Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

WIDARPA DAYU SAMBARA (Part 2) - Penari Alas Kamulan

"Patih Widarpa, Dari mana saja kamu?" Tanya Patih Andaka yang melihat Patih Widarpa kembali dengan membawa potongan ayam di tanganya.

"Cari angin.. ning kene sumuk" Jawab Patih Widarpa dengan santai.


JEJAKMISTERI - "Sayang sekali kamu melewatkan pertunjukan tadi, belum ada penari dan sinden seindah itu... tuh liat, Gardapati saja sampai kesemsem" Cerita Patih Andaka.

Memang terlihat Patih Gardapati seperti sedang mempersiapkan sesuatu di latar pertunjukan.

"Pasukan, Siapkan satu peti emas dan perhiasan!" Perintah Gardapati pada pasukanya yang segera berlari menuju gudang harta Gardapati.

Sebuah peti yang dipenuhi dengan emas dan perhiasan diletakan di hadapan penari dan kelompok gamelan yang menghibur perayaan kerajaan.

"Ini hadiah dari saya untuk kalian!" Ucapnya di hadapan sang penari yang terlihat sangat cantik dengan pakaian layaknya bidadari.

Penari itu berdiri menghampiri Patih Gardapati.

"Terima kasih Yang Mulia Gardapati.. Sebuah kehormatan bagi saya untuk menerimanya" Ucap penari itu menunduk dengan menangkupkan tanganya. Tak cukup sampai di situ, Penari itu mendekat ke wajahnya ke wajah Patih Gardapati yang terlihat malu-malu.

Penari itu memberikan rasa terima kasih dengan menempelkan pipinya pada pipi Patih Gardapati dan segera kembali ke tempatnya.

Dari belakangnya Patih Andaka merasa tidak mau kalah. Segera ia memanggil pasukanya dan melakukan hal serupa.

Sampai hari ketujuh perayaan berlangsung dengan meriah, setiap malam patih Andaka dan Gardapati selalu bersaing untuk merebut perhatian penari itu.

Dengan semakin luasnya wilayah kerajaan Darmawijaya, Semakin kuat pula kekuatan prajurit untuk menaklukan kerajaan lainya.

Hampir setiap perayaan kemenangan mereka mengundang kelompok gamelan itu untuk menghibur mereka.

"Mas... Penarine kok ayu temen yo?" (Mas.. Penarinya kok cantik sekali ya?) Tanya Nyi Suratmi yang mengantarkan makanan ke patih widarpa yang sedang berbaur dengan prajurit lainya.

"Percuma ayu nek masakane ra sepenak masakan kowe" (percuma cantik, kalau masakanya ga seena kamu) Goda Patih Widarpa yang dibalas dengan lemparan kain gombal di tanga nyi suratmi.

"Wiss ra usah ngerayu, Dimakan yang kenyang... aku Cuma merasa ada yang aneh, seperti bukan kecantikan manusia biasa" Lanjut Nyi suratmi.

"Lha mbuh lah Nyi, sing tak goleki mung masakanmu... liyane ra penting" (Gak tau lah nyi... yang aku cari Cuma masakanmu, lainya tidak penting) Balas Patih Widarpa.

"Huh payah... makanya latihan yang bener, kalahin musuh yang banyak biar bisa jadi patih kaya mereka, jadi bisa nari bareng penari secantik itu..." Ceramah Nyi Suratmi.

"Hahaha... lha ngopo ndadak dadi patih? Mengko aku ra iso mangan masakanmu meneh..." ucap patih widarpa yang terlihat geli dengan menutupi identitasnya.

"Patih kan hebat... bisa berjasa buat kerajaan, seperti mereka bertiga..." Jawabnya lagi.

"Lha nek aku iso dadi patih, opo kowe gelem aku lamar?" (Kalau aku bisa jadi patih, apakamu mau aku lamar) Tanya Patih Widarpa setengah menggoda.

"Yo Jelas gelem... Nanging ojo ngimpi ketinggian, tibone loro" (Ya jelas mau.. tapi jangan mimpi ketinggian, jatuhnya sakit)
Balas Nyi suratmi sambil meninggalkan gerombolan prajurit dengan membawa piring-piring yang sudah dibereskan.

Patih wirdarpa hanya menahan tawa sambil meneruskan makanya.

Esoknya terdengar kabar bahwa kelompok gamelan sudah tidak lagi menampilkan pertunjukan untuk malam-malam berikutnya. Hal ini membuat Patih Andaka dan Patih Gardapati merasa gelisah.

Mereka mencari tahu dengan mengirimkan pasukanya kepada kelompok gamelan itu hingga tersebutlah syarat yang mengherankan.

Kelompok Gamelan Alas Kamulan dan seluruh anggotanya akan memainkan pertunjukan apabila kerajaan membayar mereka dengan dua puluh tujuh pasang telinga.

Hal ini terdengar mengerikan, namun para pejabat kerajaan mengira kelompok gamelan ini memiliki dendam dengan tawanan perang yang baru saja dikalahkan oleh kerajaan Darmawijaya sehingga mereka memutuskan mengabulkan keinginan

kelompok gamelan tersebut dengan mengorbankan para tawanan perang.

Puas dengan hadiah yang diberikan, di pertunjukan malam ini sang penari tak segan-segan menghibur kedua patih, menemaninya menari hingga bergantian mendampingi di tempat duduk kedua patih.

Seperti terhipnotis dengan kecantikan sang penari, tepat sebelum pertunjukan berikutnya Patih Gardapati memberanikan diri menghampiri sang penari.

"Apa yang kau minta untuk mau menemaniku di istanaku malam ini?" Tanya gardapati pada penari itu.

Wanita penari itu tersenyum manis, namun ucapanya tidak semanis senyumanya.

"Tiga puluh dua jari kelingking wanita perawan... letakan pada sebuah peti, dan letakan di belakang latar panggung sebelum pertunjukan usai... maka malam ini aku milikmu" Ucap wanita itu pada Patih Gardapati.

Patih Gardapati yang merasa heran menanyakan maksud penari itu, namun penari itu hanya tersenyum dan meninggalkan Gardapati.

Patih Gardapati berpikir dengan keras, ia menganggap itu adalah cara penari itu menolak ajakanya.

Namun ia tidak mau kalah dengan akal-akalan penari itu.

Gardapati yang sudah tergoda oleh kecantikan Penari itu memerintahkan anak buahnya mengumpulkan tiga puluh dua wanita perawan utuk mengambil jari kelingkingnya dengan imbalan yang besar.

Warga di wilayah Patih Gardapati tidak mampu melawan dan menerima perintah yang kejam itu.

Sesuai janjinya, sang penari di akhir pertunjukan sang penari mengabulkan permintaan Gardapati untuk menemaninya di istana semalaman.

Patih Andaka yang melihat kejadian ini merasa tidak bisa tinggal diam.

Malam berikutnya ketika Gardapati meminta hal yang sama, Sang penari menolaknya dengan alasan Patih Andaka sudah memberikan yang lebih banyak dari yang Patih Gardapati berikan.

Hal ini berlangung setiap malam sehingga hubungan kedua patih tidak menjadi semakin panas.

Kini setiap hari perayaan tiba, banyak warga yang mengungsi ke hutan atau wilayah lain agar tidak terpilih menjadi korban keiningan wanita penari itu.

***

Di wilahnya Patih Widarpa terliat berjalan dengan santai di tengah-tengah rakyat yang sama sekali tidak mengenal penampilanya.

Ia menuju ke sebuah rumah di yang terletak tak jauh dari pasar.

"Heh Suratmi.. Masak opo kowe dino iki?" (Heh Suratmi.. Masaka apa kamu hari ini) Tanya Patih widarpa dengan kepala yang melongo dari jendela pawon.

"Astaga, kamu kok bisa ada disini... dari mana kamu tau rumahku?" Tanya Nyi Suratmi yang kaget dengan kemunculan Patih Widarpa.

"Ya jelas tau... Aroma masakanmu itu udah kecium sampai ke pasar" Jawab Patih Widarpa.

Mendengar jawaban Patih Widarpa Nyi suratmi hanya menggeleng-geleng.

"Tenang.. aku ga minta makan gratis, Tuh aku bawain beras hasil panen.. lumayan to" Ucap Patih Widarpa dengan bangga.

"Walah.. kok yo repot-repot, Matur suwun lo mas... O iiya,, aku malah belum tau nama mase" Tanya Nyi Suratmi.

"O iya.. Panggil aja Wi.. Panggil aja Dayu.." Balas Patih Widarpa yang hampir saja menyebutkan nama aslinya.

"Mlebu wae... nunggu di dalem" Perintah Nyi suratmi sambil melanjutkan kegiatan memasaknya.

"Ora.. kelambiku mambu pitik, Tak enteni ning kene wae..." (Nggak.. bajuku bau ayam, aku tunggu disini saja) jawab Patih Widarpa.

