CURUG AWI LARANGAN (Part 5)
JEJAKMISTERI - Menuju arah pulang, Rega masih di hantui dengan rasa was-was yang teramat dalam, pasalnya dia tak bisa menghubungi Evan sampai sekarang. Barulah dia tersadar akan sesuatu saat mengingat lagi suara-suara aneh di rumah Adam dan juga gelagatnya yang mengatakan bahwa noda yang mirip darah ia katakan hanya noda sari buah.
"Aku sangat yakin, bercak di kaos Adam adalah bercak darah," Gumam Rega dalam hati. Dia tak berpikir panjang, ingatannya langsung saja tertuju pada Evan, dengan cepat Rega berputar haluan melajukan mobilnya agar segera kembali menuju rumah Adam untuk memastikan semua kecurigaannya.
Benar saja! Saat akan sampai. Rega melihat penampakan yang membuat dirinya semakin yakin bahwa Adam memang jahat. Di kejauhan Rega melihat Adam dan lelaki berjas edang menarik paksa seseorang dengan tangan terikat serta di tutup kain hitam agar memasuki mobilnya.
"Jangan-jangan itu Evan."
"Ya Allah beri aku petunjuk,"
Berdiam dibalik mobilnya, Rega menyaksikan Adam kembali memukul seseorang itu dengan kejam, Rega tak menyangka Adam benar-benar beringas.
Dia memukul perut orang itu hingga terpingkal-pingkal, tak lama kain hitam penutup wajah itu Adam buka, seketika Rega terhenyak saat wajah Evan yang ada dibalik kain hitam itu.
Ia melihat telah banyak luka di wajah Evan, matanya yang bengkak juga bibirnya yang berdarah semua Rega lihat dan Evan memang babak belur. Dia hampir saja tak mengenali wajah Evan, untunglah mata hatinya mengenali bahwa itu adalah sahabatnya yang sedang ia cari keberadaannya.
"Astaghfirulah, benar dugaanku itu Evan."
"Kenapa Adam tega melakukan itu?"
"Sialan Adam. Aku harus mencari akal agar bisa meneyelamatkan Evan."
Rega berpikir keras untuk menemukan cara agar dia bisa membebaskan Evan dari tawanan Adam itu, Rega kini semakin yakin bahwa mungkin saja kematian Riri ada kaitannya dengan Adam.
Rega mulai menekan nomor Adam, tak lama sambungan terhubung dan Adam mengangkatnya.
Namun sebelum itu, dia terlihat memberikan kode dengan tangan menyuruh lelaki berjas untuk memasukan Evan lebih dulu ke dalam mobil, sementara dia mengangkat telepon dari Rega.
[Iya Ga, ada apalagi?] tanya Adam dibalik sambungan telepon, ada rasa jijik dalam hati Rega ketika melihat sandiwara Adam yang sangat sempurna.
[Kamu dimana Dam?]
[Aku di rumah Ga]
[Aku sedang di jalan menuju rumahmu lagi Dam, sepertinya malah aku sekarang yang meninggalkan sesuatu di rumah kamu.]
[Maksudmu apa Ga?]
[Dompetku gak ada Dam, sepertinya terjatuh di rumahmu.] ucap Rega beralasan.
[Sebentar lagi aku sampai ni, tunggu aku ya?]
Tut! Panggilan berakhir.
Raut wajah Adam sangat kesal ketika Rega berkata bahwa dia akan kembali ke rumahnya. Akhirnya terpaksalah Adam mengeluarkan kembali Evan yang telah masuk ke dalam mobil untuk dibawa kembali masuk ke rumahnya.
Rencana Rega berhasil, Adam membawa Evan kembali masuk.
Lelaki berjas yang sebenarnya Ki Jalu itu langsung membawa Evan masuk ke dalam, Rega belum menyadari bahwa partner Adam tak lain adalah Dukun itu.
Setelah Evan masuk ke dalam. Barulah setelah itu Rega menyalakan mesin mobilnya dan berpura-pura memasuki halaman rumah Adam.
Bip.. Bip...
"Hey Dam," ucap Rega tersenyum keluar dari mobilnya. Dia lantas berjalan menghampiri Adam yang tengah mengusap keringat karena tegang. Dia mengukir senyum paksa saat Rega tersenyum padanya.
"Sorry nih Dam, dompetku gak ada, kukira terjatuh di rumahmu."
"Yasudah Ga, coba cari saja ke dalam, aku sudah sempat mencari tak ada soalnya," ucap Adam sedikit mendengus.
"Kamu mau pergi Dam?"
"Hah? Enggak aku tadi mau memasukan mobil ke dalam garasi."
"Oh,"
Rega celingukan berpura-pura mencari dompetnya, padahal dia sedang mencari di ruangan manakah Adam menyembunyikan Evan.
Adam semakin kesal berulang kali tangannya mengepal dan mencoba memukul Rega dari belakang, hanya saja dia mencoba terus menahan sampai benar-benar ada waktu yang tepat.
"Ketemu Ga?"
"Belum Dam, apa di luar ya?" Kini Rega berjongkok lagi mencari celah agar dia bisa menemukan keberadaan Evan di rumah luasnya Adam. Rega terus menyasar sampai ke samping-samping rumah.
Pandangannya kini tertuju pada sebuah jendela di lantai atas yang terlihat seperti di tutup kain hitam, Rega tak dapat melihat jelas.
"Apa mungkin Evan di atas sana?" Desisinya pelan.
"Ga, ketemu gak?" teriak Adam dari dalam.
"Iya ketemu."
Rega kini berjalan menghampiri Adam yang sudah bersedekap dibalik pintu.
"Ketemu dimana?"
"Di sana Dam, dekat rumput, tadi pas kamu lama bukain pintu aku berkeliling lihat-lihat rumahmu ini, mungkin tadi jatuh di sana."
Adam menyeripit kesal, kehadiran Rega membuat semua rencananya menjadi berantakan. Adam semakin kesal tatkala Rega meminta masuk rumahnya dan menumpang ke toilet.
***
Tak ingin kehabisan akal, di toilet rumah Adam Rega rupanya mengirim pesan pada Cika dan Lala untuk datang ke rumah Adam.
Rega sedang menyusun siasat agar bisa menguak semua sisi misterius seorang Adam, namun dia tak bisa berjalan sendiri, dia butuh bantuan orang lain agar mudah menguak semuanya.
Akhirnya Rega melibatkan kedua teman wanitanya itu, dia menyuruh Cika dan Lala datang ke rumah Adam namun Rega sebelumnya berpesan pada keduanya untuk jangan banyak bertanya dulu.
Rega hanya menyuruh keduanya untuk bersandiwara sesuai yang ia perintahkan.
Untunglah Cika dan Lala mengerti, sehingga mereka menuruti titah Rega.
Rega telah keluar dari toiket, dia kembali ke ambang pintu menemui Adam, beemaksud pura-pura berpamitan namun tak lama kedua teman wanita itu benar datang, mobil merah milik Cika terlihat sudah terparkir di depan gerbang, Sehingga membuat Adam terkejut.
"Loh kok ada mobil Cika?"
"Mana?" tanya Rega berpura-pura, padahal dia yang menyuruh keduanya untuk datang.
Mereka melihat Cika dan Lala turun dari mobil, keduanya tengah berjalan menghampiri.
"Kalian mau apa kesini?" tanya Adam.
"Kamu gak seneng kita datang Dam?" Jawab Lala dengan ketus.
"Bukan begitu, kita kan baru saja ketemu di rumah Sanum tadi, kenapa kalian malah kesini."
"Ya kita pengen lihat rumahmu lah Dam, Rega bilang rumahmu besar." Lala masuk tanpa di persilahkan oleh Adam, dia merasa takjub rumah Adam sangat besar dan megah.
"Wah benar ni kata Rega, rumahmu besar ya Dam."
Lala menyasar semua rumah Adam. Dia kini berjalan-jalan ke arah dapur, setelah itu kembali menyasar semua kamar sesuai perintah Rega untuk mengalihkan pandangan Adam.
Benar saja! Seperti ketakutan Adam langsung mengejar Lala, Lala kini telah berhasil mengalihkan perhatian Adam.
Cika mulai duduk di sofa memutar saluran televisi sesuai yang Rega instruksikan juga. saat ini keduanya sedang mengalihkan perhatian Adam.
Karena Rega akan mulai berjalan menyasar ke lantai dua untuk menemukan ruangan yang di pakai Adam untuk mengurung Evan.
Kedua teman wanita itu memang pertama kali memyambangi rumah Adam, mereka sebenarnya belum tahu apa maksud Rega, hanya saja Cika paham bahwa Rega sedang menaruh curiga pada Adam sehingga dia tak menuntut banyak tanya.
"Dam aku nyalain tv ya, adem banget rumahmu," tutur Cika.
Adam semakin dibuat kesal dengan kehadiran mereka, terlihat wajahnya berulang kali memerah seperti menahan amarah.
***
Sementara Rega dan yang lain tengah bergelut menyingkap rahasia yang Adam sembunyikan. Di rumah Sanum tengah berkumpul keluarga, karena orang tua kandung Zoya sedang menyambangi rumah Bu Yolan dan Pak Wisnu.
Bu Maya dan Pak Zidan adalah orang tua kandung Zoya, mereka adalah kawan karib sejak lama, maka ikatan dua keluarga itu semakin erat karena Zoya pun sudah lama tinggal bersama kedua orang tua Sanum itu.
Hari ini mereka datang dari Kota untuk bersilaturahmi ke rumah Sanum, kedua keluarga itu tengah bercengkrama.
Namun di tengah obrolan, tiba-tiba saja Bu Maya menarik tangan Bu Yolan untuk berbincang lebih serius menjauh dari ruang tamu, kedua Ibu itu tengah berjalan ke dapur.
"Yol, entah kenapa semalam aku bermimpi tentang anak itu," ucap Bu Maya berbisik.
Membuat Zoya menghentikan langkahnya di samping tembok dapur saat mendengar percakapan keduanya. Zoya tak sengaja mendengar ibunya berkata demikian pada Bu Yolan saat hendak membereskan piring bekas jamuan.
"Maksudmu-"
"Iya Yol, aku bermimpi anak yang dulu Mugo kirimkan di rahimmu sedang berusaha menghancurkan keluarga kita."
Zoya langsung terhenyak, dia tak mengerti apa maksud yang ibunya katakan. Dia semakin mendekatkan telinganya untuk lebih jelas agar mendengar semua yang mereka katakan.
"Tidak mungkin Maya, saat itu kita menyaksikan sendiri anak itu keluar dari rahimku tanpa di pinta, lagipula dia bukan anakku," ucap Bu Yolan.
Zoya semakin tak mengerti siapa sebenarnya Anak yang sedang di bicarakan kedua orang tuanya itu.
"Aku tahu Yol, itu bukan anakmu tapi entah kenapa mimpiku jelas sekali, makanya aku ingin segera kesini agar membahasnya denganmu juga Wisnu."
"Aku tak mau membahasnya Maya, aku benci pada tua bangka keparat itu."
"Dia tega membohongiku dengan menitipkan bayi iblis ke dalam rahimku, padahal aku baru sadar aku tak mungkin hamil karena semenjak menikah aku tak pernah berhubungan apapun dengan Wisnu," balas Bu Yolan menitikan air mata.
"Sudah jangan menangis, aku hanya takut saja, aku takut anak itu masih hidup Yol."
"Tak mungkin Maya, kandunganku saat itu telah 4 bulan dan dia sudah jelas meninggal di dalam perutku."
"Sudah! Aku benci mengingat itu Maya, aku tak perduli dia masih hidup atau tidak."
"Yol kamu harus sadar, jika dia masih hidup, itu akan bahaya kemungkinan simpang tiga akan kembali terbuka, karena dia titisan iblis yang di pelihara oleh Mugo Roso."
"Kita harus mencari tahu semua ini Yol," ucap Bu Maya lagi. sehingga Bu Yolan menghentikan langkahnya, dia bergeming saat Bu Maya berkata demikian.
Zoya yang masih menguping dibalik tembok dapur sangat ingin tahu apa maksud dari perbincangan kedua orang tuanya itu.
Terlebih ibunya menyangkutkan nama Simpang tiga sehingga membuat dia semakin yakin mereka tengah menyembunyikan sebuah rahasia yang tak pernah Zoya tahu.
Zoya sungguh tak mengerti siapa sebenarnya Anak yang mereka maksud?
"Apa Sanum mempunyai seorang Kakak?" tanya Zoya dalam hatinya.
Bu Maya dan Bu Yolan keluar dari dapu, mereka sungguh terkejut ketika melihat Zoya sedang mematung dibalik tembok. Wajah Zoya penuh tanda tanya.
"Nak ngapain di situ,?" tanya keduanya berbarengan dengan mimik gelisah.
"Siapa anak itu Bun?"
Bu Maya terkejut, rupanya Zoya telah mendengar semua percakapan mereka tadi.
"Siapa anak itu Ama?" tanya Zoya lagi pada Bu Yolan.
Keduanya bergeming dan hanya saling menatap tanpa menjawab pertanyaan Zoya.
*****
Rega masih menyasar lantai dua rumah Adam yang luas, deretan pintu kamar terpampang dengan jarak satu meter saja. Rega telah sampai di pintu ke tiga, sedangkan di depannya masih ada 3 pintu kamar lagi, dia masih tak menemukan dimana sebenarnya Adam menyembunyikan Evan.
Di pintu kamar ke lima yang posisinya di lorong-lorong. Rega melihat lelaki berjas keluar dengan celingukan, Rega lantas membanting tubuhnya untuk bersembunyi dibalik tembok.
Rega melihat semakin jelas garis wajah serta ciri khas yang sangat menonjol dari lelaki berjas itu.
"Itu Ki Jalu," pekik Rega dalam hati.
"Adam aku lapar nih, suguhin makanan kek," teriak Cika dengan kencang.
"Kamu mau ngapain sih ke atas-atas?" tanya Cika kembali dengan lantang. Rega menganggap teriakan dari Cika adalah kode padanya agar Rega segera turun dari lantai atas, benar saja ketika menoleh ke arah tangga, Adam sudah setengah jalan dan sedang mematung mendengarkan ocehan Cika.
"Dam ayolah, aku mau makanan nih," bujuk Cika dengan memegang tangan Adam. Dengan kesal Adam kembali turun dan membawa Cika ke arah dapur.
Rega kembali mengintip kamar ke lima, lelaki berjas sudah hilang dari pandangannya.
"Ah sial."
Tak ingin sampai ketahuan, Rega segera turun, untunglah Adam tak melihatnya karena Adam sedang di dapur.
"Kamu sedang apa Ga,?" tanya Adam saat melihat Rega berjalan setengah mengendap.
"Eh, aku... Perutku mules Dam."
"Yasudah sana ke toilet."
"Aaaaa, ya Allah sakit," teriak Rega dengan keras, badannya berguling guling di lantai, dia sangat kesakitan. Sehingga Adam, Cika dan Lala datang menghampiri.
Mereka semua terkejut, wajah Rega memerah seperti menahan sakit.
"Ga kamu kenapa Ga,?" tanya Cika panik, dia sangat gelisah melihat urat leher Rega sangat terlihat jelas bagai menahan sakit hebat.
"Perutku Cik, perutku sakit sekali, aaaaah."
Rega semakin menjerit, membuat mereka bingung melihatnya sebab sejak tadi Rega terlihat sehat-sehat saja.
"Dam ambilkan obat," titah Lala.
"Aku gak punya La,"
Aaaaaahh....
"Yasudah ayo kita belikan ke apotik, kasihan Rega begitu."
Dengan cepat Adam bangkit karena tangannya ditarik kasar oleh Lala.
"Tapi La.... "
"Tapi apa Dam?"
"Kamu gak kasihan tuh si Rega sampai guling-guling."
"Cepat kemudikan mobilnya, kalau aku bisa nyetir aku pergi saja sendiri."
Dengan hati terpaksa Adam mengikuti ajakan Lala yang memaksanya.
"Cika jaga Rega dulu, ibuku dulu bilang pakai air hangat untuk sementara biar sakitnya mereda."
Cika mengangguk, dia lantas berlari ke dapur dengan cepat untuk menyiapkan air panas, sementara dari kejauhan Lala dan Adam sepertinya sudah keluar untuk membeli obat ke apotik, karena terdengar suara mesin mobil sudah menyala.
Dengan bergetar Cika menyalakan kompor untuk membuat air panas sesuai titah Lala, sementara Rega masih meringis kesakitan di atas karpet dekat sofa.
Dirasa cukup, Cika langsung menuang air ke dalam botol kaca, dia bergegas menuju Rega yang masih mengaduh di sana.
"Cik, ayo cepat kita cari Evan," ujar Rega bangkit dengan menyeka keringatnya, membuat Cika melongo saat di hadapannya Rega telah berdiri tegap.
"Loh kamu-,"
"Iya aku hanya akting, gimana bagus ga,?" Rega mengedipkan matanya lantas mengajak Cika berlari ke lantai atas rumah Adam. Cika berulang kali memukul punggung Rega karena akting yang dia buat tanpa rencana sama sekali, sehingga Cika mengira Rega sungguh kesakitan.
"Kelewatan kamu Ga."
"Maaf Cik."
"Tak ada waktu lagi, yang penting sekarang kita harus segera cari Evan sebelum Adam kembali."
Cika mengangguk, mereka kini mulai membuka satu persatu pintu di kamar atas, tak ada Evan di sana.
Rega langsung menuju kamar ke lima dimana tadi dia melihat sosok Ki Jalu yang kekuar dari sana.
Benar saja saat pintu terbuka, seseorang tengah membungkuk di bawah lantai dengan posisi tangan dan kaki yang terikat. Kepalanya tertutup kain hitam.
Cika membelalak, dia sungguh tak menyangka.
Mereka mendekat dengan hati gemetar, terlihat orang itu seperti berkata sesuatu namun hanya terdengar ocehan tak jelas.
Mereka langsung berlari ketika orang itu seperti ketakutan saat mendengar deru langkah dari mereka.
Dengan cepat Rega membuka kain hitam itu, Cika terkejut bukan main.
"Evan! " teriak Cika dengan berlinang air mata.
Cika langsung memeluk Evan yang sangat babak belur, matanya membiru semua wajahnya sungguh banyak luka. Evan pun sama terkejutnya mungkin dia tak menyangka sahabatnya bisa menemukan keberadaannya saat ini.
"Adam berengsek," maki gadis bertubuh kecil itu. Cika langsung membuka lakban yang menutupi mulut Evan, sementara Rega melepas semua ikatan di kaki dan tangannya.
"Van kamu baik-baik saja?"
"Sudah jangan tanya dulu Ga, lebih baik kita cepat keluar dari sini."
"Kamu kuat berjalan?"
Evan berdiri dengan tertatih, terpaksalah Cika dan Rega harus membopong tubuhnya untuk bisa keluar dari tempat itu.
Berusaha berjalan dengan cepat, namun kaki Evan tak bisa, dia berjalan pincang seperti menahan sakit yang teramat, Evan merintih namun dia terlihat menahan semua sakitnya di depan Cika dan Rega.
Penasaran, Rega membungkuk.
"Van apa ini?" tanya Rega ketika menyingkap celana panjangnya Evan. Ada luka besar dari betisnya, Rega melihat luka seperti bekas tembakan, karena terlihat peluru bersarang di sana.
"Adam menembakku saat aku berusaha melarikan diri."
"Sudah Ga, cepat kita harus segera keluar dari sini."
Rega sangat murka, berulang kali tangannya mengepa, dia berdecih dan wajahnya memerah menahan amarah.
"Kurang ajar."
Mereka melangkah lagi, kini mereka menuntun Evan menuruni tangga, namun tiba-tiba dari luar terdengar dengan jelas suara mobil.
"Ga, pasti Adam dan Lala sudah kembali," tutur Cika. Wajahnya sangat gelisah, mereka takut rencana membawa Evan gagal.
Rega memutar otak dengan keras, dia mencari cara, sementara langkah kaki semakin terdengar mendekat ke arah pintu.
GLEK! Pintu terbuka.
Lala segera berlari menghampiri Rega. Dilihatnya Rega masih terbaring di atas sofa.
"Gimana Cik, sudah baikan?"
"Sudah La, aku tadi buat air panas sesuai katamu."
Adam yang masih berdiri di ambang pintu segera Cika tarik ke dalam. Karena Cika takut keberadaan Evan yang sembunyi dibalik pintu di ketahui oleh Adam.
Mereka berusaha mengalihkan perhatian Adam kembali dengan berbagai obrolan, sesekali Rega kembali bersandiwara dengan mengaduh seraya memegang perutnya.
Melirik jam, sudah menunjukkan pukul 5 sore, mata Cika membulat ketika perlahan Evan keluar dari balik pintu, dia tergopoh berusaha berjalan keluar.
BRAGH!
"Ya Tuhan, Cika kenapa sih?"
"Eh sorry Dam, tanganku licin."
Hampir saja Adam melirik ke arah pintu, untung saja sandiwara Cika berhasil, botol kaca yang sedang ia pegang di jatuhkan dengan keras, sehingga Adam langsung jongkok dan memungut serpihan kacanya.
***
Semua keluarga Sanum tengah dibuat heboh, pasalnya Zoya terus berteriak meminta penjelasan pada kedua orang tuanya tentang anak yang mereka bicarkan tadi.
"Mbak gak sopan deh sama Bunda dan Ama," ucap Sanum ketika nada bicara Zoya meninggi.
Pak Wisnu dan Pak Zidan mulai melerai kesalah pahaman itu, barulah setelah melihat respon Zoya yang marah besar, Bu Maya mulai menjelaskan semuanya.
Kedua keluarga itu sangat kaget, pasalnya anak yang dimaksudkan adalah rahasia besar yang harus di jaga. Namun Zoya yang terlanjur mendengar menuntit penjelasan akhirnya dengan terpaksa mereka membukanya.
Bu Maya menjelaskan semua dari awal hingga akhir, sampai semua mimpi yang datang padanya tentang anak yang dulu di titipkan oleh Mugo Roso di rahim Bu Yolan, Bu Maya sangat yakin bahwa anak itu kemungkinan masih hidup.
"Kenapa kalian menyembunyikan masalah ini dariku?"
"Apa kakak Zeyana tahu,?" tanya Zoya membentak pada mereka, semua tertunduk.
"Kakakmu tahu Zoy, maafkan Bunda, bukan maksud Bunda menyembunyikan."
"Lalu apa?"
"Kami hanya tak mau sesuatu terjadi padamu lagi Nak, sudah cukup kejadian masa lalu, Api tak mau melihatmu terluka lagi," tutur Pak Wisnu seraya memegang bahu anak angkatnya itu. Zoya menangis, dia tak tahu harus apa, jika benar anak yang di maksud keluarganya masih hidup, itu sangat berbahaya bagi keluarga besarnya.
"Apa itu kakakku Ama?" tanya Sanum yang juga berlinang air mata, dia tak mengerti rahasia besar ini sangat apik di sembunyikan oleh orang tuanya itu.
"Bukan Nak, dia bukan anak Ama."
"Mugo Roso sengaja menjebak Ama dan Api agar dia bisa mempunyai penerus dari keturunan jin."
"Apa tujuannya Ama? Aku tak mengerti ini tak masuk akal."
