, ini buat a'ak makan" Sapa orang yang dimotor itu sambil ngasih makanan yang diplastiki,
"Ya, terimakasih" Balasku simpel
Kulihat disitu ada gorengan dan gethuk, tapi ntah kenapa meski seharian tidak makan sama sekali, masih belum terasa lapar, kulihat nama daerah itu namanya "kedewan" Tertulis di sebuah gapura,
Ku terus berjalan hingga waktu mendekati maghrib, kulihat langit juga mendung, cahaya matahari mulai sirna tapi aku masih ditengah-tengah jalan perkebunan yang luas, ladang-ladang jagung, pohon-pohon jati dan bukit-bukit rendah yang membentang,
"Tes.. tes.. tes.." Air hujan mulai jatuh satu persatu seperti tak tega melihatku hari pertama ngedan harus basah kuyup kehujanan lebat, ku semakin cepat untuk melangkahkan kaki, aku khawatir sampai gelap gulita nanti aku belum sampai di sebuah pemukiman, dan membuatku harus bermalam ditengah perkebunan, tapi yang membuatku agak lega itu karena masih ada satu dua kendaraan sepeda motor yang masih lewat, aku berharap di depan situ tidak jauh dengan pemukiman warga,
Akhirnya setelah berjalan ngebut cukup jauh mulai terlihat satu rumah, dan sampailah disebuah pemukiman, ku ganti pakaian di sebuah pos ronda, dan kemudian mencari masjid, kulihat ada bapak-bapak memakai sarung dan koko sedang berjalan,
"Masjid di sebelah mana ya pak?" Tanyaku
"Masjid sebelah sana mas agak jauh, kalau disitu ada mushola, mari kalau mau ikut, saya juga mau ke mushola" Jawab bapak itu,
"Ya pak, terimakasih",
Aku berjalan mengikuti bapak itu masuk ke pemukiman desa, setelah sampai sebuah mushola kecil dan "byurrrrr...." Hujan turun deras, Sholat maghrib dan wiridan, setelah selesai aku makan satu gethuk yang dikasih seseorang dijalan tadi,
"Mas orang mana ya?" Seseorang mendekatiku sambil menjulurkan tangan untuk salaman,
"Saya orang magelang pak, tapi ini dari senori tuban" Jawabku sambil membalas jabat tangan,
"Tujuan mau kemana mas, saya pak parjo, kalo mas namanya siapa ya?" Tanya pak parjo tersenyum
"Saya upil pak, Gak tau pak, gak ada tujuan, hanya jalan-jalan saja hehe" Balasku sekenanya
"Oh jalan kaki ya, berarti mas ini lagi tirakat?" Tanya pak parjo penasaran
"Ya gitu lah pak,"
"Dah berapa lama ngajinya mas?"
"Baru tujuh bulan pak"
"Wah baru tujuh bulan dah lelaku, apa tidak apa-apa mas?" Balas bapak itu heran,
"Gak papa kok pak, santri lain juga banyak yang sudah jalani"
"Kyai gurunya siapa ya mas?"
"Kyai Febrian (nama samaran) beliau masih muda pak, umur 40 tahunan", jawabku tersenyum
"Wah gak tau saya, yang saya tahu kyai...,"
Guruku memang tidak terkenal di alam nyata, tapi klo di alam ghaib sangat terkenal, obrolan dengan bapak itu beliau cerita sampai hutan yang ditebangi dan tidak direboisasi yang menyebabkan daerah situ katanya kadang terkena banjir, dan anak muda disitu yang pada merantau ke kota dan luar negri, memang kulihat dimushola itu tidak ada anak muda hanya bapak-bapak dan kakek-kakek,
Sholat isya' tiba, sholat isya berjamaah' lanjut wiridan, setelah selesai di mushola hanya tinggal aku sendiri, kemudian aku keluar mushola, hujan sudah mulai reda hanya rintik-rintik saja,
"Mas ini minum dulu sudah saya buatkan teh manis" Sapa ibuk-ibuk yang rumahnya sebelahan dengan mushola
"Nggih buk, Terimakasih"
Kuminum tehnya seteguk demi seteguk diteras rumah ibuk itu, hangat dan manis di waktu hujan ini, ah.. sangat terasa nikmat sekali, alhamdulillah..,
"Terimakasih buk, ini gelasnya saya taruh disini, saya pamit"
"Loh mas ini sedang saya buatkan supermi" Jawab ibuk itu,
"Terimakasih buk" Sambil senyum dan beranjak pergi,
"Tidak menginap di mushola mas?"
"Tidak buk, Terima kasih"
Dalam laku ngedan ini memang ada aturan tidak diperbolehkan untuk tidur dimasjid atau mushola,
Aku beranjak pergi dari mushola itu, keluar dari pemukiman dan mencari tempat untuk-ku istirahat, kulihat ada sebuah tempat usaha seperti bengkel motor atau tambal ban, ada sebuah lincak atau sebuah kursi lebar seperti meja tapi pendek,
Aku kembali ganti pakaian lagi, duduk bersila, berdzikir, diiringi suara sahutan kodok yang seperti orkes paduan suara di sawah seberang jalan yang sangat riuh sekali "kwang.. Kwong.. Kwang.. kwong....", sebenarnya aku agak takut juga karena sawahnya itu sangat luas dan gelap, khawatir kalau tiba-tiba ada sesuatu muncul dari sawah brrr...,
Jalanan juga sangat sepi, hanya ada beberapa motor yang lewat, tak sedikit yang lewat melihatku, tiba-tiba ada satu motor berhenti di depan tempatku,
"Waduh siapa ini, apa orang yang punya rumah mau ngusir aku?" Ucapku dalam batin,
"Assalamualaikum mas, ini ada rejeki mohon diterima", ucap salam bapak itu sambil memberi sebuah nasi berkatan,
"Waalaikumsalam, makasih pak", jawab salamku sambil senyum,
"Saya tadi yang yang ada di mushola mas, tadi ada hajatan habis maghrib ditetangga, saya juga punya saudara yang suka lelaku seperti mas", ucap bapak itu,
".....", aku hanya tersenyum,
"Ya dah mas saya kembali dulu, wassalamualaikum", ucap bapak itu pamit,
"Waalaikumsalam," Jawabku membalas salam,
Kulihat di nasi berkat itu ada nasi yang lumayan banyak, ada tempe goreng, mi goreng, sayur kubis, sayur kentang, dan ayam goreng, alhamdulillah tanggungan dari Allah, aku hanya makan sedikit saja, ayamnya pun ku kasihkan ke kucing yang datang menemani kesendirian dan kesepian ku dimalam ini, ku lanjutkan berdzikir sampai tertidur....
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya