Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TUMBAL SEWU NDAS (Part 9)


JEJAKMISTERI - Tak kuat lagi Mbah Han menahan bau menyengat amis dan anyir yang mengaduk perutnya. Meski rasa takut menyirat jelas di wajah, akhirnya Mbah Han memaksa tubuhnya untuk bangkit.

Namun, keheningan setelahnya dirasa Mbah Han. Tak ada apapun, tak ada siapapun di belakangnya. Bau amis dan anyir juga tak lagi menusuk hidungnya.
Aneh, pikir Mbah Han. Padahal jelas sekali suara lirih dan bau itu berasal dari belakangnya. Dan ia hafal betul dengan suara merintih dari seorang wanita, di yakininya milik Diyah.

Mbah Han terduduk di pinggir ranjang. Merenungi bayangan Diyah, yang tiba-tiba saja menembus benak dan pikirannya.

"Sreekk... Criing... Sreekk... Cringgg... Sreekk... Cringg...."

Sejenak Mbah Han mengalihkan renunganya tentang Diyah. Saat telinganya terganggu langkah kaki bersamaan suara gemerincing layaknya besi saling berbenturan.

Mbah Han menajamkan pendengarannya. Mengikuti suara yang masih jelas, seperti tengah mengitari di luar rumah.
Tapi sebentar kemudian, suara itu menghilang berganti tangisan lirih kembali, berasal dari balik tembok kamar, tepatnya di ruang tamu yang bersebelahan dengan kamarnya.

Lama Mbah Han membiarkan tangisan itu terus menerus mengaduk pikirannya. Ia mencoba bertahan dengan anggapan jika itu hanyalah sebuah gangguan yang sudah beberapa kali dirinya alami.
Akan tetapi, sampai pada detik suara tangisan berubah rintihan di sertai kalimat umpatan, Mbah Han akhirnya memutuskan untuk keluar.

Perlahan Mbah Han membuka pintu dan melangkah terjinjit, seakan ingin benar-benar membuktikan dan melihat sosok pemilik suara itu. Sampai pada sudut tembok berbatasan dengan ruang tamu, langkah pelannya terhenti serta wajah seketika memucat.

Tubuhnya dingin, merinding, menatap ngeri pada sesosok wanita yang tengah duduk berselonjor terikat rantai-rantai putih mengkilap.
Rambutnya acak-acakkan selaras wajah dan bagian-bagian tubuh lainnya yang di penuhi luka. Luka seperti borok, melelehkan cairan hitam kental berbau amis anyir menyengat.

"Diyah!"
Bergetar suara lirih Mbah Han. Menyebut sosok wanita berwajah sama persis dengan Diyah.

Sesaat sosok itu diam tertunduk. Sebelum menatap Mbah Han dengan sebuah seringaian dan geraman menakutkan.

"Loro! Loro rasane Iki Mbah Han! Patiku seng bakal teko mergo ingkare turunmu!" (Sakit! Sakit rasanya ini Mbah Han! Kematianku yang akan segera datang gara-gara ingkarnya anakmu)

"Nanging, turunmu iku, yo bakal melu ngancani aku!" (Tetapi, anakmu itu, akan ikut menemani aku!)

Mbah Han mundur selangkah, wajahnya mempias dan terasa menebal. Mendengar ucapan sinis sosok menyerupai Diyah.

"Ojo tok gawe tambah dowo urusanmu iku! Cukup, bojo lan putuku seng wes dadi korban seko bapakmu biyen, Yah!" (Jangan kamu buat tambah panjang urusanmu itu! Cukup, istri dan cucuku yang sudah jadi korban dari bapakmu dulu, Yah)

Bergejolak jiwa Mbah Han saat itu. Membayangkan ucapan sosok Diyah yang akan membawa serta Zul dan Wiwik, dalam kematiannya.

Tawa ngikik namun menyayat seketika keluar dari bibir sosok Diyah. Sorot matanya berubah tajam menatap Mbah Han yang mulai gemetar.

"Ojo tok pikir putumu iku aku seng gowo batur patine! Iku ngunu dudu salahe sopo-sopo. Mergo turunmu dewe seng gelem lilo masrahke. Nanging saiki, wes gak berlaku kanggoku. Mergo tetesan geteh abang sesembahan wiwitane karo aku, tegel nuker, di walek dadi ireng!" (Jangan kamu kira cucumu itu aku yang membawa sukma kematiannya. Itu semua bukan salah siapa-siapa. Karena anakmu sendiri yang mau dan rela menyerahkannya. Tetapi sekarang, sudah tak berlaku buatku. Sebab tetesan darah merah persembahan yang di awali dengan saya, tega menukar, di rubah menjadi hitam!)

"Zul! Apakah dia melakukan...?" Tak sanggup Mbah Han meneruskan kata-katanya. Darahnya mendidih, setelah mencerna kalimat-kalimat yang di lontarkan sosok Diyah tentang apa yang sebenarnya terjadi selama ini, adalah karena Zul telah ikut melakukan persekutuan dengan sepasang Iblis penguasa yang menghuni Bendungan.

Tak percaya, tak terima rasanya hati Mbah Han mendengar semua itu. Amarahnya tergelak kuat. Bersusul pancaran kengerian di wajahnya, mengingat akan resiko yang bakal di tanggung bila benar Zul, sudah mengikat perjanjian dengan penguasa bendungan.

"Kamu bohong, Diyah! Tak mungkin Zul, melakukan itu!" Kali ini suara Mbah Han terdengar tegas. Menunjukan rasa takutnya pada sosok mengerikan Diyah, terkalahkan dengan kecemasan suatu kebenaran.

"Lepaskan rantai ini, baru akan saya tunjukan kebenaran ucapanku, Mbah," sahut sosok Diyah, memberikan suatu penawaran.

Mbah Han terdiam, menatap rantai putih mengkilap yang membelenggu kuat pergelangan tangan dan kaki sosok Diyah, hingga membuat kulitnya mengelupas dan terlihat daging serta putih tulangnya.

Awal Mbah Han terlihat ragu. Seperti menimbang ucapan sosok Diyah, yang sedang menatapnya penuh harap. Sampai akhirnya, ringisan memilukan di sertai kata-kata lirih dari bibir sosok Diyah, bagaikan sebuah kekuatan, membuat kaki Mbah Han selangkah demi selangkah mendekat.

Sebentar saja Mbah Han sudah berada di hadapan sosok Diyah. Tangannya menjulur pelan, mengarah pada pergelangan kaki. Namun, belum sempat ia menyentuh rantai itu, cepat-cepat ia tarik kembali, saat satu suara keras dari arah pintu depan yang tiba-tiba terbuka, menyadarkannya.

"Jangan lakukan, Mbah Han!"

Mbah Han seketika tersurut mundur. Segera ia menepi ke sisi kanan pintu, di mana sosok Mbah Malik yang telah menyadarkannya, berdiri dengan tatapan nyalang.

"Melepaskan rantai itu, sama saja kamu bunuh diri!" ucap Mbah Malik lirih, sambil melirik Mbah Han yang masih begitu tegang.

"Iblis memang selalu punya seribu tipu muslihat, untuk menipu manusia. Dia hanya Badalnya Diyah. Badal dari raga yang sudah terpisah dengan sukma. Jika rantai itu terlepas, maka sukmamu yang akan menjadi gantinya." Lagi, Mbah Malik menjelaskan, semakin membuat urat wajah Mbah Han mengencang.

Mbah Malik yang saat itu masih berdiri di ambang pintu, berjalan maju, mendekati sosok Diyah. Akan tetapi, tinggal berjarak tiga langkahan, ia kembali menarik tubuhnya mundur, saat sosok Diyah mendadak tertawa keras seraya menjejakkan kedua kakinya yang terbelenggu, di lantai. Menimbulkan suara gemerincing dan benturan-benturan begitu kuat menggoncang. 

Mbah Malik yang seketika terlihat panik, segera menarik lengan Mbah Han keluar. Melangkah dengan cepat, menjauhi rumah yang telah berubah mencekam. Tak hanya kecemasan saat itu di rasa Mbah Han. Tapi juga kengerian teramat sangat. Manakala mendapati puluhan sosok berwajah putih dengan bola mata menggantung sudah berdiri di luar rumahnya. Andaikan tak bersama Mbah Malik, mungkin ia sudah pasti roboh, melihat wujud mereka, yang entah dari mana datangnya.

Kakinya terus mengikuti langkah cepat Mbah Malik, hingga beberapa saat lamanya. Sebelum nafasnya yang sesak tersengal, sedikit longgar ketika menyadari telah berada di kediaman sederhana Mbah Malik.

Tampak bulir-bulir bening mengaliri pipinya yang terlihat keras dengan beberapa kerutan menghias. Mencerminkan satu perasaan yang membaur, tanpa mampu ia ucapkan dengan kalimat. Membuat Mbah Malik, yang juga baru saja terlihat lega, sejenak ikut hanyut dalam suasana hati Mbah Han.

"Apa Mbah Han tadi melihat puluhan mahluk berwajah putih di luar?" tanya Mbah Malik, memecah keheningan ruang pribadi dalam rumahnya.

Mbah Han mengangguk, tanpa tau arah tujuan pertanyaan Mbah Malik.

"Itu artinya, ucapan sosok badal Diyah benar adanya. Jika Zul, sudah melakukan kemusrikan, bersekutu dengan Iblis."

Tubuh Mbah Han terasa lunglai, mendengar ucapan Mbah Malik, tentang kebenaran yang sempat ia ragukan. Kini, bukan saja jiwanya terguncang hebat. Tapi, batinnya ikut hancur luluh, dengan apa yang sudah di lakukan Zul, anak satu-satunya...
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close