Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengalaman Gaib Dukun Beranak (Part 2)


JEJAKMISTERI - Nyi Rasih menarik napas panjang, lalu membuangnya pelan-pelan. Dia mencoba berdiri dengan berpegangan pada pohon yang terlihat rapuh. Wanita malang itu kemudian melangkah pelan sambil memegangi lututnya yang terasa nyeri.

Selain para pencari kayu bakar tadi, Nyi Rasih tidak menjumpai satu orang pun di hutan tersebut. Dia juga mendadak linglung, tidak tahu mana barat, timur, utara, dan selatan. Meskipun sudah memerhatikan matahari, tetapi dia tetap saja tidak tahu arah. Benar-benar linglung!

Teringat lagi kejadian semalam, saat dia membantu proses persalinan istri Prana. Keraton yang mendadak muncul dan hilang kembali, juga pernyataan istri Prana yang hendak memangsanya, membuat Nyi Rasih menyimpulkan bahwa dia telah membantu persalinan siluman.

"Mungkinkah siluman ular itu...," gumamnya, mengingat kembali ular berkepala manusia yang dia jumpai sebelum tidak sadarkan diri.

Wanita yang tampak awet muda itu terus saja berdoa memohon keselamatan, dia benar-benar terjebak di hutan tersebut. Rasa nyeri di sekujur tubuh serta perut yang mulai keroncongan, membuat langkah Nyi Rasih semakin pelan. Wanita itu hampir saja jatuh tersungkur, kakinya tak kuat lagi menopang beban tubuhnya.

Dia berjalan sempoyongan sambil memegangi kepala dan menajamkan pendengarannya, berharap dapat menemukan mata air karena kini tenggorokannya terasa kering.

Nyi Rasih merasa heran, sebab telinganya tidak menangkap suara apa pun. Benar-benar sunyi! Biasanya, di hutan pasti selalu bising dengan kicau burung maupun serangga bersuara nyaring. Bahkan, suara angin pun sama sekali tidak terdengar, meski pepohonan tampak meliuk-liuk.

Semakin jauh dia melangkah, semakin sunyi pula keadaan sekitar. Hewan-hewan sepertinya enggan bertahan hidup di hutan angker tersebut. Nyi Rasih kembali mengingat kejadian semalam, begitu banyak keanehan.

"Semalam lolongan serigala yang saling bersahutan begitu nyaring, tapi kenapa tidak kutemukan satu pun hewan tersebut? Aneh! Ah, tapi ada baiknya juga aku tidak bertemu hewan buas itu," gumamnya.

Dia terus berjalan, menyusuri hutan dengan langkah tertatih-tatih. Rambutnya tampak berantakan, sanggulnya pun nyaris terlepas.
Lelah sudah pasti, nyeri apalagi. Namun, dia masih terus berjalan walau 'tak tahu arah yang dituju.

Seulas senyum mengembang di wajahnya kala melihat tumpukan kayu bakar di depan sana. Dia yakin kalau nanti akan ada orang datang untuk mengambil kayu-kayu tersebut. Dengan hati sedikit lega, dia bergegas mendekati tumpukan kayu itu, lalu duduk di sampingnya. Menunggu sang pemilik kayu datang agar dirinya mendapat pertolongan.

Menit demi menit telah berlalu, bahkan jam pun sudah berganti. Lelah Nyi Rasih menunggu, tetapi tak ada seorang pun yang datang. Dia gelisah juga khawatir dengan nasibnya sendiri. Selain itu, dia juga memikirkan keadaan putra bungsunya di rumah.

"Lana pasti sedang kebingungan mencariku. Ya Allah! Beri aku petunjuk agar bisa keluar dari hutan ini!" rutuknya.

Nyi Rasih bangkit dari duduknya, lalu kembali melanjutkan perjalanan meski tenaganya kian melemah. Bulir bening berjatuhan di pipinya, membayangkan jika hidupnya berakhir di hutan itu.

***

Sementara di rumahnya, Lana yang terbaring di kursi panjang sedang menangis sesenggukan sambil memanggil-manggil ibunya. Sejak pagi tadi, dia sudah kebingungan mencari keberadaan sang ibu. Astri yang juga merasa khawatir, terus berusaha menenangkan adiknya yang baru berusia sembilan tahun itu. Sedangkan Janah, anak tertua Nyi Rasih sedang melakukan pencarian bersama suaminya.

Sebelumnya, pada pukul 06.00, Lana terkejut karena sang ibu tidak berada di rumah. Namun, dia masih bisa berpikir positif, barangkali ibunya sedang berada di rumah kakak-kakaknya.

Namun, Lana kecewa karena sang ibu juga tidak berada di sana. Awalnya Janah dan Astri masih berpikir positif, barangkali Nyi Rasih sedang membantu proses persalinan di desa sebelah, tetapi karena sampai siang dia belum datang juga, mereka pun menjadi khawatir.

