Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

CURUG AWI LARANGAN (Part 2)


JEJAKMISTERI - Pak Wisnu menarik tangan ibunya Sanum untuk menjauh dari anaknya, mereka membicarakan sesuatu yang sangat privacy, Sanum hanya melihat punggung kedua orang tuanya dari belakang, ia tak tahu apa yang mereka bicarakan. 

"Ama dengar! Jadikan masa lalu kita sebagai pengalaman, dulu Api sempat terjerumus pada kemusyrikan."

"Dan Api sekarang tak mau keluarga Riri merasakan penyesalan karena mempercayakan anaknya pada seorang dukun." ucap Pak Wisnu menggebu. Gurat wajahnya yang mulai keriput di hiasi kekhawatiran yang mendalam. 

Mungkin itu karena Pak Wisnu teringat akan masa lalu yang menimpa dirinya dulu, sehingga dia merasa keberatan saat mendengar Riri akan diobati oleh dukun yang bernama Ki Jalu itu. 

Pengalaman 22 tahun lalu membuat Pak Wisnu sangat berhati-hati dalam memecahkan sebuah masalah, dia tak ingin Riri yang sudah bersahabat sejak lama dengan Sanum salah dalam penanganan. 

Maka dia mencoba memahami situasi ini lewat mimpi yang datang pada putrinya itu. 

Kejadian mimpi yang kemarin datang pada Sanum pun masih sangat membuat mereka syok, karena semua mimpi putrinya menjadi kenyataan. 

Tak ingin percaya! 
Namun Pak Wisnu sangat berhati-hati, ia sungguh tak ingin masa lalu terulang kembali pada orang-orang di sekitarnya. 

"Lalu kita harus bagaimana Api? Itu sudah menjadi keputusan keluarganya Riri."

"Ama bicara dong sama mamahnya, Ama kan dekat!"

Percakapan mereka terhenti saat Rega berpamitan pulang, wajah lelaki berkulit sawo matang itu sangat sayu, Bu Yolan tahu pasti! Sanum masih menyalahkan Rega atas semua yang terjadi pada Riri, Bu Yolan meminta maaf pada calon mantunya itu, dia sangat menyesalkan semua ini.

"Ama harap Rega mengerti posisi Sanum ya, beri dia waktu."

Rega mengangguk tanpa kata, dia menyalami Bu Yolan dan Pak Wisnu lantas bergegas kembali pulang. 

***
Sanum masih mengurung diri di dalam kamar, dirinya masih terus merasa bersalah dengan semua kejadian itu terlebih lagi saat Riri ditemukan pingsan di air terjun yang nyaris tanpa busana, membuat hatinya semakin hancur. 

"Apakah Riri sampai melakukan hal yang dilarang agama saat di gunung itu? Jika tidak! Mengapa bisa dia telanjang saat di temukan?" batin Sanum terus bergelut. Sampai disini dia merasa tak tahu lagi harus membayangkan apa tentang kejadian yang menimpa Riri. 

Dalam perjalanan pulang Rega memikirkan hal yang sama dengan Sanum, tapi Rega sangat yakin jika yang Sanum temui di air terjun bukanlah demit atau hantu dan semacamnya. 

Rega yakin yang Riri temui adalah manusia, tapi mengapa Cika bilang saat ditanya Riri akan pergi menemuinya? 

"Mungkinkah Riri menaruh rasa terhadapku? Sehingga alam bawah sadarnya mengira yang ia temui adalah aku?" 

Alis Rega saling bertautan memikirkan semua kemungkinan yang terjadi, jika benar firasatnya!  Rega semakin merasa bersalah karena tanpa sengaja atas sikapnya Riri menjadi salah paham. 

Memang belakangan itu Rega mendekati Riri untuk tujuan menggali informasi tentang Sanum, karena sejak awal bertemu setahun lalu saat di kampus Rega sudah tertarik dengan gadis berhijab itu. 

Baginya Sanum adalah kriteria yang sesuai dengan pilihan hatinya. 

Riri pun sudah menaruh rasa pada Rega sejak lama, bahkan jauh sebelum Rega mengenal Sanum, tapi mungkin itulah yang di namakan takdir! 

Rasa Riri bertepuk sebelah tangan setelah seminggu lalu dia mendengar kabar bahwa Rega telah melangsungkan pertunangan dengan Sanum. 

*** 
Drrrd... Drrrd...

[Hallo Dam, kenapa?] Tanya Rega dibalik sambungan telepon. 

Panggilan itu berasal dari Adam yang mengabarkan bahwa dia telah menemukan ayam cemanik yang di pinta keluarga Riri. 

Adam sangat antusias mengabarkan, dia sangat ingin Riri segera sadarkan diri. 

[Dapat darimana kamu Dam?] 

[Gak penting lah Ga, yang penting aku sudah dapat, cepat ke rumah Cika ya, aku dan yang lain menunggu di sana.] 

Tut! 

Rega membanting ponselnya ke samping, dia sangat stress menghadapi semua ini, jika waktu bisa berputar kembali mungkin Rega akan menuruti perkataan Sanum. 

"Ah sial! "

***
Dilain sisi Bu Yolan sedang terus membujuk Sanum, berulang kali dirinya mengetuk pintu, Sanum masih tak mau membukanya, dia hanya terus berkata dibalik pintu bahwa dirinya sedang tak ingin di ganggu oleh siapapun. 

"Kamu gak kasihan sama Ama ya? Makanlah sedikit saja Num."  Bu Yolan memohon dibalik pintu, tapi tetap saja Sanum tak memperdulikan perkataan sang ibu. 

Ting tong! Ting tong! Bunyi bel kembali terdengar. 

Bu Yolan menaruh piring berisi makanan itu di dekat pintu kamar putrinya, ia kemudian bergegas turun dan membuka pintu. 

"Surprise!" Seorang wanita cantik berhijab  membentangkan kedua tangannya saat pintu terbuka. Dia langsung memeluk Bu Yolan saat tiba. 

"Zoy! Kapan kamu sampai Nak?"

"Ama... Kangen banget deh sama Ama," ucapnya seraya terus menggelayut di tangan Bu Yolan. 

"Api lihat siapa yang datang! " teriak Bu Yolan dengan lantang, Pak Wisnu yang baru saja keluar dari mushala sangat terkejut ketika melihat wanita bernama Zoya itu datang ke rumahnya tanpa memberi kabar lebih dulu. 

Pak Wisnu menghampiri wanita itu dan menyuruhnya masuk. 

"Kapan datang sayang?" 

"Baru kemarin Api, menginap semalam di rumah Bunda langsung kesini deh."

"Oh begitu! Bagaimana kabar Auah Bundamu? Api sudah lama tak kesana, Api sudah tak muda lagi menyetir jarak jauh membuat tangan pegal." ucap Pak Wisnu terkekeh. 
Entah siapa wanita itu, hanya saja terlihat sangat dekat dengan keluarga Sanum. 

"Ayah Bunda sangat baik Api, Oh ya Sanum mana? Zoy bawakan oleh-oleh buat dia." Tanpa menunggu jawaban Bu Yolan, wanita itu segera naik ke lantai atas, tepatnya menuju kamar Sanum. 

Ia melihat piring berisikan makanan tergeletak di bawah pintu, wanita itu lalu mengambilnya, dia lalu mengetuk pintu kamar Sanum. 

"Sudah aku bilang! Aku ingin sendiri, kenapa Ama tak mau mengert-"

Sanum tertegun ketika membuka pintu kamarnya, dia menatap pekat wanita yang menenteng makanan di hadapannya itu. 

"Mbak Zoya! "

Sanum langsung memeluk wanita itu dengan terisak, dia menumpahkan tangisan di bahunya. 

"Hem! Kebiasaan deh kamu Num, kalau lagi ngambek pasti gak mau makan, malu dong sudah mau menikah masih begitu aja sifatnya." ucap wanita itu, dia menarik tangan Sanum keluar dari kamar, dia lantas mendudukannya di kursi meja makan. 

"Ayo makan dulu, kalau tidak! Mbak akan pulang lagi ke rumah Bunda."

Wanita bernama Zoya itu berhasil membuat Sanum memasukan nasi kedalam perutnya, sudah sejak kemarin malam dia lupa makan, tapi kehadiran Zoya sangat membantu Bu Yolan dan suaminya dalam menangani sikap ke kanak-kanakan Sanum. 

Rupanya wanita bernama Zoya itu adalah anak dari sahabat orang tua Sanum, sejak usia 12 tahun Zoya sudah tinggal dengan Bu Yolan karena dia sangat menginginkan seorang adik perempuan yang cantik, bagi Bu Yolan dan suaminya Zoya juga adalah anaknya. 

Namun 3 tahun lalu, Zoya memutuskan tinggal di Mesir untuk menyelesaikan sekolah  Magisternya di sana, sehingga dia hanya pulang ke tanah air jika hari Raya dan liburan tiba. 

Pantas saja bujukan Zoya sangat manjur, karena dia tak lain adalah seorang kakak yang sangat Sanum sayangi. 

"Kenapa sih Ama?" tanya Zoya pada Bu Yolan ketika melihat sikap adiknya mendadak berubah, biasanya jika Zoya kembali Sanum tak henti berbicara, tapi kali ini Sanum sangat dingin. 

Bu Yolan hendak menceritakan semuanya, tapi tetiba saja Pak Wisnu mengusap kuat tangan istrinya agar dia tak memberi tahu kejadian yang sedang mereka hadapi pada Zoya. 

"Mungkin lelah Zoy, dia kan memang begitu." 

"Tidak Pi, Zoy tahu pasti ada yang Sanum sembunyikan."

"Gak apa-apa berikan dia waktu supaya tenang!" Zoya berlalu pergi ke kamarnya, sengaja saat ini dia tak ingin mengganggu Sanum dulu. 

***
Rega kini menancap gas untuk segera bergegas pergi ke rumah Cika, saat sampai sahabatnya yang lain sudah menunggu di sana. 

"Hebat kamu Dam bisa dapat ayam ini, aku sih bisa aja nyari tapi aku takut!" ucap Evan pada Adam yang memegang ayam hitam di tangannya. 

Adam terus mengusap lembut kepala ayam cemanik itu. 

"Kayaknya kamu suka sama Riri ya, bela-belain banget nyari sampe ke mana tadi van?"

"Ke-"

"Ah sudahlah! Yang penting kita sudah dapat, memang kalian tega melihat Riri begitu?" ucap Adam pada semua sahabat yang tengah meledeknya. 

Rega datang dengan wajah bimbang, kusut sekusut-kusutnya. 

Dia duduk di sofa, lantas meminum soda yang tersaji diatas meja. 

"Kenapa Ga? Sanum masih marah sama kita ya?" tanya Lala penuh selidik. 
Rega menggeleng, saat ini dia tak mau membahas Sanum, kepalanya pening sekali. 

***

Hari semakin sore, berulang kali juga dering ponsel masuk dari orang tua Riri ke ponsel mereka bergantian. 

Akhirnya mereka memutuskan pergi ke rumah Riri saat itu juga. 

Sepanjang jalan menuju ke rumah Riri, Adam sangat menunjukan gelagat yang aneh, dia terus mengusap kepala ayam itu sesekali terdengar berbisik layaknya orang mengobrol. 

Rega yang melihat dibalik kaca spion mendadak berfikir "Mungkinkah Adam yang Riri temui saat di air terjun?" 

Karena yang Rega tahu Adam juga menyukai Riri sejak lama. 

*****

Sesampainya di rumah Riri, mereka dikejutkan dengan kerumunan orang, juga suara raungan dan jeritan. 

Rega dan kawan-kawannya langsung berlari menerobos warga yang berkumpul dibalik pintu. 

Mereka melihat orangtua Riri terus menjerit, menangis sekencangnya disamping tubuh anaknya itu. 

"Riri jangan tinggalkan Mama."

Rega dan semuanya saling tatap, Adam lebih dulu berlari mendekati tubuh Riri yang masih terbaring di sana. 

Diperiksalah denyut nadi gadis cantik itu ternyata sudah tidak ada. Badannya sangat dingin menandakan tak ada nyawa lagi dalam tubuhnya. 

Riri telah tiada! 

"Riri," teriak Adam membuat semuanya terhenyak. 

Kini semua yang ada di sana tengah menangis meratapi kepergian Riri, Adam terus memegang tangannya dan barulah dia mengungkapkan isi hatinya bahwa dia sangat mencintai Riri. 

"Bangun Ri, kamu harus bangun, aku sudah bawakan ayam ini untuk menjemput kamu," tangis Adam tumpah di samping jasad Riri yang terbujur kaku. 

Adam beranjak lalu meyasar semua ruangan. 

"Mana si Jalu itu?" teriaknya seraya menenteng ayam cemanik di pangkuannya. 

Rega lalu mencoba menghentikan sikap Adam yang dirasa sudah berlebihan dan mengundang perhatian banyak orang. 

Sementara ketiga sahabat lain tengah menenangkan Ibunda Riri, Rega membawa Adam ke belakang rumah, di sana Ki Jalu datang dan mengutarakan maafnya karena tidak bisa menolong Riri. 

"Dam istighfar lah jangan begitu! Malu kamu dilihat banyak orang." tutur Rega menenangkan. 

"Kenapa Ki? Katamu tadi dengan ayam cemanik ini Riri bisa sembuh, tapi kenapa Riri malah tiada?" ujar Adam terisak seraya memukul dada Ki Jalu. 

Adam semakin meratap, air matanya tak bisa lagi dia sembunyikan. Rega berkata bahwa semua sudah menjadi kehendak Tuhan bukan ingin manusia.

"Bu, mohon maaf kami akan memandikan jenazah," ujar salah seorang pengurus kematian yang juga memfonis bahwa Riri sudah tiada karena denyut nadinya sudah tak terasa. 

Masih dengan emosi, Adam berkata bahwa Riri masih hidup. 

"Riri masih ada," ujarnya bagai orang kehilangan akal, Rega dan Evan terus menenangkan Adam agar tak semakin memperkeruh suasana berduka di sana. 

***
Dilain Sisi, Sanum masih belum mengetahui kondisi Riri yang sudah tiada, karena sahabatnya belum ada yang memberi kabar terbaru tentang Riri. 

Sanum masih terus memikirkan mimpinya yang menjadi nyata, tapi masih belum mendapatkan jawaban atas pertanyaan sendiri, merasa buntu Sanum mencoba menjelaskan pada kakaknya Zoya, agar dia bisa memahami apa yang Sanum rasakan saat ini. 

"Mbak! Boleh Sanum masuk?" tanyanya seraya mengetuk pintu kamar Zoya. 

Zoya membukanya, dia tersenyum simpul karena dia sangat tahu cara yang ia gunakan akan efektif menuntun Sanum dengan sendirinya untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. 

"Mau konsultasi sama Mbak ya?" ledek Zoya pada Sanum, sehingga gadis itu menciut ia mengigit bibirnya dan menunduk. 

"Sudah masuk, Mbak cuman bercanda." Zoya menarik tangan Sanum masuk ke kamarnya. 

Sanum terduduk! 

Zoya menatap adiknya dari atas sampai kaki, jari jemari tangannya saling bertautan menandakan kegelisahan sedang menimpanya. 

Zoya meremas kuat tangan Sanum, dia menatap sorot mata yang mulai memperlihatkan bendungan bening dikedua netra adiknya. 

"Kenapa? Ada masalah dengan Rega?" 

Sanum menggeleng! 

"Lalu?"

"Riri Mbak." ujar Sanum mulai menitikkan air mata. 

"Oh! Kenapa dengan Riri?" 

Sanum tertunduk, dia lantas menceritakan semua yang terjadi dengan isak tangis kepada kakaknya. Sanum juga menceritakan semua mimpi sehari sebelum mereka mendaki ke puncak gunung itu. 

Zoya seketika terperanjat dari duduknya tatkala sang adik mencurahkan isi hati yang sudah ia pendam sejak kemarin. 

"Kalian mendaki ke gunung mana Num? Kenapa kamu gak cerita sama Mbak kalau mau naik gunung?" 

Sanum kemudian menjelaskan bahwa awalnya niat mereka mendaki itu bukan ke gunung Rawala, karena selain puncaknya yang sangat jauh, rute nyapun sangat extrem, namun Adam mengususlkan ingin mencoba mendaki ke Rawala, katanya ingin menjajal nyali. 

"Apa? Kamu ke gunung Rawala?" tanya Zoya semakin membulatkan matanya lebar-lebar, membuat Sanum menarik mundur kepalanya saat melihat ekspresi yang Zoya perlihatkan. 

"Iya Mbak, Adam memaksa ingin pergi ke sana."

"Cepat kamu bangun dan berganti pakaian, kita ke rumah Riri sekarang juga!" Zoya menarik pintu kamarnya dengan kasar sehingga Sanum terkejut, dia mengekor sang kakak dari belakang yang berjalan dengan sangat cepat. 

"Mbak memang ada apa?" teriak Sanum sambil berjalan. 

"Cepat! Mbak tunggu di bawah ganti baju kamu."

Zoya berjalan menuruni tangga dengan cepat, Tak ingin bertanya lagi Sanum lantas berlalu ke kamarnya dan menuruti titah sang kakak untuk mengganti bajunya dengan segera. 

"Api, Ama! Kenapa kalian gak kasih tahu Zoy kalau Sanum dan teman-temannya mau mendaki gunung Rawala?" tanya Zoya pada Bu Yolan dan suaminya yang tengah duduk di meja makan, keduanya terbangun saat Zoya berkata dengan nada sedikit membentak. 

"Maksudmu apa Zoy?"

"Tunggu! Rawala? Siapa yang ke Rawala?" Pak Wisnu malah balik bertanya membuat Zoya semakin bingung. 

"Tak ada yang ke Rawala Zoy, Sanum pergi ke gunung Simpur kok, betul kan Ama?" Bu Yolan mengangguki pertanyaan suaminya, mereka mengatakan bahwa ketujuh bersahabat itu mendaki ke gunung Simpur, namun tiba-tiba Sanum datang dan berkata bahwa kemarin mereka merubah rute pendakian menjadi ke gunung Rawala. 

Seketika Pak Wisnu membentak Sanum dengan kasar, dia memarahi putrinya bertubi-tubi membuat Sanum ketakutan dan berlindung di belakang punggung Zoya. 

"Apa-apaan kamu Num, bukankah kalian akan ke gunung Simpur? Mengapa jadi mendaki Rawala?" tanya Pak Wisnu seraya menunjuk-nunjuk ke arah wajah putrinya. 

Sanum lantas kembali menjelaskan bahwa Adam memaksa merubah rute pendakian, dia sangat ingin menaklukan Rawala dan menjajal nyalinya dengan mendaki gunung yang sangat terkenal dengan sisi kanan dan kirinya yang berjurang sangat curam itu. 

Sanum sangat terkejut kedua orang yang sangat ia sayangi seolah membentaknya dengan kasar, ekspresi yang Zoya dan Pak Wisnu berikan membuat Sanum merasa bodoh! Dia tak mengerti mengapa kakak dan ayahnya bisa setegang itu saat Sanum berkata bahwa rute pendakian mereka rubah. 

"Tak ada waktu lagi! Ayo kita ke rumah Riri sekarang juga." Pak Wisnu berjalan tanpa menoleh ke arah keluarganya, dia dengan cepat menyalakan mesin mobil dan mereka kini sedang berjalan menuju ke kediaman Riri. 

***
Sesampainya disana, kerumunan orang telah memenuhi halaman rumah Riri dengan bendera kuning yang terpampang sangat jelas di pagar rumahnya. 

Sanum menggeleng! Dia menahan air matanya dengan sangat bergetar, semua yang ada di mobil menatap ke arah Sanum, Zoya mencoba menenangkan dengan memeluknya erat. 

Pak Wisnu kemudian turun bersama Bu Yolan, di susul Zoya yang berusaha memegang erat bahu sang adik agar berdiri tegap. 

"Num... " ujar Zoya memgang erat bahu Sanum. 

Sanum berjalan dengan tertatih, dilihatnya semua sahabatnya telah berkumpul disana tanpa memberi tahu kabar duka itu pada dirinya. Lala, Cika dan yang lain bangkit seketika saat Sanum perlahan berjalan menghampiri pintu rumah Riri. 

"Num... " Rega menyapa Sanum dengan mulut bergetar, Sanum menatap wajah itu dengan kecewa, di tepisnya uluran tangan Rega dengan cepat. 

Zoya masih menuntun sang adik masuk ke dalam rumah Riri, Sanum tak bisa berkata apapun lagi, dia menghampiri tubuh Riri yang kini telah rapi di bungkus kain kafan. 

"Riri... Bangun Ri, kamu gak boleh begini Ri."

"Riri! Ayolah jangan bercanda Ri, kamu masih bisa mendengar aku kan? Riri... " teriak Sanun sangat terpukul, membuat keklarga Riri menangis kembali.  Semua menyayangi Riri seolah tak ikhlas Riri pergi dengan cara  yang tak masuk akal. 

"Maafkan saya! Tapi saya rasa kejadian ini pasti ada kaitannya dengan kalian," ujar Ki Jalu seraya menunjuk ke arah Rega dan kawan-kawannya. 

"Maksudmu apa Ki?" tanya Adam menyalak lebih dulu membuat yang lain sontak menatapnya dengan heran.  

"Memang kalian mendaki ke gunung mana?" tanya Ki Jalu, rupanya dukun itu belum tahu rute pendakian mereka sehingga dia bertanya. 

"Kami ke gunung Rawala Ki," ujar Cika membalas pertanyaan Ki Jalu. 

"Apa? Rawala?"

Dukun berbaju hitam itu langsung memegang dadanya, raut wajahnya sangat terkejut nyaris ketakutan ketika mendengar penuturan Cika. 

"Maaf untuk yang ini saya tidak mau ikut campur." Ki Jalu lantas pergi pamitan kepada keluarga Riri, dia berlari sangat ketakutan saat mendengar Cika menyebutkan tempat pendakian mereka. 

Ada apa dengan gunung Rawala?
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

close