SINTRU (Part 5)

DEG...
JEJAKMISTERI - Jantungku yang sedari tadi sudah berdetak lebih kencang, kini terasa seperti hampir meloncat keluar saat aku mendengar ucapan sosok tiga anak di belakangku.
Apa mereka mati karena jadi tumbal? Lalu Arsa, apakah dia juga akan jadi seperti mereka?
Aku yang merasa seperti hampir mati karena ketakutan, mencoba memberanikan diri untuk berbalik menghadapi sosok-sosok mengerikan yang meghantuiku.
Namun, pada saat aku sudah berbalik. Hanya keheningan dan kekosongan yang aku temukan. Sosok tiga anak kecil tadi sudah tidak ada.
***
Aku keluar dari rumah Simbah dengan perasaan gamang, Mas Doni yang sedari tadi aku hubungi juga tidak meresponku. Sebenarnya di mana dia? Di saat aku dan Arsa membutuhkannya, dia justru tidak perduli.
Pada saat aku sedang berjalan keluar dari rumah Simbah, tiba-tiba aku seperti mendengar suara Arsa memanggil namaku.
"Mamah...!"
Suara Arsa berasal dari arah belakang rumah Simbah, meskipun aku sedikit ragu. Akhirnya aku pun memberanikan diri untuk masuk ke dalam rumah Simbah lagi.
"Arsa, kamu di mana, Nak?"
Tidak ada jawaban, membuatku bertambah panik. Akhirnya aku memutuskan untuk lari ke belakang rumah untuk memastikan keberadaan Arsa.
Akan tetapi, aku sangat terkejut saat melihat di pohon sebelah ayunan usang itu sosok Simbah tergantung terbalik dengan posisi kepala di bawah dan kaki di bagian atas.
Lalu dengan cepat aku berlari ke arah Simbah untuk menolongnya. Meskipun menurut tukang ojek Simbah sudah meninggal, tapi tetap saja aku merasa semuanya masih belum masuk akal.
"Ojo mene, cepet mlayu!!" perintah Simbah dengan suara serak.
[Jangan kesini, cepat lari]
Namun aku tidak perduli larangan Simbah, tidak mungkin aku meninggalkan Simbah dalam keadaan seperti itu.
Sebelum aku sampai ke tempat Simbah berada, kakiku tersandung sesuatu hingga aku terjungkal ke depan dan jatuh terjerembab.
Badanku terasa sakit, dan baru aku sadari. Ternyata aku tersandung sebuah batu nisan.
Batu nisan yang bertuliskan nama Daminah, nama Simbah. Rasa kaget dan takut kembali menyeruak dalam hatiku karena omongan tukang ojek tadi sepertinya adalah sebuah kebenaran.
Perlahan aku kembali menatap sosok Simbah yang tergantung dipohon yang ada di depanku.
Namun, kini tak ada lagi sosok Simbah yang tadi aku lihat melainkan sosok tinggi besar dengan badan berbulu hitam dan bermata merah. Terlihat taring di mulutnya, membuatku kembali menggigil ketakutan.
***
Di saat aku sedang merasa ketakutan, tiba-tiba sebuah suara yang mirip suara Simbah menyuruhku untuk lari. Lalu, dengan sisa kekuatan yang aku punya. Aku pun bangun dan mulai berbalik dan berlari.
Terdengar suara tawa mengerikan di belakangku, seakan sedang mengejekku yang sedang sangat ketakutan.
Kenapa aku begitu bodoh untuk masuk lagi ke rumah ini?
Tanpa melihat ke belakang, aku terus berlari. Tapi entah kenapa, meskipun aku sudah berlari lumayan lama, aku tetap berputar-putar di dalam rumah Simbah.
Aku tidak bisa menemukan pintu utama untuk keluar meskipun rasanya aku sudah sangat kelelahan.
Akhirnya aku memilih untuk beristirahat dan duduk di depan pintu kamarku. Tapi pada saat aku sedang menyenderkan punggungku ke pintu, tiba-tiba pintu di belakangku terbuka dan membuatku jatuh terlentang ke belakang.
Belum juga aku berusaha untuk bangun, kini terlihat sosok pocong dengan wajah yang mengerikan menindih tubuhku.
ARRGGHHHH...
Aku berteriak histeris melihat pemandangan di depanku, terlihat pocong itu membuka mulutnya yang tidak tertutup kapas.