"Tujuannya agar dia bisa kembali membuka tempatnya yang telah lama terkunci, karena yang bisa membukanya hanya keturunan iblis itu sendiri."
Sanum menggeleng, baginya semua tak masuk akal, namun lain dengan Zoya, dia kini mengerti semua tujuan dari si tua bangka memang ingin mempunyai keturunan iblis agar tempatnya bisa terbuka lagi, sehingga pelaku pemujaan bisa kembali pada kesesatan.
"Ama yakin anak itu sudah meninggal?"
Bu Yolan mengangguk, seingat dia saat ke guguran dan mengeluarkan banyak darah, janin yang berusia 4 bulan itu memang sudah tak bernyawa.
Ketika Bu Yolan mengejan di kamar mandi, janin itu tiba-tiba keluar sangat kecil, namun Janin itu keluar dalam keadaan telah sempurna, walaupun ukurannya masih sangat kecil, jadi sangat mustahil bila janin itu masih hidup.
"Tidak mungkin masih hidup Maya, itu hanya ketakutanmu saja."
"Di kemanakan janin itu Ama?"
"Ama kubur di halaman belakang rumah Bundamu Zoy."
Zoya bergegas menyalakan mesin mobilnya, dia ingin memastikan semuanya, apakah benar mimpi Bundanya, Zoya sangat takut yang di katakan Ibunya adalah benar.
"Zoy kamu mau kemana?" teriak mereka bersama.
***
"Dam, kami pamit dulu ya, maaf merepotkanmu, Rega gak bisa di sini terus aku harus membawanya ke rumah sakit," tutur Cika pada Adam.
Adam sangat senang, karena akhirnya semua temannya akan pulang, maka dengan cepat dia mengiyakan perkataan Cika tanpa dia tahu padahal mereka telah berhasil membawa Evan keluar dari rumahnya.
"Kamu bisa menyetir dengan keadaan begitu Ga?"
"Tak apa Dam, aku bisa."
Akhirnya Adam mengantar semua temannya untuk pulang, Cika menaiki mobil merahnya bersama Lala, sedangkan Rega membawa mobil silvernya sendiri dengan berpura-pura jalan tergopoh.
Adam melambaikan tangan, dia melihat ketiga temannya telah berlalu meninggalkan rumah megahnya. Dia langsung berlalu masuk kembali ke dalam.
"Sialan gara-gara mereka aku jadi batal membawa Evan pergi."
***
Lala sangat terkejut ketika mobil Rega menghadang mobil Cika, raut wajah Lala semakin terkejut ketika dia melihat Evan bangun dari tidurnya di jok belakang mobil Cika.
"Evan!" teriaknya seraya menoleh ke belakang. Wajah Evan sangat pucat, dia meringis kesakitan.
"Ada apa ini Cika?"
"Nanti saja La ceritanya sangat panjang, kita harus bawa Evan segera ke rumah sakit, ada peluru di betisnya."
"Apa?"
Lala semakin terkejut, dia bergidik ngeri ketika Cika berkata begitu, dalam keadaan tak tahu apa-apa, Lala hanya bisa mengikuti titah Cika.
"Ga, kamu harus cepat bawa Evan, aku tak bisa ngebut."
Rega mengangguk, dia langsung bertukar posisi dengan Cika, Rega membawa Evan ke rumah sakit dengan mobil Cika, sementara Cika membawa mobil Rega bersama Lala.
Mereka bertiga kini tengah membawa Evan ke rumah sakit.
"Tahan Van, tahan."
"La telefon Sanum untuk segera ke rumah sakit Medika," tutur Cika.
"Dia harus tahu semua ini, biar kita bisa menjelaskan semua nanti di rumah sakit."
Lala menuruti titah Cika, dia lantas menelpon Sanum dan menyuruhnya untuk segera datang ke rumah sakit.
Dilain sisi, Adam tengah histeris, dia terus berteriak kencang, dia mengamuk membanting semua barang di rumahnya ketika melihat Evan tak ada di kamar itu.
"Kurang ajar, Evan kabur," teriaknya seraya membanting pintu.
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya