Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

WARISAN ILMU DARI MBAH BUYUT (Part 9) - Libur Kerja


JEJAKMISTERI - Minggu pagi, setelah mandi dan sarapan, aku naik angkot menuju rumah Bejo. Maklum gaes, belum punya motor sendiri. Eh, bicara motor, aku punya pengalaman ngobrol sama orang tua di kota sebelah. Kata beliau, jaman dulu di kota itu namanya bukan motor, tapi brompit. Aku berpikir, kenapa brompit? Apa karena mesinnya mengkilat dan berwarna silver? Atau ada merk motor jaman dulu dengan nama brompit? Entahlah... Eh, malah OOT... ahaha

Perjalanan dengan angkot selama setengah jam, aku sampai juga ke jalan yang menuju rumah Bejo.
Aku berjalan menyusuri jalan kecil itu sambil mengingat-ingat arah menuju rumah Bejo. Soalnya baru dua kali ini ke rumahnya, jadi perlu menggali ingatan lebih dalam lagi. Hingga sampailah aku di rumah kecil bercat biru, dengan halaman kecil di depannya. Dan kulihat si kecil Rania sedang asik bermain pasaran sendirian. Dia tampak asik membungkus sesuatu dengan daun, lalu diserahkan kepada pembelinya. Dia kemudian bertukar peran jadi pembelinya, dan membayar apa yang dibeli. Dia membuka dompet yang bertuliskan sebuah nama toko emas, mengeluarkan daun. Tetehan, dan pura-pura membayar. Rania berganti peran lagi menjadi pedagang, dan menerima pembayaran.

"Uangnya pas ya bu... Terima kasih!" katanya.

Aku terkikik geli melihat kelakuannya itu. Bisa-bisanya dia punya ide untuk berganti peran begitu... Mendengar suara ketawaku, Rania menoleh. Matanya yang lebar membelalak memandangku. Rania lari menuju arahku...

"Om Bismaa......!!!!" teriaknya dan langsung menubrukku. Kuangkat tubuh mungilnya dan kugendong

"Rania lagi ngapain tadi?" tanyaku sambil menciun pipinya yang chubby.

"Main pasaran Om...!"

"Kok sendirian... mbak Dania mana?"

"Sedang mandi om...!"

"Bapak sama ibu?"

"Ibu sedang masak... bapak katanya mau jemput om Bisma. Lho, bapak mana om? Diumpetin ya sama om Bisma?" celotehnya Aku tergelak mendengar pertanyaannya.

"Om ga ketemu sama bapak Rania. Om naik angkot tadi ke sini!"

Wah... pasti kita selisih jalan nih. Mungkin aku berangkat ke sini, Bejo dalam perjalanan menjemputku.

"Om... Rania turun om...!" pintanya.

Aku menurunkan Rania dari gendonganku. Gadis kecil itu segera berlari masuk ke dalam rumah...

"Ibu...ibu... Om Bisma datang...!" teriaknya keras memanggil ibunya.

"Disuruh masuk dulu sayang. Ibu sedang nanggung nih...!" kudengar suara mbak Yem.

Saat itulah, suara motor terdengar berhenti di belakangku. Aku menoleh, dan mendapati Bejo sedang menatapku.

"Ngapain liatin aku Jo? Naksir?" tanyaku.

"Naksir gundhulmu... lha wong tak jemput kok malah sudah sampai sini. Untung ketemu mbah Lasmi, dan dikasih tahu kalau kamu dah pergi...!" gerutu Bejo.

"Salah sendiri ga ngabarin kalau mau jemput...!" kataku tak mau kalah.

"Ngabarin gimana? Hp aja kamu ga punya? Suruh lewat surat gitu...???"

"Ahaha... iya ya... !" sahutku sambil garuk-garuk kepala.

"Om... ayo masuk om...!" tanganku ditarik oleh Rania.

"Ayo Bis..masuk dulu..!" ujar Bejo.

Aku mengikuti bapak dan anak itu masuk ke dalam rumah. Kami duduk di ruang tamu dan ngobrol. Kadang mendengarkan celoteh Rania yang suka ikut nimbrung obrolanku dengan bapaknya.

Sementara itu, Dania keluar dari ruang dalam. Menghampiriku, mengambil tanganku dan mencium punggung telapak tanganku.

"Wah.. Dania sudah mandi ya? Sudah cantik dan wangi...!"

"Iya om... makasih..!" ujarnya malu-malu.

"Aku cantik nggak Om?" Rania ga mau kalah

"Rania sudah mandi?" tanyaku.

"Sudah... kemarin sore ..!" katanya.

"Rania juga cantik, tapi kalau sudah mandi, pasti bakal lebih cantik lagi..!" kataku.

"Ibuuu... Rania mau pakpung....!!" teriaknya

"Sebentar ya sayang...!" sahut ibunya yang datang dengan nampan berisi 2 gelas kopi, dan sepiring singkong goreng.

"Silahkan mas Bisma, maaf cuma ada ini..!"

"Iya mbak, terima kasih. Malah jadi ngerepotin nih..!"

"Nggak ada yang repot kok mas. Maaf saya tinggal dulu, mau memandikan Rania..!"

"Iya mbak... silahkan...!"

Mbak Yem masuk lagi ke dalam sambil menggandeng Rania.

"Diminum Bis, mumpung masih panas...!"

"Lha bisa mlonyoh (melepuh) lidahku Jo...!"

"Hahaha.. keburu dingin nanti. Kamu doyan singkong goreng kan?"

"Tenang, segala jenis makanan ga ada yang kutolak kok... Kecuali yang bayar... hahaha!"

"Wis jian... dasar...!" ujar Bejo sambil ketawa.

"Dania mau singkong goreng?" tanyaku pada Dania yang duduk di situ.

"Tadi sudah makan kok om. Om kerjanya sama kayak bapak ya?"

"Iya sayang... kenapa?"

"Ga papa om... Om udah punya anak?"

"Hahaha.. belum sayang. Om belum punya istri. Masih sendiri..!"

"Oh... Dania pikir om sudah punya anak. Kenapa om masih sendiri?"

Pertanyaan yang menohok dari seorang bocil. Walaupun dia bertanya tanpa tendensi apapun, rasanya tetep aja nyesek...

"Belum ketemu sama calon istri om... !" jawabku.

Mencoba menyesuaikan dengan pola pikir bocil. Tapi nampaknya penjelasanku tetap belum bisa dipahami oleh Dania. Tapi dia ga melanjutkan pertanyaannya.. aman...!!! Dania mulai asik dengan mainannya, ga menggubris obrolanku dan bapaknya.

Tak lama Rania datang dengan rambut masih basah, tapi sudah rapi dan cantik. Dengan enaknya dia duduk di pangkuanku...

"Rania udah tambah cantik nih om...!" ujarnya.

"Iya... cantik banget...!" jawabku.

"Cantikan mana sama mbak Dania?"

"Sama cantiknya, karena sudah mandi semua....!"

Susah kalau harus menjawab pertanyaan anak-anak. Selain harus hati-hati dengan pemilihan kata, juga harus memahami pola pikir mereka. Dan itu yang membuatku bingung... Aku kan belum beranak... eh... belum punya anak maksudku...

Siang itu aku habiskan waktu untuk bermain dengan Dania dan Rania. Mengajari Dania mengerjakan PR nya, menemani Rania pasaran... dipaksa sebetulnya...bhahaha. Tapi aku senang saja bermain dengan mereka. Paling tidak bisa mengalihkan pemikiranku dari kengenesan nasibku yang setia menjomblo ini...

Habis dzuhur, aku pulang dengan diantar Bejo. Ini hari minggu... aku ga mau mengganggu waktu istirahat Bejo lebih lama. Anak-anak itu juga butuh istirahat..

Akhirnya, aku kembali terdampar di gudang, sendirian... kesepian. Melihat betapa bahagianya Bejo dan anak istrinya, aku jadi berpikiran untuk membangun rumah tangga. Tapi dengan siapa? Bahkan cewe pun tak da...

Lalu muncullah pikiran gilaku... gimana kalau aku kimpoi sama Nastiti aja? Tapi, nyentuh aja ga bisa... lalu apa gunanya? Ugh...!!!

Selepas maghrib, aku nongkrong di tempat penjual gorengan langgananku.. Sambil menikmati wedang jahe dan gorengan, aku melihat para pejalan kaki yang lewat. Yah... siapa tahu ada cewe yang nyangkut...

Tapi, nihil... bahkan sampai jam 9 malam, tak ada cewe yang melirikku... Ngenes...!!! Aku bangkit dan menyeberang jalan menuju gudang. Mending istirahat dan menghayal saja.

Saat mendekati gudang, aku melihat sesuatu berkelebat dan masuk ke dalam gudang. Jelas itu bukan manusia. Soalnya dia nembus tembok gudang dan masuk begitu saja. Nastiti melesat masuk ke dalam gudang, sementara aku berkutat membuka kunci gudang.

WUSH....

Aku kaget saat sebuah bayangan lewat di sampingku. Disusul Nastiti yang menembus tembok di tempat bayangan tadi keluar. Rupanya dia menyusul bayangan yang keluar tadi. Aku sampai lupa membuka kunci pintu gudang. Memandang ke halaman gudang yang cukup lebar, kulihat Nastiti berdiri dengan gagahnya menghadapi sesosok makhluk hitam legam. Aku merasa bulu-bulu di tubuhku berdiri. Ada sesuatu yang membuatku menggigil seperti kedinginan. Padahal malam itu agak gerah. Hmmm.. apakah ini pengaruh dari aura mereka? Nastiti dan makhluk hitam itu terlibat pertempuran. Tapi rupanya makhluk hitam itu bukan lawan yang seimbang untuk makhluk cantik itu. Tak lama kemudian, sosok hitam itu sudah tak berdaya, dan perlahan berubah menjadi asap yang segera hilang tertiup angin. Aku menghela nafas lega. Dadaku yang agak sesak, sekarang terasa longgar. Nastiti melayang mendekatiku...

"Bahaya sudah lewat mas ..!" katanya

"Bahaya apa? Makhluk apa itu?" tanyaku tak mengerti.

"Mari masuk dulu mas.. kalau ada orang lewat, sampeyan nanti dikira orang gila bicara sendiri... hihihi..!"

Sampai lupa aku... aku menganggap Nastiti sebagai manusia dan berbicara layaknya pada manusia. Aku harus membiasakan diri untuk bicara padanya lewat pikiran.

Aku membuka pintu gudang dan masuk ke dalam. Nastiti sudah duduk manis di bangku bambu tempat tidurku.

"Apa itu tadi?" tanyaku

"Itu tadi makhluk yang dikirim seorang dukun untuk menanam sesuatu di sini!" jawab Nastiti.

"Untuk apa?"

"Tentunya untuk menghancurkan usaha ini..!"

"Wah.. bisa gitu ya? Kamu tahu siapa yang melakukan itu?"

"Dukun lah mas... kalau yang nyuruh dukun itu, aku ga tahu..!"

"Wah, persaingan usaha ternyata mengerikan ya? Pakai segala cara untuk menjatuhkan saingannya...!"

Begitulah adanya... persaingan bisnis, berusaha menjatuhkan saingannya, bahkan dengan bantuan makhluk astral, merupakan sesuatu yang sudah jamak dalam dunia perdagangan atau bisnis apapun. Sungguh suatu pelajaran buatku... Beruntung Nastiti keburu bertindak, sehingga menggagalkan upaya menjatuhkan bisnis kakekku ini...

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close