Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengalaman Gaib Sang Dukun Beranak (Part 6 END)


JEJAKMISTERI - Pak RT celingukan mencari tahu suara tangisan siapa barusan. Namun, tidak ada siapa-sipa di hutan itu selain mereka berlima. Cukup lama mereka terdiam sambil menenangkan pikiran masing-masing, sebelum melanjutkan perjalanan pulang.

Padahal, setelah mereka berjalan kurang lebih sepuluh meter. Tiba-tiba muncul sosok wanita berwajah pucat berdiri di belakang mereka sambil menitikkan air mata. 

Sementara di rumah, Janah bersusah payah membujuk Lana agar mau makan, tapi bocah itu sama sekali tidak menanggapinya. Lana hanya bengong dengan air mata yang terus berderaian di pipinya. Pikiran Janah kacau, dia hampir saja membanting piring berisi nasi dan lauk, saat anaknya juga ikut-ikutan rewel.

Beberapa waktu kemudian, Ayub dan yang lainnya tiba di rumah. Wajah mereka tampak lesu karena tidak berhasil menemukan Nyi Rasih. Waktu Dzuhur sudah terlewat hampir dua jam, mereka pun bergegas melaksanakan kewajiban yang tertunda.

Astri yang sedang berdoa, tiba-tiba dikejutkan dengan suara ponselnya yang berdering dengan nada berbeda. Dia pun merasa heran karena seingatnya nada dering di ponselnya belum dia ubah. Saat memeriksa ponsel tersebut, ada panggilan masuk dari nomor tidak dikenal.

"Ha-halo? Iki sopo?" tanyanya.

"Cepat tolong ibumu..." lirih suara di seberang sana.

Astri pun terperanjat, suara itu seperti familiar baginya. Dengan tangan gemetar dia mengingat-ngingat suara siapa tadi. Mengapa suara itu berkata demikian? Seolah tahu bahwa ibunya sedang dalam bahaya.

"Lik Yayu..."

"Kenapa, Tri?" tanya Janah.

"Ta-tadi ada yang nelepon aku, Mbak. Katanya kita harus segera menolong Ibu. Suaranya seperti Lik Yayu," jawabnya.

"Ngawur kamu! Lik Yayu, kan, sudah lama hilang. Malah orang-orang menganggapnya sudah meninggal, sebab hilang di Hutan Keroya" ujar Janah.

Astri merenung sejenak. Lalu dia mengecek log panggilan di ponselnya, dan alangkah terkejutnya dia karena tidak ada satu pun panggilan masuk. Dia semakin kebingungan. Hatinya bertanya-tanya 'ada apa sebenarnya? Apa tadi aku cuma halusinasi?'

"Ya Allah Gusti, tolong lindungi Ibu dimana pun ia berada"

"Aamiin. Yowis, kamu makan dulu gih. Sudah Mbak siapkan di meja" ucap Janah.

"Astri nggak nafsu makan Mbak. Mau pamit pulang saja, ya"

"Ya sudah, nasi sama lauknya di bawa saja. Kamu harus tetap makan Nduk."

"Hmm... iya, Mbak"

***

Pukul 17.00, suami Astri menelepon. Dia menyarankan agar istrinya itu menghubungi Kyai Dullah, guru ngajinya. Sebelumnya, Astri sudah menceritakan semuanya kepada Jamal, termasuk ucapan Mbok Nilam.

"Tiada yang mampu menandingi kekuatan Allah Dik. Insyaa Allah, atas perantara Abah, Ibu pasti bisa keluar dari hutan itu tanpa harus menunggu empat puluh hari" Begitulah ucapan Jamal.

Setelah mengobrol dengan sang suami, Astri pun bergegas menuju rumah Janah untuk menyampaikan saran dari Jamal.

Ayub yang hendak bergegas ke rumah Mbok Nilam pun mengurungkan niatnya dan menyetujui saran dari Astri. Kemudian, Ayub dan Janah bergegas menuju Desa Kubang Bungur untuk menemui Kyai Dullah dengan mengendarai sepeda motor milik Pak RT. Namun, di perjalanan mereka dikejutkan dengan teriakkan seorang warga yang mengaku kalau anaknya hilang.

Ayub yang penasaran lantas menghentikan laju kendaraannya. Kemudian mereka turun untuk bertanya bagaimana kronologinya.

"Awalnya saya ndak khawatir sebab Daud memang sedang menginap di rumah temannya. Tapi sampai saat ini dia belum pulang juga. Sedangkan kata temannya, dia itu sudah pulang sejak sebelum magrib. Saya sudah tanyakan ke temannya yang lain, tapi tak ada satu pun yang tahu. Saya takut dia kenapa-napa" tutur ibu itu.

Mendengar penuturan wanita paruh baya tersebut, Ayub dan Janah merasa prihatin. Kecemasan mereka juga bertambah karena takut sesuatu yang buruk menimpa Nyi Rasih. Setelah ikut mencoba menenangkan wanita itu, mereka pun kembali melanjutkan perjalanan.