Bau busuk dan anyir begitu menyengat, aku pun mencoba menutup mataku tapi mataku tak kunjung terpejam.
Aku hanya bisa berteriak frustasi karena rasa takut, pada saat mulutku terbuka karena berteriak. Lendir berwarna kemerahan dari mulut pocong di atasku menetes ke dalam mulutku. Membuatku tersedak dan hampir muntah.
Namun tiba-tiba, setelah terbatuk-batuk hebat. Tubuhku terasa ringan, ternyata sekarang pocong itu sudah tidak ada di atas tubuhku lagi.
Akan tetapi, aku bertambah heran saat melihat sekelilingku. Aku bukan lagi dirumah Simbah, tapi aku berada di rumah Ibu mertuaku.
***
Aku mencoba bangun dan berdiri, melihat lebih seksama yang ada di sekitarku. Ternyata benar, aku sedang berada di rumah mertuaku.
Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba aku sudah berpindah tempat?
Pada saat aku sedang kebingungan, sayup-sayup terdengar suara Ibu Mertuaku sedang berbicara. Aku pun menghampiri arah suara ibu mertuaku yang ada di ruangan sebelah.
Di sana terlihat ibu mertuaku sedang berbicara dengan wajah serius, di depannya duduk Mbak Dian, kakak iparku dan juga Silvi, adik iparku.
"Mah, Mamah serius untuk menumbalkan Arsa?"
Pertanyaan Mbak Dian membuatku terperangah.
"Arsa cucu laki-laki Mamah, satu-satunya. Apa Mamah akan menumbalkannya?" Sekarang giliran Silvi yang bertanya pada Ibu mertuaku.
Sebelum ibu mertuaku menjawab, aku menderap ke arah mereka. Aku akan meminta penjelasan mereka tentang Arsa yang akan di jadikan tumbal dan bertanya di mana keberadaan anakku sekarang.
"MAMAH!!"
Aku memanggil ibu mertuaku dengan nada tinggi karena gejolak emosiku. Tapi ibu mertuaku seakan tidak mendengar panggilanku.
"Kalian tidak perlu khawatir, bukan Arsa yang akan Mamah tumbalkan. Tapi Nina."
Kata-kata ibu mertuaku membuatku menganga, aku tidak menyangka. Ibu mertuaku yang tampak penuh kasih ternyata punya pikiran sejahat itu.
Aku juga benar-benar terkejut, mengetahui keluarga Mas Doni melakukan pesugihan hingga harus menyediakan tumbal.
Demi apapun, aku tidak akan rela di jadikan tumbal.
***
Sudah beberapa kali aku memanggil ibu mertuaku, tapi beliau tidak menjawabnya seakan aku sedang tidak berada di sana bersamanya.
Tiba-tiba sebuah suara menggelegar mengagetkanku, aku yang kaget reflek menutup wajahku.
Pada saat aku kembali membuka kedua tangan yang menutupi wajahku. Terlihat tembok usang yang penuh dengan debu dan sarang laba-laba.
Aku kembali ke rumah Simbah lagi. Entahlah, aku benar-benar tidak mengerti dengan semua ini.
Bagaimana bisa aku berpindah tempat secepat itu? Apa aku hanya sedang berhalusinasi?
Pada saat aku sedang berpikir, tiba-tiba terdengar suara gedoran pintu dan suara yang memanggil namaku, suara Mas Doni.
"NINAA... BUKA PINTUNYA!"
Aku berlari ke arah pintu, mencoba membukanya tapi sekeras apapun aku mencoba, pintu itu tetap saja tidak bisa terbuka.
"Mas, aku di dalam. Tolong keluarkan aku," isakku memanggil Mas Doni.
Namun sepertinya Mas Doni tidak mendengar panggilanku.
"Pak, lebih baik kita memanggil Kyai Mahmud untuk membantu bapak menemukan istri Bapak." Terdengar suara orang lain yang sepertinya datang bersama Mas Doni.
Setelah itu aku mendengar suara derap kaki yang mulai menjauh.
"Mas Doni, jangan pergi, Mas. Jangan tinggalin aku sendirian!!" Aku mencoba memanggil-manggil suamiku dengan suara sekeras yang aku bisa.
Namun usahaku sia-sia, aku masih terperangkap di dalam rumah Simbah. Rumah yang dijadikan perangkap oleh ibu mertuaku dan iparku untuk menjebakku.
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya