Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TUJUH HARI BERBULAN MADU DENGAN KUNTILANAK


Kisah mistis ini benar-benar terjadi di kota Stabat, menimpa seorang penarik Bentor (becak bermotor) bernama Karto. Selama tujuh malam dia berbulan madu dengan Kuntilanak. 
Lalu apa yang terjadi......?

***

JEJAKMISTERI - Kota Stabat, Ibu kota kabupaten Langkat, Sumatera Utara, di penghujung bulan Mei terlihat sepi. Kendaraan roda dua dan roda empat yang biasanya hilir mudik melintas di tengah kota, malam itu tidak kelihatan. Sejak senja hingga larut malam, gerimis memang turun membasahi jalan raya. Mungkin karena itu, warga lebih memilih diam di rumah.

Malam itu, menurut penanggalan Jawa, adalah malam jum'at kliwon. Malam yang diyakini angker, karena sering terjadi peristiwa mistis. Namun, di jaman sekarang malam keramat itu sudah tidak di anggap lagi angker. Lihat saja, abang-abang penarik bentor tetap saja mencari muatan, tanpa memperdulikan keangkeran malam jum'at kliwon.

Salah satu penarik bentor itu adalah Karto. Meskipun malam jum'at kliwon, dan hujan gerimis tidak berhenti, dia terus mencari penumpang. Malam baru pukul 23.15 malam, kota Stabat yang biasanya ramai menjadi sunyi seperti kota mati, Karto tetap setia menanti calon penumpang bentornya. Sebuah bus jurusan Banda Aceh - Medan berhenti. Seorang perempuan memakai baju kuning turun dari atas bus. Sambil menenteng payung di tangannya, wanita itu berdiri di pinggir jalan menanti kendaraan umum yang lewat. Lalu dia melambaikan tangannya ke arah Karto. Bergegas Karto menyalakan bentornya, dan segera menghampiri wanita itu. Dalam hati, Karto kegirangan. Sebab jarang sekali dia mendapatkan penumpang perempuan cantik seperti malam ini.

"Becak, bang....!" ujar wanita itu dengan suara lembut.

Karto tidak sempat menyahut, sebab mulutnya seperti terkunci melihat betapa cantiknya perempuan calon penumpangnya itu. Wanita itupun naik ke atas bentor. Darah Karto tersirap ke ubun-ubun, sebab secara tak sengaja rok pendek yang di pakai wanita itu tersingkap, sehingga terlihat pahanya yang putih mulus. Berulang kali Karto harus menelan air liurnya.

"Kemana tujuannya, dik...?" tanya Karto sambil menahan gejolak dalam dada.

"Ke desa Ulat Berayun....!" jawab si wanita.

Karto segera tancap gas menuju alamat yang disebutkan. Tapi anehnya, baru sekitar 15 menit Karto memacu bentornya, tiba-tiba dia merasa ditempat yang sangat asing baginya. Ya, Karto seperti memasuki kota metropolitan yang sangat megah. Kendaraan mewah hilir mudik dan perempuan-perempuan cantik keluar masuk plaza. Seingat Karto tidak ada plaza-plaza yang mewah seperti itu, bahkan mobil-mobil yang hilir mudik seperti sangat asing di matanya.

"Rumahnya masih jauh, dik...?" tanya Karto, sambil terus memikirkan keganjilan yang dihadapinya.

"Di ujung jalan sana, bang...!" jawab wanita itu dengan suara lembut dan manja.

"Berhenti, bang...!" cetusnya lagi.

Karto menghentikan bentornya di depan rumah megah bagaikan sebuah istana. Halamannya luas ditumbuhi rumput hijau dan bunga aneka warna. Bagian teras rumah itu dihiasi lampu kristal yang sangat mewah.

"Singgah ya bang, nanti aku bikinin kopi susu...!" ajak wanita itu ramah.

Karto tidak dapat menolak ajakan itu, sebab wanita itu sudah bergelayut di pundaknya. Kebetulan udara sangat dingin, minum kopi susu pasti dapat menghangatkan badan. Disamping itu, jarang sekali dia mendapatkan tawaran sebaik ini dari seorang penumpang. Apalagi dari gadis yang cantiknya selangit. Begitulah bisik batin Karto.

Sementara Karto masih sibuk mengendalikan perasaannya, Wanita itu membuka pintu depan rumahnya. Karto dipersilahkan duduk di ruang tamu yang tertata rapi.

"Duduk sebentar ya, bang. Aku ke dapur dulu menyiapkan minuman buat abang...!" kata si wanita.

Suaranya sangat lembut dan manja. Karto hanya bisa mengangguk, dia terus terkagum-kagum melihat perabotan dalam rumah yang serba mewah dan megah itu. 
"Pastilah gadis ini anak orang kaya, karena rumahnya saja bagaikan istana raja" bisik Karto dalam hati.

Pria beranak satu ini lebih kagum lagi, saat dia menatap perempuan pemilik rumah datang membawa dua gelas minuman, dan telah berganti baju setengah telanjang. Lekuk tubuhnya terlihat nyata dimata Karto, perempuan itu hanya tersenyum menggoda. Ketika menyuguhkan gelas berisi kopi susu, Karto dapat melihat dengan leluasa dua bukit kembar tegak berdiri runcing di dadanya yang montok. Perempuan itu, lagi-lagi hanya tersenyum menggoda.

"Malam ini, abang menginap di rumahku saja ya? Aku takut sendirian di rumah bang!" rengeknya manja.

"Kedua orang tua mu kemana...?" tanya Karto agak gugup.

"Sudah meninggal dunia, bang. Ayah meninggal karena kecelakaan lalu lintas dan Ibu meninggal karena bunuh diri" cerita perempuan itu.

"iOooO..." Karto melongo.

Sampai akhirnya perempuan itu bersandar di pundaknya. Kemudian, jari jemarinya yang lembut menyusuri pusat-pusat birahi di tubuh Karto. Karto pun tidak kuasa untuk tidak membalas sentuhan itu. Bahkan, Karto melakukannya lebih agresif. Dan syahwatnya pun menuju puncak.

"Bang, kita melakukannya didalam kamar saja ya...!" ajak si perempuan sambil melepaskan dekapannya. Karto hanya menurut saja.

"Gendong, bang...!" rengek perempuan itu manja.

Karto menuruti saja keinginannya. Tubuh sintal padat dan berisi itu di bopongnya.

"Kamarnya dimana...?" Tanya karto.

"Nanti aku kasih tahu...!" jawab perempuan itu.

Karto berjalan mengikuti perintah perempuan itu yang memintanya menuju ruangan di lantai dua. Ruangan di lantai dua ini lebih mewah lagi. Lalu menuju sebuah kamar, di sana ada tempat tidur yang terbuat dari kayu jati pilihan berukir burung rajawali yang sedang mengepakkan sayapnya. Cahaya kamar itu remang-remang, bau aroma wangi memenuhi seluruh ruangan yang di desain untuk pasangan pengantin baru.

"Nama adik siapa...?" tanya Karto penasaran. Begitu terpesonanya sampai dia lupa menanyakan nama perempuan cantik yang mengajaknya bercinta.

"Sri Kunti...!" jawab perempuan itu manja.

"Namaku Karto...!" sahut Karto, tanpa diminta mengenalkan dirinya.

Sempat terlintas dalam benak Karto, kalau nama perempuan ini aneh, tidak seperti nama kebanyakan perempuan. Tapi apa arti sebuah nama, bisik hatinya. Karto sudah tidak tahan ingin segera melepaskan nafsu birahinya.

"Jangan buru-buru bang, sabar sebentar...!" pinta Sri Kunti.

"Aku sudah tidak tahan...!!!" kata Karto.

"Tapi kita harus menikah dulu...!" ujar Sri Kunti.

"Siapa yang akan menikahkan kita...?" tanya Karto, sedikit heran.

"Itu orangnya..!" Sri Kunti menunjuk ruangan tengah rumahnya dari lantai dua.

Aneh, ruangan itu sudah ramai orang berkumpul. Mereka semua memakai baju bagus, layaknya akan menghadiri resepsi pernikahan. Ketika Karto masih kebingungan, Sri Kunti langsung berjalan menggandeng tangan Karto. Bersamaan dengan itu, Karto melihat busana yang dipakai Sri Kunti telah berubah menjadi busana pengantin berwarna putih. Padahal sebelumnya, Sri Kunti mengenakan baju yang transparan. "Ah, aneh sekali! mengapa bisa begitu cepat?" Keraguan ini sempat terlintas di pikiran Karto. Namun entah mengapa, dia kemudian tidak mempersoalkannya. Karto sendiri makin bertambah bingung, sebab dirinya juga telah memakai jas berwarna hitam dan memakai dasi. Padahal sebelumnya, dia berpakaian lusuh dengan jeans kumel kesayangannya.

Akhirnya, mereka berdua menghadap penghulu yang akan menikahkannya. Akad nikah yang Karto laksanakan, tidak seperti pernikahan dengan isterinya yang setia menunggunya di rumah. Karto cukup hanya mengucapkan ikrar setia, setelah itu resmilah mereka sebagai pasangan suami isteri.

Setelah resepsi pernikahan selesai, semua tamu yang datang sudah pulang. Kini tinggal mereka berdua di dalam rumah besar itu. Hujan gerimis berubah menjadi sangat deras. Udara dingin menusuk tulang, Karto membutuhkan kehangatan, Sri Kunti pun demikian sama membutuhkannya.

"Sekarang kita sudah resmi menjadi pasangan suami isteri, silahkan abang menikmati tubuhku" kata Sri Kunti. Sehelai demi sehelai kain pembalut tubuhnya dia buka, sehingga tampaklah pemandangan yang membuat seluruh tubuh dan terutama lutut Karto gemetar.

Pasangan yang barusan melangsungkan ikrar hidup berdua itu, sudah tidak sabar menikmati malam pertamanya. Karto menggendong tubuh Sri Kunti menuju kamar pengantin yang telah dipersiapkan untuk mereka berdua.

Tubuh sintal itu dibaringkan diatas kasur empuk. Permainan birahi segera mereka lakukan. Pasangan pengantin ini berpacu menuju puncak birahi, tak ada lagi kata-kata yang terucap dari bibir keduanya. Masing-masing berkonsentrasi menuju finish, keduanya berlari sama-sama kencang dan sama-sama binal seperti kuda liar Sumbawa. Desah napas kenikmatan keduanya seirama dengan goyangan tubuh Sri Kunti.

Karto merasakan puncak kenikmatan yang tiada tara. Selama ini, setiap dia berhubungan dengan isterinya selalu terasa hambar seperti kurang garam. Demikian pula ketika dia melakukannya dengan PSK. Karto merasakan biasa-biasa saja. Tapi pada malam ini, dia merasakan kenikmatan yang sungguh luar biasa. Biasanya, setelah dua kali Karto memuntahkan rudalnya, tubuh pasangannya lemas. Berbeda dengan Sri Kunti, meskipun permainan diatas ranjang sudah berlangsung selama hampir dua jam, stamina tubuhnya masih stabil. Berbeda dengan Karto, dia sudah tidak sanggup lagi melanjutkan permainan. Dia menyerah kalah...

"Ayo, lanjutkan lagi bang...!" pinta Sri Kunti, menantang.

"Aku sudah tidak sanggup Sri..." jawab karto menyerah.

"Biasanya abang tidak pernah menyerah...!" kata Sri Kunti.

"Kaulah perempuan satu-satunya yang dapat menaklukanku. Kau hebat Sri...!" puji Karto.

Sri Kunti hanya tersenyum mendapat pujian ini.

"Kapan kita ulangi lagi, bang...?" tanya Sri Kunti manja.

"Besok malam...!" jawab Karto tegas.

"Abang tidak pulang.....?" tanya Sri Kunti lagi.

"Untuk apa aku pulang... isteriku di rumah tidak dapat memberikan kepuasan. Berhubungan intim dengannya sama dengan memeluk bantal guling, tidak ada rasanya...!" Karto mengeluh tentang isterinya, yang usianya lima tahun lebih tua darinya.

"Malam sudah menjelang subuh, kita tidur ya bang...!" bisik Sri Kunti manja.

Keduanya segera memejamkan mata. Karena tubuh mereka sudah sangat letih, sebentar saja mereka sudah terlelap tertidur pulas. Dan mereka melewatkan waktu yang sangat panjang dalam tidur itu. Menjelang senja, Karto baru terbangun dari tidurnya. Lampu didalam rumah sudah menyala semuanya. Sementara itu, Sri Kunti baru saja selesai mandi keramas. Rambutnya yang panjang hingga sepinggul, masih terlihat basah. Tubuh Karto masih terasa lemah, seluruh sendi-sendi tulangnya terasa mau copot semua.

"Bang mandi dulu, aku sudah siapkan air hangat dan handuk dalam kamar mandi" kata Sri Kunti.

Karto menuruti saja perintah Sri Kunti. Dia segera mandi di sebuah kamar mandi yang mewah. Dia pun seperti mendapat durian runtuh. Tinggal di rumah mewah, dengan isteri yang cantiknya selangit. Selepas mandi, di meja makan Sri Kunti sudah menyiapkan hidangan santap malam. Mereka berdua pun menikmati makan malam.

Setelah selesai makan malam, Sri Kunti mengajak Karto ke taman yang ada di belakang rumah. Mereka berdua bercengkrama, sambil bermain ayunan.

"Sri, permainannya kita lanjutkan di dalam rumah saja ya...!" Ajak Karto yang sudah tidak sabar ingin segera melampiaskan nafsu birahinya. Sri Kunti pun mengangguk.

"Gendong, bang...!" rengek Sri Kunti manja.

Permintaan Sri Kunti ini tidak dapat ditolaknya. Karto membawa Sri Kunti ke dalam kamar tidur, kain sprei sudah di ganti dengan yang baru. Tubuh Sri Kunti dia baringkan di atas kasur empuk. Mereka segera berlari ke puncak birahi. Permainan malam kedua ini lebih hebat dan lebih gila lagi, mereka baru mengakhiri permainan ranjangnya menjelang subuh. Keduanya terkapar lemah tidak berdaya. Mereka pun tertidur lelap.

Menjelang senja, lagi-lagi Karto baru terjaga dari tidurnya. Demikian yang terjadi seterusnya, setiap hari Karto hanya menjalani rutinitas seperti itu. Bercinta sampai larut, tertidur pulas dan baru terjaga ketika hari telah senja. Karto sama sekali tidak pernah mengetahui kehidupan di siang hari. Semua aktivitas hidup di dunia lain tempat Sri Kunti tinggal sepertinya hanya berlangsung pada malam hari. Daerah tempat Karto kini tinggal sepertinya hanya muncul menjelang senja hingga subuh, siang hari daerah itu tidak pernah ada...

***

Sudah lima hari Karto tidak pulang ke rumah. Informasi yang di terima isterinya menyebutkan, bahwa malam jum'at kemarin, suaminya mengantarkan perempuan cantik. Setelah mengantarkan perempuan itu, Karto tidak pulang ke rumah.

Istrinya sudah mencari Karto kemana-mana, tapi tidak juga ditemukan. Karena takut terjadi pada diri suaminya, istri Karto bahkan sudah melaporkan kasus kehilangan kepada pihak kepolisian.

Beragam prediksi muncul akibat hilangnya Karto. Ada yang berpendapat, barangkali perempuan yang diantarkan Karto adalah anggota sindikat perampok. Namun isteri Karto tidak yakin suaminya dirampok. Nalurinya mengatakan, suaminya yang mata keranjang itu tengah bersenang-senang dengan perempuan yang diantarkannya. Sebab beberapa tahun lalu, Karto pernah sampai tiga hari tidak pulang ke rumah setelah mengantarkan penumpang perempuan cantik. Ternyata Karto tinggal serumah dengan perempuan itu.

Teman-teman yang satu profesi dengan Karto, ada yang menyarankan agar minta bantuan dukun untuk mengetahui dimana Karto berada, saran itu diturutinya. Dengan diantar adiknya, isteri Karto mendatangi rumah mbah Katijo. Dukun kampung yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya.

"Suamimu sedang berbulan madu" kata mbah Katijo menjelaskan.

"Dengan siapa dia menikah, mbah...?" sambil menahan geram. Dalam hati dia mengumpat habis-habisan suaminya. Padahal dulu Karto sudah bersumpah tidak akan lagi selingkuh, kini dia ulangi lagi.

"Dia menikah dengan perempuan dari dunia lain..." kata mbah Katijo.

'Siapa perempuan itu, mbah...?" tanya isteri Karto penasaran.

"Dia bangsa kuntilanak..." jelas mbah Katijo.

Mendengar mbah Katijo menyebut nama kuntilanak, bulu romanya merinding.

"Apakah suamiku masih bisa pulang, mbah...?" tanyanya sambil menahan tangis.

"Bisa, tapi sabarlah. Biasanya acara bulan madu bersama kuntilanak berlangsung tidak lebih dari tujuh hari" kata mbah Katijo menjelaskan.

"Berarti dua hari lagi Karto baru pulang ke rumah...?"

***

Memang aneh, memasuki malam ketujuh Karto berpamitan Pada Sri Kunti hendak pulang ke rumahnya. Entah bagaimana, tiba-tiba Karto merasakan keinduan teramat berat pada keluarganya. Pada isterinya juga pada anaknya yang masih berusia lima tahun.

"Sri, aku mau pulang ke rumah, nanti aku kemari lagi!" kata Karto berjanji.

"Bukankah abang sudah berjanji ingin hidup bersamaku" protes Sri Kunti mengingatkan.

"Tapi aku punya keluarga...!" kata Karto.

Sri Kunti diam beberapa saat lamanya, lalu dengan tenang dia berkata... "Pulanglah bang, keluarga abang di rumah pasti menunggu abang pulang..."

Sri Kunti melepas kepergian Karto dengan linangan air mata. Dia mengantarkannya hingga ke depan pekarangan rumah. Karto menyusuri jalan raya di dunia maya yang membingungkan itu. Aneh, ketika Karto tiba di persimpangan jalan, kota itu hilang secara misterius. Bentor yang dikemudikannya mendadak mati mesinnya, setelah diperiksa bensinnya habis.

Malam sudah menunjukan pukul dua dinihari, suasana disekitar begitu sepi. Disebelah kiri jalan, Karto melihat hamparan kuburan umum. Ratusan orang dikubur disana, bulu kuduk Karto berdiri, badannya mendadak lemas. Perkampungan warga sekitar satu kilometer lagi, Karto tidak sanggup mendorong bentornya. Tubuhnya sangat lemah, akhirnya Karto memutuskan tidur di dalam bentornya.

Pagi hari ketika dia terjaga dari tidur pulasnya, orang-orang ramai disekelilingnya. Dia mencoba untuk bangkit dari bentornya, tapi usahanya sia-sia. Tubuhnya sangat lemah, sehingga tidak dapat digerakkan. Teman-teman satu profesi yang kebetulan kenal dengannya, Akhirnya mengantarkan Karto pulang ke rumahnya.

Penampilan Karto berubah dari biasanya. Karto yang biasanya ceria, kini berubah seperti orang bingung. Hari berikutnya, mbah Katijo datang menemui Karto. Semua yang diceritakan dukun kampung ini dibenarkan Karto. Isteri Karto emosi mendengarnya dan api cemburunya tidak dapat dipadamkan. Dia tidak sudi lagi menerima Karto, karena sudah bersetubuh dengan makhluk halus.

Akhirnya, Isterinya pergi beserta anaknya ke rumah orangtuanya. Tinggallah Karto seorang diri dalam keadaan lumpuh total. Kini, dia hidup dari belas kasihan orang-orang yang dekat dengannya.

-SEKIAN-
close