Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengalaman Gaib Dukun Beranak (Part 5)


JEJAKMISTERI - Lana yang gelisah karena belum mengetahui kabar tentang ibunya, terus saja merengek meminta Astri agar mengantarnya ke rumah Janah. Meski sangat malas karena mengantuk berat, tapi Astri akhirnya menuruti permintaan adiknya itu.

Waktu sudah menunjukkan pukul 22.45, keadaan di luar benar-benar sepi. Bapak-bapak yang biasanya meronda, kali ini sepertinya sedang berlibur atau mungkin ketiduran karena kecapekan setelah ikut membantu mencari Nyi Rasih.

Gelap dan sunyi. Astri berjalan pelan dengan jantung berdebar kencang karena merasakan sesuatu yang aneh. Bulu kuduknya seketika meremang. Dia mengelus tengkuknya yang terasa dingin, lalu segera menyusul Lana yang berjalan di depannya.

"Mbak kenapa? Kok, kaya ketakutan gitu?" tanya Lana.

"Malam ini terasa berbeda, Le. Mbak merasa kalau ada yang sedang mengikuti kita," jawab Astri, berbisik.

Karena rasa takut Astri kian bertambah, mereka pun mempercepat langkah. Setengah berlari. Astri yang memang penakut, apalagi di malam hari yang gelap seperti saat ini, terus merapal doa keselamatan.

Tiba-tiba muncul sosok perempuan menyeramkan berwajah hancur tepat di hadapan mereka. Sontak mereka pun menjerit sekuat tenaga.

"Nyai Rasih... tolong dia," lirih sosok menyeramkan tersebut.

Ya, sosok itu adalah kuntilanak yang juga telah mengganggu Nyi Rasih. Astri memejamkan mata sambil terus merapal doa dengan tubuh gemetar, sedangkan Lana malah menatap tajam kuntilanak tersebut.

"Lilik..," lirih Lana.

Beberapa detik kemudian, kuntilanak itu pun menghilang dari hadapan mereka. Astri yang benar-benar ketakutan, lantas berlari kencang sambil menyeret Lana yang masih melongo memikirkan sosok kuntilanak tersebut.

"Pelan-pelan, Mbak. Tangan Lana sakit!"

Setelah sampai di depan rumah Janah, Astri segera menggedor pintu sambil memanggil-manggil kakaknya. Janah yang terkejut pun segera membukakan pintu untuk mereka.

"Sampeyan kenapa keringatan begitu, Tri?" tanya Janah, heran.

"Aku tadi..."

"Mbak! Ibu mana? Mas Ayub berhasil nemuin Ibu, 'kan?" tanya Lana.

"Ibu belum ketemu, Sayang," lirih Janah.

Tangis Lana pun pecah mendengar hal itu. Astri dan Janah sampai kebingungan, entah harus berbuat dan berkata apalagi untuk menenangkan sang adik.

***

Prana tersenyum gembira melihat sang istri yang tampak merasa nyaman saat Nyi Rasih memijatinya dengan lembut. Wanita berambut panjang itu begitu hati-hati memijati tangan dan kaki Mandali. Prana sangat berjasa baginya, sebab telah menolongnya dari serangan siluman ular.

Nyi Rasih bersedia merawat istri Prana karena berhutang budi padanya. Andai tadi Prana tidak datang tepat waktu, mungkin dia sudah menjadi mangsa empuk siluman ular yang tiba-tiba hendak menyerangnya.

"Maafkan atas ucapan saya malam itu yang membuatmu terkejut dan ketakutan, Nyai," ucap Mandali.

"Ndak papa. Saya yang salah karena telah lancang menguping dan mengintip," jawab Nyi Rasih.

"Kanda, Dinda lapar sekali. Apa Kanda mendapatkan makanan?" tanya Mandali kepada Prana.

"Ada, Dinda," ucap Prana, lalu bergegas menuju ruangan lain di keraton tersebut.

Beberapa saat kemudian, Prana kembali sambil menggendong babi hutan yang sudah mati. Mata Nyi Rasih membelalak melihat hal tersebut. Apalagi saat Prana menyerahkan babi itu ke pangkuan Mandali.

Tiba-tiba Mandali melolong, lalu seketika kepalanya berubah menjadi serigala. Tentu saja hal itu membuat Nyi Rasih terlonjak kaget dan ketakutan.

"Tenang, Nyai," ucap Prana.

Nyi Rasih bergidik ngeri, melihat Mandali yang dengan beringas menyantap babi hutan tersebut. Namun, Prana tampak sedang khawatir. Dia memandangi wajah putranya yang sedang tertidur pulas.

"Sejak malam itu sampai saat ini, Mandali sudah memakan puluhan binatang, tapi tenaganya belum pulih juga. Saya harus segera mencari manusia," ujar Prana.

"Tidak, Prana! Saya mohon, jangan lakukan hal itu," kata Nyi Rasih sambil menangkupkan kedua tangannya.

