Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

WIDARPA DAYU SAMBARA (Part 1)

Suara deru peperangan telah berlangsung selama tujuh belas hari.

Perebutan wilayah Setra Geni sudah hampir mencapai puncaknya ketika pasukan dari ketiga patih terbaik utusan Prabu Arya Darmawijaya berhasil melumpuhkan prajurit kerajaan yang berkuasa terhadap wilayah itu.


JEJAKMISTERI - "Andaka! Buka Jalan!" Perintah Patih Gardapati yang bersiap menyerang lini terakhir pasukan musuh.

Sebuah tombak pusaka berwarna hitam dilemparkan dari atas kuda oleh patih andaka menuju wilayah musuh.

Seketika pasukan yang bertemput di tempat itu tercerai berai hingga terbentuk ruang kosong yang langsung menuju musuh.

"Giliranmu Gardapati! Selesaikan pertempuran ini"

Ratusan pasukan yang dipimpin oleh Patih Gardapati menyerbu menuju Panglima pasukan musuh, sebuah pedang pusaka miliknya diangkat ke langit dan seketika seluruh pasukan yang dipimpinya memiliki kemampuan yang melimpah.

Satu persatu pasukan penjaga Istana Setra Geni tumbang oleh pasukan Gardapati sampai akhirnya terhenti Ajian pelindung Bumi yang dirapalkan oleh seseorang.

Itu adalah Raja Indrajaya yang tengah menempati tahta di istana Setra Geni.

"Raja sendiri yang datang menghadapi kami? Apa kalian sudah putus asa?" Ucap Gardapati dengan sombongnya dari atas kudanya.

Seolah sudah siap menghadapi segalanya, Raja itu bersiap maju menghadapai Gardapati dan Andaka yang menyusuknya.

"Jangan sombong kalian! Jika bukan karena ketiga pusaka yang kalian miliki, kalian tidak akan mampu mengalahkanku! Kalau kalian berani, Rebut tahtaku tanpa pusaka kalian!" Ucap Raja Indrajaya yang mencoba memancing musuhnya itu.

"Hahaha!! Kau pikir kami bodoh ? Untuk apa kami meladenimu ketika kemenangan sudah di depan mata?" Andaka yang sadar akan umpan musuhnya itu bersiap menyelesaikan tugasnya.

Raja Indrajaya yang kehabisan akal terpaksa menghadapi ribuan pasukan musuh di hadapanya dengan sisa-sisa prajuritnya yang masih sanggup bertarung.

"Tunggu!" Suara yang menggelegar terdengar dari tengah-tengah pasukan.

"Bagaimana hal menarik ini bisa kulewatkan?" Ucap seorang patih yang melompat dari tengah kerumunan menuju ke sisi Gardapati dan Andaka.

"Gardapati, Andaka... bagaimana kalau kita bertaruh? Kalau aku bisa mengalahkanya tanpa pusaka.. Wilayah Setra Gendi menjadi kekuasaanku?" Ucap Patih Widarpa kepada kedua patih di sebelahnya.

“Lalu kalau kau kalah?” Tanya Gardapati memastikan.

"Hahaha... Kalau aku kalah, berarti aku mati... Wilayah kekuasaanku menjadi milik kalian" Jawab Patih Widarpa yang terlihat semangat.

"Menarik! Gardapati.. Biarkan Patih gila kita itu cari mati, Kalaupun dia kalah kita masih bisa membunuh raja bodoh itu!" Andaka menyetujui tawaran Widarpa.

Gardapati setuju dan membuat ruang untuk sebuah duel pertarungan.

Raja Indrajaya merasa sedikit lega walaupun sepertinya yang ia lakukan hanya mengulur waktu saja.

Sebuah keris ditancapkan ke tanah, prajurit yang melihat kejadian itu membuat ruang untuk duel antar dua kesatria ini.

"Yang Terhormat Raja Indrajaya! Kuterima tantanganmu... Keris pusaka Sukma Geni kuletakan di sini hingga pertarungan kita berakhir!"

Tak hanya keris, pedang yang selama perang ini ia gunakan untuk bertarungpun dibuangnya ke tanah.

"Widarpa.. tanpa pusaka bukan berarti tanpa senjata, Jangan cari mati!" Gardapati mencoba memperingatkan.

"Hahahaha... Kalian tonton saja dari sana" Jawab Patih Widarpa yang segera melompat untuk menyerang Raja Indrajaya dengan tangan kosong.

Sebuah ajian sepertinya telah dibacakan untuk menguatkan pukulan Patih Widarpa, Namun sebelum sempat mendarat di tubuh sang raja, seranganya terpental dengan ilmu pertahanan yang tidak kalah kuat.

Satu persatu tebasan pedang dihunuskan ke tubuh Patih Widarpa, namun tidak ada satupun yang mengenainya.

"Aku mengakui kehebatanmu Patih Widarpa... Belum ada seseorang yang menguasai Ajian Sapu Angin sehebat ini, Namun aku tidak boleh kalah untuk melindungi rakyatku!"

Seketika sebuah mantra diucapkan oleh Raja Indrajaya, Pedang yang saat ini digunakan menjadi bersinar emas dan terbang menyerang Patih Widarpa.

"Kau curang Indrajaya! Katamu tidak ada pusaka di pertarungan ini!" Ucap Andaka yang merasa dicurangi.

"Bukan.. itu bukan pusaka, aku tahu ilmu itu.. Indrajaya mengorbankan separuh nyawanya untuk mengendalikan pedang itu" Bantah Patih Widarpa yang mulai kewalahan.

Pukulan bertubi-tubi diarahkan ke Patih Widarpa ditambah serangan pedang yang melayang mengincar dirinya.

"Aku mengagumi pengorbananmu Raja, Namun sayang sekali kerajaan kami harus menang!"

Patih Widarpa kembali membacakan sebuah mantra, seketika seluruh otot ditubuhnya terlihat mengeras, kukunya bertambah panjang dan kesadaranya terlihat memudar.

"Patih gila... dia menggunakan Ajian segoro demit di peperangan yang pasti kita menangkan!" Ucap Gardapati yang heran dengan kelakuan Patih Widarpa.

Tanpa menunggu lama Patih Widarpa yang hampir kehilangan kesadaran melompat menyerang Raja Indrajaya tanpa mempedulikan serangan yang mengenai dirinya.

Pedang yang telah diisi oleh kesadaran Raja Indrajaya terlihat gentar dengan kehadiran Patih Widarpa yang telah dirasuki kekuatan puluhan makhluk halus.

Seperti layaknya mempermainkan anak kecil, Pukulan demi pukulan menghujani sang raja..

layaknya setan yang terlepas dari kurungan, Patih Widarpa melompat tanpa kendali dan terus menyerang dengan tanganya yang lebih pantas disebut cakar.

Tak ada kesempatan untuk menang bagi Raja pemimpin wilayah Setra Geni yang mencoba melindungi rakyatnya itu.

Bahkan satu tarikan nafaspun tak diberikan kesempatan oleh Patih Widarpa.

Namun ketika Raja sudah hampir tak sadarkan diri, Patih Widarpa mendapati kesadaranya kembali dan menghentikan seranganya.

"Habisi Widarpa! Kita teriakan kemenangan kita!" Ucapan Gardapati diikuti teriakan pasukan-pasukanya.

"Sudah cukup! Kau sudah kalah.. jatuhkan senjatamu dan menyerah!" Patih widarpa melakukan hal yang berkebalikan dengan ucapan Gardapati.

"Tidak... lebih baik aku mati daripada mengorbankan rakyatku!" Tolak Raja Indrajaya yang sudah sekarat.

"Setra Geni akan menjadi wilayahku.. Aku tidak akan menyakiti rakyatmu, hanya mereka yang turut campur membakar desa kami dan kau yang akan menjadi tawanan kami" Ucap Widarpa kepada musuhnya yang sudah sekarat itu.

Raja Itu berfikir sejenak, sebuah ucapan yang sangat ia tidak duga dari musuh yang mencoba menghabisinya tadi.

"Baik... aku menyerah, lakukan apapun padaku, Namun jangan sakiti rakyatku"

Raja itu menjatuhkan pedang dan mencopot mahkota dari kepalanya. Patih Widarpa mengambil Mahkota itu dan mengangkatnya sebagai tanda kemenangan.

"Hentikan pertempuran! Raja kalian sudah menyerah!" Teriak Patih widarpa yang segera dipahami oleh anak buah Raja Indrajaya.

"Semua pasukan kerajaan Darmawijaya Mundur! Wilayah Setra geni hanya diisi oleh pasukan Widarpa!" Teriaknya sekali lagi sambil melirik kearah dua patih lainya.

Kedua patih itu hanya menggelengkan kepalanya seolah tidak percaya dengan apa yang terjadi.

"Kau Gila Widarpa... tapi kuakui kemampuanmu! Pasukan Andaka Mundur!" Teriak Andaka yang merespon isyarat Widarpa.

Tak lama setelahnya pasukan Gardapati juga mundur seolah mengakui wilayah itu adalah wilayah patih Widarpa.

Layaknya akhir dari sebuah peperangan, pasukan-pasukan widarpa menahan petinggi-petinggi musuhnya itu untuk membawanya ke camp tahanan.

Namun sebelum pasukanya menangkap raja Indrajaya Patih Widarpa mengambil kembali kerisnya dan menghampiri raja itu.

"Ini adalah pusakaku, Keris Sukma Geni..." Ucap Patih Widarpa yang mengangkat keris itu ke hadapan Raja Indrajaya.

Tak berhenti sampai disitu, ia melukai tanganya dengan keris pusakanya hingga darahnya mengalir diantara bilah keris itu.

Seketika darah Patih Widarpa berubah menjadi api dan menetes ke tubuh Raja Indrajaya.

"A...Apa ini ?" Tanya Raja Indra Jaya yang bingung dengan apa yang terjadi.

Seluruh luka ditubuhnya menghilang, tubuhnya tidak lagi sekarat seolah tidak terjadi pertempuran diantara mereka.

"Takkan kubiarkan Raja yang dicintai rakyatnya mati dengan sia-sia, Keris ini adalah pusakaku... tidak ada setetespun dari darah manusia lain yang boleh membasahi keris ini selain darahku"

Seolah mengerti niat baik Patih Widarpa, Raja Indrajaya berbalik menghadap pasukanya dan berteriak.

"Wilayah Setra Geni hanya kuserahkan kepada Patih Widarpa dan pasukanya, Seluruh titah darinya adalah titah dariku" Ucapan Raja itu segera disetujui oleh pasukanya yang melihat kejadian tadi dan tunduk sesuai perintah rajanya yang saat ini menjadi tawanan Kerajaan Darmawijaya.

***

Sudah tiga malam berlalu setelah akhir peperangan perebutah wilayah Setra Geni. Sudah tiga hari tiga malam perayaan kemenangan diadakan dengan sangat mewah.

Hari ini adalah malam penyerahan penghargaan untuk prajurit yang mampu merahi prestasi saat perang.

Ketiga posisi tempat untuk patih sudah disiapkan dan segera diisi oleh kedua patih dengan baju kebesaranya masih-masing dan disusul dengan Patih Widarpa yang hanya mengenakan baju santai.

"Heh Patih gemblung.. Ra beres... Baju kebesaranmu dimana?" Patih Gardapati mencoba mengingatkan Patih Widarpa yang terlihat seenaknya.

"Ning omah.. jenenge wae kebesaran, lha ngopo ndadak di nggo?" (Di rumah, namanya juga baju kebesaran, kenapa harus dipakai) Ucap patih widarpa dengan santainya sambil mengicipi makanan yang dihidangkan di hadapanya.

Patih Andaka yang melihat kelakuanya hanya menggeleng mencoba memakluminya.

Untuk mengisi malam penghargaan Raja mengundang sekelompok besar pemain gamelan, sinden, dan penari untuk menghibur para pejabat di kerajaan.

Perayaan ini berlangsung meriah. Patih widarpa yang kurang suka dengan kerumunan diam-diam meninggalkan pelataran dan pertunjukan yang meriah itu.

Samar-samar Patih Widarpa mencium aroma masakan dari arah pawon kerajaan.

Ia mengikuti aroma masakan itu dan sampai ke sebuah ruangan tempat menyiapkan makanan untuk acara.

Beberapa tumpuk ayam ingkung yang masih hangat menggoda selera Patih widarpa. Spontan ia masuk melalui jendela dan menikmati hidangan yang tersedia.

Setelah mencicipinya sedikit, Patih Widarpa merasa masakan yang ia makan itu berbeda dari yang biasa ia makan.

Nafsu makanya menggila hingga menghabiskan cukup banyak makanan di sana hingga sebuah centong nasi melayang ke arah kepalanya.

"Heh sopo kowe? Ngapain di sini? Maling makanan ya?!" Ucap seorang wanita yang baru saja masuk ke dalam ruangan.

Patih widarpa yang kaget sontak melompat menjauh dari serangan selanjutnya.

"Dudu.. bukan! Aku yo prajurit kerajaan! Bukan maling!" Ucapnya menjelaskan.

"Nek prajurit yo ngenteni ning ngarep, nanti juga dikeluarin!" (Kalau prajurit ya tungguin di depan, nanti juga dikeluarin) Ucap wanita itu masih dengan nada yang kesal.

"Iya! Tapi makanan di luar ga seenak ini!" Protes Patih Widarpa.

Seolah merasa tersanjung, emosi wanita itu perlahan menghilang.

"Oo ya jelas, masakanku iki khusus untuk prajurit sekelas panglima dan prajurit abdi keraton.." Ucapnya sombong.

"Kalo patih? Yang masak siapa?" Tanya Patih Widarpa memastikan.

"Ya buat patih masakanya lebih istimewa, dimasak sama juru masak yang lebih lama" Jelas wanita itu sambil membersihkan sisa-sisa makanan yang dimakan Patih Widarpa.

Sekarang ia tahu, mengapa masakan yang dihidangkan kepadanya saat ini tidak ada yang seenak masakan yang barusan ia makan.

"Lha terus... Kanggo aku piye?" (lha terus buatku gimana?) tanya Patih widarpa yang masih mengharapkan masakan Wanita itu.

"Nunggu Wae ning ngarep, Aku selalu masak lebih biar prajurit-prajurit baru bisa kebagian" Ucapnya.

"Yo wis... Bener yo, masakanmu wis pancen uennak Pol.." (Ya sudah.. bener ya!, Masakanmu bener-bener uenaak) Sahut Patih Widarpa yang segera kembali keluar melalui jendela.

"O iya.. jenengmu sopo? Ben aku ra ketuker masakan liyane" (o iya.. namamu siapa? Biar tidak ketuker sama masakan lainya) Tanya Patih Widarpa.

"Iya.. Tenang pasti kebagian, tanya saja yang mana masakanya Nyi Suratmi..."
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya
close