Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JERITAN LEMBAH KERAMAT (Part 2) - Gerbang Lembah Keramat

Cukup panjang perjalananku hingga bisa mencapai tempat ini, sebuah tempat yang ditunjukan oleh penglihatanku saat berada di Kampung Srawen.


JEJAKMISTERI - Aku melewati sebuah desa, desa tua yang cukup besar dan masih didominasi dengan rumah-rumah kayu yang sebenarnya cukup bagus.

Sepertinya warga di sini masih menjaga tradisi dan budaya di tempatnya. Namun entah mengapa aku merasa ada tidak nyaman di desa ini.

“Kulo nuwun...” (Permisi) ucapku pada beberapa pemuda yang sedang asik nongkrong di sebuah warung yang akan menjadi tempatku akan melepas lelah.

“Eh.. monggo pak“ Ucap salah seorang pemuda itu dengan ramah.

Aku mengambil tempat duduk tak jauh dari mereka dan memesan segelas kopi hitam serta beberapa gorengan sebelum meneruskan perjalananku.

“Bapake bukan orang sini ya?“ Tanya pemuda itu.

“Nggih mas... mung mampir lewat, Nami kulo Bimo” (Iya mas, Cuma numpang lewat.. nama saya Bimo) Jawabku pada mereka yang terlihat cukup ramah.

“O... pantes saja saya belum pernah lihat bapaknya...“ Balas pemuda itu lagi.

Segelas kopi disuguhkan kepadaku, beberapa pisang goreng hangat yang disajikan membuatku tak sabar untuk segera melahapnya.

Perbincangan-perbincangan ringan terjadi diantara kami hingga tiba-tiba terdengar suara teriakan warga tak jauh dari tempat kami berada.

“Pak... kowe kenopo pak ? uwis pak...!” (pak... kamu kenapa pak, sudah pak...) Terdengar suara seorang ibu berteriak mencoba menghentikan suaminya yang bertingkah tidak wajar saat keluar dari rumahnya.

Kami segera berlari keluar mencari tahu apa yang sedang terjadi.

Seorang laki-laki tersungkur di tanah dengan mata yang melotot, namun terus berusaha melata di tanah seolah mencari sesuatu.

Warga yang melihat hal itu segera berkumpul dan mecoba menolong laki-laki yang bertingkah aneh itu, namun sepertinya tidak ada gunanya.

Laki-laki itu malah terlihat melotot marah seperti dirasuki oleh sesuatu.

Aku segera bergegas menghampirinya untuk mencoba menolong.

Sebuah doa kubacakan pada sebotol air dan kuminumkan pada orang itu.

“Panas...! Panas!” Laki-laki itu beteriak tepat setelah meminum air pemberian dariku dan tak lama setelahnya ia kembali tenang.

Sayangnya, masalah tidak berhenti sampai di situ, kali ini salah seorang warga yang sedang melihat kejadian ini terjatuh dan berlaku sama persis seperti pria tadi.

Aku menggelengkan kepala dan beralih menghampiri orang itu.

Namun sebelum sampai ke sana, terlihat seseorang pria tua yang terlihat cukup berwibawa menghampiri orang itu terlebih dahulu.

“Udah.. gapapa pak, itu Mbah Jiwo.. beliau yang biasa bantuin warga yang terkena masalah seperti ini” Ucap salah seorang pemuda yang berada di warung tadi.

Aku mengamati apa yang iya lakukan, Orang yang dipanggil Mbah Jiwo ni menempelkan sebuah batu berwarna hitam pada dahi warga yang kesurupan itu dan membacakan beberapa mantra.

Di penglihatanku makhluk berwujud ular dipaksa keluar dari tubuh warga itu dan menghilang masuk ke sebuah batu yang ditempelkan oleh Mbah Jiwo ke dahi warga itu.

Tak lama kemudian warga yang kesurupan tadi segera sadar seolah tidak terjadi apa-apa.

Aku cukup takjub melihat apa yang orang itu lakukan dan segera menghampirinya, mungkin saja ia mengetahui tentang apa yang menjadi tujuanku ke sini.

“Wah.. bapak bukan warga sini kan? Terima kasih banyak sudah membantu tadi..” Ucap Mbah Jiwo yang lebih dahulu menyambut kehadiranku.

“Nggih Pak, Saya Cuma kebetulan numpang lewat... Nama saya Bimo, melihat ilmu bapak kalau diijinkan saya ingin bertanya beberapa hal, terkait tujuan perjalanan saya..” Tanyaku pada Mbah Jiwo.

“Oh.. iya pak, Nama saya Jiwo.. tapi kita bicara di rumah saya saja ya sudah mau maghrib” Ajak Mbah Jiwo yang ternyata tidak kalah ramah dengan warga-warga tadi.

Aku segera membayar jajananku di warung dan mengikuti beliau menuju rumahnya di ujung desa.

Terlihat di sana sebuah rumah kayu yang megah dengan ukiran-ukiran ornamen yang cukup indah di tengah halaman yang cukup besar. Sayangnya dibalik kemegahan itu terdapat hal yang mengerikan di sana.

Bebagai macam makhluk halus berkumpul di halaman rumah Mbah Jiwo, mulai dari hewan-hewan ghaib hingga makhluk berwujud raksasa... namun yang paling menarik perhatianku adalah sesosok makhluk besar berkepala kerbau yang sedari tadi memandangku.

“Sudah gapapa Pak Bimo, nanti saya ceritakan di dalam siapa makhluk-makhluk itu..“ Ucap Mbah Jiwo yang segera membukakan pintu untuku.

Ruang tamu rumah Mbah Jiwo cukup besar, beberapa benda yang kuduga adalah pusaka banyak menggantung di dinding ruanganya. Mirip seperti ruangan praktek dukun, namun ini lebih terasa nyaman dan tidak begitu mengerikan seperti di luar.

“Maaf Mbah Jiwo, malah jadi ngerepotin..” Ucapku pada Pak Jiwo yang mengantarkan segelas teh hangat dan beberapa cemilan padaku.

“Pak Bimo mau ke lembah keramat di ujung desa itu ya?” Tanya Mbah Jiwo yang sudah menebak tujuanku.

“Iya pak... ada yang harus saya cari tahu di sana” Jawabku.

“Syukurlah.. Sudah saya duga kalau bapak orang baik, kebanyakan orang luar yang datang kesana selalu bertujuan mencari ilmu atau pesugihan” Cerita Mbah Jiwo.

Aku mulai mengerti arah pembicaraan ini. Sebelum Mbah Jiwo salah paham, aku menceritakan semua kejadian di desa srawen yang akhirnya menuntunku menuju tempat ini.

Aku menceritakan padanya mengenai desa srawen yang seluruh warganya mati mengenaskan oleh santet yang dikirimkan oleh orang sakti bernama “Topo Ulo”. Cerita mengenai Dimas dan Rumi yang selamat dari kejadian itupun aku ceritakan.

Sayangnya, walaupun selamat keberadaan Rumi seperti masih diincar oleh sosok lain yang lebih berbahaya seolah ada sesuatu pada Rumi yang membuatnya menjadi incaran.

Dimaspun mendapat petunjuk dari mimpinya mengenai sebuah tempat pemandian yang menurut mimpinya berada di tempat ini.

“Betul Pak Bimo... di tempat ini memang ada pemandian keramat, tapi untuk ke sana sepertinya bukan perkara mudah...” Balas Pak Jiwo.

“Makhluk yang kamu lihat di halaman rumah ini, sebelumnya adalah penunggu asli Lembah itu.. namun sudah beberapa tahun ini ada kejadian yang membuat mereka mengamuk dan mengganggu warga desa..” Lanjutnya.

Aku mencoba mencerna apa yang dimaksud Pak Jiwo, namun sebelum berfikir terlalu jauh tiba-tiba terdengar suara dari luar rumah.

“Mbah Jiwo... Mbah jiwo.. Tolong Mbah!” Teriak warga yang segera menghampiri kami.

Mbah jiwo segera meninggalkanku dan menghampiri warga yang berbondong-bondong datang dan menanyakan tujuan mereka.

“Itu Mbah... makhluk itu muncul lagi!” Ucap Salah satu warga.

Tanpa bertanya lebih jauh Mbah jiwo masuk ke dalam rumah dan mengambil beberapa benda.

“Pak Bimo, tunggu di sini aja ya... Saya tinggal sebentar” Ucapnya padaku.

Aku yang penasaran dengan apa yang terjadi segera berdiri dan tidak menghiraukan ucapan Pak Jiwo.

“Ndak pak.. saya ikut” Bantahku yang segera mengikutinya.
Warga menunjuk ke sebuah kandang ternak yang berbatasan dengan pepohonan menuju perbatasan lembah. Terlihat di sana warga dengan membawa obor mencoba menghalau sesosok makhluk yang mencoba masuk ke desa.

Terlihat di sana makhluk dengan tinggi dua kali tubuh manusia biasa dengan rambut panjang menutupi kulit tubuhnya yang penuh borok.

Dengan sebuah ayunan tangan, makhluk it berhasil melukai salah satu warga hingga tersungkur. Ceceran darah terlihat dari bekas luka itu.

Seolah tidak mau melewatkan kesempatan, setan itu melompat menuju orang yang terluka itu, memamerkan giginya yang tajam seolah bersiap memakanya.

Beruntung Mbah Jiwo segera sampai ke tempat pemuda yang terluka itu, mengambil sebuah cambuk dan menyabetkanya ke arah makhluk itu. terlihat kilatan cahaya hitam dari cambuk Mbah Jiwo yang membuat makhluk itu kesakitan.

Aku segera menghampiri warga desa yang terluka, membacakan beberapa mantra penyembuh untuk menutup lukanya.

Setan itu masih bersikeras mencoba masuk ke desa menyerang membabi buta hingga membuat Mbah Jiwo kerepotan. Semakin banyak warga yang terluka akibat serangan setan itu yang membabi buta hingga aku memutuskan untuk iku turut campur dalam pertarungan ini.

Sebuah mantra kubacakan hingga sebuah kobaran api kecil berwarna putih muncul dihadapanku. Dengan beberapa kali putaran tangan aku berhasil mengendalikan api itu dan semakin membuatnya bertambah besar.

“Mbah Jiwo...!” Teriaku memberi isyarat.

Mbah Jiwo menoleh ke arahku dan melihat kobaran api yang melayang di tanganku. Ia segera mengerti dan mundur dari pertarungan.
Aku menggantikan posisinya dan menerjang makhluk itu, dengan cepat api yang kubuat berhasil menyentuhnya hingga semakin membesar membakar tubuhnya.

“Ilmu yang luar biasa...” Ucap Mbah Jiwo. Sepertinya ia belum pernah melihat ilmu Geni Baraloka seperti yang kumiliki.

Namun sesuatu yang aneh terjadi, setelah mahkluk itu terbakar muncul sosok menyerupai manusia dari setan yang terbakar oleh kobaran api itu. Cakarnya menghilang, tubuhnya menciut hingga berukuran normal seperti manusia biasa.

“Mbah Jiwo.. apa maksudnya ini?“ Tanyaku pada mbah jiwo yang mungkin saja mengerti.

Ia tidak menjawab dan segera menghampiri orang itu.

“I...itu kan, orang yang datang ke desa ini beberapa bulan lalu...“ Ucap salah seorang pemuda yang mengenali wajah orang itu.

“Maksud kamu apa mas? Coba jelaskan..” Perintah Mbah Jiwo.

Pemuda itu mendekat dan memperhatikan tubuh manusia yang tergeletak itu.

“Iya... benar, ini pemuda yang dulu pernah melewati tempat ini untuk mencari ilmu di lembah keramat” Cerita pemuda itu.

Aku dan mbah Jiwo saling menatap seolah mengambil sebuah kesimpulan.
Warga berinisiatif menolong orang itu dan berencana menanyakan apa yang terjadi sehingga dia bisa berubah menjadi setan dan mengamuk di desa.

Sebelum sempat membereskan yang terjadi di tempat ini, sayup-sayup terdengar suara dari arah lembah itu.

“Tolonggg...“
“Sakiiittt...”

Suara rintihan berbagai makhluk terdengar seperti jeritan yang meminta pertolongan, namun sama sekali tidak ditemukan wujud dari suara itu.
Semakin kencang angin berhembus, semakin jelas suara yang terdengar dari lembah itu. Seperti suara banyak orang yang kesakitan.

“Mbah... Suara ini lagi..” Ucap seorang pemuda yang menghampiri Mbah Jiwo.
Mbah Jiwo mengangguk mengerti maksudnya.

“Sudah sekarang kalian semua kembali ke rumah, tolong urus orang ini hingga benar-benar pulih” Perintah Mbah Jiwo.”

Suara itu semakin terdengar dari arah lembah. Aku yang tidak tahan dengan suara rintihan itu segera berlari menuju lembah mencari tahu apa yang terjadi. Aku harus memastikan sendiri apa yang ada di lembah itu.

Mbah Jiwo yang melihatku berlari merasa khawatir dan segera menyusul.
Semakin mendekati lembah, suara jeritan itu terdengar semakin jelas dari seluruh penjuru hutan yang kulewati namun tidak ada satu sosokpun sumber dari suara itu.

Aku terus berlari sampai akhirnya terhenti di perbatasan hutan yang tertutup oleh kabut. Saat menyentuh kabut itu sebuah penglihatan masuk ke fikiranku.

Mayat yang tergantung...

Enam buah kepala ditumbalkan...

Perang Santet antar dukun...

Hingga ‘Banjir Getih’ dari kematian warga-warga desa di lembah ini...

Semua masih samar dan tidak begitu jelas, seolah pernah ada sebuah desa di lembah ini yang mengalami bencana.
Sialnya saat aku membuka mata hal yang aku takutkan terjadi.

Dari dalam kabut muncul berbagai sosok makhluk berbentuk pocong dan mayat hidup yang menangis rintih meminta pertolongan.
Aku mencoba menggunakan ilmu geni baralokaku pada salah seorang dari makhluk itu, sayangnya seekor ular yang melilit makhluk itu mampu menahan seranganku.

Saat ini di tengah hutan yang gelap... puluhan makhluk merintih kesakitan meminta pertolongan kepadaku. Rintihan mereka membuatku tidak mampu memutuskan apa yang harus kulakukan. sampai sebuah suara cambuk terdengar di belakangku.

“Pak Bimo.. hati-hati” Teriak Mbah Jiwo yang berhasil menyusulku.
Di ujung cambuknya terlihat seekor ular yang telah terbelah. Sepertinya ular itu mencoba menyerangku saat sedang kebingungan.

Tak cukup sampai di situ, dari kedalaman kabut perlahan muncul seorang wanita cantik berpakaian keraton namun dengan sekumpulan ular yang melilit di tubuhnya.
Cantik... cantik sekali, namun senyumnya terlihat begitu mengerikan.

“Bawa anak itu ke sini.. perjanjian tumbal harus di selesaikan” Ucap wanita itu.
Entah, Aku segera mengerti yang ia maksudkan... Ia menginginkan Rumi. Ada yang istimewa dari anak itu hingga makhluk sekuat ini mengincarnya.

“Tidak... tidak ada satupun alasan untuk menyerahkanya pada iblis sepertimu” Balasku.

Makhluk itu tetap tersenyum dengan anggun.

“Anak itu sudah menjadi hakku bahkan sebelum ia dilahirkan... Bencana besar akan menimpa orang-orang terdekatnya hingga ia kembali ke sini. Dan kamu akan tetap di sini sampai ia datang…”

Hawa dingin mulai menusuk tubuhku, angin berhembus dengan begitu kencang.

“Pak Bimo lari!!!” Teriak mbah Jiwo yang mulai merasakan keanehan.

Terlambat... dari atas pohon berjatuhan berbagai jenis Ular, di kegelapan hutan muncul ular-ular besar mengelilingi tempatku berada saat ini.
Mbah Jiwo menggunakan cambuknya mencoba menyerang ular-ular itu untuk menolongku, namun jumlahnya terus bertambah.

Sama sekali tidak dapat kutemukan jalan keluar dari kondisi ini.
Aku mengambil Keris Sukmageni yang sudah tidak memiliki kekuatan dan melemparkanya kepada mbah Jiwo.

“Mbah jiwo.. Aku titip ini!“
Mbah jiwo menerima keris itu tanpa mengerti maksudku.

“Serahkan keris itu pada anak yang kuceritakan, Sukmaku akan membimbing mereka..” Aku tidak bisa berbicara lebih banyak lagi, ratusan ular sudah mengepungku dari berbagai penjuru.

Ajian muksa pangreksa kubacakan untuk melindungiku dari niat jahat ular-ular ini. aku mengambil posisi meditasi untuk melindungi diri dari berbagai serangan fisik dan ghaib yang menghampiriku satu persatu.

Dalam keadaan bingung Mbah Jiwo mulai mengerti setelah melihat pemandangan mengerikan di depanya. Ia melihat tubuhku dikelilingi ratusan ular dan puluhan makhluk ghaib yang menjaga dari ujung-ujung hutan.

“Aku mengerti... Akan kucari cara untuk membebaskanmu, Takkan kubiarkan Orang baik sepertimu mati ditangan makhluk itu!”
Ucap mbah jiwo yang segera berlari meninggalkanku menerobos hutan yang dipenuhi ratusan ular.
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close