TUMBAL PEMBANGUNAN WADUK KEDHUNG JATI (Part 13)
JEJAKMISTERI - Kekecewaan yang begitu mendalam dirasakan oleh Rokhayah hari itu. Ia yang sudah berharap banyak kepada perempuan tua bernama Mbah Yah itu, sepertinya harus mengubur dalam dalam harapannya. Orang yang ia harapkan bisa sedikit memberi jawaban atas segala tanya yang belakangan ini mengganggu ketenangan hidupnya, kini justru menambah tanda tanya baru dalam hatinya.
"Mbah Yah mati digigit ular," satu kalimat yang diucapkan oleh salah satu warga yang ditemuinya itu, membuat Rokhayah berpikir keras. Ada apa ini sebenarnya? Adakah hubungannya antara kematian Mbah Yah dengan ular yang berada di dalam mimpinya beberapa hari yang lalu? Atau ular yang tiba tiba menerobos masuk ke dalam pondok, yang saat kemudian dicari cari oleh suaminya tiba tiba menghilang tanpa jejak? Atau hanya sebuah kebetulan belaka?
Tapi mustahil kalau hanya kebetulan. Ular, mungkin memang hanyalah seekor binatang melata yang bisa saja menyerang dan menggigit manusia jika merasa terancam atau terganggu. Tapi dalam kasus ini, entah kenapa Rokhayah begitu yakin kalau antara ular yang menggigit Mbah Yah dan ular yang menerornya dalam mimpi, punya keterkaitan antara satu sama lain. Apalagi lokasi tempat Mbah Yah digigit ular katanya tak begitu jauh dari lokasi proyek yang tengah digarap oleh suaminya.
Rokhayah masih ingat dengan jelas apa yang dikatakan oleh perempuan tua itu kemarin waktu berkunjung ke pondoknya. "Ada yang berusaha mengambil janin dalam kandunganmu, untuk membalas perbuatan suamimu!", lalu kata kata ular misterius yang menerornya dalam mimpi, "akan kuambil anak dalam kandunganmu itu, untuk mengganti anakku yang telah dibunuh oleh suamimu."
Ya. Jika dihubung hubungkan, semua memang bisa saja saling berkaitan. Apalagi Mbah Yah menyarankan kepadanya untuk datang ke rumahnya dan memberi sedikit bantuan. Semakin jelas, ini bukan suatu kebetulan. Bisa saja makhluk itu sengaja menghabisi Mbah Yah karena niatnya untuk membantunya.
Lalu pertanyaan barupun muncul dalam benak Rokhayah. Apa sebenarnya yang telah diperbuat oleh suaminya di lokasi proyek itu, hingga membuat penghuni tempat itu sampai sebegitu marahnya? Membunuh anak dari makhluk itu? Anak yang mana? Rokhayah tak yakin. Tapi..., ular! Ya. Ular! Satu kesimpulan muncul di benak Rokhayah. Siluman ular! Seperti dalam film film horor yang sering ditontonnya.
Tapi masa iya, di zaman sekarang ada yang seperti itu? Bisa saja. Mengingat cerita orang orang tentang keangkeran desa ini.
"Bu! Bu Insinyur! Ibu ndak apa apa kan?" suara Halimah membuyarkan lamunan Rokhayah.
"Ah, enggak Halimah. Ibu ndak papa. Cuma kaget saja mendengar berita duka ini," desah Rokhayah pelan. "Mbah Yah yang malang. Bagaimana kalau kita ikut melayat kesana Mah?"
"Eh, jangan Bu!"
"Lho, kenapa? Bukankah..."
"Ibu sedang hamil. Di desa ini, pantang bagi wanita yang sedang hamil untuk ikut melayat ke tempat orang yang meninggal."
"Pantang?!"
"Iya Bu. Bisa kena sawan katanya."
Damn! Lengkap sudah rasa kekecewaan yang dirasakan oleh Rokhayah. Lagi lagi adat dan kepercayaan orang orang di desa ini menghalangi niatnya. Tapi Rokhayah tak bisa berbuat banyak. Ia hanya tamu di desa ini. Sebisa mungkin ia harus bisa menghormati adat dan kepercayaan orang orang di desa ini.
"Ya sudah kalau begitu," kata Rokhayah akhirnya. "Kita jalan jalan sebentar ya keliling desa. Ibu jenuh kalau terus terusan berada di pondok."
Sebuah keputusan yang salah diambil Rokhayah, karena setelah puas berkeliling desa dan kembali ke pondok, masalah yang baru sepertinya sudah siap untuk menyambutnya.
Prabowo sang suami, yang sepertinya telah lebih dahulu pulang ke pondok, menyambutnya dengan sambutan yang kurang ramah. Laki laki yang tengah duduk diatas balai balai bambu di teras pondok itu menatap kedatangannya dengan tatapan yang sangat dingin. Rokhayah sadar akan kesalahannya. Ia terlalu lama pergi meninggalkan pondok dengan pintu terkunci.
"Darimana?" dingin nada suara Prabowo menyambut kedatangan Rokhayah.
"Maaf Mas, tadi aku ke bidan sebentar, lalu pas perjalanan pulang tanpa sengaja bertemu warga yang mengabarkan kalau ada salah satu warga desa yang meninggal. Jadi..."
"Kamu tau berapa lama aku menunggumu pulang disini?" ketus Prabowo memotong ucapan Rokhayah. Halimah yang merasakan gelagat tak baik buru buru pamit untuk pulang.
"Iya Mas. Maaf. Aku salah. Seharusnya aku...."
"Seharian aku bekerja di proyek sana Rokhayah. Capek, lelah, haus, dan lapar. Dan saat pulang, yang kudapati hanyalah pondok kosong dengan pintu terkuci! Kamu, bahkan pergipun tanpa pamit dan ijin kepadaku terlebih dahulu! Istri macam apa kamu ini?!"
"MAASSS...!!!" hilang sudah kesabaran Rokhayah yang selama ini ia tahan tahan. Ucapan terakhir suaminya itu benar benar menusuk perasaannya. Perempuan yang biasanya bersikap lemah lembut itu Cumiik, dengan wajah terangkat dan mata menatap nyalang ke arah sang suami. "Teganya kamu berkata seperti itu kepadaku Mas! Aku ini istrimu! Dan aku pergi bukan untuk bersenang senang! Dari kemarin aku menunggu kesediaanmu untuk mengantarku memeriksakan kandungan ke tempat Bu Bidan! Tapi kamu selalu saja beralasan! Kau suami yang macam apa Mas! Dimana letak tanggung jawabmu sebagai seorang suami hah?! Kau lebih memetingkan pekerjaanmu daripada aku istrimu, dan juga calon anak didalam kandunganku! Apa kau tak sadar, akibat perbuatanmu, calon anakmu ini sedang terancam malapetaka?! Apa yang telah kaulakukan di proyek sana hah?! Kau bahkan tak pernah jujur kepadaku Mas! Atau karena Gayatri?! Ya! Aku tau sekarang! Ada Gayatri di proyek sana, yang membuatmu lupa dengan istri dan calon anakmu ini!"
"Cukup Rokhayah!" suara Prabowo terdengar menggelegar. Wajah laki laki itu memerah menahan amarah, mendengar rentetan kata kata yang diucapkan dengan cepat dan keras oleh Rokhayah barusan.
"Tidak Mas! Kau sudah keterlaluan! Seumur umur belum pernah kamu menyakiti perasaanku seperti ini! Sekarang, nih, puas puaskan kesenanganmu dengan Gayatri. Tak usah kau perdulikan aku lagi!" dengan kasar Rokhayah melemparkan anak kunci kearah Prabowo, lalu bergegas berbalik dan melangkah pergi meninggalkan pondok.
"Rokhayah! Tunggu!" Prabowo yang melihat gelagat tak baik itu segera berusaha mengejar Rokhayah. Namun baru beberapa tindak, langkah laki laki itu terhenti saat Rokhayah kembali berbalik dan menatapnya dengan tatapan yang mampu membuat kedua lutut Prabowo gemetar. Belum pernah ia melihat tatapan yang sedemikian menyeramkan dari perempuan yang telah sekian lama menjadi istrinya itu.
"Jangan coba coba menghalangiku Mas! Urus saja semua urusanmu sendiri! Dan jangan libatkan aku serta calon anakmu untuk menebus kesalahan yang telah kau lakukan!"
Deg! Jantung Prabowo terasa dihantam dengan palu godam mendengar ucapan Rokhayah itu. Ia hanya bisa terpaku diam sambil memandang kepergian Rokhayah yang entah mau kemana. Hari semakin sore. Matahari telah bersiap untuk kembali ke peraduannya. Tak mungkin ia membiarkan Rokhayah pergi sendirian di desa yang masih asing baginya itu.
"Wedhus!" mau tak mau Prabowo harus melupakan rasa lelah dan laparnya, lalu diam diam membuntuti Rokhayah dari kejauhan.
***
Malam telah larut, saat Prabowo kembali ke pondok dengan wajah kusut. Sia sia saja ia berusaha membujuk Rokhayah agar mau kembali ke pondok. Perempuan itu justru keukeuh ingin pulang ke kota. Dan Prabowo lagi lagi harus mengalah. Ia hanya bisa berharap, Rokhayah tak sampai mengadu kepada kedua orang tuanya. Biar bagaimanapun, ia bisa seperti sekarang ini juga berkat andil dari mertuanya. Kalau sampai Rokhayah mengadu yang tidak tidak, posisinya di perusahaan bisa bisa ikut terancam.
"Perempuan haram jadah! Bisa bisanya ia mengamuk seperti ini! Dasar sial!" Prabowo mengumpat panjang pendek, sambil membaringkan tubuhnya diatas dipan. Rasa lelah yang teramat sangat baru ia rasakan kini. Ditambah dengan semakin banyaknya beban yang menghimpit dadanya, membuat rasa lelah itu semakin terasa berlipat ganda.
"Siapa yang kau maksud perempuan haram jadah itu?" Prabowo terkesiap, saat sebuah suara lembut terdengar menyapa indera pendengarannya, yang disusul aroma wangi semerbak yang menguar memenuhi setiap penjuru kamar.
"Gayatri?! Kau....?!"
"Kenapa? Kaget karena aku datang menemuimu disini?" sosok Gayatri yang tiba tiba muncul di hadapan Prabowo membuat laki laki itu tercekat. Bagaimana perempuan itu bisa masuk ke kamar ini, sedang semua pintu ia yakin sudah ia kunci rapat rapat.
"Tak usah kaget seperti itu! Aku tau kau sedang kesepian karena ditinggal oleh istrimu," Gayatri pelan pelan mendekat ke arah Prabowo, lalu duduk disisi dipan tempat Prabowo berbaring. "Kau tak keberatan kan kalau malam ini aku menemanimu?"
"Eh?!"
"Ayolah! Aku tau kau kesepian Prabowo! Dan kau butuh teman! Kau suka kan kalau malam ini aku menemanimu?" Gayatri beringsut semakin mendekat ke arah tubuh Prabowo yang masih terbaring terlentang diatas dipan. Lalu tangan perempuan itu tanpa sungkan membelai lembut wajah Prabowo, membuat Prabowo semakin salah tingkah.
"Gayatri! Apa yang..."
"Sssttttt...! Jangan berisik! Aku punya permainan menarik yang bisa kita mainkan berdua malam ini," bisik Gayatri sambil ikut berbaring disamping tubuh Prabowo. Tangan perempuan itu semakin nakal menjelajah sekujur tubuh Prabowo, membuat laki laki itu pelan pelan lupa akan segalanya. Hingga akhirnya, terjadilah apa yang seharusnya tak boleh terjadi. Seolah terhipnotis, Prabowo terlena dengan permainan ganas Gayatri yang memabukkan itu. Hingga saat permainan keduanya hampir mencapai puncak, sebuah bisikan membuat Prabowo kembali sadar akan apa yang telah diperbuatnya itu.
"Ingat Prabowo! Kau masih punya hutang kepadaku! Dan dengan permainan yang kita mainkan malam ini, maka hutangmu juga semakin bertambah!"
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya