Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JERANGKONG - Sang Pemutus Rogoh Nyowo (Part 1)


JEJAKMISTERI - "Cepat, San. Hujan hampir turun." Seru sesosok perempuan 45an, bertapi kain jarik dengan setelan kebaya hitam, nampak ayu dan anggun dengan sanggulan rambut berkonde.


"Iya, Buk." Sahut lelaki muda, yang mempercepat langkahnya setelah tangannya mengambil dan menenteng tiga bungkus kantong hitam, dari dalam mobilnya.


Sang lelaki muda berkemeja hitam lengan panjang kembali memelankan langkahnya, kala ia sudah bisa menyusul sosok wanita dengan wangi kasturi menyejukan. Keduanya kini berjalan beriringan menyusuri jalanan setapak yang di apit dua sungai kecil, sebagai sarana pengarian sawah-sawah milik penduduk, yang menghampar seluas mata memandang.


Hawa sejuk seketika terserap dalam tubuh keduanya, saat langkah mereka memasuki sebuah gapura terbuat dari bambu tanpa tulisan.
Sejenak, Sang pemuda tertegun, ketika wanita di depanya berhenti dan memejamkan matanya seraya menunduk, di depan tiga buah gundukan susunan batu-batu yang sudah berlumut.


"Sanjaya, ucapkan salam pada Eyang-Eyangmu." Tegur sang wanita ayu, saat melihat Lelaki muda yang tak lain, SANJAYA, hanya terdiam di belakangnya.
"Baik, Buk." Sahut Sanjaya, seraya memejamkan matanya. Namun, dari gerakan bibirnya, ucapan salam yang di lakukan Sanjaya terlihat berbeda dengan sang Ibu.


Setelah selesai, Sanjaya mengedarkan pandanganya. Menatapi satu persatu tiga buah gundukan batu, dengan salah satu di antaranya paling tinggi dan memanjang. Terlihat aneh, saat Ibunya membakar masing-masing tiga dupa dan menancapkan pada tiap-tiap pangkal gundukan dengan sebuah nisan sedikit meninggi. Bukan karena aroma dupa yang menyengat, melainkan asap dupa yang menyebar, seolah membentuk sebuah bayang-bayang, seperti tengah menatapi dirinya.


"Bawa sini bunganya?" Sedikit kaget Sanjaya, saat Ibunya meminta tiga kantong hitam, yang ternyata berisi bunga tiga warna.


Sanjaya semakin terpekur, setelah menyerahkan bungkusan berisi bunga, yang kemudian di taburkan oleh Ibunya. Tak ada yang menarik bagi Sanjaya, kecuali kesan seram dari bangunan beratapkan genteng yang tampak tak terurus. Mulai dari tiang-tiang penyangga yang mulai rapuh, hingga rumput yang lumayan tinggi mengitari luar bangunan.


Sejenak Sanjaya terdiam. Batinya tiba-tiba saja tercekat, manakala wangi dupa yang tercium semenjak di bakar Ibunya, mendadak bercampur bau aneh. Sanjaya kemudian mengedarkan pandanganya mengelilingi sekitaran tempat makam leluhurnya. Namun hanya hembusan angin dingin dan sosok Ibunya yang tengah duduk bersimpuh menghadap tiga Makam, yang ia lihat.


Sanjaya semakin merasa hawa sekitar tempat itu terasa begitu lembab dan dingin, saat gelombang angin riuh masuk dengan membawa bau aneh, mengalahkan bau wangi kembang dan dupa yang awal menyebar.

Sampai beberapa saat kemudian, Sanjaya yang masih berdiri di belakang Ibunya, tersurut mundur, mendapati satu sosok Lelaki bertelanjang dada tengah berdiri di luar bangunan sedang menatapnya. Wajahnya pucat, tatapanya sendu dan kosong menimbulkan rasa iba dalam jiwa Sanjaya sebelum berubah menjadi rasa takut, ketika melihat sebuah luka menganga di bagian dada sebelah kirinya.

"Jangan hiraukan sosok itu!" terjingkat Sanjaya mendengar sentakan Ibunya, yang tiba-tiba sudah berdiri dan menarik lengannya keluar dengan buru-buru.


Sanjaya yang terkejut, terpaksa menuruti langkah Ibunya, meski batinya menolak. Apalagi, dirinya menangkap wajah tegang ibunya, seolah tau dan ikut melihat sosok Lelaki dengan bulatan hitam di kedua matanya, yang masih Sanjaya lihat tetap berdiri dan memandangi dirinya saat masih terus dalam seretan.

"Tunggu, Buk!" Seru Sanjaya, menghentikan langkah Ibunya. Setelah berjalan cukup jauh dalam seretan, sampai tak terlihat lagi bangunan Makam beserta sosok Lelaki yang membuatnya penasaran.

"Ada apa dengan Ibu?" tanya Sanjaya yang sedikit memelankan suaranya.
"Ibu, tidak apa-apa. Cuma takut kehujanan." Jawab Ibunya, sambil mendongakkan wajah ayunya, yang memang saat itu Langit sudah gelap tertutupi awan-awan hitam.
"Tidak! Ibu berbohong. Ibu melihat sosok tadi kan? dan... dan kenapa, Ibu sepertinya ketakutan sekali." Sanggah Sanjaya, sedikit parau.


"Sanjaya! sejak kapan, Kamu berani membantah sengit Ibumu?" Seketika Sanjaya tertunduk, mendengar kalimat tegas Ibunya, yang baru kali ini ia dengar.
"Sudahlah, Kita pulang sekarang." Ajak Ibunya yang langsung bergegas mendekati Mobil.

Sanjaya masih diam termangu, sebelum ikut menyusul Ibunya yang lebih dulu berlalu. Namun, lagi-lagi langkah Sanjaya kembali harus tertahan. Ketika matanya menangkap satu sosok perempuan berselendang merah, berdiri di pinggir persimpangan jalan masuk ke Makam leluhurnya, tengah menatap sambil tersenyum padanya.

"Sanjaya!" Kembali suara keras Ibunya memanggil, membuyarkan rasa penasaran pada sosok cantik yang masih tersenyum, seperti sudah begitu mengenalinya.


"Apa lagi yang Kamu lihat?" tanya Ibunya sedikit ketus, saat ia mulai menjalankan mobilnya perlahan.

"Apa sosok Lelaki tadi?" sambung Ibunya.

"Bukan, Buk. Tapi..." Jawab Sanjaya terputus. 

Entah kenapa Sanjaya enggan menyebut sosok wanita berkemben, dan berselendang merah, kepada Ibunya. Seperti ada satu kekuatan membisiki yang melaranganya.


Sejenak Sanjaya tertolong dari kejaran pertanyaan Ibunya yang terlihat bertambah penasaran dengan jawabannya yang terputus, ketika dering HP dari saku celananya, membuat Ibunya urung bertanya.

Sebuah percakapan terdengar mengalir biasa saja antara Sanjaya dan seseorang yang baru saja menghubunginya lewat HP, seperti tak menarik perhatian sosok Ibunya yang duduk di sebelahnya, sebelum memasuki sebuah percakapan serius, hingga membuat Sang ibu mengerutkan kening dan menegang.

"Apa yang akan Kamu lakukan dengan Rumah Kita, Sanjaya?" tanya Sang ibu, setelah Sanjaya menyudahi obrolanya di HP.


"Ada orang mau mengontraknya, Buk." Jawab Sanjaya, sambil menoleh ke arah Ibunya sebentar.

Nampak raut wajah Ibu dari Sanjaya yang tak lain adalah WURI, menyiratkan rasa khawatir penuh kecemasan mendengar penuturan Anaknya panjang lebar tentang rumah yang sudah terjadi kesepakatan di kontrakan. Beberapa kali dirinya memberi suatu alasan agar membatalkan, tapi nampaknya Sanjaya juga bersikukuh dengan alasan sudah terlanjur bersepakat.

Wuri, yang baru saja di landa gelisah dengan kemunculan sesosok Lelaki sama persis dengan satu sosok yang puluhan tahun sudah binasa dan lenyap, kini harus kembali di hadapkan dengan kecemasan tentang rumah peninggalan orang tuanya, yang ia tau masih di naungi satu kekuatan hitam BALAK PROJO dari tertanamnya LEMAH IRENG JALASUTO. 
Apalagi, saat terakhir Laswati (Ibunya) dan Mayang (salah satu Eyangnya) sempat celaka ketika nekat ingin menghancurkan kekuatan hitam itu oleh salah satu Mahluk yang bercokol dan sudah menjadikan Jenggolo di rumah itu, JRANGKONG....
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

close