WARISAN ILMU DARI MBAH BUYUT (Part 11) - Rantai Babi 1
JEJAKMISTERI - Aku sedang duduk santai di teras depan gudang, setelah membereskan pekerjaanku. Pemasok barang bekas lumayan sepi siang ini. Jadilah aku bisa sedikit bersantai ria bersama kernet dan sopir angkutan plat hitam yang mangkal di depan gudang.
Ada yang menarik dari pembicaraan mereka. Rupanya saat ini sedang trend mencari dan memburu benda bertuah. Mulai dari pring pethuk (bambu yang dua ruasnya saling berhadapan), kol buntet (batu berbentuk sayur kol), juga wesi kuning. Itulah sebagian benda bertuah yang menjadi buruan saat ini. Bahkan mereka bercerita tentang penarikan benda-benda bertuah itu dari tempat-tempat wingit. Biasanya yang ditarik itu bentuknya keris, mata tombak atau akik.
Para sopir dan kernet itu sangat asyik membicarakan benda-benda bertuah itu. Aku yang ga punya pengetahuan apapun tentang hal itu, dengan setia mendengarkan percakapan mereka.
Kadang kalau ada yang kurang jelas, aku bertanya pada mereka. Dan dengan gaya yang meyakinkan, mereka menjawab pertanyaanku, seolah mereka benar-benar paham tentang benda-benda itu.
"Apa sih istimewanya benda-benda seperti itu?" tanyaku kepada mereka.
"Oh... barang ini gunanya untuk itu, barang yang itu gunanya untuk ini...!" jawab salah satu dari mereka.
Aku sih cuma manggut-manggut ga ngerti. Bahkan aku sudah ga inget gunanya barang bertuah itu... hehe.
Suatu hari, datanglah Bejo padaku saat aku sudah selesai bekerja. Aku ingat betul, saat itu adalah malam minggu.
"Bis... kamu bisa tolongin aku ga?" tanya Bejo setelah kami berbasa basi sejenak.
"Tolongin apa?" tanyaku.
"Gini... aku lagi nyari sebuah pusaka yang namanya rantai babi!"
"Hah... rantai babi itu juga pusaka? Cari aja di peternakan babi... pasti banyak tuh...!" ujarku.
"Hush... peternakan babi mana ada rantai babi? Ini pusaka lho...!" ujarnya.
"Lho... bukannya rantai babi itu rantai yang digunakan untuk mengikat babi? Masa di peternakan ga ada...?"
"Ga ada... Ini rantai babi spesial. Barang langka...!"
"Bentuknya gimana sih?"
"Bentuknya bulat, sebesar ini..!" katanya sambil menempelkan ujung ibu jari dengan ujung jari telunjuk hingga membentuk sebuah lingkaran kecil.
"Kecil banget...!"
"Emang kecil, tapi rantai babi ini bisa melar lho. Biar dipakai buat melingkari pinggangku juga bisa..!"
"Sebentar... namanya rantai kok bisa melar. Itu sih karet gelang...!" kataku.
"Ga tahu lah. Pokoknya bentuknya bulat, terus seperti ada bulu-bulu babi yang nempel, dan bisa melar...!" katanya menjelaskan padaku.
Aku masih bingung juga. Dibilang rantai, bisa melar.
"Kamu kok ngebet banget sih, pengin punya benda itu? Memang fingsinya untuk apa?" tanyaku penasaran.
"Fungsinya untuk menambah kekuatan. Kalau aku bisa memiliki rantai babi ini, aku akan bisa mengangkat beban satu kuintal (100kg) dengan mudah. Dan aku ga merasa capek! Jadi bisa menambah penghasilanku kan?"
Oh... itu alasannya. Tujuannya bagus sih, buat nambah penghasilan... tapi kok caranya aneh gitu?
"Bentar Jo, aku mau nanya. Emang penghasilan kamu sekarang ini masih kurang?" tanyaku.
"Kalau untuk kebutuhan sehari-hari sih cukup. Tapi sebentar lagi Dania masuk SD. Jadi aku butuh penghasilan tambahan... biar bisa untuk mendaftarkan Dania, dan membelikan keperluan sekolahnya!"
Aku garuk-garuk kepala mendengarnya.
"Ada resikonya apa enggak, barang kayak gitu?"
"Tenang, ga ada resiko semacam tumbal atau apa. Paling aku jadi gatalan dan badanku akan penuh gudig kalau make rantai babi..!"
Aku melongo keheranan... masa badan penuh gudig kok bukan resiko? Apa ga gatel banget nantinya?
"Bentar Jo... aku masih ga ngeh dengan barang-barang semacam itu. Gini aja... coba kamu bayangin, kamu dapat rantai babi, terus kamu pakai. Nantinya badanmu gatel dan penuh gudig, apakah Dania dan Rania mau dekat-dekat sama kamu? Apakah mbak Yem mau melayani hasratmu jika badanmu penuh gudig begitu?"
Bejo terdiam... nampaknya tengah berpikir.
"Aku ga peduli Bis.. yang penting penghasilanku bertambah."
"Oke deh... terus nyarinya di mana?" tanyaku.
"Ada sebuah tempat yang katanya menyimpan pusaka rantai babi itu. Tapi, bentuknya ghaib, sehingga hanya orang dengan kemampuan khusus yang bisa melihatnya. Dan kamu bantuin aku untuk menarik benda itu...!" jelas Bejo panjang lebar.
"Wah... aku ga punya kemampuan menarik benda ghaib macam itu Jo... Kamu minta tolong orang lain saja deh..!"
"Ya sudah... aku punya kenalan orang pintar kok. Kamu nemenin aku aja... buat temen waktu ritual penarikan itu!"
"Baik... aku akan nemenin kamu. Ingat, cuma nemenin... ga lebih!"
"Nah gitu dong. Besok malam jumat kita ke tempat itu bareng-bareng. Aku pinjam mobil pickup bossku nanti. Oke?"
"Sip lah.. asal ada ubo rampe buat nemenin"
"Tenang, masalah rokok, makan dan minum, jadi tanggunganku..!" jawab Bejo.
"Ok lah kalau begitu. Kamu sudah punya hp?"
"Wooo... ya audah dong. Seminggu yang lalu aku beli, biarpun second, masih lumayan kok..!"
"Bagi nomer hpmu, dan simpan nomerku, biar kita gampang komunikasinya!"
Aku mengambil wadah simcard, dan memberikannya pada Bejo. Bejo mengetik sesuatu di hpnya, dan tak lama kemudian hpku berbunyi!
"Tuh, udah aku miskol... simpan nomerku!" kata Bejo.
"Iya, nanti aku simpan...!"
"Oke, aku balik dulu ya...!"
Bejo berlalu dari tempatku, dan aku menyimpan nomernya dalam phonebook.
***
Skip ke hari kamis sore...
Dari siang Bejo dah ribut ngechat aku... Pesen supaya aku ga lupa sama kesepakatan kita waktu itu.
Kayak mau ketemu cewe aja dah,, diingetin mulu...
Malamnya, setelah Isya, aku disamperin oleh Bejo dan seorang tua berpakaian jawa dan mengenakan blangkon. Mungkin ini orang pintar yang dimaksud sama Bejo. Ah... masih lebih pintar dosen kayaknya deh...
Aku dikenalkan oleh Bejo pada orang pintar itu.
"Bis.. ini mbah Parno yang akan mengadakan penarikan rantai babi itu!" kata Bejo.
Aku bersalaman dengan mbah Parno.
"Aku Bisma mbah... temennya Bejo!"
"Wah... peliharaanmu cantik juga ya?"
Eh... bisa lihat Nastiti juga rupanya. Berarti bener nih, bukan dukun abal-abal.
"Dia bukan peliharaan mbah... dia temenku kok!" kataku.
Ga enak banget rasanya, ada cewe secantik Nastiti kok dibilang peliharaan. Emangnya kambing?
"Eh.. siapa yang cantik?" tanya Bejo.
"Ini, temen ghaibnya Bisma!" jawab mbah Parno.
"Wah... Bisma punya temen ghaib cantik? Makanya asik ngejomblo aja...!" ledek Bejo.
Asem nih si Bejo... main bully aja.
Kami berangkat menuju lokasi. Aku duduk di samping mbah Parno, sementara Nastiti nangkring diatas kap mobil.
Ternyata, jarak yang harus ditempuh lumayan jauh juga. Satu jam perjalanan kami lalui untuk mencapai lokasi, yang letaknya ada di tengah-tengah hutan pinus.
Beruntung ada jalan setapak yang bisa dilewati oleh mobil, sehingga kami hanya butuh berjalan kaki selama 5 menit untuk mencapai lokasi.
Bejo mengambil ransel besar yang ada di bak belakang mobil. Dia mengambil 2 buah senter. Satu dipegangnya sendiri, yang satu diserahkan padaku.
Dengan perlahan, kami berjalan menyusuri kegelapan hutan pinus itu menuju ke sebuah air terjun kecil.
Kalau siang hari, mungkin pemandangannya sangat indah. Sesampai di tempat tujuan, Bejo dan mbah Parno mulai menyiapkan sarana untuk ritual penarikan benda pusaka. Aku membantu ala kadarnya. Ternyata, dalam ransel itu berisi perlengkapan untuk ritual. Ada bunga setaman, ada anglo kecil, termos, kopi, gula, makanan kecil, juga ada kemenyan, rokok menyan dsb. Jadi keingetan sama kantong ajaibnya Dorameong dah...
Mbah Parno mulai menyusun bunga, telur ayam kampung, rokok menyan, lalu membuat kopi tanpa gula dan meletakkannya di bawah sebatang pohon besar di dekat air terjun itu. Setelah semua siap, mbah Parno memberi isyarat agar kami tidak berisik.
Lalu beliau mulai membakar kemenyan di atas anglo kecil itu. Aku malah sibuk membuat kopi untuk kuminum.
Sambil melihat ritual itu, aku menikmati kopi dan menyulut rokok.
Penasaran aku ingin melihat proses penarikan benda pusaka itu...
Sambil membakar kemenyan, mbah Parno mulutnya komat kamit entah membaca apa. Suaranya ga jelas, seperti orang yang bergumam. Asap kemenyan semakin tebal membubung ke angkasa. Alam yang semula tenang, mulai terusik dengan adanya angin yang bertiup, yang semakin lama semakin kencang. Aku merapatkan jaketku agar tak kedinginan.
Saat itulah, aku mulai merasakan ada aura yang kuat mendadak muncul di tempat itu. Aku menatap ke arah mbah Parno yang masih duduk bersila sambil komat kamit. Lalu pandanganku beralih ke batang pohon yang sangat besar itu.
Segumpal asap muncul di dekat pohon besar itu. Awalnya kukira asap kemenyan yang terbakar, namun asap itu makin menebal dan mulai membentuk sebuah sosok yang masih kabur. Dan perlahan, sosok itu menjadi semakin jelas...
Aku hampir jatuh saat sosok itu nampak jelas. Tubuhnya tinggi besar dan berbulu kasar. Pandanganku beralih ke kepalanya...
Alamak... kepalanya menyerupai bentuk babi hutan, lengkap dengan sepasang taring panjang di pinggir mulutnya. Matanya yang sipit menyala merah... Mungkin inilah yang disebut siluman babi. Auranya terasa menekan dadaku. Aku mengatur nafas dan membuat benteng energi untuk mengurangi tekanan aura makhluk itu.
"Grookkk... grookkk... Hei manusia... ada apa kau memanggilku?" makhluk itu bertanya.
"Maaf mbah, saya sudah lancang memanggil simbah. Saya memberanikan diri untuk memanggil sinbah, karena ada keperluan dengan simbah...!" kata mbah Parno.
"Sejak kapan aku menjadi simbahmu? Grookkk... grookk... panggil aku Yang Mulia!"
"Ma.. maafkan saya mbah.. eh.. yang mulia ding....!"
"Lalu apa tujuanmu memanggilku... grookkk..grokk..!"
"Begini yang mulia, sudilah kiranya yang mulia memberikan pada kami rantai babi yang dimiliki oleh yang mulia!" ujar mbah Parno.
"Grookkk...grookkk... hmm... boleh saja, asal kau bisa menuruti syarat-syaratnya... grookkk!"
"Syarat apa yang mulia. Apakah yang kami bawa ini masih kurang?"
"Sebenarnya cukup... tapi aku masih menginginkan yang lain. Aku ingin dia....!" kata siluman babi itu sambil menunjuk ke arahku.....!!!
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya