Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JERANGKONG - Sang Pemutus Rogoh Nyowo (Part 6)


JEJAKMISTERI - "Di mana Aku?"

Wasis bergumam dalam hati. Ia benar-benar merasa asing dengan tempat dan setiap sosok yang ada di sekitarnya. Suatu tempat berhawa lembab tanpa Wasis tau arah Timur dan Barat. 

Perlahan, Wasis yang sudah tersusupi rasa takut, melangkahkan kakinya. Melewati dan bersimpangan dengan sosok-sosok berwajah pucat, serta tubuh beraroma wangi bunga Kamboja. Mereka berjalan, berlalu lalang dengan diam. Tatapan mereka kosong, tak memperdulikan kehadiran Wasis.

Selangkah demi selangkah Wasis menapak lantai tanah dingin. Berharap akan menemukan jalan ataupun sesorang yang mungkin di kenalnya. Namun, sampai beberapa saat lamanya, Wasis tetap tak menemukan apapun yang menjadi harapannya.

Wasis baru menghentikan langkahnya sejenak, kala melihat sebuah gapuro bersusun batu bata merah dengan tinggi tiga kali tubuhnya.
  
Meski merasa aneh, Wasis dengan sisa-sisa keberanian tetap meneruskan langkahnya, menjejaki lima tingkat tangga batu berlumut dan masuk ke dalam gapuro.

Tapi, sebentar kemudian, setelah menuruni dan dua langkah masuk, tubuh Wasis diam terpaku. Matanya terbelalak, menatap ngeri puluhan sosok di dalam gapuro.
Sosok-sosok bertubuh jangkung, kurus kering kerontang tanpa daging, dan hanya seperti tulang berbalut kulit berwarna hitam gelap. Namun, saat sosok-sosok itu bersamaan menatap Wasis, kengerian kembali terlihat dari bola-bola mata mereka yang putih rata. 

Lutut Wasis seketika goyah. Tubuhnya gemetar hebat, ketakutanya memuncak, manakala sosok-sosok yang menyadari kehadirannya perlahan mendekat. Langkah mereka pelan tak bersuara, seolah tak berpijak tanah. 

"Brrukk!"

Wasis tersungkur, tertunduk dengan lutut menopang.
Sekeilas ia masih melihat kaki-kaki kurus hitam tinggal beberapa jengkal dari tempatnya, sebelum sesuatu ia rasakan melilit kuat tubuh lemahnya. 

Wasis mencoba mencari tau tentang apa yang membekap tubuhnya, ia mengangkat wajahnya, melihat lembar-lembar putih yang entah datangya dari mana tiba-tiba sudah menempel kuat. Ia berusaha memberontak, dengan sisa tenaga yang tak seberapa, namun sia-sia. Sebentar mata Wasis menatap lurus ke depan, dimana dari sebuah bangunan seperti pendopo, keluar sesosok tinggi, dua kali lebih tinggi dari sosok-sosok yang berada di depannya. Matanya menyorot putih tajam sebesar kepalan tangan, menunjukan satu amarah yang meletup, saat kilat-kilat merah menyambar di sekitaran tubuhnya. 

"Pllaakkk!"

Tubuh Wasis mendadak panas, setelah merasakan tamparan lumayan kuat pada bagian kepala belakang, hingga sesaat kemudian membuat kepalanya sangat berat dengan mata melemah meski hanya untuk sekedar mengerjap.

"Bbblluukkk"

Kuat, tubuh Wasis terhempas ke tanah, membuatnya kembali tersadar dan membuka mata perlahan. 
Erangan dan lenguhan pertama kali yang keluar dari mulut Wasis, saat merasakan tulang-tulang di tubuhnya seperti remuk. Ia hanya mampu terbaring lemah sambil meringis, sebelum beberapa tangan mencengkram lenganya dan cepat-cepat menyeretnya menjauh dari tempat itu.

"Bocah ora sopan! kakean polah! Kewanen! Kemendel!" (Anak tidak sopan! Kebanyakan tingkah! Terlalu berani!)"

Umpatan-umpatan keras dan sengit, mendadak memenuhi rongga telinga Wasis. Membuatnya kembali berpikir dan berusaha memulihkan ingatannya. Sedikit demi sedikit Wasis mencerna, mencoba mengenali sekitar tempatnya kini berada. 

Ingatan Wasis sebentar terbantu dengan beberapa sosok yang berdiri membelakanginya, menyadarkannya, jika ia kini tengah terduduk menyandar di tembok dinding teras.

Meski belum sepenuhnya mengerti tentang apa sebenarnya yang tengah dirinya alami, tapi Wasis kini tau dan yakin, bahwa ia telah berada di alam nyata. 
Bertambah keyakinanya saat melihat dengan jelas salah satu sosok yang baru saja mengumpat dirinya dengan sengit, Mbah Toha.

Wajah Wasis bertambah lega, dengan kemunculan seorang teman kerjanya, Tanto, yang mendekati dan menyodorkan segelas air putih padanya.

"Syukur, Sis, Kamu selamat. Nih, minum dulu."

Wasis segera menerima segelas air yang di sodorkan, tanpa menghiraukan ucapan Tanto.
Tapi baru dua teguk, mendadak Wasis memuntahkan air di mulutnya. Wajahnya menegang menatap Tanto, yang terlihat santai.

"Air apa, ini To?" tanya Wasis lirih, sambil mengusap lidahnya pelan.

"Ini air sudah di Do'ain sama Beliau, biar Kamu bebas dari pengaruh Syetan yang memburumu," sahut Tanto, seraya menunjuk sesosok lelaki bersorban yang berdiri berdampingan dengan seorang lelaki muda, tengah menghadap sebuah pohon besar nan tinggi menjulang.

"Udah, Kamu habisin aja. Jangan dipikir rasanya, yang penting kamu bisa pulih kembali." Tanto kembali menyodorkan gelas berisi sisa air yang tadinya tak ingin Wasis minum lagi. Namun setelah mendengar penjelasan Tanto, Wasis akhirnya memaksakan diri meneguk habis sambil meringis.

Setelah merasa lebih baik, Wasis kembali mencoba mengingat kejadian demi kejadian yang ia alami. Dari awal sampai akhir ia menuntut, tapi sebelum semua terekam dalam memori otaknya, ia di kejutkan dengan suara bising disertai gemuruh angin dari pohon besar yang berada di hadapan dua sosok lelaki bersorban dan lelaki muda.

"Cepat! Bawa temanmu masuk ke dalam!" satu perintah tegas dari suara nyaring sosok perempuan yang berdiri di samping Mbah Toha, menambah rasa tegang mencekat dalam diri Wasis, yang baru saja sedikit dan sebentar merasakan kelegaan.

Sepintas Wasis masih bisa melihat ketegangan dan suasana mencekam tempat itu, sebelum Tanto memaksa mengangkat tubuhnya dan memapah masuk ke dalam. Namun dalam batin, Wasis yakin jika yang tengah terjadi di halaman belakang itu, ada kaitannya dengan apa yang baru saja ia alami...
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

close