"Hari ini Lana nggak mau sekolah, Lana mau cari Ibu!" teriak bocah manja itu.

***

Hingga sore menjelang, Nyi Rasih tak kunjung ditemukan. Janah dan suami pulang dengan hati gelisah. Tangis Lana semakin menjadi saat Janah memutuskan untuk berhenti mencari, sebab khawatir dengan keadaan anaknya yang sendirian di rumah.

"Yang sabar, Le. Ibu pasti baik-baik saja, sebentar lagi juga pulang," ucap Astri.

"Tri, mbak pulang dulu, ya. Kasihan Tedi sendirian di rumah. Kita berdoa saja, semoga Ibu baik-baik saja. Barangkali memang sedang membantu pasiennya di desa sebelah. Kamu nginap aja di sini, jagain Lana," ucap Janah.

"Iya, Mbak."

"Mas juga pulang, ya. Nanti habis isya, Mas ke sini lagi. Mudah-mudahan Ibu segera pulang," timpal Ayub, suaminya Janah.

Astri bergegas mengambil wudu karena hendak melaksanakan salat ashar. Sementara tanpa dia sadari, Lana berlari keluar rumah untuk mencari ibunya.

Ikatan batin antara anak dengan sang ibu memang kuat, sehingga Lana memutuskan untuk pergi ke hutan. Beberapa orang yang dilewatinya sempat melarangnya untuk pergi, tetapi kemudian mereka tidak peduli karena Lana tidak bisa dicegah.

"Ibuuu! Ibuuu!" teriak Lana.

"Le, jangan masuk lebih dalam! Sebaiknya kamu pulang, siapa tahu ibumu sudah berada di rumah," ucap Juned, warga pemilik peternakan domba yang berpapasan dengan Lana saat sedang mencari rumput.

"Ibu ndak ada dari pagi, Pakde. Lana yakin Ibu di hutan. Lana mau cari Ibu!"

Bocah itu lantas berlari cepat memasuki hutan lebih dalam lagi. Juned yang memikul rumput satu karung penuh, tidak dapat mencegah bocah kurus itu. Dia pun bergegas menyimpan rumput di kandang yang letaknya tidak jauh dari hutan tersebut. Kemudian, dia berlari menuju rumah Janah untuk memberitahukan bahwa Lana pergi ke hutan.

"Janah! Ayub!" teriak Juned, panik sambil menggedor pintu rumah mereka.

"Ada apa, Mas?" tanya Ayub.

"Itu si Lana masuk ke hutan. Saya sudah mencegahnya, tapi dia tetap nekat lari ke sana," ujar Juned dengan napas ngos-ngosan.

"Apa?!" Ayub terkejut. "Astri gimana, sih. Kok, adiknya tidak dijaga!" gerutunya.

Janah yang sedang menyuapi Tedi pun lantas terkejut mendengar hal tersebut.

"Gimana Lana, Mas?!" tanya Janah, cemas.

"Mas akan cari dia, kamu tenang saja. Jagain Tedi. Nanti Mas mau minta bantuan Pak RT dan warga lainnya, sekalian cari Ibu juga," jawab Ayub, lalu bergegas ke rumah Pak RT.

Setelah terkumpul delapan orang, mereka pun segera bergegas menuju hutan sambil membawa senjata tajam untuk jaga-jaga. Begitu memasuki hutan, mereka berpencar menjadi tiga kelompok agar Lana dapat segera ditemukan.

"Lana! Di mana kamu, Le?!" teriak Ayub.

Nyi Rasih yang tertidur di bawah pohon, lantas terperanjat saat mendengar seperti ada yang memanggil nama anaknya. Dia pun bangkit, lalu berjalan celingukan, mencari tahu sumber suara.

"Lana..." lirihnya.

"Ibuuu!"

"Lana?! Kamu di mana, Nak? Ibu di sini!" teriak Nyi Rasih.

Dia berlari ke sana ke mari, mencari keberadaan putranya tersebut. Namun, suara-suara itu tak terdengar lagi olehnya. Dia juga tidak menemukan satu orang pun di sana, padahal suara-suara tadi terdengar jelas olehnya, seperti berada tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Apa aku salah dengar? Ya Allah... semoga Lana baik-baik saja," gumam Nyi Rasih.

Sementara itu....

"Ibuu... huuhuuu," Lana menangis sesenggukan sambil berjongkok, sebab sudah lelah mencari ibunya.

Grok! Grok!

Bocah itu pun terkejut, lalu menoleh saat mendengar suara di belakangnya.

"Aaaa!"

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

Note : Cerita ini terinspirasi dari kisah nyata yang terjadi pada tahun 2006.
close