JERITAN LEMBAH KERAMAT (Part 1)
Mimpi dan kemunculan makhluh halus yang dialami Dimas dan adiknya Rumi menuntunya ke sebuah lembah keramat yang dipenuhi dengan misteri.
.jpg)
JEJAKMISTERI - Enam utas tali tergantung di ranting-ranting pepohonan di pedalaman hutan. Terikat di setiap ujung tali itu tubuh-tubuh wanita yang tidak lagi bernyawa tanpa kepala yang menempel pada tubuhnya.
Tak jauh dari tempat itu berdiri dua orang manusia bersama dengan ke enam kepala yang sudah dikumpulkan dalam sebuah Wadah besar.
Bau kemenyan dan berbagai macam kembang merebak ke seluruh penjuru hutan.
Hanya cahaya dari beberapa batang lilin yang menerangi kegelapan di dalam hutan ini.
“Kowe pancen ra nduwe ati mas... Opo salahe dheweke nganti kowe ngelakoni iki?” (Kamu benar-benar ga punya hati mas... apa salah mereka sampai kamu melakukan ini?”) Ucap seorang wanita yang terikat di salah satu pohon di hutan itu.
“Ra ono dalan liyane... mung iki carane supaya kabeh iso slamet, Duso iki ben dadi tanggunganku” (Ga ada jalan lainya... hanya ini caranya agar semua bisa selamat, dosa ini biar menjadi tanggunganku) Jawab pria tua itu.
Wanita itu hanya menangis tak mampu menahan kesedihan atas apa yang dilakukan suaminya itu.
Setelan membacakan beberapa mantra, pria itu menghampiri istrinya yang terikat di pohon.
Sehelai pisau menggores dahi wanita itu hingga darah menetes melalui garis wajahnya, pria itu menampungnya setiap tetes darah itu pada sebuah mangkuk yang terbuat dari batok kelapa.
Dia mencampurkan darah itu dengan darahnya dan menyiramkanya pada keenam kepala manusia yang berada di hadapanya.
Hawa dingin semakin merasuk, rambut dari keenam kepala itu seolah bergerak tertiup angin. Dari dalam kegelapan muncul sosok bayang-bayang wanita cantik berpakaian seperti abdi keraton bersama seekor ular yang melingkar di tubuhnya.
“Tumbalmu kuterima...” Ucap wanita itu yang segera menghilang meninggalkan seekor ular yang menghampiri pria itu.
Seolah terhipnotis oleh kekuatan makhluk itu, pria itu tidak dapat menggerakan sedikitpun bagian tubuhnya.
Namun sosok ular yang sebelumnya melingkar di makhluk wanita tadi terus mendekat menaiki tubuh pria itu dan masuk ke tubuhnya melalui mulutnya.
Mata pria itu terlihat membelalak seolah tidak dapat menahan apa yang ia rasakan. ular itu terus merayap masuk ke dalam mulutnya hingga membuatnya hampir tidak bisa bernafas.
Ketika seluruh tubuh ular itu masuk ke dalam tubuh pria itu, keadaan dihutan itu kembali seperti semula. Kepala keenam wanita yang di tumbalkan menghilang bersamaan dengan kekuatan yang merasuk ke tubuh pria itu.
Tangis tanpa henti terdengar dari istrinya yang masih terikat di sebatang pohon. Ia terus meratapi keberadaan suaminya yang berubah menjadi manusia dengan sisik ular di seluruh tubuhnya.
Namun itu tak lama.. kekuatan yang ia miliki mampu merubah tubuhnya kembali menjadi manusia bahkan dengan paras yang lebih muda.
“Wis dek... Sekarang dukun-dukun biadab itu tak lagi bisa menyakiti keluarga kita...”
*****
“Rumi!! Cepetan! Mas sudah mau terlambat” Teriaku pada adiku Rumi yang sudah hampir setengah tahun tinggal bersamaku di Ibukota dalam sebuah rumah kontrakan yang kusewa.
“Iya mas... sebentar, sudah siap nih..”
Rumi bergegas menuruni tangga dengan membawa tas dan buku kuliahnya yang hampir saja terjatuh.
Setelah kepergian kedua orang tua kami, aku memutuskan untuk mengajak Rumi meninggalkan desa dan membiayainya untuk kuliah di salah satu universitas yang tidak jauh dari tempatku bekerja.
Harapanku setidaknya nanti Rumi bisa semakin mandiri dan semakin tangguh walau menanggung beban masa lalu yang kami rasakan.
Seperti biasa, aku menurunkan Rumi tepat di depan kampusnya dan segera berangkat menuju kantor tempatku bekerja.
*****
“Terlambat lagi?” Tanya teman kantorku Nia yang melihatku terburu-buru menempelkan jariku pada mesin absen.
“Iya nih.. kesiangan bangunya, akhir-akhir ini sering kebangun jam dua pagi terus susah tidur lagi” Ceritaku pada Nia yang mejanya besebelahan dengan meja kerjaku.
“Kalau keseringan tandanya harus periksa ke dokter tuh, gak sedikit lho yang mati gara-gara insomnia” Balasnya menakut-nakutiku.
“Amit-amit... nggak lah, paling seminggu sembuh... tapi bener kata lu, kalau tambah parah kayaknya gua harus periksa ke dokter.”
Nia.. salah seorang teman sekantorku memang sering menjadi tempatku curhat. Bukan hanya karena meja kami bersebelahan, tapi juga karena kami sudah saling kenal semenjak awal training bekerja di kantor ini beberapa tahun lalu.
Akhir-akhir ini aku memang sulit untuk berkonsentrasi saat kerja. Sepertinya ini semua karena mimpi-mimpi aneh yang kualami setiap malam.
Salah satu mimpi itu menunjukan sebuah tempat pemandian di tengah hutan yang dikelilingi puluhan ular.
Mimpi itulah yang membuatku hampir setiap malam terbangun dan sulit untuk tertidur lagi .
*****
Jarum pada jam menunjuk tepat pukul dua belas siang, hampir semua karyawan meninggalkan mejanya untuk istirahat makan siang, namun sepertinya aku harus menunda istirahatku untuk menyelesaikan pekerjaanku yang tertunda.
“Dimas, ga istirahat?” Tanya Nia yang bersiap meninggalkan mejanya.
“Nanti aja gampang... masih ada kerjaan nih, harus cepet kelar biar gua ga lembur...” jelasku.
“Ya udah.. gua mau makan soto, mau nitip gak?” Tawar Nia.
“Hehe.. elu emang temen paling pengertian, boleh-boleh tar gua ganti” Jawabku sambil melemparkan senyumku padanya.
“Iye.. jangan capek-capek lu...” Ucapnya yang segera meninggalkanku sendiri di ruangan kantor.
Aku kembali mengalihkan fokusku ke komputer yang berada di mejaku, masih ada beberapa data yang harus aku setorkan ke bos sebelum digunakan untuk presentasi besok.
Saat ini ruangan terasa begitu sepi, hanya suara ketikan dari komputerku saja yang terdengar. Entah, ini terlalu sepi atau memang seperti ini suasana kantor saat istirahat.
Di tengah kesibukanku aku perlahan mendengar suara-suara yang dari tadi tidak terdengar. Seperti suara kursi yang bergeser.
Merasa sedikit aneh, aku segera menoleh ke belakang dan di sana terlihat kursi kosong di ujung ruangan bergeser perlahan.
Pikirku mungkin itu hanya kebetulan kontur tanah di ruangan ini sedikit miring sehingga aku tidak menghiraukanya.
Aku meneruskan pekerjaanku tanpa mempedulikan kejadian itu, namun suara gerakan roda kursi itu sesekali masih terdengar. Kali ini semakin mendekat dan ketika aku menoleh..
Kursi itu sudah berada di belakang menghandap kearahku.
Dengan segera aku berdiri dan melihat sekitar kantor.
“Woi... siapa yang iseng?!” Teriakanku terdengar ke seluruh ruangan. Namun tidak ada suara siapapun yang menjawab panggilanku.
Segera aku meninggalkan mejaku dan mengecek ke belakang, namun sekali lagi tidak ada siapapun di sana.
Hingga akhirnya aku memutuskan mengembalikan kursi itu dan kembali bekerja.
Nia kembali sebelum jam istirahat berakhir dengan membawakan pesananku.
Aku memutuskan untuk menghabiskan nasi soto yang dibawakan oleh Nia dan baru kemudian melanjutkan menyelesaikan pekerjaanku lagi.
*****
Matahari mulai tenggelam, aku menunggu Rumi di kantin kampus tempat aku menjemputnya. Namun tidak seperti biasa, kali ini Rumi sudah terlambat hampir satu jam, aku mencoba meneleponya tapi hampir tidak ada jawaban sama sekali.
