WARISAN ILMU DARI MBAH BUYUT (Part 13) - Kandhi
JEJAKMISTERI - Nastiti sudah mengangkat tangannya untuk menghabisi Silbi.
"Tunggu Nastiti....!" seruku
Nastiti menengok ke arahku, kemudian tangannya diturunkan. Aku menghampirinya dan Siluman babi yang sedang mengerang lemah.
"Sudah cukup Nastiti... tak perlu membunuhnya." kataku pada Nastiti.
"Tapi dia nanti bakal memburumu untuk mendapatkan sesuatu yang ada dalam dirimu mas...!"
"Sudahlah... jika dia mau memburuku, silahkan saja. Semua aku pasrahkan pada DIA sesembahanku. Kalau kita membunuh dia, maka kita ga ada bedanya dengan dia. Dia juga makhluk Allah yang punya hak untuk hidup..!" ujarku lembut pada Nastiti.
Nastiti menunduk... auranya menurun drastis. Wujudnya berubah kembali menjadi gadis cantik nan mempesona...
"Grookk... siapa namamu anak muda?" tanya Silbi padaku.
"Namaku Bisma...!"
"Grookk... Bisma.. nama yang bagus. Terima kasih sudah menyelamatkan aku. Aku bersumpah tak akan mengganggumu. Jika kau ingin rantai babi itu, maka akan kuserahkan padamu.. grookk...!"
"Terima kasih... Aku tidak menyukai benda-benda macam itu." jawabku lalu berbalik dan kembali ke tempat Bejo dan mbah Parno menunggu.
"Ayo kita pulang...!" kataku.
"Tapi.....!" mbah Parno nampak masih berat.
"Mbah masih pengin mendapatkan rantai babi itu?" tanyaku.
"Sebenarnya tidak... tapi aku sudah dibayar oleh Bejo untuk mendapatkannya...!"
"Mbah... apakah uang itu lebih berharga dari nyawa simbah? Mbah tahu sendiri kehebatan siluman itu... Apa mbah akan mengorbankan diri hanya untuk uang yang ga seberapa itu?" tanyaku.
"Tapi kan ada kamu dan pendampingmu itu...!" kata mbah Parno.
Bener-bener nih orang tua...
"Kalau mbah dan Bejo masih berniat mendapatkan benda itu, silahkan. Aku akan pulang sendiri...!" ujarku.
"Ki...kita pulang mbah...!" ajak Bejo.
"Tapi bagaimana dengan pembayaran yang sudah kau berikan padaku?"
"Mbah kembalikan separo saja... yang setengah aku ikhlaskan buat simbah...!" jawab Bejo.
"Baiklah kalau begitu... mari kita pulang..!" akhirnya mbah Parno mengalah.
Saat kami berjalan beriringan, aku mencium bau yang ga enak banget.
"Jo... kamu ga ganti celana yang kamu ompolin tadi?" tanyaku.
"Hehe... aku ga bawa baju ganti... Gimana dong?"
Aku melepas celana panjangku dan menyerahkan padanya. Beruntung aku punya kebiasaan pakai celana pendek di dalam, jadi bisa menolong Bejo yang dalam situasi darurat itu.
"Kamu ga kedinginan cuma pakai celana pendek?" tanya Bejo.
"Udah.. ganti celana sana.. Lebih baik kedinginan daripada sepanjang jalan aku kebauan..!" ujarku.
Bejo segera mencari tempat yang agak tersembunyi buat berganti celana. Pasti bakal kedodoran tuh...
Kami melanjutkan perjalanan menuju tempat kami memarkir mobil. Lalu tancap gas menuju kota kami lagi. Sepanjang perjalanan, mbah Parno menceritakan apa yang dilihatnya tadi pada Bejo.
"Kenapa ga kamu terima aja rantai babi itu Bis? Kalau kamu ga mau, buat aku aja lah...!" gerutu Bejo sambil menyetir.
"Enak aja. Aku kasih tahu Jo, kerja itu ga usah pake begituan. Kalau emang rejeki, ga bakal kemana kok. Emangnya kalau pake begituan rejeki bakal nambah? Trus, seandainya ternyata benda itu membutuhkan tumbal gimana? Kamu mau?" tanyaku.
"Hiii... ga mau ah...! Bener juga sih, mending kerja kayak biasanya aja deh."
"Nah..itu tahu...!"
Tak terasa, kami sudah sampai di kota kami. Adzan subuh baru saja terdengar. Setelah mengantar mbah Parno ke rumahnya, Bejo mengantarku ke gudang tempatku tidur, lalu dia balik ke rumahnya.
Hadeehh... alamat ga tidur nih...
Begitu sampai di gudang, aku segera mandi, lalu sholat subuh. Tidur sebentar hingga jam 8, lalu membuka gudang... Mata masih berat sebetulnya buat dibuka. Tapi mesti gimana lagi? Aku punya kewajiban untuk bekerja.. Masa yang lain kerja, aku malah tidur?
Skip...
***
Waktu berjalan tanpa terasa, tapi bagiku sangat merana. Merana karena aku masih dalam balutan status jomblo akut. Apa sebaiknya diobral aja ya? Biar ada yang mau?
Malam minggu, karena gabut, aku main ke rumah Bejo. Alhamdulillah, dapat pinjaman motor tua. Lumayan, ngirit ongkos... ahaha. Sampai disana, pintu rumahnya nampak terbuka. Sebuah kepala kecil nampak muncul dari balik pintu.. mengintip keluar. Mungkin penasaran, siapa yang datang. Pintu langsung terbuka lebar, dan si cantik Rania menghambur ke arahku.
"Om Bismaaa......!" teriaknya sambil berlari ke arahku. Aku berjongkok sambil merentangkan tanganku dan BRUGH....!!! Rania menubrukku... hingga aku hampir terjatuh... Untung tanganku sigap menyangga tubuhku. Rania malah cekikikan melihatku hampir jatuh.
"Hihihi... bangun om." celotehnya.
Aku membopong Rania dan menuju pintu rumahnya. Di sana sudah berdiri Bejo dan mbak Yem, serta Dania. Eh.. siapa itu? Kok ada gadis cantik bersama mereka?
Rania asik berceloteh dalam gendonganku. Kangen katanya sama om Bisma. Rania... oh... Rania, kenapa cewe sekecil kamu yang kangen sama aku? Ga adakah cewe gedhe yang kangen padaku?
"Assalamu'alaikum...!" salamku pada keluarga Bejo.
"Wa'alaikum salam...!" jawab mereka serempak.
Dania menghampiriku dan menarik tanganku untuk masuk. Bejo dan mbak Yem cuma geleng kepala melihat tingkah kedua putri mereka. Sekilas kulihat cewe yang ada di situ menatapku dengan lekat. Mungkin aku dianggap orang aneh kali yak? Tapi kuakui sih, dia itu manis... sekilas wajahnya agak mirip dengan mbak Yem...! Apa mungkin adiknya?
Dania menyeretku ke ruang tamu, dan mengajakku duduk di sana. Rania tak mau turun dari pangkuanku. Dania lalu memandangku dengan tatapan yang sulit kuartikan.
"Dania juga mau dipangku?" tanyaku.
Dengan senyum malu-malu, Dania mengangguk. Maka kuraih Dania dan kupangku dia, bersebelahan dengan Rania.
"Mbak.. mbak kan udah gedhe. Nanti om berat lho...!" celetuk Rania.
Dania menatapku...
"Om keberatan ga...?" tanyanya.
"Enggak.. kalian kan masih kecil. Nanti kalau kalian sudah besar, om ga bakal kuat buat mangku kalian...!" jawabku.
"Om nggak keberatan kok dek...!"
"Wah... om Bisma emang kuat ya?" seru Rania
Bejo dan gadia tadi duduk di kursi dekat kami. Mbak Yem masuk ke ruangan dalam...!
"Mbak, ga usah repot-repot lho...!" ujarku basa-basi.
"Ga repot kok Bis...!" sahut mbak Yem dari dalam.
"Oh ya sudah kalau ga repot... keluarin aja apa yang ada mbak...!" seruku.
"Ngelunjak....!" kata Bejo
"Hahaha... jangan marah...!" ujarku.
Aku kembali asik bermain dengan duo bocil itu. Ketawa-ketawa dan kadang gelitikin mereka.
Mbak Yem keluar dari dalam membawa segelas kopi susu... hmmm... seger kayaknya nih.
"Dania, Rania... ayo turun dulu. Kasihan om Bismanya capek..!" kata mbak yem pada duo bocil itu.
Tanpa membantah, duo bocil itu turun dari pangkuanku dan duduk di samping kiri kananku.
"Diminum Bis...!" kata Bejo.
"Ashiaapp....!" kataku meraih gelas berisi kopi susu itu dan meminumna... ahhh.... segarrr...
"Bisma, kenalin nih, adikku yang baru datang dari desa. Namanya Kandi...!" kata mbak Yem mengenalkan adiknya.
Aku mengangguk pada cewe itu, yang bernama Kandi. Padahal kandi kalau di Cilacap artinya Bagor/karung...
"Kenalin mbak... aku Bisma, temennya Bejo...!" kataku sopan.
"Iya mas, kenalin juga, namaku Srikandhi... biasa dipanggil Kandhi..!" jawabnya.
Alamak jangg... merdu kali suaranya. Bagai buluh perindu...
Katahuan kalau lebay... haha Oh... namanya Srikandhi toh? Tunggu... Srikandhi? Itu kan tokoh pewayangan yang menghujani Bisma dengan panah hingga tubuh Bisma dihiasi anak panah sampai seperti seekor landak?
Wajahnya manis kulihat.. nampaknya baru berumur sekitar 18 atau 19 tahun. Ga ada riasan sama sekali... kentara masih lugu, karena dari desa..
"Dia baru lulus sekolah dan pengin cari kerja di sini!" sambung Bejo.
Aku hanya mengangguk-angguk. Pas berarti aku menebak umurnya... sekitar itu
"Bulik Kandhi mau nginep di sini. Bobo sama mbakyu dan aku...!" kata Rania
"Oh.. ya? Seneng dong, ditemenin tidur sama bulik?"
"Seneng lah om... bulik kandhi itu baik lho Om. Cantik lagi...!" celoteh Rania.
"Iya om... Bulik Kandhi sayang sama kita ya dek?" kata Dania
"Iya mbak...!"
Hahaha... nampaknya mereka suka dengan Kandhi. Kami ngobrol sampai jam sembilan, dan aku pamit pulang setelahnya. Dania dan Rania sudah tertidur, jadi aku ga pamit pada mereka. Semoga saja mereka ga mencariku saat bangun nanti.
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya