Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TUMBAL PEMBANGUNAN WADHUK KEDUNG JATI (Part 7)


JEJAKMISTERI - "Gawat Boss! Tumbal kepala kerbau yang kemarin kita tanam..., HILANG!!!" tanpa basa basi lagi Mandor Saman langsung memberi laporan begitu Prabowo membuka pintu, membuat Prabowo tersentak kaget.

"Hilang?! Hilang bagaimana maksudmu?!"

"Ya hilang! Raib! Sepertinya dicuri orang!"

"Dicuri orang?!"

"Benar Boss! Lubang tempat mengubur tumbal itu dibongkar! Jelas kalau ini ulah manusia!"

"Wedhus!" Prabowo mengumpat! "Siapa orang kurang kerjaan yang berani..."

"Nanti saya jelaskan Boss! Lebih baik kita kesana sekarang, mumpung hari masih gelap! Bisa repot urusannya kalau warga sampai tau tumbal itu telah hilang."

Prabowo berpikir sejenak. Sepertinya apa yang dikatakan oleh Mandor Saman itu ada benarnya juga. Warga desa ini, yang masih sangat mempercayai klenik dan hal hal berbau mistis, bisa heboh kalau sampai mereka tau masalah ini. Masih mending kalau cuma harus membeli kerbau untuk tumbal yang baru. Kalau sampai proyek ini ditunda dan warga minta lokasi pembangunannya dipindah, jelas ia akan menderita kerugian yang sangat besar.

"Baiklah Man! Kamu tunggu sebentar, aku tak ganti celana dulu," tanpa menunggu jawaban dari mandor Saman, Prabowo kembali masuk ke kamar. Niatnya ingin buru buru mengenakan celana dan jaket, namun sampai diambang pintu kamar langkah laki laki itu terhenti mendadak.

"Ada apa?" pertanyaan Rokhayah yang sepertinya terbangun karena suara ribut ribut yang ditimbulkan oleh Mandor Saman, terdengar sinis. Prabowo menjadi salah tingkah. Ingat akan kejadian semalam, dan ia sama sekali belum mengucap kata maaf kepada perempuan itu.

"Ada sedikit masalah di proyek. Aku harus segera kesana," jawab Prabowo tanpa berani membalas tatapan sang istri. Ia justru pura pura sibuk membuka lemari dan mengambil celana panjang serta jaket.

"Jam segini?!" Rokhayah melirik jam yang tergantung di dinding pondok. Baru jam tiga dinihari lewat beberapa menit.

"Ya, mau gimana lagi, ini darurat!" singkat jawaban Prabowo.

"Tapi ada hal yang lebih penting yang ingin aku bicarakan Mas. Masalah proyek, apa ndak bisa ditunda sampai besok pagi?"

"Ndak bisa Yah. Ini menyangkut kelanjutan dari proyek yang sedang aku garap. Kalau sampai ditunda tunda, bisa rugi besar kita."

"Tapi ini juga penting Mas."

"Kita tunda sampai besok ya," bujuk Prabowo sambil mendekat ke arah sang istri dan berusaha mengecup keningnya. Namun Rokhayah menghindar dengan melengoskan wajahnya.

"Apakan proyek itu lebih penting daripada perasaan istrimu ini Mas?" tajam ucapan Rokhayah, membuat Prabowo semakin salah tingkah.

"Yah, aku tau apa yang kamu rasakan. Tapi aku mohon, mengertilah sedikit. Aku nggak lama kok. Mungkin nanti waktunya sarapan aku akan kembali. Jadi, tolong sabar sedikit ya?"

"Sabar katamu Mas? Sudah dari semalam aku bersabar, dan sekarang..."

"Maaf Yah! Waktuku tak banyak. Nanti kita bahas lagi ya, sekarang aku pergi dulu. Kamu tidur lagi saja dulu, masih malam ini. Dan jangan lupa kunci pintunya," sergah Prabowo sambil bergegas keluar dari kamar.

"Wedhus!" kini Rokhayah yang mengumpat. "Dasar laki laki nggak tau diuntung!"

Perempuan itu lalu menghempaskan tubuhnya kembali keatas dipan. Rasa perih melanda hati dan perasaannya. Teganya laki laki itu pergi begitu saja, setelah semalam sempat menorehkan luka yang begitu dalam di hatinya. Bahkan sepatah kata permohonan maafpun tak keluar dari bibir laki laki itu, seolah olah dia tak merasa bersalah sama sekali.
Pelan, dua butir beningpun mengalir dari sudut mata perempuan itu.

***

Sementara Prabowo dengan ditemani Mandor Saman segera bergegas menyusuri pematang sawah menuju ke area proyek. Hawa dingin dan gelap malam tak lagi mereka pedulikan. Dengan penerangan senter yang dibawa oleh Mandor Saman, kedua berjalan dalam diam. Sampai tiba di lokasi proyek dan Prabowo memeriksa tempat dimana kemarin kepala kerbau itu ditanam, barulah Prabowo kembali mengomel.

"Benar benar nekat!" geram laki laki itu sambil memeriksa bekas lubang galian yang sepertinya telah dicongkel paksa itu. "Apa maksud mereka sampai berbuat seperti ini?"

"Dugaanku Boss, ini pasti ulah pemuda pemuda berandalan yang kelaparan, sengaja mencuri kepala kerbau itu untuk mereka jadikan santapan. Kudengar disekitar sini memang ada beberapa pemuda yang doyan mabuk dan keluyuran ditengah malam," sahut Mandor Saman berspekulasi.

"Mustahil Pak Mandor," salah seorang pekerja yang juga ikut memeriksa lubang itu membantah ucapan sang Mandor. "Saya tau betul siapa pemuda pemuda yang sampeyan maksud itu, karena saya memang asli warga desa sini. Seberandal berandalnya mereka, kalau sudah menyangkut urusan yang berhubungan dengan dhemit semacam ini, mereka tak akan berani."

"Oh ya?!" Prabowo menatap laki laki bertubuh ceking itu. "Kalau bukan mereka, lalu siapa?"

"Kalau menurut dugaanku Pak, ini pasti ulah Pak Sarno cs." jawab pemuda itu.

"Pak Sarno? Siapa itu Pak Sarno?"

"Orang yang kemarin menolak pembangunan bendungan ini Pak, karena menganggap uang ganti rugi yang diberikan belum sesuai. Saya yakin, dialah orang yang mencuri tumbal kepala kerbau ini Pak, karena kemarin saat rapat sepertinya dia masih kurang puas dengan keputusan yang diberikan oleh Pak Bupati." jelas pemuda kerempeng itu.

"Hmmm! Ada benarnya juga! Tapi...., ya sudah, sekarang kalian timbun lagi saja lubang ini. Dan ingat, jangan sampai kejadian ini diketahui oleh warga. Bisa heboh kalau sampai warga tau. Kalian bisa menjaga rahasia kan? Terutama kamu, siapa namamu?" Prabowo kembali menatap pemuda ceking itu.

"Slamet Pak. Slamet Penceng!" jawab pemuda itu.

"Ya, Slamet, tolong ya, rahasiakan kejadian ini. Nanti saya kasih uang rokok."

"Beres Pak! Rahasia aman ditangan saya."

"Ya sudah, cepat kalian timbun lagi lubang ini. Ingat, yang rapi nimbunnya, jangan lupa disemen seperti kemarin."

Kedua pekerja proyek itu lalu sibuk merapikan kembali bekas lubang galian itu. Hingga saat adzan shubuh terdengar dari kejauhan, bekas lubang galian itu telah rapi kembali. Mandor Saman dan Slamet Penceng lalu kembali masuk ke bedeng, sementara Prabowo masih mengamati area disekitar lokasi proyek itu.

Senter ia sorotkan kesana kemari, berusaha mencari jejak atau petunjuk dari orang orang tak bertanggungjawab yang telah berani mengusik tempat kerjanya.

Cukup lama Prabowo menelusuri area sekitar sungai itu, bahkan sampai menyasar ke seberang. Namun tak ada hal mencurigakan yang ia temukan. Memang ada beberapa jejak kaki yang ia temukan di area persawahan di seberang sungai, tapi Prabowo tak yakin apakah itu jejak si pelaku atau jejak kaki petani si pemilik sawah.

Tengah asyik Prabowo mengamati jejak kaki itu, sayup sayup telinganya mendengar suara alunan seruling diantara suara gemericik aliran air sungai. Prabowopun bangkit dan mencari cari arah asal suara itu.

"Gayatri?!" desis Prabowo saat matanya menangkap bayangan sosok berbaju putih tengah duduk diatas batu besar dan bersandar pada batang pohon trembesi itu. "Ngapain perempuan itu pagi pagi buta keluyuran di tempat seperti ini?"
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close