Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JERITAN LEMBAH KERAMAT (Part 3) - Kisah Kampung Srawen

“Rumi... kita gak bisa begini terus, kejadian semalem bener-bener udah parah, mas gak mau kejadian seperti di kampung terulang lagi” Ucapku pada Rumi yang masih tidak mengerti tentang kejadian semalam.

“Iya mas.. Rumi juga takut. Tapi Rumi juga gak tau harus gimana..” Jawabnya dengan cemas.

Dua gelas minuman hangat disajikan oleh Ismi yang berbaik hati memberikan kami tumpangan di kontrakanya setelah menolong kami semalam.

“Ismi, kamu bisa bantu kami gak? Mungkin aja kamu mengerti tentang permasalahanku” Tanya Rumi pada Ismi.
Ismi hanya menghela nafas dan menggeleng.

“Seandainya mbahku masih ada mungkin aku bisa membantu, namun sekarang aku gak lebih dari perempuan biasa yang kebetulan saja bisa melihat makhluk itu” Jelas Ismi.
Perempuan biasa? Bisa melihat hal ghaib dan tidak ketakutan menurutku adalah hal yang sangat luar biasa.

“Ismi.. terima kasih ya, kalau gak ada kamu semalem kita ga tau harus ngapain..” Ucapku pada Ismi.

“Sebenernya ada satu hal lagi yang saya ingin tau... akhir-akhir ini saya sering mendapatkan mimpi yang menunjukan sebuah pemandian kuno di tengah hutan dan banyak ular yang mengelilingi pemandian itu... mungkin kamu ada petunjuk soal ini?”

Ismi berfikir sejenak, mencoba mengingat barangakali ia mengerti sesuatu tentang hal itu.

“Kalau soal pemandian dan ular, saya belum ada petunjuk.. tapi dari cerita Mas Dimas bisa jadi mimpi itu merupakan petunjuk atas sesuatu..“ Jawab Ismi.

“Pemandian? Ular?..“ Tiba-tiba Rumi menggumam.

“Mas.. Rumi sedikit ingat waktu desa diserang oleh santet... ada kejadian yang mungkin ada hubungan dengan dua hal itu”
Kali ini Rumi mencoba menceritakan apa yang ia alami.


JEJAKMISTERI - Kampung Srawen...
Sebuah kampung kecil di pinggiran kota yang terletak di Jawa timur. Walaupun bukan kampung yang besar, setidaknya ujung jalan kampung ini masih dilalui kendaraan umum yang menuju desa yang lebih besar di sebelah kampung kami.

Mungkin karena letaknya dikelilingi hutan-hutan kecil, kampung kami jarang sekali dikunjungi oleh warga dari desa lain. Kecuali bila memang mereka memiliki kerabat di sana atau pedangang keliling yang kebetulan melintas.

Hari ini warga Kampung Srawen beraktivitas seperti biasa. Beberapa ada yang mencari makan ternak dan ada yang mengurus kebun mereka.
Saat itu aku sedang membantu ibu untuk menimba air di sumur. Saat itulah tiba-tiba seorang warga tiba-tiba berlari menuju desa.

“Ularrr!... Tolong pak, di kebun saya banyak ular...” Ucap pemuda itu.

Warga yang mendengar teriakan orang itu segera berlari dan mengecek ke kebun pemuda itu, dan benar sangat banyak ular yang mengelilingi kebun itu dan bersiapa memasuki desa.

Sebagian warga mengambil obor dan mencoba mengusir ular-ular tersebut namun ternyata semakin banyak ular yang mencoba memasuki desa melalui tempat yang lain.
Di tengah kepanikan itu, tiba-tiba seorang pria tua berpakaian hitam yang tidak dikenal muncul dari luar desa.

“Ora sopan... Mereka jatahku!” Ucap orang itu yang dengan santai melemparkan garam yang sudah ia bacakan berbagai mantra ke arah ular-ular itu. Ajaibnya ular-ular itu segera pergi tanpa perlawanan.

Hari berlalu tanpa ada seorangpun warga yang mengetahui siapa orang yang mengusir ular itu. Namun ada yang mengatakan pria tua itu kembali pada malam hari dan terlihat di dekat sumur.

Seperti biasa, aku dan ibu melakukan rutinitas menimba air di sumur sementara bapak bekerja dengan membantu di ladang tetangganya.
Sayangnya sebelum sempat sampai di sumur seekor ular muncul dari dalam semak-semak dan dan menyerangku dan ibu.

Tanpa menunggu lama racun dari ular itu bereaksi dan membuat kami terjatuh.
Warga berlari menolongku, namun hal aneh terjadi. Sebelum aku kehilangan kesadaran aku melihat Ibunya mengamuk seperti kesurupan.