Setibanya di rumah Kyai Dullah, mereka langsung mengetuk pintu dan mengucap salam. Di saat sang Kyai menyambut keduanya, Ayub dan Janah pun segera memperkenalkan diri.

"Saya sudah dengar dari Jamal, tadi dia menelepon saya. Tunggu sebentar, saya akan bersiap-siap dulu" ujar Kiai Dullah.

***

Sementara itu, Nyi Rasih marah besar terhadap Prana sebab dia telah mengingkari janjinya. Prana datang dengan membawa seorang anak muda untuk dijadikan santapan Mandali. Namun, akibat amarahnya, Nyi Rasih malah dikurung oleh Prana dalam penjara bawah tanah.

"Prana! Lepaskan anak itu!" teriak Nyi Rasih.

"Maaf, istri saya sangat menginginkan daging manusia. Jadi jangan halangi saya lagi!" sahut Prana.

Nyi Rasih kebingungan, dia ingin sekali menolong pemuda itu, tetapi dirinya tidak berdaya. Nyi Rasih terduduk lemas sambil menangis sesenggukan. Tanpa sengaja tangannya menyentuh benda yang tergeletak di sampingnya.

"Tusuk konde?" gumamnya.

Dia mengamati tusuk konde emas itu dengan seksama, sebab tusuk konde tersebut mengingatkannya kepada seseorang. Tiba-tiba dia kembali menangis sesenggukan sambil menyebut nama seseorang.

Beberapa detik kemudian, Nyi Rasih merasakan hawa yang begitu dingin sampai-sampai tubuhnya menggigil. Lalu, dia dikejutkan dengan hadirnya sosok kuntilanak yang selalu mengganggunya. Tapi, kali ini Nyi Rasih tidak takut sama sekali, malah penasaran dengan sosok itu.

"Nyai..." lirih kuntilanak itu.

"Yayuk?!" pekik Nyi Rasih. Kuntilanak itu mengangguk, membuat Nyi Rasih syok. 

"Apa yang telah terjadi padamu, Yuk?" tanyanya.

"Tubuh saya telah dimangsa siluman itu, Nyai"

"Apa?!"

"Iya. Sekarang saya akan membantumu keluar dari keraton ini. Saya takut Prana akan mencelakaimu"

Tanpa aba-aba, kuntilanak itu melesat masuk ke dalam tubuh Nyi Rasih. Dan setelah dirasuki sosok Yayuk, Nyi Rasih bisa dengan mudah keluar dari penjara itu melalui celah yang sempit. Dia lalu terbang melayang, membawa Nyi Rasih keluar dari keraton.

Setelah agak jauh dari keraton, Kuntilanak Yayuk pun keluar dari tubuh Nyi Rasih. Dukun beranak itu kini merasakan pusing luar biasa, dia pun ambruk ke tanah sebab matanya berkunang-kunang. Namun, semenit kemudian dia bangkit karena rasa pusingnya perlahan hilang.

"Cepat lari, Nyai. Sebelum Prana menyadari kalau dirimu berhasil keluar. Jangan lupa terus berdoa" Usai mengatakan hal itu, kuntilanak itu pun menghilang.

"Yayuk!" teriak Nyi Rasih.

Karena tidak ada tanda-tanda kemunculan hantu sahabatnya lagi, Nyi Rasih pun segera berlari semakin menjauhi keraton. Namun, di tengah perjalanan dia kembali mengingat pemuda yang akan dijadikan santapan Mandali. Dia pun menghentikan langkah karena berniat ingin menolong pemuda itu.

"Ibuu!"

Baru saja hendak melangkah, Nyi Rasih terkejut karena mendengar suara Astri memanggilnya. Dia pun menyahuti panggilan itu sambil tersenyum gembira. Lamat-lamat, dia melihat setitik cahaya jauh di depan sana. Kemudian, terdengar beberapa orang yang memanggilnya.

"Astri, Ayub!" serunya.

"Itu suara Ibu!" 

Nyi Rasih segera berlari menuju cahaya tersebut. Dan betapa gembiranya dia ketika melihat Astri, Ayub, dan beberapa warga lainnya.

"Ibu disini, Nduk!"

"Ibu?!"

Astri kebingungan, sebab suara Nyi Rasih begitu dekat, tetapi sosoknya tidak tampak di hadapan mereka.

"Ibu dimana?" tanya Astri.

"Ini ibu, Nduk. Tepat di hadapanmu."

"Ingat perkataan Mbok Nilam. Kita tidak bisa melihat Ibu karena ajian itu" ujar Ayub.

"Semuanya, mari kita berdoa sama-sama untuk keselamatan Ibu Rasih. Saya akan mencoba mematahkan ajian ini" ucap Kyai Dullah.