Haripun semakin malam, kampus Rumi sudah semakin sepi dengan mahasiswa yang sudah mulai pulang.
Hanya ada sedikit mahasiswa yang masih memiliki keperluan yang masih ada di kampus ini.
Aku merasa cemas hingga akhirnya memutuskan mencari Rumi di kelasnya.
Aku cukup mengenal kampus ini, karena disini juga dulu aku menuntut ilmu hingga akhirnya berhasil menyematkan gelar di ujung namaku.
Ruangan demi ruangan kulewati, namun keberadaan Rumi hampir tidak kutemukan. Beberapa kali aku mencoba untuk menelepon, namun sama sekali tidak ada jawaban.
Tanpa putus asa, aku terus mencari dan bertanya ke security penjaga kampus namun tetap saja nihil.
Sampai suatu ketika, aku melihat sosok seorang perempuan berjalan menuju lantai paling atas..
Itu Rumi..
Dari jauh terlihat Rumi berjalan perlahan dengan tatapan kosong menaiki tangga satu persatu seorang diri.
Berkali-kali aku mencoba berteriak memanggilnya namun tidak ada reaksi sama sekali.
“Rumi!! Ngapain ke atas !!” Teriaku.
Namun Rumi tetap berjalan dengan perlahan hinga tiba di lantai teratas dan melihat ke bawah melalui pembatas.
Sudah jelas... ada yang aneh dengan Rumi. Dia menaikan kakinya ke atas pagar pembatas dan berdiri dengan tatapan kosong dari ketinggian lima lantai yang saat ini bisa dengan mudah menjatuhkanya.
“Rumi? Ngapain kamu? Jangan gila!” Teriaku yang ingin segera berlari ke atas namun sudah pasti tidak akan sempat.
Dan benar, Rumi dengan wajah pucat menjatuhkan diri dari tempat itu.
“Rumiii!!! “teriaku yang tidak mengerti dengan kejadian ini
*****
“Mas... Mas Dimas kenapa?” mendadak seorang menepuk punggungku.
Aku menoleh ke belakang, ternyata itu Rumi... ia terlihat baik-baik saja seolah tidak terjadi apa-apa.
“Rumi.. kamu gapapa?“ Tanyaku yang masih bingung dengan semua kejadian ini.
“Nggak mas.. Rumi telat tadi dipanggil ke ruang dosen dijelasin revisi tugas, jadi ga bisa buka hp” Jawabnya.
Lalu, makhluk berwujud seperti Rumi yang jatuh dari lantai atas itu apa? Dan lagi, tidak ada tanda-tanda orang jatuh dari lantai atas sama sekali.
Mungkin benar kata Nia, aku harus mulai memeriksakan diri ke dokter.
“Udah-udah.. gapapa, kamu udah makan?” Tanyaku pada Rumi yang terlihat kelelahan.
“Tadi sore udah mas.. nanti makan di rumah aja” Jawabnya.
Aku memastikan sekali lagi kondisi Rumi, kupastikan tidak ada bekas luka seperti makhluk menyerupai Rumi tadi yang jatuh dari lantai atas.
Satu hal lagi yang terlihat mencurigakan, sedari tadi aku melihat sesosok perempuan yang berdiri memperhatikanku dari salah satu sudut lorong kampus seorang diri.
Aku mencoba tidak memperhatikanya dan segera bergegas kembali ke rumah.
*****
“Brak!! “
Suara yang sangat keras membangunkan tidurku. Aku menoleh pada jam dinding dan memastikan saat ini masih jam dua pagi. Dengan segera aku keluar kamar memastikan asal suara itu.
Angin dingin berhembus masuk ke dalam rumah, sepertinya berasal dari pintu rumah yang terbuka.
Aku mencoba mengeceknya dan terlihat Rumi sedang terdiam terpaku melihat ke arah luar pintu dengan wajahnya yang pucat.
“Rumi... ngapain kamu?” Tanyaku yang sekali lagi dibuat bingung oleh kejadian beruntun ini.
Aku mencoba menghampirinya dan menyentuh bahunya.
“Ngapain, buka pintu malam-malam begini? Mas tutup ya..” Ucapku.
Rumi menoleh padaku dengan perlahan, di wajahnya yang pucat terlihat air mata menetes membentuk garisan yang membelah pipinya.
“Ibu... itu ibu mas..” Ucap Rumi dengan tingkahnya yang aneh.
Aku segera mengecek keluar, namun tidak menemukan apa yang ditunjukan oleh Rumi.
“Ngga ada apa-apa Rumi.. Ibu udah ga ada, udah jangan sedih lagi” Ucapku yang langsung saja memeluk Rumi.
“Itu mas... itu ibu mas... ibu kasian” Ucapnya sekali lagi dengan menunjuk ke arah luar rumah.
Aku menoleh lagi keluar dan memastikan tidak ada siapapun disana, segera aku menutup pintu dan bersiap mengantar Rumi ke kamarnya. Namun aneh... setelah pintu tertutup aku menoleh ke belakang, Rumi sudah tidak ada di tempatnya.
*****
“Brak!! “
Suara yang sangat keras membangunkan tidurku. Aku menoleh pada jam dinding dan memastikan saat ini masih jam dua pagi.
Tunggu... apa maksudnya ini? bukanya tadi aku di luar kamar bersama Rumi? apa kejadian tadi hanya mimpi?
Dengan segera aku keluar kamar memastikan hal itu sekaligus mencari tau asal suara itu.
Beda dengan di mimpiku tadi, kali ini pintu rumah tidak terbuka. Namun suara yang keras itu terdengar sekali lagi
“Brak!! “
Kali ini suara itu berasal dari kamar Rumi. Aku segera berlari keatas dan mengecek keadaan Adiku satu-satunya .
“Rumi... Kamu gapapa?” Tanyaku sambil mengetuk pintu kamar. Namun bukan jawaban yang kuterima, melainkan suara keras yang membentur pintu kamar Rumi.
Tanpa menunggu lama segera kubuka pintu kamarnya dan semua yang kulihat di ruangan itu sama sekali tidak dapat kupercaya.
Rumi tertidur lelap di kasurnya dengan seekor ular besar menindih tubuhnya.
Ular itu setengah berdiri meliuk-liuk seolah melakukan tarian d atas tubuh Rumi.
Tak cukup sampai di situ di ujung-ujung kamar gelap itu terlihat berbagai macam sosok mengerikan seolah menikmati pertunjukan yang disajikan oleh ular itu.
Dari atas lemari Rumi terlihat nenek-nenek tua yang duduk dengan menggantungkan kakinya, di langit-langit merayap makhluk hitam bermata merah dengan lidah yang menjulur ke bawah.
Dan yang paling mengerikan adalah makhluk hitam besar berbulu di sudut ruangan, kemungkinan makhluk inilah yang menyebabkan suara besar tadi.
Aku mencoba mencubit tubuhku berharap ini semua adalah mimpi seperti kejadian tadi.
Namun sayangnya rasa sakit tetap kurasakan yang berarti semua makhluk di hadapanku ini adalah nyata.
“Rumi!! Bangun Rumi!” Teriaku.
Namun Rumi sama sekali tidak bergeming. Nyaliku juga terlalu lemah untuk menatap makhluk mengerikan sebanyak ini. Namun Rumi harus diselamatkan.
Aku mengingat pesan Paklek, seseorang yang membantuku menguburkan jasad keluargaku dengan layak di desa.
Ia sempat mengajarkan beberapa doa dan mantra unuk menghadapi kejadian seperti ini. Sepertinya ia sudah menduga kejadian ini akan terjadi.
Dengan tubuh yang lemas, aku memaksakan untuk berdiri dan membacakan doa-doa yang cukup panjang.
Mendengar suaraku, ular yang sedari tadi menari di tubuh Rumi bergerak dengan gerakan yang aneh seolah terganggu dengan doaku.
Tak lama, ular itu memilih untuk meninggalkan tubuh Rumi dan menghilang di tengah kegelapan.
Mendadak Rumit terbangun dengan wajahnya yang terlihat aneh.
“Mas Dimas... Ini apaan mas?” Tanya Rumi yang ketakutan setelah melihat sosok-sosok di kamarnya.
Aku melawan rasa takutku dan segera berlari menghampiri Rumi untuk membawanya keluar dari kamar.
Namun suara gebrakan kembali terdengar dari makhluk hitam besar di sudut ruangan.
Sepertinya makhluk-makhluk ini marah karena tontonan mereka sudah terhenti.
“Ayo Rumi... kita keluar” Ucapku sambil membantu Rumi untuk berjalan.
Sialnya makhluk-makhluk di kamar bereaksi dan mulai mengejar kami. Dengan memaksakan diri kami berlari turun ke bawah mejauh dari makhluk-makhluk itu.
Sialnya, makhluk itu terus mengejar bahkan ketika kami sudah meninggalkan kamar Rumi.
“Rumah ini sudah tidak aman Rumi... kita keluar” Ucapku yang segera disetujui oleh Rumi dengan sebuah anggukan..
Kami tidak memperdulikan apapun dan segera membuka pintu rumah.
Sayangnya di luar rumah tidak lebih baik dar di dalam.
Ternyata yang menyaksikan ular itu tadi tidak hanya makhluk di kamar Rumi. Melainkan juga berbagai macam sosok makhluk di luar yang sudah mengepung rumah kami.
Makhluk berbetuk pocong sudah menunggu di sepanjang jalan, kuntilanak yang selama ini menjadi desas desus warga sudah dengan setia menunggu di salah satu pohon di depan rumahku.
“Apa-apaan ini mas? Kenapa bisa jadi begini?” Tanya Rumi yang mulai menangis.
Aku berusaha menguatkan diri menenangkan Rumi sambil membaca doa-doa tadi. Namun itu hanya mampu untuk mengganggu mereka dan tidak mengubah niat mereka untuk pergi.
“Kita harus bagaimana mas?“
Kami semakin bingung, makhluk dari dalam rumah sudah mulai mendekati kami.
Samar-samar terlihat cahaya api mendekat menuju rumah kami. Cahaya api itu dijauhi oleh makhluk-makhluk yang mengepung rumah kami.
“Ke sini!” Ucap seorang perempuan yang wajahnya tidak asing.
Dia adalah perempuan yang sedari tadi memperhatikanku dari lorong kelas di tempat kuliah Rumi.
Terlihat tidak ada makhluk halus yang mendekat dari cahaya api yang ia nyalakan. Namun itu belum cukup untuk menghilangkan rasa curigaku pada wanita itu.
“Udah mas.. kesana aja, kita gak punya pilihan” Tangan Rumi menunjuk ke wanita itu dan memang, sepertinya itu memang pilihan terbaik saat ini.
Kami berlari menuju arah cahaya itu, dan benar saja tidak ada satupun makhluk yang berani mendekat ke arah kami.
“Udah gapapa... Seharusnya mereka gak akan mendekat” Ucap perempuan itu.
“Kalian istirahat di kontrakanku dulu aja sampai mereka semua pergi” Lanjutnya.
Aku memperhatikan perempuan itu benar-benar dan memang tidak ada yang aneh dengan penampilanya.
“Kamu siapa? Gimana kamu bisa ada di sini tengah malam buta begini” Tanyaku yang masih curiga dengan keberadaanya. Namun tidak dengan Rumi.
“Dia satu kampus sama Rumi mas, memang katanya Rumahnya deket sini...” Ucap Rumi yang segera memperkenalkan temanya itu.
“Tadi di kampus saya lihat ada yang aneh sama masnya, makanya tadi saya perhatiin terus.. dan saat saya tidur tadi ada kejadian aneh, makhluk halus penunggu di daerah sini yang selama ini tidak pernah mengganggu tiba-tiba berkumpul di satu tempat... makanya tadi saya cek...” Jelasnya.
Penjelasanya cukup masuk akal, ini artinya kemungkinan perempuan ini juga sudah sering berurusan dengan makhluk halus.
Akhirnya kami segera melanjutkan perjalanan menuju rumah kontrakanya untuk menunggu hingga makhluk-makhluk itu meninggalkan rumah kami sesuai ceritanya tadi.
Aku mencoba memperhatikan sumber cahaya itu, rupanya cahaya itu berasal dari api yang menyala dari sebuah korek api tua dengan ukiran kuno di seluruh bagianya.
“Maaf ya.. saya pindahan dari desa, desa kecil di selatan... jadi agak kurang bisa bergaul” Ucap perempuan itu pada Rumi.
“Heh.. Jangan gitu, aku juga baru pindah dari desa..“ Ucap Rumi yang ternyata bisa akrab denganya.
“Lagian aku juga tau kamu kok... Nama kamu Ismi kan?”
Perempuan itu mengangguk dengan sedikit senyuman. Mungkin ia juga merasa senang karna Rumi ternyata juga mengetahui namanya.
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya