Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

CURUG AWI LARANGAN (Part 7)


JEJAKMISTERI - Mereka sangat terkejut ketika mengetahui bahwa yang tergeletak jatuh adalah tubuh Evan yang penuh luka. 

Zoya menghampiri. Evan sangat terluka parah, berulang kali Evan seperti ingin mengatakan sesuatu, Zoya menahannya dan meminta Cika juga Lala untuk segera membantunya membopong tubuh Evan yang sudah terkulai tanpa tenaga. 

Mereka sedang berusaha menggusur tubuh Evan. Tangannya mereka kaitkan ke bagian punggung Cika dan Lala, semetara Zoya membantu menahan tubuhnya agar tetap berdiri walaupun keadaan mereka berjalan sangat tergopoh. 

Rega yang masih menggendong  Sanum terlihat ikut panik, mereka sangat takut Adam berhasil menemukan mereka semua, sebab teriakan murka sudah terdengar dari kejauhan. 

"Cepat kita harus segera sampai mobil, ayo sedikit lagi."

Cika dan Lala kepayahan. Tubuh Evan lumayan berat karena badan lelaki berbeda dengan perempuan. 

Rega terlihat sudah hampir sampai dan meletakkan Sanum dengan cepat ke dalam mobil, lalu dia kembali berlari untuk membantu wanita-wanita itu membopong tubuh Evan. 

"Cepat! Aku mendengar suara langkah kaki," tutur Rega. 

Semuanya kini semakin bergegas menyeret tubuh Evan yang sudah tak sadarkan diri. 

Syukurlah! 
Evan telah masuk ke dalam mobil, suara mesin di nyalakan dan mereka dengan cepat langsung bergegas pergi. 

"Hey! Tunggu siapa itu?" teriak Adam dari jauh. Untunglah mobil mereka telah melaju dengan cepat. 

Adam berlari hendak mengejar, namun kesialan menimpa dirinya, Adam tersandung hingga dia berguling-guling jatuh dari jalanan yang cukup menurun itu. 

***

Di dalam mobil Rega, Zoya menemani Sanum, sementara Cika dan Lala membawa mobil Zoya. Keduanya masih sama-sama terpejam, Zoya menghirupkan minyak angin ke hidung Sanum, untunglah tak lama Sanum sadar. 

Namun hal buruk menimpa Evan, ketika Cika dan Lala melihat luka di betis Evan mengeluarkan darah segar, sesekali mereka melihat kulit yang juga melepuh akibat percikan api. 

" Cik lajukan mobilnya dengan cepat, kita harus segera ke rumah sakit."

Cika langsung menancap gas menyusul mobil Rega dari depan, Rega terkejut melihat Cika membawa mobil dengan ngebut, dia lantas ikut menyusul karena mereka sudah punya firasat bahwa sesuatu pasti terjadi dengan Evan. 

Bernar dugaannya, Rega melihat mobil yang di kendarai Cika berbelok ke kanan arah Kota. 

"Sepertinya sesuatu terjadi pada Evan mbak."

"Sebentar Mbak telfon Lala dulu."

Sambungan terhubung, Lala menceritakan bahwa kondisi Evan sangat kritis, mereka akan segera membawa Evan dengan cepat ke rumah sakit. 

Sesampainya di sana, Evan langsung kembali masuk ke UGD, kondisinya sangat kritis, luka bekas operasi di betisnya kembali terinfeksi, di tambah luka melepuh di beberapa bagian tubuh dan kaki. 

Semua semakin panik ketika setengah jam sudah Evan tak kunjung keluar, tak lama Dokter mengabarkan bahwa Evan saat ini tengah koma. 

Di bagian dalam tubuh Evan sangat terluka dalam, memar dan banyak sekali luka pukulan lain. 

Keluarga Sanum langsung datang dan menemui mereka, syukurlah mereka semua selamat, namun Evan masih berjuang di dalam sana untuk menceritakan semua rahasia yang ia ketahui. 

"Ayah..., " tutur Zoya memeluk sang ayah ketika tiba di rumah sakit.  Yang lain sedang mencoba menenangkan ibunda Evan yang masih histeris melihat kondisi anaknya. 

"Kenapa Zoy?"

"Ayah, Mugo... Mugo roso masih hidup ayah." 

Zoya terisak. Rupanya kakek tua yang memiliki cambuk api dengan jenggot putih itu bernama Mugo. Semua keluarga Zoya dan Sanum sangat terkejut, mereka tak percaya karena jelas-jelas 23 tahun lalu dia telah musnah bahkan menghilang bagai abi di depan mata. 

Namun Zoya sangat ketakutan ketika yang ia lihat benar, bahwa itu kakek tua yang dahulu pernah mempunyai hubungan pelik dengan keluarganya. 

"Gak mungkin Nak, Dukun itu sudah lama tiada," jawab Bu Maya dengan mimik gelisah. 

"Tidak Bunda, dia bersekongkol dengan Adam, dan aku semakin yakin Adam adalah janin yang dulu Ama kandung."

Bu Yolan tersungkur di lantai, kakinya lemas ketika Zoya berkata begitu. Penjelasan dari anak asuhnya itu merasa sangat tak masuk akal, sebab keturunan iblis dan dukun bernama Mugo Roso itu memang sudah lenyap sejak berpuluh tahun lamanya. Lalu bagaimana bisa dia kembali? 

"Aku yakin, Air terjun itu salah satu gerbang yang sudah terbuka, namun mereka masih ingin membuka kerto telu Ayah."

"Bangkitnya Mugo pasti ada kaitannya dengan Adam."

Mereka mulai menyadari sesuatu, dan mulai mencari tahu asal usul dari keluarga adam. Pak Zidan menyuruh salah satu stafnya untuk menyelidiki biodata utuh seorang Adam. 

Sehari waktu yang di perlukan. Data akurat telah di tangan. 

Dalam biodata tertulis Adam ternyata di besarkan di sebuah panti asuhan, karena diduga dirinya yatim piatu. 

Seorang pria bernama Mahesa menjadi wali hukum atas Adam.  namun mereka sama sekali tak tahu siapa Mahesa itu?

"Apa mungkin dia Ki Jalu," tanya Rega mengutarakan opininya. 

"Betul juga, di sini tertulis usianya 45tahun, itu seumuran dengan kalian Bun," tunjuk Zoya pada keempat orang tuanya. 

Kemungkinan benar, sebab usia ki Jalu pun kisaran 40an. 

"Astaghfirulah," ucap Pak Wisnu bangkit dari duduknya. 

"Kenapa Api?"

"Ada apa Nu?" 

Berulang kali mereka bergantian bertanya. Mimik Pak Wisnu sangat ketakutan. 

"Rega benar, Mahesa adalah Ki Jalu, aku ingat sekarang."

"Dia anak asuh kepercayaan Mugo, ketika dulu aku bekerja sama dengan Mugo beberapa kali aku pernah melihatnya."

"Apa?"

Rega tak mengerti dengan semua penjelasan Pak Wisnu. Akhirnya mau tak mau Pak Wisnu menceritakan aib masalalaunya. 

Masa lalu ketika dia terjerumus bekerja sama dalam kesesatan. Pak Wisnu sempat beguru pada Mugo yang ia anggap sebagai penolong karena kerja sama itu membuat Pak Wisnu semakin kaya, banyak harta dan berkharisma, serta menjadikan dia orang hebat karena persekutuan itu melibatkan campur tangan iblis. 

Dia rela melakukan apapun asalkan keinginannya terpenuhi, sehingga keluarga Zoya ikut terseret ke dalam lubang bahaya akibat ulahnya. 

Namun berkat Zoya juga dia bisa mengakhiri persekutuan sesat itu, setelah Pak Wisnu menyadari kesalahannya dan bertaubat dia menganggap semua selesai. 

Tapi beliau salah besar, justru cobaan kembali datang karena Mugo rupanya menitipkan penerus darah daging iblis kedalam rahim Bu Yolan, hingga usia kehamilan 4 bulan bayi itu gugur dan mereka baru sadar bahwa Bu Yolan tak mungkin hamil karena selama 2 tahun menikah Bu Yolan dan Pak Wisnu tak pernah berhubungan badan. 

Maka mereka merasa bersyukur bayi itu gugur karena memang bukan anak mereka. 

Tapi lagi-lagi kejadian malah menimpa mereka lagi saat ini. Ketika mimpi yang datang pada Bu Maya dan juga Zeyana membuat suasana semakin tegang. Dan benar saja! Melihat kerja sama Adam dan Dukun laknat itu kemungkinan feeling Bu Maya benar. Adam bisa jadi anak iblis yang sempat di kandung oleh Bu Yolan. 

Berulang kali Rega mengusap dadanya, dia tak menyangka masalalu calon mertuanya sangat panjang dan penuh tragedi. 

"Lalu bagaimana kita sekarang Api?"

"Api tak tahu Nak, rahasia terbesar mereka masih ada pada Evan, kita harus berdoa agar Evan bisa cepat sadar dan menceritakan semuanya pada kita."

***

Dua hari telah berlalu. Evan masih tak sadarkan diri.

Dibalik kejadian itu, Adam kini sadar yang selama ini membantu Evan keluar dari genggamannya tak lain adalah Rega dan kawan-kawannya. 

"Kurang ajar, aku baru sadar mereka selama ini telah mengetahui kejahatanku."

"Bukan mereka yang kurang ajar, tapi dirimu yang terlalu bodoh Adam, " tutur Ki Jalu. Adam merasa terhina dengan ucapan Ki Jalu, dia membanting gelas ke hadapannya. 

"Memang benar! Jika sejak awal kamu patuhi aku, kita saat ini telah selesai dengan rencana kita."

"Tapi karena kebodohan kamu, kita malah dalam bahaya."
 
Ki Jalu berkata bahwa Mugo Roso tak menginginkan Evan hidup, saat ini yang terpenting adalah membuat Evan mati lebih cepat, sebab Evan telah mengetahui rahasia besar tentang Adam dan juga para sekutunya. 

Maka dari itu, kakek tua meyuruh Adam untuk segera membunuh Evan.

"Kamu harus ingat pesan si Mbah Dam, Evan harus lebih dulu kita selesaikan sebelum Sanum."

"Karena jika Evan membongkar rahasia Awi Rarangan, kita tak bisa mencapai tujuan kita."

"Kamu juga Aku, akan mendapat murka si Mbah tanpa ampun,"  tukasnya lagi seraya berlalu. 

Adam bergeming, dia berpikir sepanjang malam untuk bisa membuat Evan mati, namun jangankan menyusun rencana, saat ini Adam bahkan tak tahu keberadaan Evan. 

Iseng, dia menghubungi Lala dan bertanya tentanh Evan, Lala tak menjawab pesannya, dia mengirim pesan ke semua sahaabtanya, kembali dia tak menemukan informasi apapun. 

Sampai akhirnya Ki Jalu datang membawa kabar bahwa Evan di rawat di rumah sakit Medika. 

Dengan cepat Adam langsung mendatangi rumah sakit. Dia akan bersandiwara di depan Rega dan juga yang lain bahwa dia tak mengetahui apapun tentang Evan. Tak lama dia kini telah sampai, Adam datang menjenguk dengan sandiwara nya yang sangat apik, saat datang dia langsung bermimik khawatir, padahal dia pun jengah namun demi Evan dia harus rela. 

"Kenapa kalian gak kasih tahu aku kalau Evan begini," tutur Adam seraya menangis. Rega berdecih kesa. Saat ini ingin rasanya dia menjambak bahkan meninju wajahnya Adam.  

"Bukannya kamu tak perduli dengan Evan Dam?" 

"Apa maksudmu Cik, sejak aku mendengar Evan hilang aku berusaha mencarinya."

Cika berpaling muka. Sandiwara   Adam sangat membuatnya muak, mereka juga sebenarnya terpaksa bersikap baik pada Adam demi Evan untuk tetap menjaga semua ini, terutama menjaga nyawa Evan yang masih sangat membutuhkan penjagaan ketat. Terlebih Adam telah mengintai lagi di sisi mereka semua. 

Mereka harus terus bersandiwara, berpura-pura tak tahu apa yang terjadi sampai Evan sadar nanti. Padahala baik Adam dan sahabatnya telah saling tahu kebenarannya. 

"Jika benar perduli, kemana kamu selama 4 hari, kami sibuk mencari Evan sedangkan kamu entah dimana Dam."

"Aku-aku... Aku sibuk mengerjakan tugas kita yang belum selesai Cika. Lagipula kalian tak memberi tahu sebab Evan bisa sampai terluka begitu, " kilahnya. 

"Cih, dasar iblis, Itu ulahmu Dam," pekik Cika dalam hatinya. Ia terus mengepalkan tangan, namun Sanum berusaha terus menenangkan agar Cika tak tersulut emosinya. Menghadspi orang licik memang harus dengan kelicikan juga. 

Adam masih terus bersama mereka, dia terlihat memantau kondisi Evan dengan hati-hati. Gelagatnya semakin membuat Rega yakin bahwa yang di inginkan Adam adalah kematian Evan.  

"Kalian pasti lelah selama dua hari ini, kalian pulang saja, biar aku yang bergantian menjaga Evan."

"Tidak!," ucap semuanya serempak. Adam terhenyak dan dia langsung duduk kembali. 

"Kurang ajar, aku sangat ingin membunuh mereka juga, lihat saja kalian nanti."

Nit... Nit... Nit. Bunyi monitor dibalik kamar Evan terdengar, Rega dan Adam langsung mendongak ke arah pintu kaca. Evan telah stabil, dari jauh Rega melihat tangannya bergerak. 

"Cik panggilkan Dokter cepat."

Cika langsung berlari menghampiri Dokter, ketika datang Dokter langsung masuk dan memastikan. Benar! Evan telah menunjukan tanda-tanda akan pulih dan sadar dari komanya. 

Adam gelisah, jika Evan masih hidup dia bisa membongkar segalanya kepada mereka. Tak perduli mereka juga sudah tahu kejahatan Adam, yang dia takutkan adalah Evan berbicara  tentang Awi Rarangan di air terjun itu. 

"Sial, andai saat itu, aku tebas lehernya, dia pasti sudah mati," batin Adam. Dia mengepal tangan berpikir keras bagaimana caranya agar Evan mati. 

"Kamu kenapa Dam?"

"Ha? Gak apa Ga, aku senang Evan mulai sadar,Ya Tuhan Van, syukurlah kamu sudah mulai membaik."

Dokter keluar dari ruangan dan mengabarkan bahwa Evan akan segera sadar, tanda vitalnya sudah menunjukan kemajuan. 

"Kita tunggu dalam dua jam semoga dia sadar dan bisa membuka mata," ucap Dokter seraya berlalu. 

Adam semakin kepanasan, di situasi seperti ini ilmu hitamnya tidak bisa di gunakan, sebab Evan tidak sendirian banyak do'a yang menghadang. 

***
Satu jam berlalu, mereka semua masih di sana tanpa berkata apapun, semua rela menjaga Evan sampai malam agar Adam tak berhasil melakukan niatnya. 

Tak lama keluarga Zoya datang karena Sanum mengabarkan bahwa Evan membaik. Mereka tak menyangka ada Adam di sana. 

Adam menyambut mereka dengan bersalaman, satu persatu tangan ia ciumi. 

"Loh nak Adam kemana saja baru kelihatan," tanya Pak Wisnu. Mimiknya sangat aneh antara terkejut dan juga penasaran tumbuh jadi satu. Pak Wisnu sama sekali tak menyangka bila Adam memang anak yang dulu sempat di kandung istrinya. 

"Maaf Api, saya sibuk mengerjakan tugas, jadi saya baru tahu kabar Evan dan langsung ke sini."

Pak Wisnu mengangguk pelan, dia tau betul kebohongan Adam sangat tergyrat jelas di wajahnya. 

Zoya sangat muak, namun dia tak berdaya, semua misteri masih harus ia kuak. Apa tujuan Adam sebenarnya? 
Kenapa pula Mugo Roso bersamanya? 

Walaupun kemungkinan yang Zoya utarakan bisa saja benar, tapi dia masih ingin dengan jelas tahu kebenaran tentang Adam dari mulut Evan, terlebih saat membawanya keluar dari gunung Rawala, Evan sempat berbicara berbisik dengan nada sangat lemah. 

"Mbak Zoy, ja-jangan sam-pai... " kalimat Evan hanya terhenti di situ. Karena dia langsung terkulai lemas dan pingsan. 

Membuat Zoya semakin penasaran sebenarnya apa yang Evan tahu tentang Adam, sehingga Adam sangat membuat Evan menderita? 

"Semuanya lihat! Evan sudah membuka mata," teriak Cika kegirangan dibalik pintu kaca. 

Lala segera memanggil Dokter lagi, Dokter masuk dan kembali memeriksa. 

Evan benar sudah sadar, matanya terbuka. Mereka semua merasa sangat bersyukur. 

Dokter berkata bahwa Evan sudah bisa di  jenguk, namun pesan dokter jangan terlalu banyak, cukup 2 orang saja yang masuk, sisanya bisa bergantian. 

Rega dan Zoya yang lebih dulu menjenguk dan melihat keadaan Evan, sementara keluarga Evan belum tahu sama sekali kabar terbaru Evan. 

Rega dan Zoya tepat berdiri di samping kiri dan kanan. Zoya memegang erat tangan Evan dia merasa sangat bersyukur sekali, kepalanya ia usap penuh kehangatan. 

Evan melirik ke arah Zoya dengan lemas. 

"Siapa kalian?"

"Dimana saya?"

Zoya dan Rega saling menatap mereka tak menduga Evan akan berkata begitu. 

"Kamu gak kenal aku Van?" 

"Aku Rega, dan ini Mbak Zoya." 

Evan menggeleng pelan, Rega merasa aneh. 

"Tak mungkin Evan hilang ingatan, karena tak ada luka apapun di kepalanya," Gumam Rega dalam hati. 

Namun tak lama tangan Evan meremas kuat tangan Zoya seolah memberi kode. 

Penasaran, Zoya mendekatkan telinganya ke arah wajah Evan. 

Tubuh Zoya luruh seketika saat Evan berbisik padanya. 

*****

Keesokan harinya. 

Evan terus menjerit mengusir Zoya dan Rega dari ruangannya. Cika yang panik melihat Evan berteriak, dia lantas ikut masuk ke dalam. 

Evan berontak dan terus meracau agar mereka semua pergi dari ruangan itu. 

Cika berlari memanggil dokter kembali, dokter langsung masuk dan memeriksa kondisi Evan. 

"Maaf kalian bisa tunggu diluar ya, saya akan periksa kondisi pasien."

Mereka pun terpaksa keluar dengan langkah tak pasti. Rega sangat yakin Evan tak mungkin hilang ingatan, tapi mengapa reaksi Evan demikian saat tersadar? 

"Mbak apa Evan gegar otak?"

Zoya melirik ke arah Rega. Dia menyiratkan dengan kedipan mata. Seolah paham maksud calon kakak iparnya itu Rega langsung berteriak dan berkata lantang tentang kondisi Evan saat ini. 

"Aku tak menyangka Evan bisa tak mengenali kita Mbak."

Ucapan Rega itu langsung mendulang sukses, sebab Zoya melihat Adam tersenyum ketika Rega berkata bahwa Evan kehilangan ingatannya. 

Adam menghampiri. Dia bertanya kondisi Evan, lalu Zoya bilang bahwa dirinya belum tahu jelas. 

"Kita tunggu Dokter dulu ya Dam."

Tak lama Dokter keluar dan mengabarkan bahwa kondisi Evan membaik, namun perihal ingatannya itu dia harus melakukan CT scan guna melihat perkembangan di bagian kepalanya. 

"Bisa jadi korban pernah terbentur jadi bisa saja dia kehilangan ingatan. Tapi sementara, itu tidak akan bertahan lama kok," tutur Dokter. Dia pun menyarankan Evan untuk beristirahat total agar kondisinya semakin membaik. 

Adam merasa sedikit lega, setidaknya tidak sekarang pun dia bisa merencanakan kembali pembunuhan Evan kapan saja. 

"Yang penting dia tak ingat apapun aku sudah cukup senang," gumamnya. 

Cika dan Lala juga Sanum bergantian menjenguk Evan, tubuhnya masih terbaring dan memang Evan seperti tak mengenal mereka. Berulang kali Evan bertanya namanya sendiri dan juga bertanya siapa mereka semuanya? 

Cika hanya termenung. Jika Evan tak mengingat apapun akan sulit bagi mereka memecahkan semua masalah tentang Adam. 

"Aku harap kamu cuma berpura-pura ya Van," tutur Cika. 

Sanum berkata harus sabar menunggu hasil Dokter nanti, biar penjelasan medis bisa menjawab semua kondisi yang menimpa Evan. 

***

Adam yang merasa lega menarik nafasnya dalam-dalam. Dia langsung berpamitan dengan alasan ada keperluan mendesak. 

"Memang kamu mau kemana?"

"Ada urusan Ga, aku harus bertemu teman lamaku untuk urusan bisnis."

"Aku ikut lega Evan sudah membaik."

"Oh yasudah Dam, hati-hati, makasih sudah mendoakan Evan."

"Tak usah begitulah Ga, Evan juga sama temanku kok."

"Yasudah aku pamit ya semuanya," tutur Adam pagi itu. Punggungnya terlihat semakin menjauh meninggalkan rumah sakit. Adam pergi setelah mengetahui Evan tak mengingat apapun. Membuat semua semakin yakin bahwa tujuannya datang ke rumah sakit bukan menjenguk Evan melainkan berharap Evan celaka bahkan mati. 

"Dasar manusia biadab," kutuk Lala melempar sandal jepitnya ke arah punggung Adam yang menjauh. 

***

Rega kini dihantui penasaran mendalam, karena Evan terkesan berpura-pura. ditambah Zoya yang masih belum menceritakan apapun membuatnya berasumsi bahwa Zoya dan Evan sekongkol untuk berpura-pura dengan kondisi Evan. 

"Firasatmu benar Ga, Evan tidak hilang ingatan, dia hanya berpura-pura agar Adam pergi," tutur Zoya menepuk bahu Rega. 

"Tuh kan, aku sudah menduga. Ah kalian bikin aku kaget saja Mbak."

Tak lama Cika dan Sanum yang mendengar dari jauh langsung berhamburan memeluk Zoya. Mereka rupanya telah menguping di kejauhan tentang kondisi Evan. 

"Ah beneran nih si Evan, pengen aku jambak mulutnya, segala pura-pura nanya siapa aku? Dimana aku, huh sebel," Cika memonyongkan bibirnya. Namun dia merasa senang bila memang kondis Evan benar-benar sudah membaik. 

Itu pertanda bahwa mereka akan segera mengetahui rahasia Adam yang sudah Evan jaga dengan mempertaruhkan nyawanya hanya untuk melindungi para sahabatnya itu.

"Yasudah kita harus segera kembali ke rumah sakit, kasihan Lala menemani Evan sendirian."

"Iya Mbak, ayo sekarang saja."

Mereka kini sedang dalam perjalanan kembali ke rumah sakit, mereka memutuskan pulang dulu untuk membahas rencana ke depannya bersama keluarga Sanum dan Zoya agar bisa menyelesaikan masalah mereka dengan Adam. 

Sementara di rumah sakit hanya menyisakan Lala yang saat ini menjaga Evan di ruang tunggu. 

Malam telah tiba, Evan sudah bisa bergerak. Seorang perawat masuk ke kamarnya, Lala ikuti langkah kakinya dari belakang. Rupanya perawat itu memandu Evan untuk duduk di kursi roda. 

"Sudah Sus terimakasih, biar saya saja" tutur Lala ketika Suster akan membantu Evan duduk. Suster membantu Lala untuk menggandeng tangan Evan agar bisa menduduki kursi itu. 

"Maaf ya Mas, ini biar Mas gak bosan saya kasih kursi roda, barangkali mas ingin ke toilet atau sekedar berjalan-jalan," tutur Suster ramah. Dia langsung berlalu setelah menyelesaikan tugasnya. 

"Kalau kamu mau jalan-jalan bilang aku saja ya Van." 

Evan mengangguk pelan pada Lala, sebenarnya hal sama dirasakan Lala ia merasa Evan tengah bersandiwara, namun dia belum bisa memastikan  apapun. Baginya melihat Evan membaikpun sudah cukup senang. 

"Kita keluar yuk La," tutur Evan. Lala terkejut! Dia tak salah dengarkah? Evan barusan menyebut namanya. 

"Kok kamu tahu namaku Van? Katanya kamu-"
Evan langsung membekap mulut Lala yang berbicara sangat keras ketika dari jauh dia mendengar suara langkah kaki. Lala ikut berdiam sejenak. 

"Adam!"

Lala sangat syok, dia melihat Adam sudah membuka pintu kamar Evan dengan membawa sebuah parcel buah di tangannya. 

"Loh, Evan sudah bisa duduk."

"Bagaimana kabarmu Van?"

Evan sangat gemetaran saat Adam berjongkok di hadapannya dan menanyakan kabarnya. Evan sangat gugup ia takut tak bisa menyembunyikan sandiwara yang sedang ia mainkan. 

"Siapa dia Mbak?" tanya Evan pada Lala. 

"Oh, ini masih teman kita Van, namanya Adam, semoga kamu cepat ingat kami ya Van."

Untunglah. Lala bisa membantu sandiwara Evan. Walaupun dia masih terkejut rupanya Evan hanya sedang berpura-pura dan dia baru menyadarinya. 

"Ah payah sekali aku," batin Lala. 

Adam mendongak ke arah wajah Evan tak lama dia mengusap tangannya. 

"Aku turut prihatin ya Van, semoga lekas sehat agar kita bisa berkumpul sama-sama lagi."

Dalam kedua hati mereka sebenarnya sangat jijik dengan sikap Adam yang sok manis. Padahal dia yang membuat Evan terluka parah hingga hampir saja meregang nyawa. Namun dia masih sangat apik dan pandai berpura-pura. 

"Dasar muka dua," umpat Lala dalam hati.  

***

Lala mengajak Evan keluar kamar untuk sekedar melepas suntuk. Mereka tak menggubris kehadiran Adam. Lala terus berjalan seolah tak melihat Adam yang tengah duduk di sofa kamar ruang rawat Evan. 

"La sudah di sini saja mau kemana malam-malam."

"Aku kasihan sama Evan Dam, mau ajak dia buat sekadar keluar menghirup udara malam."

Lala bergegas mendorong kursi roda Evan. Dia sangat muak dengan kehadiran Adam. Ingin rasanya dia mengusir tapi Lala tak mau terlihat mencurigakan atas sikapnya itu. 

Setelah kekuar dari kamar, ruoanya Adam mengikuti dari belakang. Evan semakin dibuat gugup, Lala menunduk dan berbisik "Natural aja, lakukan senatural mungkin sandiwara kamu Van." Evan mengangguk pelan. 

Adam kembali mendekati mereka dan berkata bahwa dia akan pamit pulang. Dia hanya mengantar buah saja dan ingin memastikan kondisi Evan katanya. 

"Jangan lupa di makan buah tanganku ya," tuturnya seraya mengusap bahu Evan. 

Syukyrlah Adam sudah pergi. Kini Lala menumpahkan kekesalannya karena Evan bersandiwara tanpa memberitahukan semuanya terlebih dahulu. Evan lantas menjawab bahwa ia lakukan semua itu agar Adam percaya dan berhenti membuatnya dalam bahaya. 

Perselisihan Lala dan Evan terhenti ketika Rega dan yang lain datang. Mereka sangat senang sekali ketika Evan sudah mulai duduk dan bisa di ajak berbicara. 

Evan lantas mengutarakan maafnya karena berpura-pura di depan mereka saat itu. 

"Tak apa Van, kami mengerti," tutur Rega. 

"Oh ya aku harus bilang ini pada kalian."

Evan lantas menjelaskan semua yang dia ketahui tentang rahasia terbesar Adam. 

Selama ini memang Adamlah dalang dibalik kematian Riri. 

"Dia bilang dia suka dengan Riri, namun Riri menyukaimu Ga."

"Apa?"

"Iya, jadi dia kesal dan akhirnya nekat membunuh Riri."

"Ah, Adam benar-benar ngeri ya, dia berlaku bagai orang tak waras," tutur Cika. 

Rega juga terkejut. Berarti memang benar dugaan mereka selama ini. 

"Lalu?"

"Rahasia lain nya adalah tentang air terjun bambu rarangan itu."

"Ada apa dengan bambu itu Van?"

"Begini Mbak... "

Evan berkata bahwa dia mendengar Adam meracau dia harus membalaskan dendam pada keluarga Sanum. Karena Adam bilang bahwa orang tua Sanum juga adalah orang tuanya. Namun mereka tak menginginkan kehadiran Adam. 

"Sebenarnya aku tak mengerti maksud Adam ini Mbak." tutur Evan, karena Evan belum mengetahui semua cerita lengkap nya. 

Zoya mulai berpikir, dia semakin yakin bahwa Adam adalah anak yang sempat Bu Yolan kandung 23 tahun lalu. 

"Tidak Van, dia hanyalah anak iblis yang sengaja di titipkan di rahim ibunya Sanum."

"Maksud Mbak apa?"

Zoya menjelaskan kembali semua masa lalu Pak Wisnu pada Evan, masa lalu pelik yang membuatnya menderita ketika dulu, Zoya menjelaskan secara rinci semuanya hingga kini Evan mulai mengerti. 

"Apalagi yang kamu tahu Van?"

"Oh, ya Mbak aku hampir lupa," ucap Evan. 

"Apa?"

"Kakek tua yang bersama Adam juga Ki Jalu pernah berkata begini.... "

Evan menceritakan bahwa kakek tua bernama Mugo Roso pernah berkata seraya menghadap ke arah bambu di air terjun itu. Tepatnya ke arah bambu yang bentuknya sangat kecil sekali, letaknya ada diantara bambu-bambu besar. Evan pun baru tahu ketika kakek tua itu mengikatnya di bambu rupanya ada bambu yang sangat kecil di sebelah kanannya.  

"Aku telah berhasil membuka salah satu gerbang menuju kerto telu."

"Kini giliran Adam yang harus membuka satu gerbang lagi, agar tempatku terbuka dengan segera."

"Tapi aku harus membunuh anak itu lebih dulu, karena jika dia hidup dia akan menggagalkan semua rencanaku. Begitu Mbak katanya," ucap Evan menjelaskan kata-kata yang di ucapkan oleh Mugo Roso. Sehingga membuat Zoya langsung terperanjat seketika. 

"Kenapa Mbak?"

"Mbak mengerti sekarang."

Zoya berkata pada semuanya bahwa yang dimaksud *Gerbang* oleh kakek tua Mugo itu tak lain adalah bambu kecil itu, Zoya sekarang paham ternyata bambu kecil itulah Kerto telu yang sudah berubah, dan kini si Mugo Roso ingin membuka gerbang kerto telu lagi agar dirinya bisa kembali mengajak manusia pada jalan kesesatan.

Dan yang dimaksud Mugo dengan membunuh *Anak itu* ialah Sanum, sebab kali ini Zoya mengerti yang nantinya bisa menutup kerto telu adalah Sanum. 

"Jadi maksud Mbak?" tanya Sanum gemetar. 

"Benar Num, nyawa kamu saat ini tengah dalam bahaya."
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

close