Mereka pun serentak memanjatkan doa, tak terkecuali Nyi Rasih. Sementara Kyai Dullah duduk bersila sambil melafalkan kalimat takbir berkali-kali. Kemudian, beliau membaca ayat kursi serta surat-surat pendek dalam Al-Quran. Tiba-tiba angin berembus sangat kencang, sehingga membuat mereka terjengkang.

Kyai Dullah masih duduk dengan tegak dan tak henti-hentinya melantunkan asma Allah. Sejurus kemudian, beliau menghentakkan tangannya ke tanah. Lalu tiba-tiba muncul kilatan cahaya yang membuat tubuh Kyai Dullah terpental cukup jauh.

Di saat bersamaan, Astri dan yang lainnya sudah bisa melihat Nyi Rasih, itu berarti Kyai Dullah berhasil mematahkan ajian halimun. Astri dan Nyi Rasih saling berpelukan sambil menangis tersedu-sedu. Sementara yang lainnya membantu Kyai Dullah untuk bangun.

"Alhamdulillah... Ibu bisa keluar dari sini" ucap Ayub.

Mereka semua senang, meski sempat cemas dengan kondisi Kyai Dullah yang muntah darah karena terpental tadi, tapi saat beliau mengklaim kalau dirinya baik-baik saja, kecemasan itu pun hilang.

Astri kebingungan saat melihat raut wajah ibunya yang tampak khawatir, dia pun bertanya "Ada apa, Bu?"

"Di keraton itu, ada pemuda. Me-mereka menjadikan anak muda itu sebagai santapan" ucap Nyi Rasih.

"Astagfirullah!" pekik semua orang.

"Pak Kyai bisa menyelamatkan anak itu, 'kan?" tanya Nyi Rasih.

"Saya akan berusaha" jawab Kyai Dullah. Kemudian beliau duduk bersila, lalu memejamkan mata sambil melafalkan asma-asma Allah.

"Jangan-jangan, itu si Daud anaknya Milah" ucap bapak-bapak berjaket hitam.

"Iya, ya. Ya Allah... kasihan sekali dia" timpal yang lainnya.

"Nyi, sebenarnya sampeyan ini jadi tawanan siluman apa?" tanya Juned.

"A-anu..."

Belum juga Nyi Rasih bercerita, mereka dikejutkan dengan Kyai Dullah yang tiba-tiba batuk dan muntah darah. Sontak semua orang pun begitu panik. Sesaat kemudian, sang Kyai membuka mata dan langsung memerintahkan orang-orang untuk mencari pemuda yang dimaksud Nyi Rasih.

"Cari di sekitar pohon besar itu. Saya akan mengurung mereka agar tidak lagi memiliki akses ke alam manusia" ujarnya.

Setelah beberapa saat mencari, akhirnya mereka berhasil menemukan pemuda tersebut di balik semak-semak dekat pohon besar. Pemuda itu tampak sangat kebingungan.

"Ini memang Daud anaknya Bu Milah! Syukurlah bisa selamat"

"A-ada apa ini? Kenapa saya ada disini?" tanya Daud sambil memegangi kepalanya yang sakit.

Mereka bergeming karena bingung harus berkata apa. Kemudian, Kyai Dullah memberitahukan kalau beliau telah berhasil memagari keraton Prana sehingga dia dan siluman lainnya, tidak akan bisa mengganggu manusia lagi.

Mereka pun bergegas pulang karena takut ada binatang buas, terlebih lagi malam semakin larut. Tentu akan sangat berbahaya jika berlama-lama berada di dalam hutan.

***

Melihat Astri datang bersama sang ibu, Lana langsung berhambur memeluknya. Mereka menangis terisak, sebab terlampau bahagia karena bisa bertemu kembali dengan orang terkasih. Begitu pun dengan Bu Milah, dia sangat gembira mengetahui anaknya telah ditemukan, meski Daud masih tampak seperti orang linglung.

Astri, Janah, dan Ayub sangat berterima kasih kepada Kyai Dullah serta para warga yang membantu. Tanpa bantuan mereka, mungkin saja Nyi Rasih tidak akan bisa selamat. 

Nyi Rasih sangat bersyukur, banyak sekali pelajaran yang bisa dia ambil atas kejadian tersebut. Sambil menggenggam erat konde emas milik Yayuk, dia berjanji bahwa akan membantu siapa pun yang butuh pertolongannya, tanpa meminta bayaran sepeser pun. 

Sejak saat itu pula, Nyi Rasih tak lagi memakai kebaya dan sanggul, tapi dia kini menutup kepalanya dengan hijab panjang dan membalut tubuhnya dengan pakaian syar'i. Dia juga tidak mau dipanggil dengan sebutan Nyai lagi. Dan kini orang-orang menyapanya dengan sebutan Emak Rasih, dukun beranak tanpa bayaran.

~SEKIAN~

Note : Cerita ini terinspirasi dari kisah nyata yang terjadi pada tahun 2006.
close