"Maaf, Nyai. Saya harus tetap melakukannya supaya Dinda Mandali segera pulih. Kalau hanya memakan daging binatang, tentu akan membutuhkan ratusan ekor."

"Tolong... saya mohon jangan, Prana," pinta Nyi Rasih sambil bersujud di kaki pria itu.

Mereka terdiam sejenak, lalu Nyi Rasih berkata, "Di kampung saya ada peternakan domba, kauambil saja domba-domba itu. Kandangnya juga tidak jauh dari hutan ini," ucap Nyi Rasih.

Sesaat Prana bergeming, lalu mengangguk sambil berkata, "Baiklah, Nyai. Tapi andai dalam waktu sepuluh hari Dinda Mandali belum juga pulih, maka saya terpaksa harus mencari manusia."

Nyi Rasih mengangguk pelan sambil meteskan air mata. Dia merasa bersalah terhadap Juned karena telah memberitahu peternakan dombanya kepada Prana.

"Maafkan nyai, Juned. Ini semua demi kebaikan dan keselamatan warga kampung kita," gumamnya.

***

Pukul 06.00, Ayub dan Astri bersiap-siap untuk pergi ke hutan. Mereka sengaja pergi pagi-pagi sekali agar Lana tidak mengetahuinya. Selain mereka berdua, juga ada Bodin, Juned, dan Pak RT yang bersedia untuk membantu mencari Nyi Rasih ke hutan.

"Hati-hati, ya, Mas. Semoga Ibu bisa ditemukan," ucap Janah.

"Aamiin. Astri, kamu tunggu di luar. Temui Pak RT, Mas mau mengambil sesuatu dulu," ujar Ayub.

Astri segera menemui Pak RT, Bodin, dan Juned yang sedang mengobrol di depan rumah. Sementara Janah tampak keheranan melihat Ayub yang hendak mengambil cangkul.

"Kenapa membawa cangkul, Mas?" tanya Janah.

"Untuk mengubur bangkai babi hutan yang kemarin sore hampir menyerang Lana. Kasihan para pencari kayu bakar kalau bangkai itu dibiarkan begitu saja," jawab Ayub.

"Oh, iya, Mas. Hati-hati, ya."

***

Setelah sampai hutan, mereka segera berpencar sambil berteriak memanggil nama Nyi Rasih. Astri menangis, mengingat pernyataan Ayub yang mengatakan bahwa ibunya terjebak di dalam hutan itu.

"Ibu! Ibu dengar Astri, 'kan? Tolong jawab, Bu."

Sementara itu, Ayub dibuat terkejut dan keheranan saat mengetahui kalau bangkai babi itu sudah menghilang.

"Aneh," gumamnya.

"Mungkin dimakan binatang buas, Yub," ucap Bodin.

"Kalau dimakan binatang buas, pasti ada bekasnya, Din. Lagi pula, sepertinya di hutan ini tidak ada binatang buas selain babi."

"Mungkin ular besar."

"Hmm... bisa jadi. Yowislah, kita jadi ndak perlu repot-repot nguburin bangkainya."

***

Mereka memasuki hutan semakin dalam sambil terus berteriak memanggil Nyi Rasih. Namun, semua sia-sia karena Nyi Rasih sedang berada di alam siluman serigala, tentu saja dia tidak akan mendengar suara mereka.

Segerombolan babi hutan melintas di hadapan mereka, membuat Asrti berteriak ketakutan. Untung saja Ayub berhasil menenangkannya sehingga tidak mengundang para babi itu untuk mendekati mereka.

Semakin jauh mereka berjalan, semakin gelap pula keadaan di sana, meski arloji di tangan Pak RT sudah menunjukkan pukul 11.20, dimana matahari sedang terik-teriknya.

"Sebentar lagi Zuhur, apa sebaiknya kita pulang saja?" tanya Pak RT.

"Iya, Yub. Lagi pula, kita sudah masuk terlalu dalam, takut terjadi sesuatu. Barangkali ucapan Mbok Nilam itu salah, atau dia hanya mengada-ada saja," timpal Juned.

"Hmm..." Ayub tampak berpikir. "Baik, kita pulang saja," tambahnya.

"Tapi, Mas. Aku merasa kalau Ibu memang benar-benar ada di sini," ucap Astri.

"Nanti Mas akan menemui Mbok Nilam lagi untuk meminta bantuannya. Sekarang lebih baik kita pulang, takut Lana nyariin kamu."

Astri pun setuju untuk pulang, meski hatinya berkata kalau dia harus tetap mencari sampai sang ibu ditemukan.

Tiba-tiba...

"Huuhuuu."

"Kalian dengar orang nangis?" tanya Pak RT, sedikit terkejut.

Ayub, Astri, Juned, dan Bodin pun mengangguk dengan memasang wajah ketakutan.
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

Note : Cerita ini terinspirasi dari kisah nyata yang terjadi pada tahun 2006.
close