Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

CURUG AWI LARANGAN (Part 8)


JEJAKMISTERI - Saat ini mereka sementara menjauhkan Sanum dari dekat Adam. Mendengar penuturan Evan, semua kini mengambil kesimpulan bahwa tujuan Mugo Roso tak lain ingin tempatnya kembali. Dan ini sangat membahayakan nyawa putri Wisnu itu.

Zoya bersama Zeyana dan Ahmad membahas langkah apa yang akan mereka ambil, lantas Ahmad berkata bahwa jika masa lalu kembali dengan lebih membahayakan, itu pertanda bahwa kematian Mugo Roso 23 tahun silam bukanlah kematian, melainkan awal dari sebuah kelahiran baru. 

Semua yang terjadi juga sangat berhubungan erat dengan Adam, sebab ketika Mugo binasa, Adam yang dahulu di dalam kandungan Bu Yolan rupanya telah hidup dan menjelma menjadi manusia berdarah iblis. 

Raganya memang manusia tapi tingkah lakunya menyerupai iblis yang memang sengaja Mugo rencanankan agar niat busuknya kembali terlaksana. 

"Biadab memang si tua bangka itu," kutuk Bu Maya. 

"Lalu apa yang harus kita lakukan Mas?" tanya Zoya pada kakak iparnya itu. 

Ahmad menjawab bahwa yang harus mereka lakukan lebih dulu yakni melindungi nyawa Sanum dan juga Evan. Ahmad menerka dan mempunyai firasat bahwa kali ini akal Mugo Roso semakin licik dan tak bisa dengan mudah di tebak. Untuk itu, semua harus tetap fokus dan tenang agar semua bisa berjalan lancar. 

***

Dilain sisi, kakek tua itu tengah tertawa terbahak-bahak. Adam dan Ki Jalu tak mengerti. Hanya saja dari suara gelak tawanya mereka yakin Mugo sedang berbahagia. 

"Kenapa kamu tertawa Mbah? Padahal Evan saja sudah tak di tangan kita, kamu masih sempat tertawa?"

"Itulah kebdohan kalian, aku jadi ingat dulu ketika si bodoh Wisnu bekerja sama denganku, sikap sembrononya persis seperti kalian berdua," ucap Mugo dengan menunjuk ke wajah mereka. 

Adam dan Ki Jalu menatap penuh tanya, sungguh, mereka sedikitpun tak mengerti maksud Mugo. 

"Kalian tak tahu kan bahwa si Evan hanya berpura-pura hilang ingatan?"

"Apa?" jawab Adam terperanjat dari tempat duduknya. 

Adam mencercai Mugo dengan beribu tanya. Jika benar, itu artinya Adam telah terkecoh selama ini. 

"Berengsek Evan."

PLAK! 

"Kamu yang tolol, dasar bedebah," ucap Mugo dengan menampar wajah Adam. 

Mugo berkata bahwa dirinya melahirkan Adam untuk bisa meneruskan semua ilmu hitamnya. Namun berulang kali juga Mugo mengumpat bahwa dirinya menyesal, karena Adam sangat bodoh dan mudah di kelabui. 

"Aku bahkan tak meminta di ciptakan dengan ilmu sihirmu itu Mbah."

"Kamu yang terlalu bernafsu, dasar tua bangak keparat."

Cuih! Adam meludahi wajah Mugo Roso. Dia kemudian berlalu pergi meninggalkan mereka dengan kemurkaan. 

Mugo hendak membalas perlakuan Adam dengan melemparnya batu. Namun tangan Ki Jalu lebih dulu menghentikan. 

"Mbah sudah! Jika sikapmu begini bisa-bisa Adam mengambil jalan yang salah dan malah bergabung dengan mereka."

"Kamu tak ingat? Dulu Wisnu bertaubat karena dia merasa dirimu terlalu sering menghinanya?"

"Jangan sampai Adam seperti ketika Wisnu merasa tak berarti," ucap Ki Jalu. Seketika wajah tua bangka itu berubah. 

"Benar sekali katamu Mahesa, aku lupa, aku harus segera menyusul Adam dan mengutarakan maafku."

"Tak usah Mbah, kamu hanya perlu membuatnya nyaman saja. Pujilah semua yang telah dia lakukan untukmu."

Mugo Roso mengangguk-angguk dia kini mulai sadar bahwa dia terlau egois dan berkuasa. 

"Mahesa dengarkan aku!"

"Saat ini pasti keluarga Wisnu tengah menyusun rencana, kau jangan gentar."

"Maksudmu apa Mbah, bukankah dengan itu kita harus waspada?"

"Tidak Mahesa, aku sengaja berbicara lantang di depan anak bau kencur itu dan berkata dusta."

"Apa maksudmu, aku tak mengerti Mbah?"

Mugo lantas bercerita bahwa ucapannya ketika di air terjun semua adalah dusta. Dia sengaja berkata dengan lantang di depan Evan bahwa bambu itu adalah gerbang yang harus terbuka untuk mencapai ke kerto telu, padahal sebenarnya bambu itu belum terbuka sama sekali. Mugo juga berkata di hadapan Evan bahwa dia harus membunuh Sanum, padahal semua adalah dusta belaka. Mugo berkata demikian agar mengelabui Evan karena jika Evan bebas dari jeratannya, sudah barang pasti Evan akan membongkar kebusukannya. 

Maka dengan liciknya Mugo memanipulasi semua dengan ucapannya. Sehingga kini keluarga Sanum mempercayai semua perkataan Mugo. 

Justru jika Sanum dan keluarganya datang ke air terjun bambu rarangan untuk menutup gerbang itu, maka sejatinya, kejadian yang sebenarnya akan terjadi adalah bambu itu justru akan terbuka sendirinya, karena kehadiran Sanum, tanpa Mugo harus repot dan bersusah payah membunuh siapapun lagi untuk membukanya. 

"Kamu mengerti Mahesa?"

Ki Jalu menerawang dan dia mulai tertawa ketika gambaran itu sudah terbayang di benakknya. 

"Jadi sebenarnya anak si Wisnu lah yang hanya bisa membuka dan menutup gerbang itu Mbah?"

"Benar sekali, bagaimana bisa menutupnya sedangkan gerbangnya saja belum terbuka."

"Ha-ha-ha" keduanya tertawa terbahak-bahak. Mereka sangat senang dengan tipu muslihat yang dibuat oleh Mugo Roso. 

"Dan kamu tahu Mahesa?"

"Apa Mbah?"

"Jika puteri Wisnu itu menginjakkan kaki ke air terjun itu, maka dia akan mati dan gerbang itu akan terbuka selamanya."

"Ha-ha-ha... "

***

Adam pergi entah kemana, dia merasa sakit hati ketika Mugo terus mengatakan bahwa dia bodoh. Bagi Adam dilahirkan tanpa adanya ayah dan ibu membuat dirinya merasa gila. Ditambah kenyataan pahit yang ia ketahui sejak kecil bahwa dirinya terlahir atas ingin Mugo, dan dia terlahir sebagai manusia namun berdarah iblis. 

"Sialan, kenapa Tuhan tak adil padaku?" ucap Adam berteriak menengadah ke atas langit.

Dirinya kini berada di sebuah danau untuk sementara menenangkan hati dan pikiran. 

Sementara itu, keluarga Zoya tengah membuat rencana agar mereka bisa menutup gerbang bambu di air terjun itu. 

"Malam ini mari kita sama-sama pergi ke gunung Rawala, kita harus menyudahi semua kelelahan ini." tutur Ahmad pada semuanya. 

"Mas yakin?" tanya Zoya. 

Sepertinya Zoya ragu dengan semua yang terjadi, entah mengapa hatinya merasa bahwa kali ini dia akan kehilangan sesuatu. Ada hampa menerpa sudut hatinya. 

"Yakin Dek, kita harus menutup gerbang itu."

"Tapi Mas bilang jangan terburu-buru, lebih baik nanti saja Mas, kita cari tahu lebih jelas lagi agar semua tak salah ambil keputusan."

Zoya mendadak merasakan sesuatu keanehan, semangat dalam dirinya seolah meredup. Nyalinya kini seolah tak tajam seperti ketika dulu saat dia menutup gerbang kerto telu. 

"Ya Allah mengapa aku merasa sesuatu yang buruk justru akan terjadi, " gumam Zoya. 

Mereka kini mulai bersiap untuk berangkat menuju curug awi rarangan sesuai rencana Ahmad yang akan mulai menutup pintu gerbang itu. Padahal sejatinya jika mereka kesana gerbang akan terbuka selamanya dan nyawa Sanum akan melayang. 

Dalam hati Zoya sangat berat. Tapi desakan Pak Wisnu dan juga kedua orang tuanya membuat dia melangkah dengan keterpaksaan. Sesekali Zoya memeluk Sanum dan menciuminya. 

"Mbak sayang banget sama kamu Num," ucapnya seraya menahan tangis. Entahlah dalam hati Zoya ada kesedihan mendalam. 

Rega dan semua kawannya bersiap dengan membawa Al-quran karena di sana mereka akan mengaji dan mulai melakukan ritual penutupan gerbang. 
 
***
Waktu menunjukan pukul empat sore. Mereka akan langsung bergegas agar sampai di Rawala tidak terlalu malam. 

Ahmad memimpin perjalanan. Mobil mereka mulai melaju meninggalkan rumah. 

Evan ikut serta, karena baginya ini adalah moment berharga. Dia harus melihat semuanya dan membantu keluarga Zoya. Walaupun keadaan Evan belum membaik karena baru saja kemarin dia keluar dari rumah sakit. Namun niat gigihnya sangat membuat semua terharu dengan keberanian dan kekuatan Evan. 

"Makasih Nak Evan, sudah membantu kami." tutur Pak Wisnu. 

Berangkat dengan armada mobil semi bus, sehingga mereka semua tertampung dalam satu kendaraan. 

Pak Zidan yang mengemudikan. 

Berulang kali Zoya berkata pada Sanum bahwa dia sangat menyanginya. Sehingga Sanum merasa gerah karena kuatnya Zoya memeluk. 

"Mbak seperti akan kehilangan aku saja deh, lepaskan dong Mbak, malu lah aku sudah mau menikah," tutur Sanum tertawa. Semua yang di mobil juga ikut tertawa melihat keakraban mereka. 

"Hush gak boleh bilang begitu," jawab Zoya memalingkan wajahnya. Sanum diam sejenak ketika melihat Zoya seperti marah. 

"Iya Num, malah aku merasa cemburu sama kamu loh, kamu punya kakak yang baik banget seperti Mbak Zoya. Aku juga mau," tukas Cika dengan menyikut Sanum. 

Zoya lantas berbalik arah pada mereka. 

"Memang Mbak bukan kakak kalian?" tanyanya dengan senyuman. Serentak semua wanita itu berhamburan memeluk Zoya. 

Bagi mereka , Zoya sangat penyayang dan sangat mengayomi. Dia bisa menjadi kakak, sahabat juga orangtua di waktu yang bersamaan. Membuat ikatan mereka semakin dekat seperti keluarga. 

Dalam senyum Zoya masih ada rasa gelisah yang tak tahu darimana asalnya. Dia terus beristighfar agar semua baik-baik saja. 

***

Satu jam sudah! Mereka telah sampai di start awal gunung Rawala. Mereka turun dan menatap pekat gunung itu. 

Mereka memutuskan untuk melewati jalan pintas ketika mereka membuntuti Adam. 

Rega dan Ahmad memandu perjalanan. Mereka semua berpegangan tangan dan berdoa serentak dalam hati. 

Gwak... 
Gwak... 
Gwak... 

Perjalanan mereka di sambut dengan suara pekikan burung gagak yang melengking nyaring menggema di langit Rawala. 

Semua terkejut dan merasakan ketakutan. Tak lama tubuh Sanum bergetar. Zoya yang menyadari langsung mengusap bahunya. 

Tak ada yang menyadari sikap Sanum selain Zoya. Mereka terus fokus berjalan. 

"Terus bershalawat ya," titah Ahmad pada mereka. Semua berjalan kembali dengan lantunan shalawat. Zoya merasakan aneh ketika menggenggam tangan Sanum-adiknya itu mulai terasa dingin, namun Zoya mencoba berpikir positif dan terus berdoa. 

Suara deras air mulai terdengar, dan benar saja mereka kini telah sampai di air terjun bambu rarangan itu setelah berjalan cukup lama menyusuri jalanan setapak. 

Gwak...
Gwak...
Gwak... 

Tiba-tiba suara gagak itu terdengar lagi dengan jelas, kali ini suara datang beserta sosoknya yang berdiri tegap, hinggap diatas bambu kecil di sana. 

Gagak hitam. 

Ya! Burung gagak hitam bertengger di sana. Semua melihat jelas burung itu. 

Ahmad membaca doa-doa tak lama gagak itu terbang tinggi namun seketika pula Sanum terjatuh dan luruh ke bawah ketika burung itu terbang. 

Semua berteriak melihat wajah Sanum membiru dan tubuhnya sangat dingin. 

"Ya Allah Sanum..." teriak Zoya dengan gemetar. Ahmad langsung berhambur menghampiri Sanum. Tangannya berulang kali di usap dengan cepat. Mata sanum terpejam dengan mulut yang sangat biru. 

Rega mendekat, nafas Sanum sudah tak terasa berhembus. 

"Tidak!" teriak Zoya. 

Bu Yolan bergiliran memeriksa denyut nadi puterinya. Sanum sangat dingin. 

"Astaghfirullahal'adziim, gak ini gak mungkin."

"Sanum bangun."

"Sayang, Sanum bangun Nak."

Semua meraung di Rawala ketika perlahan dingin itu mulai menjalar ke seluruh tubuh Sanum. 

"Cepat kita pulang dulu." Teriak Pak Wisnu lalu mengangkat tubuh puterinya. Mereka semua berlari menyusul Pak Wisnu yang sudah lebih dulu berlari kencang. 

"Tidak ya Allah, tidak mungkin." Zoya berjalan dengan hati kemelut dan tangisan. 

Kini semua telah kembali ke mobil mereka. Pak Wisnu berulang kali memberikan nafas buatan pada puterinya. Takut-takut asma yang di derita Sanum kambuh. Namun Sanum masih membiru dengan tubuhnya yang dingin. 

"Kenapa? Kenapa Sanum Api?"

"Entah Nak, api tak tahu mengapa semua jadi begini."

"Cepat kita ke rumah sakit saja dulu."

Zidan kembali mengemudikan mobil dengan cepat. Cika merasa kejadian saat menolong Evan kembali terulang. Dirinya tak mengira semua akan begini jadinya. 

Lantas Cika mulai berpikir mungkinkah ada yang salah dengan keputusan yang mereka ambil? Cika berusaha menahan semua pikirannya dahulu. Agar ia bisa menceritakannya nanti saja. 

Kini mereka sudah berada di rumah sakit. Dokter langsung membawa tubuh Sanum ke ruangan UGD. Semua alat di pasangkan di tubuhnya. Tak ada detak jantung disana. Dokter lantas mengambil alat pacu jantung. Semua tegang semua khawatir. Para perempuan menangis sementara para lelaki trus memanjatkan doa-doa. 

Berulang kali alat pacu jantung di coba ke dadanya. Sanum tak kunjung memperlihatkan tanda kehidupan. Mereka semakin meraung tatkala bunyi terdengar beriringan dengan layar monitor yang lurus. 

Nit...... 

"Tidak."

"Ya Allah ini tidak mungkin, Sanum, bangun... " teriak Zoya menggedor pintu ruang UGD. 

Dokter masih berusaha. Tim medis berulang kali memebuka tutup pintu untuk mengambil alat yang entah apa. Zoya terus menangis sementara Bu Yolan pingsan tak sadarkan diri. 

*****

Alat pacu jantung terus dinaikkan kekuatannya sehingga denyut jantung Sanum sudah kembali. Zoya langsung terbangun dan melihat dibalik pintu layar monitor telah berubah, semua merasa bersyukur dan sangat bahagia. 

Dokter keluar dan berkata bahwa Sanum kritis, tapi, mereka akn berusaha semaksimal mungkin. 

Sementara Sanum masih berjuang di dalam sana. Bu Yolan juga sudah membaik dan sudah sadar dari pingsannya. 

Barulah Cika dari sini menceritakan semua yang dirasa janggal olehnya. 

"Apa kita salah mengambil putusan Api?" tanya Cika pada Pak Wisnu. 

"Benar kata Cika, aku juga merasa kali ini bukan tindakan yang tepat," tukas Zoya menguatkan. 

Mereka mulai berpikir ulang, mengulas semua kejadian yang mereka alami dan mencoba menyatukan semua dengan kejadian di masa lampau. 

