Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JERANGKONG - Sang Pemutus Rogoh Nyowo (Part 4)


JEJAKMISTERI - Kelegaan sejenak tersirat di wajah Tanto, setelah sampai di ruang tamu dan melihat Fandi tengah duduk di sofa. Meski jantungnya masih berdegup kencang, tapi setidaknya kini timbul sedikit keberaniannya dengan adanya Fandi. 

Namun, perasaan itu bertahan sejenak. Berawal dari kecurigaan Tanto, saat suara sapaanya tak di jawab sama sekali oleh Fandi, menimbulkan segudang tanda tanya. Apalagi, ketika Fandi bangkit, sekilas mata Tanto melihat wajah Fandi yang pucat pasi. Di tambah bau wangi Kamboja semerbak keluar dari tubuh Fandi yang berlalu, seketika membuat merinding Tanto.

"Aneh!" gumam Tanto lirih.

Tanto yang kini terduduk sendiri di sofa tamu, tertegun memikirkan sikap Fandi yang berlalu kebelakang dengan diam membisu. Ingin rasanya ia  menceritakan terlebih dahulu kejadian yang dirinya alami di belakang, tepatnya di kamar paling ujung, dimana ia mendengar kidung tembang menyayat dari suara seorang perempuan dari dalam kamar itu. Tapi sayang, Fandi sudah keburu berlalu dengan kebisuannya.

Hampir setengah jam Tanto menanti kembalinya Fandi, namun yang di tunggunya tak juga muncul. Rasa heran dan gelisah mulai menggelanyut dalam benak Tanto, saat semilir angin malam masuk melalui celah-celah atas jendela, berhawa lembab. Heran dengan apa yang tengah di lakukan Fandi, sampai begitu lama ia tak kembali. Gelisah dengan sapuan angin yang di rasanya berbeda dan tak seperti biasanya.

Kegelisahan Tanto seketika berubah bingung mencekam dalam benak, ketika pintu yang di sangkanya telah terkunci tiba-tiba terbuka dan muncul sosok yang tengah di tunggunya, Fandi, dari depan.

Tanto terhenyak dan bangkit, saat sosok Fandi yang baru masuk mendekatinya. Perasaanya mulai tak nyaman dengan segala yang baru saja ia alami. Matanya menatap lurus wajah Fandi yang terlihat bingung akan sikapnya. 

"Kamu dari mana?" sedikit bergetar suara Tanto saat bertanya.

"Lho, Aku dari tadi di luar sedang menelfon. Terus Aku dengar kamu memanggilku untuk masuk karena pintu mau Kamu kunci." Jawab Fandi heran, melihat sikap Tanto.

"Aku? Aku memanggilmu masuk? Bukanya Kamu tadi sudah di dalem?" jawab Tanto dengan wajah penuh expresi.

Perdebatan kecil seketika terjadi antara Tanto dan Fandi yang sama-sama bersikukuh dengan keyakinan mereka masing-masing. Bahkan, Fandi terlihat acuh saat Tanto mengungkap kejadian ganjil yang di alaminya.
Sampai akhirnya, Fandi yang merasa jengkel serta terlihat acuh memilih untuk menyudahi dan berlalu. 

"Sudahlah, Kita istirahat. Capek Aku," ujar Fandi berlalu meningalkan Tanto yang mematung.

"Kamu mau tidur di mana?" tanya Fandi sebelum ia memilih salah satu kamar.

"Terserah, Kamu mau tidur di mana." jawab Tanto datar, membuat Fandi menggelengkan kepala sambil melangkah masuk di kamar kedua dari depan.

Tanto masih berdiri terdiam. Merekam kembali kejadian demi kejadian yang betul-betul di rasa janggal dalam rumah itu. Padahal belum juga semalam ia dan kedua temanya menempati, tapi sudah beberapa kali mengalami hal yang tak masuk akal. 

"Pasti ada sesuatu di rumah ini." 
Baru saja Tanto membatin, mendadak bulu-bulu halusnya meremang. Tengkuknya menebal saat menyadari dirinya sendiri di ruang tamu seperti tengah di awasi puluhan pasang mata.

Tak mau berlama-lama dalam ketakutan, Tanto segera memutuskan untuk masuk ke kamar bersama Wasis. Kamar pertama dari depan, yang pernah di tempati sesosok wanita cantik, WURI HANDAYANI.

Bebeda dengan Fandi, yang memilih tidur sendiri di kamar kedua. Meski terlihat bersih dan rapi, namun ada rasa tak nyaman menyusup benaknya ketika ia merebahkan tubuhnya di ranjang empuk bertilam kain putih nan halus. Bukan hanya hawa lembab yang membuatnya tak nyaman, tapi juga isi dalam kamar. 

Fandi merasa jika kamar yang ia tempati sedikit menyeramkan, mulai dari pencahayaan yang remang, bentuk ranjang dan segala ornamen kesemuanya dari kayu berukir Jawa kuno, membuatnya seperti tengah berada di alam jauh.

Malam sudah merambat jauh, kesunyian sudah melelapkan sebagian hamba-hamba di bumi. Namun bagi Fandi, malam pertama di rumah itu, yang ia kontrak selama urusan kerja bersama kedua temanya, terasa begitu panjang penuh kejanggalan. Ia yang awal menampik anggapan Tanto, sediki demi sedikit mulai membenarkan dan merasakannya sendiri.

Berawal dari telinganya mendengar suara pintu depan terbuka dan tertutup berulang-ulang seolah tengah untuk mainan. Beberapa saat ia diamkan suara itu, sampai akhirnya Fandi yang sudah merasa terganggu beranjak dari pembaringan untuk memastikan.

Tak ada yang aneh di lihat Fandi. Pintu yang ia yakini sebagai sumber suara berisik, terlihat aman dan masih tertutup rapat. 
Sebentar Fandi memastikan dengan memeriksa keadaan pintu yang ternyata sudah terkunci, sebelum beranjak kembali ke kamar. Namun, baru saja kakinya selangkah masuk kamar, tiba-tiba tubuhnya merinding saat hembusan angin lembut teramat dingin menyapu wajah dan lehernya. 

Ada keraguan dalam diri Fandi saat itu, kala rasa takutnya mulai terbangun dengan satu hal yang baru saja ia rasakan. Belum lagi suasana kamar yang semakin lembab dan menyeramkan selepas tiupan angin yang seperti ikut masuk. Tapi, Fandi masih mencoba untuk bertahan dan memberanikan diri kembali berbaring. 

Mata Fandi mulai mengerjab setelah beberapa kali mulutnya menguap, menandakan rasa kantuknya sudah menyerang. Akan tetapi, belum sempat ia terlelap penuh, kembali Fandi terjaga dengan keterkejutan. Matanya dengan cepat mengedar sekeliling, menatapi tiap-tiap sudut kamar mencari sumber suara tangisan lirih yang mengusik tidurnya.

Untuk beberapa saat, Fandi terdiam. Seperti tengah memastikan kesadarannya. Sampai akhirnya wajah Fandi berubah memucat ketika dirinya benar-benar memastikan jika nyata mendengar suara tangisan meratap seorang wanita. 

Suara tangisan yang kadang di iringi rintihan, kini Fandi bisa pastikan berasal dari kamar sebelah. Sebuah kamar yang berukuran paling kecil di banding kamar lainya, dan sempat di singgung oleh Tanto saat debat dengannya. Namun baru sekarang, Fandi percaya jika ada kejanggalan di kamar itu.

Fandi mulai ketakutan saat suara tangisan dan rintihan, sebentar kemudian berubah sebuah jeritan menyayat berkali-kali. Apalagi, saat itu Fandi juga merasa jika di dalam kamarnya, seperti banyak sosok-sosok yang berdiri mengelilingi ranjang sedang menatapinya.

Fandi akhirnya bangkit dari pembaringan. Ia sudah tak mampu membendung ketakutan yang menyelimuti dirinya. Langkahnya cepat meninggalkan kamar dan berniat masuk ke kamar pertama bersama kedua temannya. Tapi, lagi-lagi langkah Fandi harus terhenti. Bukan saja bau gosong menyengat tercium pekat di hidungnya, yang membuat tubuhnya gemetar, melainkan satu sosok hitam yang tingginya dua kali dari dirinya, sudah berdiri di depan kamar.

Keringat mengucur deras membasahi tubuh Fandi, sebelum berubah kaku dan dingin ketika ia menengadahkan wajahnya, menatap wajah sosok hitam di depannya yang hanya terlihat sorot matanya saja yang putih rata. 

Fandi menjatuhkan tubuhnya yang sudah tak mampu untuk berdiri. Ia terduduk berselonjor menyandar ke dinding. Nafasnya tersengal dengan mata mulai sayu dan mengerjab perlahan, sebelum semua terlihat gelap serta hitam, sehitam sosok di depannya...
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

close