Ia menyerang siapapun yang mendekat, sampai bapak datang dan mencoba menahan Ibu di bangunan tua di belakang rumah.
Entah beberapa kali aku pingsan dan kembali sadar, setiap kehilangan kesadaran seperti sebuah mimpi memperlihatkanku perbincangan antara dua makhluk mengerikan.

Salah satunya seperti orang yang mengusir ular kemarin dan mirip seperti sosok yang sering diceritakan warga..
Topo Ulo...

“Mereka jatahku, jangan kau sentuh mereka...” Ucap Topo Ulo di tengah kegelapan itu.

Perlahan sesosok wanita berpakaian keraton muncul dihadapanya. Sosok ular-ular mengerikan muncul dari kegelapan mengelilingi mereka berdua.

“Leluhurnya sudah membuat perjanjian denganku, tidak ada satupun kesempatanmu mendapatkanya...”

Setelahnya tidak ada perbincangan diantara mereka, hanya terlihat ular-ular yang mengabdi kepada mereka saling memakan satu sama lain.
Tiba-tiba aku tersadar di tengah malam. Terdengar suara yang ramai dari luar rumah yang membuatku semakin bingung.

Aku memaksa tubuhkku untuk berjalan keluar rumah, di sana sudah bergelimpangan tubuh warga desa. Dan yang mengerikan, jasad mereka terbaring dengan darah yang mengalir dari setiap lubang tubuh mereka.
Beberapa yang masih hidup mencoba membantu.

Tapi seperti sedang menunggu waktu, Satu persatu dari merekapun mati dengan cara yang sama.
Tiba-tiba Bapak masuk menerobos ke rumah dan buru-buru mengambil sesuatu dari dalam lemari. Tanpa berbicara apa-apa bapak menggendongku, dan membawaku ke bangunan belakang tempat ibu berada.

“I... ibu” Aku mencoba berbicara pada ibu yang hanya terdiam di sudut gelap bangunan itu.
Namun bukan menjawab, ibu hanya menggeram dan mengamuk ke arah kami.

Beruntung bapak memasangkan rantai yang dibalutkan kain ke kaki ibu agar ia tidak melukai kami.

“Bapak.. apa maksud ini semua” Tanyaku.

Bapak menghela nafas sambil mempersiapkan sesuatu.

“Leluhur ibumu pernah melakukan perjanjian dengan makhluk berbahaya saat masih tinggal di desanya dulu.. bapak pikir dengan pindah ke kampung bapak di sini, kita akan aman...” Jelasnya.

“Bapak tidak menyangka malah ada bencana lain di desa ini...“

Bapak membentuk sebuah gumpalan berwarna hitam dan menghampiriku.

“Semoga dengan ini kamu bisa selamat”

Itu adalah kata-kata terakhir bapak sebelum ia memasukan benda itu kedalam mulutku dan membuatku menahan rasa sakit yang masuk ke tenggorokanku.

Tak lama setelahnya sesuatu yang terjadi kepada warga juga terjadi kepada Bapak. Darah menetes dari lubang mata, hidung dan telinganya hingga ia terjatuh di tanah.

Aku menangis dengan sisa tenaga yang ada padaku, samar-samar terlihat sosok dua ular besar masuk menghampiri tempat ini.
Tidak ada hal lain yang kuingat setelahnya sampai Mas Dimas datang menyelamatkanku di sebuah goa bersama Mas Danan dan Mas Cahyo.

*****

Cerita yang cukup panjang terdengar dari Rumi, aku tak menyangka adiku mengalami hal semengerikan ini sementara aku hidup tenang di kota ini.
Ismi terlihat mencoba menenangkan Rumi yang terlihat masih Trauma dengan kejadian itu.

“Mas Cahyo itu... temanya mas ardian bukan? Muridnya seseorang yang sering dipanggil Paklek”

Tiba-tiba Ismi menanyakan hal yang tidak pernah kuduga.

“Kamu kenal Cahyo sama Paklek?” Tanyaku pada Ismi.

Ia hanya menggeleng. Namun ia menceritakan suatu kejadian saat ia menelepon penyiar radio tengah malam yang berusaha mencari benda bernama Tabuh waturingin untuk menolong Cahyo dan Paklek.

“Saat di rumah mbah, Mas ardian nelpon seorang pria bernama cahyo dan Paklek... katanya korek api ini juga sebenarnya milik paklek..”

Aku menoleh pada Rumi dan sepertinya kami mengambil kesimpulan yang sama.

“Benar... aku ingat, cahaya api di korek itu mirip ilmu yang digunakan paklek” Aku mengatakan itu dengan raut muka yang sedikit senang.
Sekarang tidak ada lagi kecurigaanku pada Ismi. Kalau dia pernah menolong Cahyo dan Paklek, berarti dia memang benar-benar orang baik.

Cukup lama kami berfikir, namun tidak ada jawaban dari ujung permasalahan ini.

“Apa... kita harus ke kampung ibu?” Ucap Rumi tiba-tiba.

Aku mencoba mengingat cerita dari orang tua kami tentang kampung asal ibu yang terletak di sebuah lembah.

“Tapi kata bapak, kampung ibu sudah ga ada...“ Balasku pada Rumi.

“Mungkin kita bisa kesana dan mencari tahu dari warga sekitar...“ Entah mengapa Rumi terlihat begitu ngotot untuk pergi ke sana.

Sebenarnya semenjak kejadian yang menimpa Rumi aku sudah punya pikiran untuk mencari tau tentang kampung ibu, namun paklek melarangku.
Paklek berjanji akan mencari tahu tentang tempat itu sementara aku memulihkan kondisi mental Rumi terlebih dahulu.

Mungkin ini sudah waktunya untu menyusul Paklek.

“Ya sudah.. sabtu ini kita ke sana...” Ucapku pada Rumi.

Rumi terlihat lega ketika aku sepakat, namun tetap terlihat rasa khawatir di wajahnya.

“Apa kalian punya kenalan yang bisa membantu apabila terjadi sesuatu?” Tanya Ismi.

Aku mengecek layar Handphoneku dan jariku terhenti di sebuah nama.. Mas Danan.

“Seharusnya Danan bisa membantu, namun saat ini dia sedang mencari cara untuk menyelamatkan Cahyo... rasanya tidak mungkin kita meminta tolong padanya” Jawabku.

Rumi mengangguk setuju, sepertinya kami memang tetap harus menghadapi resiko perjalanan ini sendiri.
Ismi terlihat bertingkah sedikit aneh, ia menoleh ke beberapa arah seolah mencari sesuatu.

“Kenapa Ismi...?” Tanya Rumi padanya.

“Sepertinya kalian memang harus ke sana, sudah ada yang menunggu kalian...” Ucap Ismi.
Aku dan Rumi heran dengan ucapanya yang muncul secara tiba-tiba.

“Aku akan ikut dengan kalian, walaupun aku tidak punya ilmu sehebat mas cahyo... setidaknya aku bisa menjadi perantara kalian dengan seseorang yang memberiku petunjuk ini” lajutnya.

Entah kami harus senang atau khawatir, keberadaan Ismi yang bisa berkomunikasi dengan makhluk halus memang akan sangat membantu kami. Namun kami juga tidak mau terlalu melibatkan Ismi dengan permasalahan kami yang bisa saja membahayakanya.

“Kamu benar mau membantu kami?” tanyaku pada Ismi.
Ia mengangguk seolah tidak ragu dengan keputusanya.

“Entah, setelah mendengar cerita mengenai orang-orang seperti Mas Cahyo, Mas Danan dan Paklek yang siap membantu siapa saja aku seperti merasa memiliki tanggung jawab atas kelebihan yang aku miliki ini..“ Jelas Ismi.

“Jangankan saya... Mas Ardian dan kawan-kawanya, mereka yang tidak memiliki kemampuan dalam hal ghaibpun sampai bisa tergerak dengan perbuatan mereka”

Aku mencoba memahami yang diucapkan oleh Ismi. Memang, setelah melihat apa yang Danan, Cahyo dan Paklek lakukan, aku juga jadi berharap bisa membantu orang lain seperti yang mereka lakukan.

“Ya Sudah... Terima kasih banyak ya, yang pasti kita harus tetap tau batasan masing-masing” Perintahku.

Kami bertiga sepakat. Perjalanan ini pasti akan cukup berbahaya, namun dengan adanya Ismi mungkin resiko itu bisa kita minimalisir.

“Aku akan meninggalkan pesan untuk Nia teman kantorku untuk berjaga-jaga apabila sampai terjadi apa-apa, dan mungkin aku juga kan mengirim pesan pada Danan... sekedar memberi informasi” Ucapku pada mereka.

Memang setelah kepergian kedua orang tua kami, tidak ada lagi orang dekat yang kami miliki selain mereka.

“Ismi.. mungkin kamu juga bisa memberi kabar ke orang tuamu juga supaya mereka tidak khawatir” Perintahku pada Ismi.

“Saya sudah tidak punya orang tua mas, selama ini saya tinggal sama mbah...” Jelasnya.

Kupikir setelah mengatakan itu wajahnya akan terlihat sedih, namun ternyata yang terlihat hanyalah wajah wanita kuat yang mampu menjalani semua beban hidupnya.

“Tapi saya akan ngabarin kenalan saya, mereka yang membiayai tempat tinggal dan biaya kuliah saya... Mas Ardian dan teman-teman dari Radio tengah malam..”
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close