"Astaghfirulah," Zoya bangkit dari duduknya. Sepertinya dia mulai mengerti teka teki masalah itu. 

"Kenapa?" tanya mereka serempak. 

Zoya menceritakan kemungkinan, bahwa, Mugo Roso telah mengelabui mereka dengan ucapannya. Lantas Zoya bertanya pada Evan bagaimana ekspresi si tua bangka saat berbicara di depan bambu itu? 

Evan juga kini mulai menyadari maksud Zoya, Evan bilang dia juga merasa aneh saat itu. Dan Evan mulai menyimpulkan sesuatu. 

"Apa mungkin sebenarnya gerbang itu belum terbuka?"

"Tepat! Aku punya pemikiran yang sama dengan Evan Mbak," sambung Rega menguatkan opini yang Evan sampaikan. 

"Kemarin Mbak bilang mungkin Sanum yang bisa menutup gerbang itu kan?" tanya Rega. 

"Jika sudah terbuka, Mugo Roso harusnya sudah kembali ke tempatnya, karena itu kan tujuannya."

"Tapi dia malah terus menyiksa Evan, bertele-tele, itu berarti Mugo Roso belum menemukan kunci yang tepat Mbak."
 
"Dan kalian pikir saja, baru sekarang Sanum tertimpa musibah begini ketika kita ke sana lagi, ini tandanya Sanum tidak hanya bisa menutup tapi Sanum juga bisa membuka Mbak."

"Sehingga Mugo sengaja berkata begitu pada Evan karena dia tahu Evan akan lepas dari genggamannya dan menceritakan semua yang dia ucapkan pada kita."

"Tujuannya apa Rega?" tanya Cika yang masih belum paham. 

"Tujuannya tak lain agar kita berpikir Sanumlah yang akan menutup, dan dia sudah tau bahwa hari ini kita akan melakan ritual penutupan."

"Padahal sebenarnya yang terjadi bukan penutupan, tapi kehadiran Sanum adalah awal agar gerbang terbuka, begitu maksudmu Rega?"

"Tepat sekali Mbak." Rega  menjentrikan jarinya. 

Zoya mengangguk pelan. Yang dipikirkan Rega benar masuk akal. Karena sebelumnya Sanum tak pernah begini, toh, saat itu juga dia sudah pernah ke air terjun itu saat pendakian. 

Tapi, malah kali ini dia bertaruh nyawa. 

"Jika, benar yang Nak Rega bilang, si tua bangka mengajak aku berperang," ucap Pak Wisnu mengepalkan tangan. 

***

"Ha-ha-ha," Mugo Roso tertawa ketika dia melihat perlahan-lahan bambu rarangan menyingkap tertiup angin kencang. Suara hewan semua menjerit di gunung Rawala. 

Mugo rupanya telah datang ketika mereka mengajak Sanum ke sana, hingga Sanum pingsan dan tak sadarkan diri saat ini. 

Mugo semakin bahagia ketika melihat dari dalam tanah munculah sebuah bambu dengan keris kecil yang tertancap di bambunya. Mugo tertawa bahagia sebab harapannya kini akan terwujud di depan mata. 

"Aku akan kembalikan tempatku, dan tempat para pengikutku," ucapnya lagi seraya membentangkan tangan. Dia membelai jenggot putihnya dengan bangga. 

"Jika kucabut keris ini maka kerto telu akan kembali, gunung ini akan berubah menjadi tempatku lagi."

"Ha-ha-ha."

Mugo mendekat ke arah keris yang tertancap di bambu itu, perlahan dia ingin melepaskan, tapi, keris itu sangat kuat dan tak bisa ia tarik. 

Mugo membelalak, dia merasa heran mengapa kerisnya sangat kuat. Dia menggunakan ilmu hitamnya untuk menarik keris itu keluar dari tempatnya tertanam. 

Keringat bercucuran namun keris masih kuat di tempatnya.  

"Apa yang salah?" 

"Ini tak mungkin, anak si Wisnu bahkan telah mati, harusnya aku bisa melepaskan kerisku."

Mugo berusaha lagi, ilmunya ia keluarkan semua untuk menarik keris itu. 

"Ah, keparat! Apa yang aku lewatkan? Kenapa semua jadi begini? Kenapa kerisku tak bisa aku lepas?"

Mugo berbalik badan, dia merasa semua telah ia lakukan dengan benar, tapi, mengapa keris itu tak bisa di tarik olehnya?

Mugo menghilang dengan sekejap, sepertinya dia akan pergi ke suatu tempat. 

***

"Apa gerbang itu sudah terbuka?"

"Firasatku mengatakan belum terjadi Mbak, melihat Sanum telah stabil aku merasa gerbang justru belum terbuka."

Zoya menyaksikan, Sanum telah stabil namun belum sadarkan diri, masalah yang menimpanya kali ini sungguh sulit sekali. Dia merasa kali ini lebih sulit dibanding ketika ia kecil dulu. 

Banyak rahasia yang terjadi di dalam kejadian ini, sehingga dia tak bisa menebak dan menerka-nerka. 

***

Tak ada angin tak ada hujan. Adam datang ke rumah keluarga Sanum, entah apa yang dia inginkan kali ini, hanya saja kedatangannya tak ada yang menyambut sebab mereka tengah berada di rumah sakit. 

"Mas mencari Pak Wisnu?" tanya seorang wanita oaruh baya. Rupanya dia adalah pembantu yang baru saja bekerja seminggu lalu di rumah Pak Wisnu. 

Adam mengangguk. 

"Mari ikut Bibi saja, Bibi mau ke rumah sakit mengantar pakaian Non Sanum," ucapnya. Terlihat si Bibi memang menenteng sebuah koper kecil. 

"Loh, memang ada apa dengan Sanum Bi?"

"Aden tak tahu? Bibi juga sama tidak tahu, Bapak hanya menyuruh Bibi mengantarkan baju saja."

Tak menunggu lama, Adam mengajak pembantu yang diketahui bernama Atun itu untuk ke rumah sakit bersamanya. Dalam pikiran Ada, ada rasa penasaran apa yang terjadi pada Sanum? Dia tak tahu mengapa juga Si Mugo tak memberikan kabar apapun setelah Adam pergi tadi. Akhirnya Adam menebak-nebak 

"Mungkinkah si tua itu menyakiti Sanum?" Batinnya. 

Adam terhenyak, dia merasa aneh mengapa tiba-tiba ada rasa khawatir mendengar Sanum terluka, padahal seharusnya dia merasa senang karena tujuan awalnya dia memang ingin membalas dendam pada keluarga Sanum. 

Tapi kali ini lain, Adam merasa takut kehilangan Sanum. 

"Ada apa denganku? Mengapa aku merasa khawatir begini?"

Adam melajukan mobilnya dengan cepat, sampai tak terasa kini dia telah sampai. 

***

Kedatangan Adam di tengah mereka menjadi suatu yang mengejutkan. Pasalnya Adam tak tahu apa yang terjadi, tapi mengapa dia bisa datangi mereka ke sana?

"Pak, ini baju Non yang Bapak pinta," Bi Atun menyodorkan koper itu ke tangan Pak Wisnu. 

Mereka masih kikuk dengan kehadiran Adam yang tiba-tiba. 

"Ada apa ini? Kenapa kalian bengong?"

"Apa yang terjadi pada Sanum?" tanya Adam. 

Rega melihat mimik kepalsuan di wajah Adam, namun lain dengan Zoya, dia merasa Adam memang tak tahu bahwa tadi mereka berencana menutup gerbang di air terjun itu, tapi, malah membuat Sanum menjadi terluka. 

"Ah? Iya Sanum tadi terjatuh Dam." 

"Terjatuh dimana Ga? Kok bisa?"

Rega menjelaskan cerita palsu bahwa dirinya dan Sanum terjatuh di jalanan saat hendak membeli sesuatu. Namun sepertinya Adam tak tertipu, jika jatuh biasa tak mungkin Sanum sampai di ruangan insentif. 

Cika lantas menyambung cerita palsu Rega bahwa saat jatuh Asma Sanum kambuh dan dia kehabisan nafas sehingga dia harus sampai di ruangan itu. 

Adam mengangguk ragu, terasa rancu alasan mereka, tapi, Adam berusaha percaya. Adam ikut mendo'akan Sanum dalam hatinya. 

"Ah sial, kenapa hatiku melow begini, harusnya aku senang Sanum memang harus mati tapi mengapa aku malah sedih sih." Batin Adam terus berkecamuk. 

Sikap Adam memang tak seperti biasanya, sehingga dirinya sendiri merasa aneh, tapi memang benar. Hatinya kini menaruh ketakutan yang luar biasa untuk Sanum. Tangannya mendadak berkeringat karena merasa sesuatu yang buruk takut menimpa diri Sanum. 

"Jika ini ulah si kakek tua, aku tak akan mengampuninya." Batin Adam. 

***
Sementara itu, Mugo Roso tengah mengamuk ketika dia bertemu seorang iblis yang bernama Katilamu. Iblis Katilamu adalah iblis yang selama ini menjadi teman Mugo Roso dalam membantu segala niat busuknya untuk mengganggu keturunan Manusia, terlebih keluarga Zoyara. 

Katilamu adalah iblis berupa manusia bertubuh seeokor Kuda.

Rupanya tujuan Mugo Roso selain ingin membuka lagi tempat itu, dia juga ingin membalas semua perlakuan Zoya padanya dulu. Mugo merasa ternista karena dirinya dikalahkan oleh seorang anak kecil. 

Katilamu menyampaikan rasa kecewanya pada Mugo Roso karena dia selalu bertindak sombong, sembrono bahkan ceroboh.  

Iblis Katilamu menjerat Mugo Roso dengan uluran lidahnya yang berapi sehingga tubuh Mugo kepanasan. Katilamu merasa kesal, Mugo Roso terlalu bodoh menggunakan akalnya. 

"Lepaskan aku!" 

Katilamu melepaskan, namun seketika Mugo membalas serangannya. 

"Kekuatanku sudah setara denganmu Katilamu, karena aku bukan lagi manusia, aku kini seorang iblis sepertimu."

Katilamu mengaduh, rupanya selama ini Mugo Roso memang menjelma menjadi iblis sepertinya. Kekuatan Mugo juga semakin mumpuni menyetarai dirinya. 

"Ketahuilah Mugo, kakakmu telah membersihkan tempat itu dari jangkauanmu sejak 23 tahun lalu."

"Dugaanmu salah besar."

"Gerbang itu tak akan pernah bisa terbuka, semua hanya anganmu saja."

Mugo bergeming ketika mendengar ucapan Katilamu. 

"Keparat kau Katilamu." Mugo membalas dengan cambukan api sehingga keduanya saling menyerang satu sama lain. 

Mugo terpental, rupanya kekuatan yang di milikinya belum sebanding dengan Katilamu. 

"Menyerahlah, kau akan kalah, tandinganmu sangat kuat."

"Jika aku yang ada di posisimu, aku lebih memilih pergi dan mencari jalan lain."

Mugo masih merasa berkuasa, dirinya akan selalu menang melawan manusia manapun. Keris itu miliknya dan dia merasa harus membalikan apa yang semestinya ia miliki. 

"Dan kau harus tahu, anak yang dulu kau titipkan pada rahim seorang manusia itu, kini dia akan menjadi manusia seutuhnya."

"Dia hidup dalam kandungan manusia selama 4 bulan lamanya, darah manusia bahkan telah mengalir pada dirinya."

"Kau akan kehilangan segalanya Mugo Roso."

"Berhentilah, tapaki saja jalanmu tanpa menganggu manusia lagi," ucap Katilamu lantas sejurus kemudian dia menghilang. 

"Tidak! Adam adalah titisanku, aku yang menciptakan."

"Tidak mungkin, dia tak mungkin menjadi manusia, sifatnya saja bahkan sepertiku, seperti para iblis."

Mugo mulai merasa ketakutan bahwa yang dikatakan Katilamu benar terjadi. Obsesinya masih sangat ingin membuka gerbang itu, padahal almarhum Kiyai Husen rupanya telah membersihkan semuanya, sehingga gerbang itu tak akan pernah terbuka. 

"Aku tak akan kalah, Mugo Roso tak akan kalah untuk  kedua kalinya."

"Adam! Aku harus menemukan Adam, aku yakin dia bisa membuka gerbangku."

Mugo Roso kembali menghilang, dia mulai mencari keberadaan Adam untuk mengahsutnya lagi agar kepuasan hatinya terpenuhi. 

***

Sanum semakin menunjukan tanda pemulihan yang baik. Suhu tubuhnya sudah sangat normal, semua alat vitalnya telah berfungsi. Menurut Dokter suhu tubuh dingin itu karena hipotermia. Persis seperti ketika Zoya kecil dulu yang mengalami penurunan suhu tubuh drastis. 

Untunglah kondisi Sanum tak separah Zoya yang harus koma selama beberapa hari lamanya, karena, jeratan iblis Mugo Roso. 

Sanum hanya tinggal menunggu beberapa jam saja dia akan mulai sadar. 

***

Malam harinya mereka mengaji di rumah sakit, Pak Wisnu meminta izin pada Dokter lebih dulu untuk mengaji bersama di kamar rawat inap Sanum, dokter mengizinkan. 

Lantunan ayat suci menggema di ruangan itu. Percaya atau tidak Adam juga ada di sana. Dia tak ikut mengaji dengan alasan tak bisa membaca Alquran, akhirnya dia hanya duduk mendengar mereka semua mengaji. 

Tak ada dendam merasuki jiwa Adam, dia merasa damai dengan suara alunan suci itu. Dia terbawa suasana sehingga beberapa kali matanya terpejam karena nyaman mendengar semua itu. 

Mugo Roso sudah merasa kepanasan, rupanya dia telah menginjakkan kaki di rumah sakit, dengan tujuan mencari Adam. Mugo tak menyangka langkah kakinya malah menuntun dia ke rumah sakit, sehingga dia merasa sakit luar biasa ketika mendengar lantunan ayat suci Alquran. 

"Adam..."

"Adam... " panggil Mugo dengan bergetar. 

"Adam bantu aku, cepat! Kamu harus membuka gerbangku."

"Kamu tetap iblis yang aku ciptakan Adam."

"Keluarlah dari barisan mereka, jangan bergabung dengan mereka."

"Kau akan sengsara Adam, ingat, kau bukan manusia, kau hanya aku titipkan di rahim manusia."

"Darahmu tetap darah iblis, ayo cepat bantu aku."

"Tidak..." teriakan Adam tiba-tiba mengejutkan semua orang yang mengaji. Mata Adam masih terpejam namun tubuhnya tergeletak. Rega lantas membangunkan Adam, badannya sangat kaku. 

"Adam, Dam bangun..." teriak Rega. 

"Tidak! Aku bukan iblis aku manusia."

"Kau iblis yang aku ciptakan Adam, ingat kau tak akan bisa menjadi manusia." 

Mugo Roso dan Adam tengah berkomunikasi batin, membuat semua ketakutan melihat Adam yang berkeringat dengan mata yang terpejam dan badan kejang-kejang. 

Adam terus meracau tentang siapa dirinya sebenarnya. Ahmad berkata bahwa Adam tengah berbicara dengan seseorang melalui batin. Ahmad mengintip dibalik pintu. 
Benar dugaan Ahmad, dia melihat Mugo Roso tengah kelelahan di lorong rumah sakit. 

"Jangan hentikan mengajinya, terus mengaji jangan berhenti."

"Rega, tetap jaga tubuh Adam, tua bangka itu menghampiri kebinasaannya sendiri dengan datang ke sini," ucap Ahmad. 

"Maksudmu apa Ahmad?" tanya pak Wisnu. 

"Mugo Roso tengah kelelahan diluar kamar ini, aku yakin Allah telah mengatur semua ini untuk kita."

"Cepat lanjutkan mengajinya, aku akan memantau iblis itu dari sini."

Suara lantunan ayat suci semakin menggema dahsyat, membuat Mugo Roso semakin kelojotan. Dia terus memanggil nama Adam dan berulang kali juga Adam menolak ajakan si tua bangka. 

Kedua makhluk itu tengah bergulat batin, Adam dan Mugo bagai magnet yang saling tolak menolak. Mugo muntah darah sementara Adam masih meracau bahwa dia tak ingin menjadi keturunan iblis. Adam mengakui semua kejahatannya selama ini termasuk ketika dirinya membunuh Riri. 

Adam juga mengaku dengan mata yang terpejam bahwa dia menyiksa Evan dan hampir membunuhnya. 

"Aku menyesal, aku tak ingin hidup sebagai iblis." teriak Adam semakin keras. Zoya menyeka peluh Adam yang bercucuran. Sementara Mugo sudah mulai tersungkur dengan mulut yang berdarah-darah. 
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

close