Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUMUR PATI (Part 13) - Petunjuk Pak Modin


JEJAKMISTERI - Ramadhan yang sekarang bukanlah Ramadhan yang dulu. Adik dari Bu Guru Ratih yang dulu dikenal sebagai anak yang cengeng dan penakut itu, kini telah menjelma menjadi seorang pemuda yang gagah dan tampan.

Mendapat sedikit gemblengan dari Pak Dul Modin dalam hal ilmu bela diri, ditambah dengan ia yang harus dewasa sebelum waktunya, karena semenjak Bu Ratih sang kakak menikah dan Pak Sholeh sang ayah meninggal beberapa tahun yang lalu, praktis kini ia tinggal sendiri di rumah peninggalan orang tuanya, membuat sifat dan pembawaan pemuda itu sedikit demi sedikit mulai berubah.

Dan saat malam itu ia diminta untuk mengantar sang uwak ke pemakaman, karena adanya peristiwa bangkitnya mayat Lik Diman dari kuburnya, Ramadhan merasa, inilah saat yang tepat untuk mencoba kemampuan yang selama ini ia pelajari dari sang uwak.

Namun malam itu sepertinya ia salah memilih lawan. Menghadapi segerombolan preman begajulan Ramadhan mungkin masih sanggup. Tapi menghadapi Darmaji yang sedang kesurupan setan jelas bukan ranahnya Ramadhan.

Hanya dalam beberapa gebrakan, pemuda itu sudah menjadi bulan bulanan. Ditendang, dipukul, dibanting, dilempar, dan diinjak injak, membuat pemuda itu menjadi babak belur. Beruntung sang kakak segera datang di waktu yang tepat. Saat tubuh Ramadhan kembali terlempar dan kepalanya nyaris membentur batu nisan, Bu Ratih yang baru datang segera melesat dan menangkap tubuh sang adik itu.

"Ceroboh! Jangan sok jadi pahlawan!" dengus Bu Ratih.

"Aku hanya berusaha membantu Wak Dul Mbak," Ramadhan nyengir dengan darah kental yang meleleh di sudut bibirnya. "Setan itu Mbak, harus segera dihentikan, sebelum kembali jatuh korban. Pak Bayan sudah tewas, dan..."

"Mundurlah!" sela Bu Ratih sambil berdiri dan menatap Darmaji yang kini kembali bergelut dengan Pak Bambang "Biar aku yang mengurus makhluk terkutuk itu!"

Tanpa menunggu jawaban dari Ramadhan, Bu Ratih melesat kedepan, menerjang Darmaji yang tengah menginjak injak tubuh Pak Bambang yang masih berusaha untuk melawan.

"Mundurlah Pak Komandan! Biar kuurus makhluk yang merasuki Darmaji itu!" sentak Bu Ratih keras. Darmaji menggeram dan berbalik ke arah guru perrmpuan itu. Kesempatan itu digunakan oleh Pak Bambang untuk beringsut menjauh. Beberapa warga segera membantunya.

"Akhirnya, kau datang juga. Trah dari Lereng Lawu! Saatnya kau menerima pembalasan dariku!" Darmaji menyeringai lebar ke arah Bu Ratih, membuat guru perempuan itu mundur selangkah. Bukan karena gentar, tapi lebih ke rasa terkejut oleh ucapan laki laki yang sedang kesurupan itu. Trah dari lereng Lawu? Apa maksudnya?

"Hahaha...! Kenapa?! Kau takut hah?!"

"Cih!" Bu Ratih mendecih. "Takut? Tak ada kata takut dengan makhluk pengecut sepertimu! Keluar dari tubuh manusia lemah itu, dan mari kita bertarung secara jantan!"

"Huwahahaha...!!! Belum waktunya bocah ingusan! Ada saatnya nanti aku akan menghabisi kalian para penerus trah Lereng Lawu! Sebelum itu, aku akan menghabisi terlebih dahulu semua orang yang ada di desa ini, agar kalian bisa merasakan seperti apa dendam yang selama ini kami pendam! Lagipula, sepertinya kau hanyalah trah rendahan! Masih ada trah Lereng Lawu yang sesungguhnya yang kami tunggu! Saat anak itu datang, maka saat itulah dendam kami akan kami tumpahkan! Ingat itu baik baik, Huwahahaha...!!!"

Darmaji yang kerasukan setan tertawa terbahak bahak, lalu tubuh laki laki itu tiba tiba melesat dan membenturkan kepalanya ke salah satu batu nisan hingga kepala laki laki itu remuk.

"Whuusss...!!!"

"Praakkkk...!!!"

Tubuh Darmaji mengejang, lalu tergolek diam dengan isi kepala yang berceceran. Bu Ratih menggeram marah, lalu mengambil ancang ancang untuk mengejar makhluk laknat yang dengan seenanknya telah mempermainkannya itu.

"Cukup Ratih!" Pak Dul Modin yang telah selesai mengurus jasad Pak Bayan berseru. "Jangan diteruskan! Biarkan saja makhluk itu pergi!"

"Tapi Wak...!"

"Percayalah!" laki laki tua itu mendekat dan menepuk bahu sang keponakan itu. "Sedikit banyak, uwak sudah bisa meraba apa yang sebenarnya terjadi. Sekarang, kita urus dulu jasad Pak Bayan dan Darmaji, juga mayat Diman dan Jarwo. Mereka perlu segera dimakamkan. Soal makhluk makhluk itu, aku akan berusaha untuk mempersempit ruang gerak mereka, sambil menunggu 'dia' pulang."

"Dia...?!"

"Hehehe, kau pasti tau siap yang uwak maksud."

"Tapi Wak..."

"Tak ada pilihan lain Tih! Sepertinya cuma dia yang bisa menyelesaikan masalah ini!"

Bu Ratih terdiam. Guru perempuan itu tau arah pembicaraan sang uwak. Tapi sejujurnya, ia sama sekali tak berharap sampai melibatkan 'dia' yang dimaksud oleh sang uwak itu.

"Kita tak punya pilihan Tih! Coba kau lihat, selain makam Diman dan Jarwo, masih ada makam makam lain yang telah dibongkar dan kehilangan isinya. Termasuk juga makam Ki Suryo dan Kang Mitro!"

Deg! Dua nama terakhir yang disebut oleh sang uwak, membuat Bu Ratih tersadar. Ya. Sepertinya mereka tak punya pilihan lain.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close