Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

WARISAN ILMU DARI MBAH BUYUT (Part 21) - Masalah Baru


JEJAKMISTERI - Saat kami sedang asik bercengkrama sambil menikmati kopi dan gorengan, kudengar ada suara motor datang dan berhenti di halaman. Bejo hendak beranjak, namun dicegah oleh mbak Yem. Mbak Yem yang keluar dan menemui tamu tersebut.

"Siapa Jo...?" tanyaku.

"Baj.....!"

"Sstttt....!" aku segera mencegah sebelum Bejo mengucap kata itu Tak baik jika di dengar oleh Dania dan Rania.

"Oh... iya maaf. Itu mungkin cowo yang deket dengan Kandhi..!"

"Oh...!"

Baru berkata "oh", dari depan terdengar perdebatan seru.

"Sudah kubilang, Kandhi ga mau ketemu sama kamu lagi. Jadi silahkan pulang saja..!" terdengar suara mbak Yem bernada tinggi. Mungkin setinggi 4 oktaf..

"Ga mungkin...!! Pasti mbak yang larang dia buat bertemu denganku...!" terdengar suara laki-laki.

Dania dan Rania segera beringsut mendekatiku. Nampaknya mereka trauma dengan ribut-ribut. Bejo bangkit dari duduknya, tapi. kucegah. Kusuruh Dania dan Rania ikut Bejo, sementara aku keluar melihat apa yang terjadi.

Di luar, nampak mbak Yem masih bersitegang dengan seorang cowo yang yahhhh... lumayan lah, dibilang ganteng enggak, jelek juga enggak. Standart lah...!

"Ada apa ini mbak?" tanyaku sambil menghampiri mereka.

"Ini Bis, dia memaksa untuk menemui Kandhi...!" sahut mbak Yem.

"Oh... begitu..! Mas, mohon maaf ya, Kandhi saat ini sedang beristirahat setelah menjalani therapy....!" kataku sopan pada pemuda itu

"Hei... siapa kamu? Dan Kandhi sakit apa hingga butuh terapy?" tanyanya nyolot.

Aku menghela nafas, menahan gejolak emosiku.

"Aku yang mengobatinya mas. Dia sakit karena dipelet oleh orang...!" jawabku tenang.

Pemuda itu nampak terkejut, tapi hanya sebentar.

"Siapa yang berani melet dia? Kasih tahu aku, biar aku hajar orang itu...!"

"Yaa... siapa lagi mas? Bukankah mas sendiri yang memasukkan pelet itu ke dalam minuman Kandhi?" tanyaku sambil menatapnya.

Pemuda itu nampak salah tingkah, tapi kemudian..

"Hei... jangan asal nuduh kalau ga ada bukti!" katanya

"Hal ghaib macam itu susah buat dibuktikan mas, makanya RUU tentang santet juga ga pernah jadi. Atau begini saja mas, biar nanti peletnya aku kirim balik ke yang memasukkan ke dalam minuman Kandhi? Itu akan membuktikan siapa yang menggunakan pelet itu. Tapi ya maaf, kalau nanti yang menggunakan pelet itu bakal jadi gila. Gimana mas? Setuju?" tanyaku.

"Eh. Jadi gila? Ah... aku ga setuju, itu namanya mencelakai orang." jawabnya.

"Oh... gitu ya mas? Kalau gitu aku bakal kirim makhluk ghaib paling mengerikan untuk membuat pengguna pelet itu ketakutan, dan mengakui perbuatannya...!" kataku.

Kulihat dahi pemuda itu mulai berkeringat. Gestur tubuhnya nampak gelisah.

"Wah.... ga boleh gitu mas. Kan Kandhi sedang diobati tuh, kalau bisa sembuh, ya ga perlu balas dendam sama pengirimnya mas. Dendam itu ga baik lho...!" katanya.

Aku tersenyum...

"Benar mas, kalau Kandhi sembuh, aku ga bakal balas dendam deh. Tapi ya nanti terserah Kandhi juga. Kalau dia pengin bikin yang memeletnya jadi cacat, atau diikutin makhluk ghaib seumur-umur, aku ya tinggal nurut mas...!"

"Ya jangan gitu lah mas... Kan Kandhi belum tak apa-apain mas...!"

"Oh.  jadi kamu yang udah melet dia ya...?"

"Iya mas.... Eh... enggak...enggak, bukan aku. Sumpah....!!" katanya kacau.

"Mas, sebaiknya sekarang mas pulang, daripada nanti dikira mas yang sudah memeletnya. Oh.. iya, kalau nanti ada makhluk yang mengganggu mas, mas bisa cari aku." kataku.

"Oh.. baik..baik. Aku pulang dulu...!" katanya, lalu dengan terburu-buru dia menaiki motornya, dan berlalu dari situ. Aku tersenyum melihat tingkah pemuda itu.

Pengin sih menghajar pemuda itu karena sudah bikin Kandhi menderita karena pelet yang diberikannya. Tapi ga enak bikin keributan di kampung orang.

"Hahaha.. kamu bisa aja Bis, bikin dia ngacir begitu...!" kata mbak Yem.

"Yah... emang harus gitu mbak, daripada bikin masalah. Aku sih sepaham sama mas Bejo, maunya langsung hajar aja tuh bocah." kataku

"Kenapa ga kamu hajar saja tadi?" tanya mbak Yem.

"Ya gak enak lah mbak, bikin keributan di kampung orang. Lagipula, aku mikirin Dania dan Rania. Ga baik jika mereka melihat orang dipukulin, takutnya mereka trauma...!" kataku.

"Wah... kamu perhatian banget sama anak-anak ya?" kata mbak Yem sambil beranjak masuk.

"Iya mbak... Anak-anak sebisa mungkin melihat, mendengar, dan bicara yang baik-baik saja. Karena anak-anak itu nyathetan (selalu ingat) dengan apa yang mereka dengar dan lihat..!" ujarku... sekali lagi sok bijak.

"Wah... kamu tahu banyak tentang anak-anak ya? Atau jangan-jangan kamu dah punya anak?"

"Ealah mbak... lha wong babon (induk)nya aja belum punya kok..!"

"Makanya cari...!" kata mbak Yem.

Kami berjalan kembali ke ruang TV. Ternyata Dania dan Rania sudah tertidur dalam pelukan bapak mereka.
Mbak Yem mengangkat Rania, sedang Bejo mengangkat Dania, dan menidurkan di kamar mereka.

Setelah keluar, mereka duduk lagi di hadapanku.

"Kenapa ga kamu hajar aja tadi pemuda itu Bis? Huh... kalau aku sudah kuhajar saja mereka...!"

"Hahaha... kita emang kuli Jo. Hidupnya serba keras dan kasar. Tapi jangan sampai anak-anak mencontoh perilaku kotor kita ..!"

"Iya sih... makasih lho Bis, kamu lebih muda dari aku, tapi malah lebih bijak dari aku...!" kata Bejo.

"Hahaha... bijak apanya? Kalau ga inget sama dua anak manis itu, sudah kuhajar cowo itu Jo... aku juga gregetan sama dia...!"

"Kamu itu lho, belum punya anak kok selalu anak-anak yang jadi prioritas utama...!"

"Hahaha... aku emang suka dengan anak-anak Jo. Dan aku ga ingin anak-anak itu pikiran dan akhlaknya rusak karena perbuatan kita yang lebih tua. Itu saja kok...! Tapi ngomong-ngomong sudah malam nih, aku pamit pulang dulu...!" kataku.

"Ga nginep di sini aja po?"

"Trus aku mbok suruh tidur sama Kandhi? Manut....!!" kataku bercanda.

"Gundhulmu....!" kata Bejo sambil mengacungkan tinjumya.

Kami semua tertawa, tapi ga bisa keras-keras, takut membangunkan duo cantik yang sedang lelap di alam mimpinya.

SKIP....

Senin malam, perasaanku ga enak banget. Seolah ada suatu dorongan kuat yang menyuruhku untuk kembali nongkrong di pusat pertokoan itu. Dengan agak malas-malasan, aku memacu motor bututku ke sana. Dan seperti biasa, nongkrong tak jauh dari tempat kerja Kandhi.

"Wuah... udah nongky di sini aja bang?" sebuah suara cewe menyapaku. Aku menengok ke arah datangnya suara.

"Rindu... ngapain kamu di sini?" tanyaku bodoh.

"Emang cuma mas yang boleh nongkrong di sini? Emang pertokoan ini punya mas?" tanyanya.

"Ya jelas bukan punyaku. Kalau aku punya segini banyak toko, pasti istriku udah 4...!" kataku sambil nyengir

"Wow.... maruk...! Cewe satu aja belum punya kok menghayal punya istri 4...!" ejeknya.

"Lho, aku dah punya calon istri lho...!"

"Beneran? Siapa? Kenalin dong...! Cantik mana sama aku? Pasti cantik aku lah...!" katanya tanpa jeda

"Lho, katanya aku suruh nabung buat pernikahan kita. Itu berarti kamu calon istriku...!" sahutku kalem

"Halah... aku pikir siapa yang mau sama mas...! Tapi mas ga konsekuen sih... kusuruh nabung buat pernikahan kita kok malah beli motor...!" ujarnya.

"Hahaha... keburu ga sabar nunggu punya istri, jadi ya beli motor aja dulu. Eh... sama siapa kamu ke sini?" tanyaku.

"Sendiri... emang kenapa?"

"Oh.. aku pikir sama cowomu. Aku ga mau digebukin orang cuman gara-gara godain cewe..!"

"Halah... sama calon istri kok pake sungkan gitu lho. Tenang aja, aku sendirian kok...!" katanya.

"Calon istri gundhulmu itu...! Udah ah, aku mau balik ke kost. Kamu juga langsung pulang, jangan ngayap kemana-mana...!" ujarku.

"Iya mas...! Calon suami banyak ngatur...!" katanya sambil menjulurkan lidahnya.

Candaan absurd tanpa tendensi apa-apa. Hanya sekedar bercanda. Lagian ga mungkinlah orang sekaya dia mau jadi istriku. Tapi baiknya, Rindu itu enak diajak bercanda kayak gitu. Dan dia menimpali candaanku seolah kami beneran calon suami istri... Kalau cowonya denger kami bercanda seperti itu, bakal mampus aku...

Saat aku hendak menstater motorku, mendadak kudengar keributan di depan sebuah toko. Aku standarkan kembali motorku, dan menghampiri tempat keributan itu. Ternyata, Kandhi lah yang sedang ribut dengan pemuda yang kemarin datang ke rumah Bejo.

Tampak Kandhi memegangi pipinya dan air matanya meleleh. Begitu melihatku datang, Kandhi segera berlari ke arahku dan bersembunyi di belakang tubuhku.

"Ada apa ini Kandhi?" tanyaku.

"Dia maksa aku buat balik sama dia mas. Padahal aku sudah putusin dia. Aku ga mau lagi balikan sama baji**an kayak dia..!" kata Kandhi sambil terisak.

"Tapi kamu ga papa kan? Ga disakiti sama dia?"

"Dia barusan nampar aku mas. Sakitnya sih ga seberapa mas, tapi malu mas, ditampar di tempat umum...!"

Darahku mulai mendidih, sebentar lagi bakal sampai 100°C. Aku memandang pemuda itu. Mungkin mataku sudah merah saat itu.

"Hei... kamu yang kemarin si rumah Kandhi kan? Jangan ikut campur urusan kami...!"

"Aku harus ikut campur, karena dia adik temenku." jawabku.

"Anj*ng.. Kalian, hajar dia....!" serunya

Eh... busyet... dia bawa enam orang kawannya. Mana tubuhnya besar-besar pula... Nampaknya pertarungan tak bisa dihindari. Yang jadi pertanyaan adalah, mampukah aku menghadapi keroyokan mereka?

Tentu saja, jawabannya akan ada di part berikutnya... ikuti terus setiap episode ini, agar anda tak ketinggalan...

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close