Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUMUR PATI (Part 15) - Rencana Perlawanan


JEJAKMISTERI - Sepeninggal para warga, Pak Dul Modin termenung sendirian. Nampak beberapa kali laki laki tua itu menghela nafas panjang, mencoba mengurangi beban yang menghimpit didadanya. Tugas berat yang ia emban di usianya yang sudah uzur ini, ia tak yakin akan sanggup untuk menuntaskannya. Tapi meski begitu, demi desa, apapun akan ia lakukan, meski harus mempertaruhkan selembar nyawa yang dimilikinya.

Seulas senyum samar nampak merekah di bibir laki laki tua itu. Ia lalu bangkit dari duduknya, lalu dengan langkah sedikit tertataih, dibantu dengan tongkat kayu di tangannya, laki laki tua itu masuk kedalam sebuah kamar yang ada di rumahnya itu. Senthong tengah, ruangan khusus yang selama ini ia gunakan untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Cukup lama Pak Dul Modin berada didalam kamar itu. Hingga sore menjelang, barulah ia keluar, dengan raut wajah yang telah berubah menjadi cerah. Senyum di bibirnya semakin merekah lebar. Mata tuanya berbinar. Dan samar terdengar mulut laki laki tua itu berbisik, "jika perang yang kalian inginkan, maka akan kutunjukkan seperti apa perang yang sesungguhnya!"

****

Sore hari, beberapa punggawa desa kembali berkumpul di rumah Pak Dul Modin. Pak jagabaya, perangkat desa yang bertanggung jawab terhadap keamanan desa, Mas Yudi ketua pemuda desa, Bu Ratih, Ramadhan, dan bahkan Pak Bambang juga telah kembali dari kabupaten, dengan membawa beberapa petugas polisi tambahan dari kabupaten yang diperbantukan untuk menangani kasus di desa ini.

"Saya mendapat perintah untuk sementara menutup desa ini, juga desa desa lain yang terdampak masalah ini. Mungkin satu kecamatan akan kami isolasi untuk sementara. Warga dari desa desa yang terdampak, untuk sementara dilarang keluar dari desa. Demikian juga sebaliknya, warga dari desa lain untuk sementara dilarang masuk ke desa desa yang terdampak, agar bencana ini tak meluas ke desa desa yang lain. Setiap perbatasan akan dijaga ketat, saya juga membawa beberapa petugas tambahan dari kabupaten untuk membantu menangani masalah ini," lapor Pak Bambang.

"Usaha yang bagus Pak Komandan," ujar Pak Dul Modin, menanggapi laporan komandan polisi itu. "Kalau begitu, Jagabaya!"

"Iya Pak," Pak Jagabaya mendekat.

"Tolong umumkan kepada warga, juga warga desa tetangga, tentang keputusan yang dibuat oleh Pak Komandan barusan," perintah Pak Dul Modin tegas.

"Siap Pak. Akan segera saya laksanakan!" sahut Pak Jagabaya.

"Sebentar," Pak Bambang menyela, lalu memanggil salah seorang anak buahnya. "Tolong bantu Pak Jagabaya melaksanakan tugasnya, biar cepat selesai."

"Siap Pak!" petugas itu memberi hormat, lalu segera berlalu bersama Pak Jagabaya.

"Terimakasih atas bantuannya Pak Komandan, dan saya mohon, malam ini kita bisa bekerjasama untuk melakukan ronda besar besaran. Dugaan saya, malam ini akan ada serangan lagi. Jadi saya mohon semua tetap waspada. Apa yang harus dilakukan, nanti biar dijelaskan sama Yudi. Kamu sudah mempersiapkan semua pemuda desa kan Yud?"

"Sudah Pak, malam nanti, mereka semua sudah siap untuk beraksi," sahut Mas Yudi mantab.

"Bagus!" Pak Dul Modin lalu beralih ke arah Bu Ratih. "Ratih, aku punya tugas khusus untukmu."

"Iya Wak?" Bu Ratih menyahut.

"Lacak, cari, dan temukan jasad Ki Suryo dan Kang Mitro yang makamnya semalam dibongkar oleh Darmaji! Temukan secepatnya, karena aku yakin, kedua jasad dukun itu akan mereka jadikan pion penting dalam permainan ini!"

"Akan saya usahakan Wak!" ujar Bu Ratih.

"Dan satu lagi Tih, jika Wulan datang nanti, dan aku tak sempat bertemu dengannya, katakan pada anak itu untuk segera pergi ke lereng gunung Lawu."

"Lereng Lawu?"

"Ya. Aku yakin, iblis iblis yang sekarang menyerang desa ini, adalah iblis iblis yang menaruh dendam kepada kakeknya Wulan. Dan kakeknya Wulan itu, dulu sempat berguru ke lereng Lawu. Mungkin Wulan harus mengikuti jejak sang kakek, agar bisa menuntaskan masalah ini. Karena dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak itu sekarang, aku masih belum yakin itu cukup untuk memgalahlan para iblis itu." jelas Pak Dul Modin.

"Apakah itu tidak terlalu memakan waktu Wak? Mengingat...."

"Kerjakan saja apa yang aku perintahkan. Sisanya, biarkan takdir yang akan menentukan!" tegas Pak Dul Modin.

"Baiklah Wak, saya mengerti."

"Ramadhan!" Pak Dul Modin memanggil sang keponakan.

"Iya Wak!" Ramadhan mendekat.

"Bagaimana tugas yang kuberikan padamu tadi pagi?"

"Beres Wak! Semua sudah saya laksanakan." jawab Ramadhan.

"Bagus! Malam ini aku juga punya tugas khusus untukmu Rom!"

"Apa itu Wak?"

"Pergilah ke rumah kakakmu! Temani Slamet dan jaga baik baik cucu kesayanganku! Aku tak ingin makhluk makhluk terkutuk itu sampai menyentuh Ratri!"

"Baik Wak. Saya segera kesana sekarang!"

"Toni," suara Pak Dul Modin mengejutkan Mas Toni yang duduk terkantuk kantuk bersandar pada tembok.

"I..., iya Pak!" sahut Mas Toni tergagap.

"Antar aku kerumah Mas Joko."

"Baik Pak."

"Sekarang, semua boleh bubar. Persiapkan diri kalian! Malam ini kita akan sedikit sibuk!"

Wargapun bubar. Pulang ke rumah masing masing untuk mempersiapkan diri menhadapi apapun yang akan terjadi malam ini. Pak Modin sendiri, dengan diantar oleh Mas Toni dengan sepeda motor bututnya, segera meluncur ke Tegal Salahan, menuju ke pondok kayu di tengah ladang milik Mas Joko, diiringi suara sayup sayup adzan maghrib yang berkumandang dari kejauhan.

****

"Tidak Pak!" tegas jawaban Mbak Romlah, begitu Pak Dul Modin mengutarakan maksud kedatangannya ke pondok itu. "Saya tidak akan pernah mengijinkan Wulan dilibatkan dalam masalah ini!"

Pak Dul Modin yang sudah menduga akan mendapat jawaban seperti itu, hanya tersenyum.

"Lah, aku tau ini berat buatmu. Tapi semua ini demi kepentingan desa. Dan masalah ini, sepertinya cuma anakmu yang bisa menyelesaikannya," ujar Pak Dul Modin pelan.

"Saya tau Pak, tapi...., Wulan, sudah berapa kali ia nyaris kehilangan nyawa setiap menghadapi masalah masalah seperti ini. Saya..., saya sebagai ibu yang telah melahirkan dan membesarkannya...., jujur Pak, saya takut. Saya sangat takut kalau sampai terjadi sesuatu yang buruk terhadap Wulan. Lagipula, Wulan masih anak anak Pak! Tidak bisakan sampeyan atau Bu Ratih saja yang menyelesaikan masalah ini, tanpa harus melibatkan Wulan?!" ujar Mbak Romlah dengan suara gemetar.

"Aku mengerti dengan apa yang kamu rasakan Lah," kata Pak Dul Modin lagi. "Andai aku atau Ratih bisa mengatasi masalah ini, tentu malam ini aku tak akan datang kemari."

"Ah, kalau Pak Modin dan Bu Ratih saja merasa tak yakin bisa menyelesaikan, apalagi seorang anak seperti Wulan?"

"Romlah, kita semua tau siapa Wulan. Dan anakmu itu sekarang sudah bukan anak anak lagi," ujar Pak Dul Modin lagi. "Tapi aku juga tak akan memaksa. Biar bagaimanapun, kalian sebagai orang tuanya yang paling berhak untuk menetukan."

"Hufh!" Romlah menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, lalu menatap ke arah Mas Joko, sang suami, yang juga tengah menatap ke arahnya. Laki laki itu sebenarnya tak terlalu keberatan dengan keinginan Pak Dul Modin. Ia tau desa memang sedang membutuhkan sang anak. Tapi Romlah, naluri keibuan perempuan itu sepertinya berkata lain.

"Lagipula, aku juga tak akan membiarkan Wulan menghadapi semua ini seorang diri. Aku hanya butuh sedikit bantuannya. Bantuan yang hanya bisa diberikan oleh anakmu." ujar Pak Dul Modin lagi.

"Beri saya waktu untuk...." ucapan Mbak Romlah tertahan saat terdengar rengekan Ndaru dari dalam kamar.

"Astaga!" Romlah segera berjingkat bangkit dari duduknya. "Aku lupa menutup jendela kamar. Sebentar ya Pak!"

Tanpa menunggu jawaban dari sang tamu, Mbak Romlah bergegas masuk kedalam kamar. Namun baru saja perempuan itu menginjakkan kaki di ambang pintu kamar, langkahnya terhenti. Wajahnya menegang dengan mata membeliak lebar, disusul dengan mulutnya yang segera menjerit lantang.

"Maaaassss...!!! Ndaru...!!! Setaaaannnn....!!!"

"Gubraaakkkk...!!!"

Jeritan Mbak Romlah yang disusul dengan suara berderak dari pintu yang dihempaskan dengan keras mengejutkan Mas Joko dan Pak Dul Modin.

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close