Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TEROR PONGKO


JEJAKMISTERI - Di sebuah desa terpencil sangat jauh dari hiruk-pikuk. Kehidupan masyarakatnya masih sangat miskin dan tidak menganut faham keyakinan. Apa lagi mengenal pendidikan. Warga masyarakatnya masih kental akan adat istiadat juga warisan tradisi leluhur.

Teror pongko manusia setengah setan menyeruak. Makhluk pemakan anak kecil atau bayi dan juga perempuan yang sedang  hamil. Atau sesudah melahirkan, sangat mengusik ketenangan warga desa.

Kian hari membuat Desa Sajojo  berubah sangat menyeramkan. Apalagi saat matahari mulai berganti senja. Membuat warga mulai ketakutan. Desa Sajojo terlihat tidak berpenghuni. 

Rumah-rumah penduduk  akan menutup  rapat pintu masing-masing. Lampu dinding tidak akan padam hingga fajar semburat sinar dengan sempurna.

Bertahun-tahun manusia setan itu tidak bisa di tangkap. Hingga membuat warga kian  resah. Korban tewas sudah banyak apa lagi saat bulan purnama. Bayi baru lahir akan menjadi santapan pongko.

Pongko tidak memakan langsung, cukup mengamati dari kejauhan atau balik dinding. Maka korbannya  akan mati dalam beberapa saat kemudian, dengan meninggalkan jejak biru legam di bagian tertentu, terutama area jantung.

Sementara semua  sesepuh sudah angkat tangan, tidak berani mengusik ketenangan manusia pongko. Atau nyawa  keluarga mereka menjadi taruhannya.

****
Malam itu, dengan obor di tangan Dirham menyusuri jalanan desa berlumpur melewati HUTAN guna menemui Mangge Laso. Beliau sesepuh desa sebelah yang tersohor atas kesaktian juga  kemampuan spiritual.

Desir angin malam  terasa berbeda, berhembus kencang menggoyangkan pohon bambu di sepanjang jalan. Menimbulkan dawai misteri, membuat bulu kuduk siapa saja akan menggeridik seketika.

"Astaga!" pekik Dirman di kegelapan malam..

'Di mana, aku? Apa itu?'

Seketika Dirham menghentikan langkah saat melihat HALIMUN kian  mendekatinya. Dada Dirman seketika berdegup kencang. Matanya seketika mendelik menyaksikan asap hidup  menggumpal membentuk, kini berhenti tepat di depannya perlahan membentuk sempurna menjadi sosok manusia.

"Siapa, Kau?!" tanya Dirham. 

Namun, geming tiada jawaban.

"Si-si-siapa, kau!" Suara Dirham bergetar.

"Weeeeekeeee!"  Kekeh melengking, sosok hitam tinggi besar terlihat jelas, suaranya memekik di kesunyian malam.

Akan tetapi HALIMUN yang sudah berubah wujud menjadi sosok perempuan   tidak menjawab membuat lutut Dirham gemetar hebat. Rahangnya gemeretak saat perempuan  itu meraih obor yang berbeda di tangannya.

"Ikuti aku, Cu!" Perempuan itu memberikan titah pada Dirham.

Tanpa tanya Dirham  mengikuti langkahnya  menembus pekatnya malam. Akhirnya terlihat dari kejauhan sebuah rumah berdinding bambu dengan temaram lampu dinding dari minyak tanah.

"Nek,  ini kan, rumahnya Mangge Laso?" tanya Dirham.

"Iya--- benar  cucuku."

'Cucu?' Dirham bertanya-tanya. Ia masih menahan rasa takut yang luar biasa karena melihat gurat aneh di wajah tua Nenek.

"Iya--- kamu cucuku, Dirham!"

Dirham  semakin merasakan keanehan saat Nenek  tahu nama juga isi hatinya. Padahal Dirham tidak memberi tahu pun belum pernah jumpa.

"Nek... terima kasih sudah membantuku jika tidak.  Bisa saja aku TERJEBAK selamanya di HUTAN bambu tadi."
Dirham merasa bersyukur bisa keluar dari HUTAN bambu. Dirinya tadi  TERJEBAK di HUTAN angker.

Nenek mengangguk, kemudian Dirham berjalan mendekati rumah bambu. Sesampainya dirinya memanggil Mangge  Laso sesepuh tersohor.  Terlihat keduanya berbincang di depan pintu bambu. Selang beberapa menit pria itu kembali masuk.

Setelah beberapa saat  Mangge Laso keluar dengan membawa bungkusan dan memegang tongkat. Pria itu  berjalan membungkuk mengikuti langkah Dirham menyusuri jalanan desa di bawah pekat malam. Hanya berteman obor sebagai penerang.

Sejenak mata Dirham menoleh kebelakang memastikan Nenek tua tadi tidak mengikuti langkah mereka. Di sepanjang perjalanan berulang kali dirinya kembali menoleh.

Sepanjang jalan  Dirham membatin,  'ke mana Bebek  tadi  perginya?' 

'Mengapa tahu namaku?' 

'Apakah benar yang dikatakan olehnya?'

Akhirnya mereka   sampai juga di rumah berdinding papan milik Dirham. Tampak wanita muda kini sudah  tenang. Tubuhnya terkulai lemah di temani seorang perempuan paruh baya.

Istri Dirham tidak lagi mengerang menahan rasa sakit yang luar biasa seperti tadi. Akan tetapi perutnya terlihat masih  besar. Bayi dalam kandungannya masih hidup. Terlihat jelas berontak  seperti tidak sabar untuk keluar. Terus menggeliat bergerak kasar ke kiri-kanan seakan tidak kuat di dalam sana. Bayi itu butuh oksigen.

Melihat pemandangan itu dengan cekatan Mangge Laso mengambil posisi duduk. Kemudian merapal mantra  kuno warisan leluhur tanah Kaili. Sesaat kemudian tangannya mengusap lembut perut Kemuning mengunakan keris pusaka berwarna perak. Tidak butuh waktu lama perut wanita muda itu  mengempis seketika.

"Oek... ngerr... oek... ngerr! Cenger.

Sosok Bayi mungil   terlahir dengan selamat atas bantuan seorang dukun beranak. Tentu dibawah pengawasan Mangge Laso. 

Namun,  sayang nyawa Kemuning istri Dirham lepas dari raga. Hujan  turun  semakin  deras. Tiba-tiba petir menyambar bersahutan mengiringi tubuh wanita muda itu di masukkan ke dalam liang lahat keesokan harinya.

****
Dirham menatap lesu pada sosok mungil di atas  ayunan sarung. Terkadang dirinya ingin menyantap kemudian menghisap darah segar  bayi mungil yang bergerak menggiurkan, terlihat begitu lezat. Akan tapi sekuat tenaga Dirham mencoba melawan kekuatan ilmu hitam yang mengikutinya semenjak kecil.

Dirham bisa melihat manusia tembus pandang. Tidak setiap hari, tetapi di hari-hari tertentu saja. Melihat jantung dengan hati bergelantungan, sangat mengoda hasrat manusia setan dalam jiwanya, untuk memakan pemilik organ. 

*****
Saat itu  bulan purnama. Kemuning istrinya mengerang kesakitan. Rupanya wanita itu akan melahirkan tapi sayang,  naas!  Malam itu  Dirman belum mendapatkan mangsa. Akhirnya naluri setan dalam jiwanya tidak dia kendalikan. Dirham tidak mampu menahan diri saat mencium aroma harum dari tubuh Kemuning.

Apa  lagi darah segar mengalir di antara paha Kemuning, memerah menyeruak aroma khas.  Hingga Dirham tidak bisa  mengendalikan diri. Lelaki itu  memakan jantung  istrinya sendiri dan menjilati rakus darah segar. 

Akan tapi saat melihat wanita yang menjadi  pendampingnya  mulai   sekarat  meregang nyawa. Naluri manusianya tiba-tiba datang. Sangking paniknya ia memutuskan untuk minta tolong pada dukun beranak untuk menemani istrinya.  Kemudian Dirham berlari menyusuri jalanan dibawah pekat malam  untuk meminta bantuan, pada sesepuh agar menolong anaknya, yang masih dalam kandungan agar bisa selamat.

****
Kini bayi mungil  perempuan itu  sudah tumbuh menjadi gadis cantik dengan rambut panjang tergerai menjuntai hingga kaki. Tatapannya penuh misteri. Terlihat  dingin dan misterius apa lagi saat bulan purnama tiba.

Sepeninggal Dirham ilmu itu otomatis menurun pada gadis cantik yang bernama Rahayuwati.  Fitnah keji yang membuat ayahnya  di siksa tanpa ampun. Bahkan  hingga  babak belur membuat Dirham  meregang nyawa di depan mata putri satu-satunya. 

Pria satu-satunya  milik Rahayuwati TERJEBAK akal bulus warga desa setempat. Membuat dendam berkecamuk menguasai jiwa wanita berdarah dingin. 

Atas kejadian itu akhirnya membuat Rahayuwati mantap memutuskan mengamalkan ilmu warisan leluhurnya.

Wanita berparas khas tanah Kaili  menjadi pongko (manusia setengah setan) Rahayuwati bahkan lebih sakti dan sadis dalam mencari mangsa. Ia menjebak para  pria dengan buai cintanya. Kemudian memangsa jantung korbannya.
SEKIAN


close