TUMBAL PEMBANGUNAN WADUK KEDHUNG JATI (Part 9)
JEJAKMISTERI - Sementara itu di pondok, sepeninggal Prabowo, rasa gelisah melanda hati Rokhayah. Sebuah nama yang tanpa sengaja terucap dari bibir sang suami semalam, serta perubahan sikap Prabowo pagi ini yang sepertinya lebih mementingkan pekerjaannya daripada perasaan sang istri, benar benar membuat Rokhayah tak habis mengerti.
Sedemikian cepatkah Prabowo berubah sikap? Hanya karena pengaruh perempuan bernama Gayatri itu? Perempuan seperti apa dia, sampai bisa meruntuhkan kesetiaan seorang Prabowo yang selama ini ia kenal sebagai sosok laki laki yang sangat pantas untuk dibanggakan?
Keresahan membuat rasa kantuk seolah enggan menyapa Rokhayah. Jarum jam baru menunjukkan pukul tiga lewat beberapa menit. Namun mata perempuan itu seolah enggan untuk kembali terpejam. Dipaksapun, hanya matanya yang mau terpejam, tapi tidak dengan hati dan perasaannya. Sempat beberapa kali nyaris terlelap, tapi seolah ada kekuatan yang memaksanya untuk kembali terjaga. Akhirnya Rokhayah hanya bisa pasrah. Memejamkan mata dengan perasaan yang mengembara kemana mana.
"Ah, perasaan ini begitu menyiksaku!" gumam Rokhayah, sambil bangkit dari rebahannya dan turun dari atas ranjang. "Secangkir teh hangat mungkin bisa sedikit menenangkan perasaanku."
Berpikir begitu, Rokhayah lalu beranjak menuju ke dapur. Pondok tempat mereka menginap itu, meski kecil namun isinya lumayan lengkap. Dapur lengkap dengan kompor dan beraneka peralatan untuk memasak sepertinya memang sudah dipersiapkan semenjak jauh jauh hari oleh Pak Bayan.
Namun Rokhayah belum sempat berbelanja bahan bahan makanan. Prabowo terlalu sibuk untuk sekedar meluangkan waktu menemani ia berbelanja. Semenjak kemarin, mereka hanya makan jatah makanan yang dikirim dari rumah Pak Bayan. Alhasil, pagi itu Rokhayah hanya bisa menjerang air didalam teko untuk menyeduh teh.
Sambil menunggu air mendidih, Rokhayah duduk di kursi kayu yang ada di dapur itu. Matanya nanar menjelajah setiap inci sudut dapur yang meski sederhana tapi terlihat rapi itu. Tanpa sadar perempuan itu tersenyum. Ini semua pasti kerjaan Halimah. Gadis belia anak Pak Bayan itu, memang selalu setia menemaninya disaat Prabowo tak ada di pondok. Bukan hanya sekedar menemani, tapi ia juga mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga yang seharusnya menjadi tanggung jawab Rokhayah.
"Bu insinyur kan sedang hamil, ndak boleh kerja terlalu capek. Biar saya saja yang menyapu dan mengepel lantai," demikian ucap Halimah saat Rokhayah melarangnya untuk bekerja.
"Ah, andai Halimah mau menginap disini, tentu aku tak akan kesepian seperti ini," bisik Rokhayah.
Suara berdesis dari uap air panas yang mengepul dari dalam ceret diatas kompor membuyarkan lamunan Rokhayah. Cepat cepat Rokhayah mematikan kompor, lalu menuang air panas dari dalam ceret kedalam gelas yang sebelumnya telah diisi dengan sejumput bubuk teh dan sedikit gula.
Aroma uap wangi dari bubuk teh yang tersiram air panas terasa meneteramkan perasaan Rokhayah. Sejenak perempuan itu bisa melupakan kegundahan di hatinya. Namun rasa nyaman itu tak lama bisa ia rasakan. Saat ia menaruh kembali ceret kearas kompor, kembali telinganya mendengar suara mendesis yang terdengar samar.
Sempat Rokhayah melirik ke tungku kompor di depannya. Bukan, ini bukan suara desis air mendidih dari dalam ceret, karena jelas jelas Rokhayah telah mematikan api kompor. Dan suara mendesis itu bukan berasal dari kompor di depannya, melainkan dari arah bawah.
Pelan pelan Rokhayah menunduk, berusaha mencari darimana suara mendesis itu berasal. Dan saat ia benar benar menemukan apa yang dicarinya, seketika itu juga wajah perempuan itu memucat. Urat urat di wajahnya menegang. Kedua maranya terbelalak lebar dengan mulut setengah terbuka. Sekujur tubuhnya gemetaran, saat mendapati seekor ular hitam sebesar gagang sapu bergelung tepat diantara kedua kakinya, dengan kepala terangkat dan lidah bercabangnya menjulur julur keluar dengan cepat, memperdengarkan suara mendesis yang mampu mendirikan bulu kuduk Rokhayah.
"U...ular?" Rokhayah bergidik ngeri. Ada hasrat untuk lari. Namun setengah kesadarannya mengingatkan, gerakan yang tiba tiba bisa saja mengejutkan binatang yang mungkin berbisa itu, dan tak mustahil kalau binatang itu justru akan menyerangnya.
Akhirnya Rokhayah hanya mampu berdiri diam, mematung dengan tubuh gemerar dan keringat dingin yang mulai membanjir membasahi sekujur tubuhnya. Perempuan itu memejamkan matanya, berusaha menenangkan perasaannya.
"Pergi! Jangan ganggu aku!" bisik Rokhayah dengan mata terpejam, yang segera disahuti oleh binatang melata itu dengan desisan yang terdengar semakin jelas, seolah binatang itu memahami apa yang diucapkan oleh Rokhayah.
Meski matanya terpejam, namun Rokhayah tau kalau makhluk itu masih berada di tempatnya. Ekornya yang bergerak gerak sesekali menyenggol mata kaki perempuan itu. Rokhayah bisa merasakan kulit binatang itu yang terasa kasar bersisik saat menyentuh kulit betisnya.
"Pergilah! Aku tak punya urusan denganmu! Jangan ganggu aku!" bisik Rokhayah lagi, dengan suara gemetar. Bulir air mata mulai meleleh dikedua sudut mata perempuan itu. Rasa takut semakin menghantuinya.
Ular itu masih mendesis desis. Kali ini Rokhayah bisa merasakan pergerakan ular itu, yang sepertinya mulai merayap dan membelit betisnya.
"Pergiiii...!!! Makhluk sialan terkutuk! Apa yang kau inginkan dariku, ambillah! Lalu cepat pergi dan jangan ganggu aku lagi!" kali ini Rokhayah tidak hanya berbisik, tapi menjerit sambil melompat lompat berusaha melepaskan belitan makhluk itu di betisnya.
"Aku menginginkan anakmu!" sebuah suara membuat Rokhayah kembali diam terpaku. Suara itu...., mungkinkah...?
"Bayi dalam kandunganmu, akan kuambil sebagai ganti dari anakku yang telah dibunuh oleh suamimu!"
"TIDAAAAAKKKKK....!!!" Rokhayah menjerit lantang. Perempuan itu berusaha melepaskan belitan binatang melata di betisnya itu. Namun usahanya sia sia. Meski ia sampai bergulingan diatas lantai dengan kedua tangan menarik ujung ekor binatang itu, namun makhluk itu justru memererat belitannya, sambil merayap menelusup kedalam daster yang dikenakan Rokhayah. Dari betis merayap keatas sampai ke paha, lalu kepala makhluk itu menelusup kedalam celana dalam yang dikenakan Rokhayah. Dan begitu makhluk itu menemukan lubang yang dicarinya, tanpa membuang buang waktu lagi, binatang itu lalu menghunjamkan kepalanya kedalam lubang hangat dan dalam itu , terus merayap dan menggeliat, hingga akhirnya seluruh tubuh binatang melata itu lenyap masuk kedalam rahim Rokhayah.
"ARRRGGHHHH...!!! TIDAAAAAAAAKKKKK...!!!" Rokhayah menjerit setinggi langit, dengan tubuh mengejang hebat, lalu semuanya menjadi gelap.
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya