Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

WARISAN ILMU DARI MBAH BUYUT (Part 20) - Malam Minggu


JEJAKMISTERI - Malam minggu datang lagi... Malam minggu yang cerah.. mendung yang biasanya menggantung akhir-akhir ini, entah pergi kemana malam ini? Bintang nampak bertaburan di angkasa. Cerah, indah dan mengenaskan... Iya, mengenaskan bagi para jomblo nuwbi... jomblo yang belum bisa menerima kejombloan mereka. Bedalah dengan aku, yang sudah bisa bersahabat dengan kesendirianku... (Halah... jadi jomblo kok bangga)

Malam minggu ini, dengan motor second yang baru kubeli dua hari lalu.., aku dengan gagah menuju ke rumah Bejo. Tak lupa membawa gula, kopi, dan rokok kemenyan... eh... emang ke rumah dukun? Yang pasti bawa buah tangan lah... apapun bentuknya. Terutama buat duo cantik nan imut yang ada di sana... hehe.

Motor butut yang berbunyi brebet... brebet... uduk... uduk... brebet.... kupacu dengan kecepatan maksimal. Mentok gas pokoknya.... Kecepatanku kala itu kira-kira 40km/jam. Maklum, namanya juga motor butut... ga bisa kenceng larinya.. Kata orang sih udah. "nafas tua". Tapi it's okay... butuh banyak pengorbanan untuk bisa beli motor itu... Dan aku tetap bangga, meski butut motorku...

Sampai di rumah Bejo, aku melihat banyak orang berkumpul di sana. Kok rame banget ya? Ada apa ini? Setelah memarkirkan motor, aku berjalan masuk, dan menyibak kerumunan orang yang nampaknya sedang asik menonton sesuatu. Dengan sedikit susah payah, aku akhirnya berhasil mencapai pintu masuk rumah Bejo. Begitu masuk, aku terkejut melihat duo imut meringkuk di pojokan sambil menangis. Sementara mbak Yem, dan Bejo, dengan dibantu oleh beberapa orang, berusaha menghentikan Kandhi yang sedang mengamuk.

Aku merasakan sesuatu yang ghaib di sini. Tapi aku malah menghampiri duo imut itu. Dan begitu melihatku, keduanya langsung berteriak senang...

"Om Bisma....!" seru mereka sambil menghambur ke pelukanku. Aku memeluk mereka, dan mencium pipi mereka...!

"Sshh... kenapa kalian nangis...?" tanyaku.

"Takut om... Bulik ngamuk...!" kata Dania yang rupanya lebih bisa menguasai ketakutanku. Sementara Rania, malah membenamkan kepalanya di dadaku. Masih menangis sesengukan.

"Rania... sudah, jangan nangis ya? Kan udah ada om di sini... Om bakal jagain Rania dan mbak Dania. Shh...shhh...!" ujarku pada Rania sambil mengelus-elus punggungnya.

"Ra...rania takut om... hiks...!"

"Kan ada om di sini... ga usah takut...!"

"Bu..bulik... serem om.. hiii...hiks..!"

"Iya... nanti om marahin bulik karena udah bikin Rania takut...!" ujarku menghiburnya.

Perlahan tangis Rania mulai berhenti... hanya bahunya yang masih bergerak-gerak namun tak lagi terdengar isak tangisnya.

Aku memandang Kandhi yang sedang mengamuk. Bejo, mbak Yem, dan beberapa orang yang mencoba menenangkan Kandhi malah dibuat pontang-panting ga karuan.

Aku memandang Kandhi dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya... apa lagi inih...??

Ada hawa gelap yang melingkupi Kandhi. Nampaknya ada sesuatu yang ghaib yang masuk di tubuhnya, hanya aku belum tahu, apa itu...

"Nampaknya dia terkena pelet yang dilancarkan lewat makanan atau minuman mas Bisma...!" kata Nastiti.

"Hmm.. benarkah? Lalu bagaimana cara mengobatinya?"

"Ya... harus mengeluarkan pelet itu dari tubuhnya lah...!"

Duh Nastiti... kalau itu sih aku juga tahu...!!! Yang aku pengin tahu tuh gimana caranya...!!!

"Caranya?" tanyaku menahan dongkol.

"Mas harus salurkan energi mas Bisma untuk menekan pelet itu keluar dari tubuh gadis itu. Jadi, gadis itu harus dibikin tenang dulu...!"

"Dibuat pingsan maksudnya...?"

"Ya.. bisa seperti itu. Tapi kalau mau lebih mudah, ya pakai sirep aja, biar dia tertidur...!" kata Nastiti.

"Tapi aku kan ga bisa sirep Nas...!" kataku bingung.

Nastiti menatapku sambil tersenyum manis... maniss sekali...

"Masalah itu, serahkan saja padaku...!" ujar Nastiti.

Nastiti melesat ke belakang tubuh Kandhi, menyentuh kepalanya dan... Kandhi terkulai lemas Semua orang menarik nafas lega. Bejo dengan dibantu mbak Yem, memapah Kandhi menuju kamarnya. Setelah semua selesai, Bejo nampak keluar dan begitu melihatku bersama Dania dan Rania, dia menghampiriku. Sebelumnya dia mengucapkan terima kasih pada tetangga yang membantunya tadi.

Semua orang lalu bubar kembali. Suasana menjadi sepi...

"Makasih, udah jagain anak-anak..!" kata Bejo.

"Sama-sama... Jagain anak-anak dulu ya, aku mau coba bersihin Kandhi...!"

"Emangnya apa yang terjadi sama Kandhi...?"

"Nanti kuceritakan. Mbak Yem masih di kamar Kandhi kan?"

"Iya... Kamu langsung masuk aja...!"

Aku bergegas menuju kamar Kandhi. Nampak mbak Yem sedang duduk di pinggir ranjang sambil memijat betis Kandhi. Dia menengok saat aku mengucap salam, lalu membalas salamku.

"Kamu Bis...! Masuk aja...!" kata mbak Yem.

"Iya mbak...!" jawabku. Aku masuk ke kamar itu, dan duduk di kursi satu-satunya yang ada di kamar.

"Gimana ceritanya mbak, kok Kandhi bisa ngamuk gitu?" tanyaku.

"Gini, beberapa hari ini, Kandhi nampaknya deket sama seorang cowo. Trus kaya tergila-gila gitu. Kalau dah pergi dengan cowo itu, dia suka lupa waktu. Sampai lupa kerja. Nah, tadi dia janjian lagi katanya mau jalan. Aku peringatkan... eh, dia marah-marah dan malah ngamuk ga karuan gitu. Padahal biasanya dia penurut banget kalau aku bilangin, tapi... ga tahu kenapa dia jadi kayak gini tadi..!" kata mbak Yem singkat.

"Oh... gitu ya mbak. Emm... jadi gitu mbak, ada sesuatu yang masuk ke dalam tubuh Kandhi. Aku mau coba obatin, tapi mbak tolong siapin baskom dan air hangat. Trus nanti mbak juga nemenin aku saat pengobatan ya mbak?"

"Eh... emangnya yang kamu lihat gimana?"

"Aku sih cuma lihat ada sesuatu yang gelap di tubuh Kandhi mbak...!"

"Oh... kayak aku dulu itu ya?"

"Ya... bisa dianggap seperti itu mbak. Tapi ini lebih bahaya..! Tolong disiapkan segera mbak, karena saat ini Kandhi tertidur karena sirep. Takutnya, karena pengaruh sesuatu itu, dia bisa bangun sewaktu-waktu dan mengamuk lagi..!"

"Oh.. iya...iya...!" kata mbak Yem sambil berlalu dan menyiapkan apa yang kuminta.

Setelah semua siap, aku meminta mbak Yem untuk membantuku mendudukkan Kandhi. Aku lalu duduk di belakangnya, dan menempelkan kedua telapak tanganku ke punggungnya. Mbak Yem duduk di kursi yang tadi kududuki. Baskon sudah disiapkan di depan Kandhi, untuk berjaga kalau dia muntah.
Segera kusalurkan energiku yang telah kuhimpun, melalui telapak tangan, dan mulai memasuki tubuh Kandhi. Awalnya, ada semacam penolakan... Namun terus aku paksa untuk masuk, hingga penolakan itu semakin melemah, dan energiku berhasil masuk walaupun agak tersendat. Masih kurasakan sedikit perlawanan dalam tubuh Kandhi. Maka kuperbesar energiku, hingga bisa menindih perlawanan sesuatu di dalam sana. Akhirnya perlawanan itu semakin melemah... dan melemah, lalu hilang. Dengan perlahan, aku mulai menuntun energiku yang masuk ke dalam tubuh Kandhi menuju ke atas... melewati bahu dan mencapai leher. Dan saat energiku mencapai leher, tubuh Kandhi bergetar, dan...

HOEKS..... HOEK...

Kandhi seperti orang mau muntah, tapi tak mengeluarkan sesuatu. Mbak Yem dengan sigap mendekat, dan mengangkat baskom ke bawah dagu Kandhi.

HOEK.... GLOGEK...

Kandhi memuntahkan cairan berwarna hijau kehitaman dari mulutnya. Energiku makin kutingkatkan... bermaksud membersihkan tubuh Kandhi dari anasir-anasir gelap yang bersemayam dalam tubuhnya. Sampai beberapa kali Kandhi memuntahkan cairan itu. Lalu mendadak tubuhnya melemas... Nafasnya tersengal-sengal... Aku tetap menyalurkan energi padanya, sesuai kata Nastiti yang berada di sampingku. Katanya untuk menjaga agar tubuh Kandhi tak kehabisan energi. Setelah itu, aku bangkit dari duduk, bergeser ke pinggir ranjang, dan turun dari ranjang, sambil tetap memegang bahu Kandhi agar tak sampai terjatuh. Aku lalu membaringkan tubuh Kandhi dengan hati-hati... kulihat nafasnya sudah lebih teratur sekarang.

"Bagaimana Bis... hugh...!"

"Kenapa mbak...?"

"Ini, muntahan Kandhi baunya bikin mual... Apa sih yang dimakannya?" omel mbak Yem sambil menutup hidung dan membawa baskom itu ke belakang.

"Gimana Nas... Sudah bersih apa belum?" tanyaku pada Nastiti yang sedang memeriksa tubuh Kandhi.

"Sepertinya sudah mas... semua sudah keluar, dan ga ada aura asing di dalam tubuhnya...!" ujar Nastiti.

"Syukurlah... terima kasih atas bantuanmu ya?"

"Sama-sama mas... emang sudah menjadi kewajibanku membantu mas Bisma...!" ujar Nastiti tersenyum manis.

Mbak Yem masuk kembali ke dalam kamar.

"Sudah dibuang mbak?" tanyaku.

"Sudah Bis... ugh...baunya bener-bener bikin mual banget...!" ujar mbak Yem.

"Apaan sih itu tadi Bis...?"

"Oh... itu pelet yang ditanam orang lewat makanan atau minuman mbak. Makanya Kandhi jadi tergila-gila pada cowo itu...!" ujarku.

"Pelet...??? Jaman kayak gini masih pakai pelet? Astaghfirullah...!" teriak mbak Yem.

Terdengar suara derap langkah mendatangi... Bejo nampak di depan pintu kamar.

"Kenapa kamu teriak-teriak sih Bune?" tanya Bejo pada istrinya.

"Kaget mas... kata Bisma, Kandhi dipelet mas...!"

"Innalillahi...!! Beneran Bis...?"

Aku hanya mengangguk... Dua kepala kecil nongol di balik pintu... Aku beranjak dari duduk dan keluar kamar, diikuti oleh Bejo. Dania dan Rania dipanggil oleh ibunya.

Aku dan Bejo duduk di ruang tamu.

"Kurang ajar bener cowo itu, berani main pelet sama adikku. Awas saja kalau ketemu... bakal aku kasih pelajaran dia...!" sungut Bejo berapi-api.

"Sudahlah Jo... yang penting sekarang Kandhi sudah lepas dari pelet itu. Biarkan saja cowo itu. Suatu saat dia akan menerima akibatnya. Yang penting sekarang, kalian harus lebih hati-hati dalam mengawasi Kandhi. Jangan sampai kejadian ini terulang lagi...!" ujarku sok bijak.

"Iya juga sih.. Tapi aku bener-bener geregetan sama cowo itu. Rasanya pengin menghajarnya habis-habisan...!"

Aku memberi tanda padanya agar tak meneruskan kata-katanya. Karena kulihat Dania sedang membawa nampan, diiringi oleh Rania.

Mereka berjalan sangat pelan sambil memandangi gelas dalam nampan supaya tak sampai jatuh...

Aku tersenyum melihat mereka.. kasihan juga sih, tapi kubiarkan saja. Itu bisa jadi latihan yang baik untuk mereka. Sesampai di meja, Dania meletakkan nampan di meja. Lalu Rania dengan semangat menunjuk gelas-gelas itu.

"Ini buat bapak.... Yang ini buat Om Bisma...!" kata Rania.

"Lho... apa bedanya dek?" tanya Bejo.

"Yang buat om Bisma, buatan Rania...!" celoteh Rania dengan raut wajah bangga, sambil menatapku.

"Aduh... makasih ya cantik. Pasti bakal enak sekali rasanya...!" ujarku sambil mengacak-acak rambut hitam Rania.

"Dania juga sudah pandai membawa minuman ya...? Bagus...!" ujarku sambil mengelus kepala Dania. Dania nampak tersenyum sumringah.. Senang agaknya dipuji...

Kedua anak itu lalu duduk di samping kanan kiriku.

"Aneh deh Bis...! Kok bisa sih anak-anak deket banget sama kamu? Belum pernah lho, mereka sedekat ini dengan orang lain...!" kata Bejo.

"Jo... anak-anak itu lebih peka. Mereka tahu, kalau aku ini orang yang baik... hahaha!" ucapku bercanda.

"Iya... om Bisma, orang paling baik sedunia...!" kata Rania sambil memeluk lengan kananku.

"Kalau sama ibu, baik siapa?" kata mbak Yem yang keluar dari dalam sambil membawa sepiring gorengan yang masih hangat.

Rania nampak kebingungan. Tapi kemudian dia menjawab..

"Baik ibu lah... Maaf ya om Bisma...!" katanya.

Hahaha... kami ketawa bersama mendengar kata-kata polos Rania.

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close