Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUMUR PATI (Part 39) - Bu Ratih (Mungkin) Belum Mati


JEJAKMISTERI - "BU RATIIIIHHHH...!!!" serempak Wulan dan Lintang berteriak histeris sambil memburu ke arah tubuh sang guru yang kini telah tergeletak tak berdaya itu. Lintang segera memeriksa detak jantung dan denyut nadi dari tubuh sang guru. Sementara Wulan, sambil menangis meraung raung merengkuh tubuh sang guru dan meletakkan kepalanya di atas pangkuannya.

Wulan, si gadis bengal yang selama ini dikenal tabah dan tegar itu kini menangis meraung raung bagai singa betina yang tengah terluka. Apalagi saat ia menatap Lintang yang masih terus saja berusaha untuk merasakan detak jantung dan denyut nadi dari sang guru dan dibalas dengan gelengan lemah oleh Lintang, maka tangisan Wulanpun semakin menjadi jadi.

Ramadhan, yang baru kembali ke tempat itu setelah menyelesaikan pertarungannya dengan gerombolan dhemit berjubah hitam, hanya bisa berdiri terpaku di tempatnya.

"Mbak Ratih...!!!" pemuda itu mendesis pelan manakala melihat tubuh sang kakak yang telah tak berdaya itu dalam pelukan Wulan. Sekilas tadi Ramadhan masih sempat melihat saat Wulan melemparkan tombak apinya hingga menembus jantung sang kakak. Amarahnya memuncak. Darahnya mendidih, menggelegak hingga naik ke ubun ubun. Seluruh urat di tubuhnya menegang. Kedua tangannya mengepal keras. Kedua rahangnya bergemeletuk, saling beradu demi menahan emosinya yang memuncak.

"WULAAANNNN...!!! Buwadjingan kau!!!" tak sanggup menahan amarah, Ramadhan tiba tiba melesat menerjang ke arah Wulan yang masih menangis meraung raung sambil memeluk tubuh sang guru.

"Bhuuuaaaggghhh...!!!" tendangan keras yang dilancarkan oleh Ramadhan, telak mengjajar pelipis gadis itu, membuatnya terguling kesamping sampai beberapa kali.

"Manusia macam apa kau hah?!" dengus Ramadhan sambil kembali melayangkan tendangan keras yang mendarat tepat di perut Wulan, membuat gadis itu kembali bergulingan sambil memegangi perutnya.

"Manusia tak tau diuntung! Tega kau membunuh gurumu sendiri hah?! Tega kau menghabis kakakku?! Kau tak ingat bagaimana dulu kakakku bertaruh nyawa untuk menyelamatkan nyawamu hah?! Dan sekarang begini balasanmu? Manusia tak tau diuntung! Manusia tak tau balas budi! Perempuan sundal haram jadah!!!" Ramadhan terus memaki dan menyumpah serapah sambil kakinya tak henti hentinya menghajar Wulan yang sepertinya sudah pasrah tak melawan. Tendangan demi tendangan, bahkan saat Ramadhan dengan bengisnya menginjak injak tubuhnya yang terbaring telentang diatas tanah, Wulan sama sekali tak berusaha untuk menghindar. Gadis itu sadar, ia pantas diperlakukan seperti itu. Rasa sakit di sekujur tubuhnya, bahkan rasa sakit di hatinya akibat sumpah serapah yang diucapkan oleh Ramadhan, tak sebanding dengan apa yang telah ia perbuat terahadap Bu Ratih beberapa saat yang lalu.

Gadis itu benar benar pasrah. Meski Ramadhan menghajarnya sampai berdarah darah. Mulutnya terkatup rapat, menahan perih yang menyayat nyayat perasaannya. Kedua matanyapun terpejam, dengan air mata yang terus membanijir dari kedua sudutnya.

Sikap diam Wulan itu semakin membuat Ramadhan meradang. Dengan kasar pemuda itu menyambar baju Wulan dan menariknya dengan keras, memaksa gadis itu untuk berdiri.

"Kenapa diam saja hah?! Kenapa tak melawan?! Ayo! Lawan aku! Bunuh saja sekalian aku! Biar kau puas! Wak Dul telah tewas! Dan kini Bu Ratihpun kau habisi! Kau memang perempuan pembawa sial Lan! Kau perempuan terkutuk! Kalau bukan karena engkau, tak mungkin pageblug ini akan terjadi! Tak mungkin Wak Dul dan Mbak Ratih harus tewas dengan cara seperti ini! Kau...! Kau...! Arrrggggghhhh...!!!" Ramadhan mendorong tubuh Wulan hingga gadis itu jatuh terjengkang kebelakang.

"Teruskan Mas!" Wulan mendesis tajam sambil menyeka darah yang mengalir dari sudut bibirnya. "Ayo! Pukul aku lagi! Tendang aku lagi! Injak injak tubuhku sampai lumat! Bahkan kalau perlu, bunuh aku sekalian, kalau itu bisa membuatmu puas! Aku memang salah Mas! Aku memang manusia tak tau diuntung! Aku perempuan sundal pembawa sial! Aku gadis terkutuk yang selama ini selalu menyusahkan kalian! Aku pantas menerima semua ini! Aku..., aku...," tangisan Wulan semakin menjadi jadi.

Ramadhan yang mendengar semua ucapan Wulan itu tersadar. Bagai dilolosi tulang belulangnya, pemuda itu jatuh berlutut sambil meremas remas rambut di kepalanya. "Wulan! Maafkan aku! Aku...., aku..." tangis pemuda itupun pecah, seiring dengan tubuhnya yang rebah terhempas ke tanah.

Lintang yang menyaksikan semua kejadian itu seolah tak peduli. Perhatiannya masih terfokus ke jasad sang guru yang tergeletak tak berdaya di hadapannya. Rasa bersalah yang teramat sangat ia rasakan, seolah olah telah merenggut kesadaran dan akal sehatnya.

"Ini semua salahku!" desis pemuda itu, sambil membenturkan kepalanya sendiri ke batang pohon yang berdiri tegak di sebelahnya.

"Duuggg...!!! Duggg...!!! Duggg...!!!"

"Ini semua salahku...!!!! Ini semua salahku...!!! Ini semua salahku...!!!" Lintang terus menceracau sambil membentur benturkan kepalanya ke pokok pohon, membuat darah segar pelan pelan mengalir membasahi pelipisnya. Hingga entah pada benturan keberapa, Lintang terpaku diam. Matanya nanar menatap tubuh Bu Ratih yang tergeletak diam di hadapannya. Seulas senyum aneh tersungging di bibir pemuda itu.

"Bu Ratih belum mati!" pemuda itu mendesis tajam, sambil terus menatap jasad sang guru.

"Bu Ratih belum mati!" kembali pemuda itu menggumam lirih.

"Bu Ratih belum mati!" terhuyung Lintang mencoba bagkit.

"Bu Ratih belum mati! Bu Ratih belum mati! Bu Ratih belum mati!" dengan mulut terus terusan menceracau tak jelas, Lintang segera merengkuh dan membopong jasad sang guru, lalu dengan sisa sisa tenaga yang masih ia miliki, pemuda itu menghentakkan sebelah kakinya ke bumi dengan keras, sambil memaksa keluar sisa sisa energi yang masih dimilikinya.

"Whuuuuusssss....!!!" pusaran badai seolah keluar dari tanah bekas jejakan kaki Lintang. Semakin lama semakin membesar, mengangkat tubuh pemuda itu beserta tubuh Bu Ratih dalam rengkuhan kedua tangannya, lalu membawanya melesat cepat bagai kilat ke arah barat.

"Wulan! Ikuti aku!" samar masih terdengar teriakan Lintang, membuat Wulan yang masih terkapar segera tersadar bahwa sang sahabat telah membawa pergi tubuh sang guru. Meski ia tak tau apa maksud dari perbuatan Lintang itu, namun Wulan yakin pastilah Lintang punya maksud tertentu hingga tanpa persetujuanya ia membawa jasad Bu Ratih pergi.

Maka, sama seperti yang telah diperbuat oleh Lintang, gadis itupun segera bangkit dan menekan keluar sisa sisa energi yang masih dimilikinya. Pelan namun pasti, sepasang sayap api mulai mengembang di punggung gadis itu. Sayap yang pelan pelan mulai mengepak, mengangkat tubuh gadis itu keatas, lalu membawanya melesat cepat bagai kilat ke arah barat, menyusul Lintang yang telah terlebih dahulu melesat ke arah yang sama.

"Mas Rom! Kembalilah ke desa! Kabarkan kalau kita telah berhasil menyegel semua dedhemit itu!" samar suara Wulan tedengar menyapa indera pendengaran Ramadhan, membuat pemuda itu juga bergegas bangkit sambil memaki lirih, "Wedhus!"

BERSAMBUNG

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close