Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUMUR PATI (Part 14) - Kedhung Jati Berduka


JEJAKMISTERI - Kedhung Jati berduka. Desa itu kehilangan salah satu putra terbaiknya. Mangun Kuncoro, bayan yang telah sekian lama memimpin desa itu, kini telah pergi untuk selamanya.

Suasana duka jelas terasa, saat pagi itu hampir semua warga melepas kepergian sang pahlawan desa ke tempat peristirahatan terakhirnya. Pak Dul Modin sendiri yang memimpin upacara pemakaman sederhana itu.

Laki laki tua yang secara tidak langsung segera ditunjuk untuk sementara menggantikan tugas tugas almarhum, segera mengambil langkah langkah tegas dalam menghadapi pageblug yang sedang melanda desa itu.

"Tetap waspada. Dan sebisa mungkin saling menjaga. Sebisa mungkin jangan biarkan pikiran kalian kosong, dan hindari berada di satu tempat sendirian di waktu yang lama. Bukan tidak mungkin kejadian kesurupan akan terjadi lagi. Dan bila itu benar terjadi, jangan segan segan untuk melumpuhkan orang yang kesurupan. Tapi sebisa mungkin jangan sampai menyakiti. Boleh kalian ikat, atau kalian kurung di dalam kamar, apa saja. Yang penting itu orang yang kesurupan jangan sampai mencelakai orang. Setelah itu cepat cepat hubungi aku!" tegas Pak Dul Modin saat semua warga berkumpul di rumahnya.

"Itu kan cuma mencegah sementara Pak. Bagaimana caranya agar pageblug ini bisa benar benar diselesaikan sampai tuntas?" tanya salah seorang warga.

"Itu sedang kupikirkan. Ramadhan!" laki laki tua itu memberikan kantong plastik kepada keponakannya itu. "Isi plastik ini dengan tanah kuburan."

"Buat apa Wak?" tanya Ramadhan heran.

"Ndak usah banyak tanya! Kudengar tadi pageblug ini juga sudah menyebar ke desa lain. Ngantiyan, Kedhungsono, Patrolan, Tarumas, dan Tulakan, ada kasus yang sama yang terjadi disana. Jadi, sebelum bencana ini menyebar lebih luas lagi, akan kubuatkan pagar sementara, sambil memikirkan cara untuk menghentikannya."

"Saya akan ke kabupaten," sela Pak Bambang yang juga masih ada disitu. "Memberi laporan, dan syukur syukur nanti bisa dapat bantuan."

"Bagus! Lakukan apa yang sudah menjadi tugas dan kewajiban sampeyan Pak Komandan!"

"Bagaimana dengan 'dia' Wak?" bisik Bu Ratih.

"Hmmm, soal itu," Pak Modin menggumam, sambil kedua tangannya sibuk membungkus tanah kuburan yang sudah disiapkan oleh Ramadhan dengan menggunakan kain kafan sisa dari kain kafan yang tadi digunakan untuk membungkus jenazah Pak Bayan. "Soal itu, biar nanti aku bicarakan dulu dengan orang tuanya. Kamu tau sendiri kan, mereka tak akan mudah begitu saja mengijinkan anaknya untuk dilibatkan dalam masalah seperti ini. Apalagi Romlah, bisa mencak mencak perempuan itu kalau tau anaknya bakalan dijadikan tameng untuk desa ini."

"Kalau begitu biar aku saja nanti yang bicara dengan Mas Joko dan Mbak Romlah Wak," ujar Bu Ratih lagi.

"Tidak!" tegas Pak Dul Modin sambil membagi bungkusan bungkusan kecil kain kafan yang berisi tanah kuburan itu menjadi beberapa bagian. "Sudah dari kemarin kamu meninggalkan anak dan suamimu. Sekarang pulanglah! Mereka juga membutuhkanmu Tih!"

"Tapi Wak..."

"Jangan membantah! Aku punya tugas khusus untukmu nanti malam. Jadi sekarang lebih baik kamu pulang, beristirahat dan mempersiapkan diri, karena tugas yang akan kuberikan nanti lumayan berat."

"Baiklah Wak," Bu Ratih tak berani membantah lagi.

"Ramadhan!" Pak Dul Modin lalu memanggil sang keponakan itu.

"Iya Wak," Ramadhan mendekat.

"Tanam bungkusan tanah kuburan ini di keempat sudut tanah pemakaman, juga di keempat sudut desa. Sisanya, bagikan kepada Bayan desa desa tetangga. Ngantiyan, Patrolan, Kedhungsono, dan yang lainnya. Katakan pada mereka untuk menanam bungkusan ini di keempat sudut desa dan keempat sudut tanah pemakaman!"

"Baiklah Wak!" Ramadhan pamit.

"Sekarang, kalian bubar. Gunakan waktu siang ini untuk beristirahat, karena malam nanti sepertinya kalian akan sedikit sibuk. Dan ingat baik baik pesanku tadi!"

Wargapun bubar. Laki laki tua itupun kini termenung sendirian. Tugas berat yang diembannya disaat usianya yang sudah uzur ini, ia tak yakin bisa menyelesaikannya. Tapi demi desa, apapun akan ia lakukan, meski harus mempertaruhkan nyawanya sekalipun.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close