Perbincangan-perbincangan singkat terjadi diantara mereka, patih widarpa dengan setia menunggu masakan Nyi Suratmi dari luar jendela dapurnya.

"Itu tadi ada banyak warga pindah ke sini kenapa ya?" Tanya Patih Widarpa untuk melanjutkan basa-basinya.

"Oh itu... tanya warga di wilayah kedua patih lainya pada ketakutan, katanya kedua patih sering meminta anggota tubuh warganya untuk dipersembahkan ke penari yang mengisi acara" Cerita Nyi Suratmi.

"Wah ga bener itu.. Prabu Arya tidak melarang?" sekali lagi patih widarpa mencari tahu.

"Prabu Arya tidak tahu, Katanya siapapun yang berani memberi tahu raja dipastikan akan mendapat hukuman dari mereka.."

Mendengar cerita Nyi Suratmi Patih Widarpa menjadi geram. Setelah meninggalkan rumah Nyi Suratmi, Patih Widarpa memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan tempat bagi para warga yang memasuki wilayahnya untuk mencari keamanan.

Persaingan kedua patih semakin panas, hingga mereka berdua ingin meminang penari tersebut untuk menjadi istrinya.

"Kalau hanya menjadi selir kalian aku tidak akan mau, Kecuali salah satu dari kalian bisa menjadikanku permaisuri di kerajaan ini" Ucapan penari itu mengakibatkan sebuah pergolakan besar. Patih Gardapati dan Patih Andaka mempersiapkan seluruh pasukan dan sumberdayanya untuk pemberontakan.

Saat itulah mereka mulai sadar, warga dan para pekerja diwilayahnya sudah banyak berkurang dan ia segera tahu bahwa warga dan para pekerjanya sudah berpindah ke wilayah Patih Widarpa.

Suara pasukan berkuda terdengar menerobos ke alun-alun pasar wilayah Patih Widarpa.

***

"Patih Andaka memerintahkan warganya yang berpindah ke wilayah ini untuk kembali! Atau hukuman yang berat menanti!"

Teriak pasukan itu diikuti dengan pasukan-pasukan lain yang mencari keberadaan warga dari wilayah Patih Andaka.

Tidak lama pasukan Gardapati juga memasuki alun-alun dan melakukan hal yang sama.

"Setelah kepergian kuda terakhir pasukan kami dari tempat ini, Semua warga yang tidak kembali akan dijatuhi hukuman mati!"

Sebuah ancaman membuat warga yang sebelumnya merasa aman menjadi gentar.

Dari depan jendela rumah Nyi Suratmi, Patih Widarpa menyaksikan keramaian yang terjadi.

"Ada apa lagi prajurit-prajurit itu ke sini?" Tanyanya pada Nyi Suratmi.

"Tadi pas belanja di pasar, ada desas-desus kedua patih meminta warganya untuk kembali dengan ancaman" Cerita nyi suratmi.

Mendengar cerita itu, patih widarpa berencana melakukan diskusi kepada kedua patih lainya untuk menyelesaikan permasalahan ini.

"Kami tidak sudi kembali ke wilayah kalian! Kami tak mau lagi menjadi korban!"

Salah seorang warga memberanikan diri menghadang prajurit-prajurit itu diikuti dengan beberapa warga lainya.

"Kalian berani melawan perintah?! Hukuman bagi pengkhianat kerajaan adalah Mati!" Ucap prajurit andaka yang segera menarik pedangannya.

"Kami tidak berkhianat pada Prabu Arya Darmawijaya! Kami melindungi diri dari perbuatan kejam kalian!"

Sekali lagi seorang warga mencoba melawan, namun dibalas dengan sebuah tendangan yang membuatnya tersungkur.

"Tangkap para pengkhianat ini!" Perintah kepala pasukan yang segera diikuti oleh para prajuritnya.

Prajurit mencoba menangkap warga pelarian tersebut, namun dibalas dengan perlawanan sehingga terjadi perkelahian di sana.

Patih Widarpa yang segera melihat kejadian itu langsung berlari menghampirinya.

"Heh Dayu… ngapain kamu! Jangan nekat" Teriak Nyi suratmi yang segera mengejarnya.

Pukulan demi pukulan di lontarkan ke warga yang mencoba melawan, namun mereka masih bersikukuh untuk tinggal di sana hingga salah satu prajurit menarik pedang dan bersiap menghunuskanya namun gerakanya tertahan oleh tendangan dari Patih Widarpa.

"Hentikan! Tugas prajurit adalah melindungi rakyat bukan menyakiti mereka!" Teriak Patih widarpa membelakangi warga yang dianiaya.

Prajurit tidak sadar dengan identitas patih widarpa, penampilanya yang lusuh membuat mereka mengira ia adalah salah satu dari rakyat kecil di sana.

"Satu lagi pengkhianat... Habisi mereka!"

Sekelompok prajurit mencoba menyerang patih widarpa yang berdiri melindungi warganya.

"Dayu...! Lari!" Terlihat wajah Nyi suratmi terlihat cemas dengan apa yang terjadi pada patih widarpa.

Dengan ilmu bela diri yang ia miliki, tak satupun pedang dari pasukan Andaka dan Gardapati yang dapat menyentuhnya.

Dengan sekali sapuan kaki, sekumpulan pasukan yang menyerangnya terpental tanpa mampu bertahan.

Mendengar keributan ini, perlahan pasukan Patih Widarpa berdatangan dan bersiap menghentikan keributan. Salah satu pimpinan prajurit itu turun dari kuda dan berlutut memberikan hormat kepada Patih Widarpa.

"Maafkan hamba Patih, Hamba tidak mampu menyadari keributan ini hingga harus patih sendiri yang turun tangan.." Ucap prajurit itu.

"Sudah bangun.. ini bukan salahmu" Ucap Patih Widarpa.

Seluruh warga dan prajurit suruhan Andaka dan Gardapati tidak percaya dengan kejadian itu, terlebih Nyi Suratmi yang selama ini mengira Patih Widarpa hanya salah satu prajurit kelas bawah yang bahkan masih sering meminta makanan.

Dengan ratusan prajurit yang sudah ada di belakangnya, Patih widarpa berdiri di hadapan pasukan yang membuat keributan di wilayahnya.

"Dengarkan kalian semua! Saya Patih Widarpa Dayu Sambara tidak akan membiarkan satupun rakyatku ditindas, bahkan oleh pasukan kerajaan sekalipun..
Mulai sekarang wilayah ini tertutup untuk seluruh prajurit luar!
Jika kalian melanggar batas wilayah, akan saya anggap sebagai pernyataan perang!" Ucapan Patih Widarpa yang tegas membuat gentar kedua kelompok prajurit, mereka segera pergi meninggalkan alun-alun dan segera memberi tahu kedua patih yang menyurunya.

"Panglima! Posisikan pasukan di setiap akses masuk, pastikan tidak ada pasukan lain yang masuk tanpa seijinku!" Perintah Patih Widarpa pada pasukanya.

"Dan siapkan jubahku dan pasukan tercepat untuk menuju istana Prabu, kita akan menghadap Prabu Arya Darmawijaya saat ini juga"

Perinta Patih Widarpa segera dijalankan, sebelum meninggalkan alun-alun ia menghampiri Nyi Suratmi yang masih terlihat bingung.

"Nyi... aku pergi dulu ya, sisain Jenang lemu yang kamu masak tadi buat aku pulang nanti..." Ucap Patih Widarpa dengan merangkulkan tanganya ke pinggang Nyi Suratmi dan mengecup keningnya.

Tanpa menunggu balasan dari Nyi Suratmi, Patih widarpa segera berbalik mengikut pasukanya menuju kerajaan.

"Dasar... Patih Edan.." Gerutu Nyi Suratmi yang terlihat terharu dengan matanya yang berkaca-kaca.

Segerombolan pasukan bergerak menuju Istana Kerajaan, semenjak kejadian tadi Patih Widarpa mendapat firasat yang buruk tentang kerajaan.

Terlihat di beberapa wilayah sekumpulan pasukan-pasukan tengah berkumpul mempersiapkan sesuatu.

Melihat keadaan itu patih widarpa memanggil dua orang pasukan dan memberi perintah.

"Hubungi para pedagang yang kita posisikan di wilayah Andaka dan Gardapati, Cari tahu apa yang terjadi di sana dan laporkan hasilnya pada saya di istana"

Kedua prajurit itu menerima perintah dan segera pergi.

Setelah setengah hari perjalanan, Patih Widarpa sampai di pintu masuk kerajaan namun tidak ada pasukan kerajaan yang berjaga digerbang. Ia segera menerobos masuk dan semua firasat buruknya terjawab.

Seluruh Mayat pasukan kerajaan terlihat bergelimpangan di pelataran istana…
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close