Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

WIDARPA DAYU SAMBARA (Part 3) - Keris Ragasukma

Melihat begitu banyak mayat yang bergelimpangan di pelataran istana, pasukan Widarpa segera mengecek kondisi mereka hingga akhirnya menemukan salah seorang pasukan yang masih hidup.


JEJAKMISTERI - “Patih... Tolong selamatkan yang mulia, Ia berlindung di sayap timur bersama dengan sisa pasukan kerajaan.” Ucap prajurit yang hampir sekarat itu.

“Jangan menyuruh saya... ! Kamu sendiri yang harus menolong Rajamu!”

Patih Widarpa yang melihat kesetiaan prajurit itu segera mencabut keris Sukma Geni dan menorehkan darahnya untuk memanggil kekuatan penyembuh dari keris itu.

Prajurit yang sedari tadi berusaha bertahan hidup kini perlahan kembali pulih.

“Te...terima kasih Patih, Nyawa kedua saya ini akan saya gunakan untuk melindungi prabu sebaik-baiknya” Ucap Prajurit yang masih heran dengan kejadian tadi.

Dengan sigap, prajurit yang selamat itu memandu Widarpa dan pasukanya menuju sayap timur.

Suara teriakan dan senjata yang beradu mulai terdengar.

Dari jauh terlihat pasukan kerajaan sedang bertahan dari serangan prajurit-prajurit yang menyembunyikan identitasnya.

“Pasukan Widarpa! Bantu pasukan kerajaan!”
Mendengan perintah dari Patih Widarpa seluruh pasukan yang mengikutinya segera menyerbu kedepan dan membuka jalan.

Bahkan sampai dalam bangunan sayap timurpun prajurit kerajaan masih kesulitan menahan serangan pasukan-pasukan itu.

Kami menuju ke bawah tanah, di sana terlihat pertempuran dari pasukan pemberontak yang berhasil lolos melawan pasukan kerajaan yang mati-matian melindungi sebuah ruangan.

Sayangnya di tengah-tengah prajurit pemberontak itu sudah terdapat kedua patih laknat yang mencoba membunuh Raja.

“Andaka! Gardapati! Jangan bertindak bodoh!” Teriak Patih Widarpa yang mencoba menyadarkan kedua Patih lainya.

Bukanya berhenti, Andaka dan Gardapati malah seperti bersepakat untuk menyerang Widarpa.
Patih Widarpa bersiap menghadapi mereka.

Namun sebelum benturan terjadi Patih Widarpa sempat membisikan suatu perintah kepada prajurit yang ditolongnya tadi.

Pusaka tombak hitam legam dan Pedang pusaka yang sebelumnya digunakan untuk melindungi kerajaan kini berbalik menyerang dirinya.

Dengan ajian sapu angin yang dimilikinya Patih Widarpa berhasil menghindari semua serangan dari kedua lawanya itu.

Namun ketika tombak Andaka menghujam ke tanah, Patih Widarpa kehilangan pijakan dan tebasan pedang milik gardapati berhasil menusuk bagian perut Patih Widarpa.

“Seandainya kau tidak ikut campur, kau tidak perlu mati seperti ini!” Ucap Gardapati yang merasa sombong setelah berhasil melumpuhkan Widarpa.

Di tengah pertarungan yang sengit mulai terlihat kobaran api dari ruangan tempat Prabu Arya Darmawijaya bersembunyi.

Andaka dan Gardapati yang masih mencoba memberikan serangan terakhir untuk Widarpa merasa heran dengan kejadian itu.

“Kau yang memerintah untuk membakar ruangan raja?!” Gardapati menuduh Andaka.

“Bukan.. perintah itu bukan dariku!” Bantah Andaka.

“Sebaiknya perkataanmu benar! Kita pastikan kematian raja dan kita tentukan siapa yang pantas menduduki tahta berikutnya!” Jawab Gardapati dengan wajah yang kesal.

Pintu ruang berlindung mulai rubuh setelah terbakar kobaran api, terlihat didalam sudah terbaring beberapa jasad yang mati dengan luka bakar di seluruh tubuhnya.
Terlihat yang paling mencolok adalah jasad yang tebaring di tengah ruangan dengan mengenakan perhiasaan bangsawan kerajaan.

Andaka dan Gardapati segera mendekat menuju jasad itu.

“Hahahaha... Bagus... Prabu lebih memilih bunuh diri daripada dibunuh oleh patihnya” Terlihat Andaka tertawa puas setelah memastikan bahwa jasad itu adalah jasad Prabu Arya.

Gardapati yang masih curiga tetap memeriksa jasad raja ditengah kobaran api yang masih menyala.

Rasa curiga itu segera hilang ketika melihat beberapa tanda bekas luka yang menjadi ciri khas Prabu Arya.

“Prabu!!!” Teriak Patih Widarpa yang memaksakan tubuhnya untuk masuk kedalam.

“Hahaha... Terlambat Widarpa, sebaiknya kau segera menyusul rajamu dan jangan berharap bisa mengisi takhta ini”

Gardapati kembali menggenggam pedangnya dan bersiap menghabisi Widarpa.

“Sudah... Sudah cukup! Kalian sudah membunuh Raja! Aku tidak tertarik dengan Tahta yang kalian rebutkan itu” Jawab Widarpa.

“Walaupun tidak tertarik, kau akan tetap jadi ancaman kami!” Andaka tetap bersiap untuk menyerang Patih Widarpa yang mendekat.

Patih Widarpa menjatuhkan pedangnya seolah tidak berniat memberikan perlawanan.

“Biarkan aku makamkan jasad Rajaku... aku tidak akan mencampuri urusan kerajaan ini lagi”
Pinta Patih Widarpa dengan wajah yang terlihat sedih.

“Untuk apa kami membiarkanmu hidup, bila bisa membunuhmu di sini!” Jelas terlihat Gardapati terlihat masih tetap waspada.

“Kalau kalian memaksa, Seluruh prajurit widarpa akan dikerahkan untuk melawan kalian.. walaupun kalah, prajuritku pasti akan mampu mengurangi kekuatan tempur untuk perebutan takhta konyol kalian!” Ancam Patih Widarpa.

Kedua patih tidak bodoh, mereka sadar setelah ini mereka masih harus saling bertempur untuk memperebutkan posisi Raja dan walaupun salah satu dari mereka menang. Mereka masih harus memiliki kekuatan tempur untuk bertahan dari serangan kerajaan lain.

“Baik! Bawa pergi Mayat rajamu dan seluru pasukanmu dari kerajaan ini dan jangan ganggu pertarungan kami!” Ucap Gardapati dan yang segera mereka berdua menarik mundur pasukanya.

Patih Widarpa segera memerintahkan prajuritnya untuk mengevakuasi jasad raja dan anggota keluara raja. Terlihat prajurit kerajaan yang sempat diitolong oleh Widarpa memandu pasukan yang diutus.

“Prajurit.. siapa namamu?” Tanya Patih Widarpa.

“Sadewo.. Sadewo Basukarna Patih” Jawabnya.

“Bawa jasad mereka ke sebuah rumah tak jauh dari pasar di wilayahku, pastikan rakyat tidak mengenali jasad ini. Sampaikan pada pemilik rumah bahwa ini adalah perintahku” Perintah Widarpa kepada prajurit itu.

Prajurit bernama Sadewo segera menjalankan perintah Patih Widarpa tanpa bertanya namun sebelum pergi prajurit itu mencoba mengatakan sesuatu.

“Patih.. benda yang dititipkan raja kepada saya ini terus bergetar, apa yang harus saya lakukan?” Ucapnya sambil menunjukan sebuah keris kepada Patih Widarpa.

Melihat benda itu, Patih Widarpa tersenyum ia tidak bisa menahan rasa lega pada dirinya.

“I..itu! Benar! Itu yang tadi kumaksud.. Keris Ragasukma! Kamu berhasil menjalankan tugasmu dengan baik.. Jaga jasad raja dan keris itu bahkan jika harus mati beribu-ribu kali”
Mendengar kata-kata itu, Sadewo segera mengerti dan meninggalkan kerajaan.

*****

“Kulo nuwun! Permisi!”
Terdengar seseorang mengetuk pintu rumah Nyi Suratmi.

“Iya Sebentar...” Jawab Nyi Suratmi yang bergegas membukakan pintu.

Terlihat dari luar seorang pemuda datang dengan membawa sebuah gerobak lusuh yang dibawa dengan kereta kuda.

“Maaf.. Ini rumah Nyi Suratmi?” Tanya orang itu.

“Iya.. Masnya siapa ya?” Jawab Nyi Suratmi yang bingung dengan keberadaan tamunya itu.

“Saya Sadewo Nyi... Saya ke sini atas perintah Patih Widarpa” Sadewo menjelaskan tentang apa yang terjadi di Istana.

Ia menunjukan jasad Raja dan anggota keluarga yang disamarkan dengan beberapa tumpukan hasil kebun.

Reaksi kaget dan panik muncul di wajah Nyi Suratmi, ia tidak tau apa yang harus ia lakukan namun tetap menyuruh Sadewo untuk membawa masuk jasad itu ke kamar terbaik di rumahnya.

“Dayu.. maksud saya.. Patih Widarpa? Apa dia terluka?” Tanya Nyi Suratmi.

“Patih Widarpa terluka cukup parah, tapi dengan kemampuan pusakanya seharusnya ia bisa menyembukan dirinya dan segera menyusul...” Jawab Sadewo.

Tidak lama setelah kedatangan Sadewo terdengar suara ketukan dari jendela Pawon Rumah Nyi Suratmi.

Untuk kali ini, Nyi suratmi tidak perlu memastikan siapa yang datang. Seseorang yang mampir tanpa pernah melalui pintu rumah hanya orang itu...
Dayu...

“Masuk Patih.. bagaimana lukamu?”

Terlihat seseorang sangat ia kenal datang menunggu di luar jendela.. kali ini bukan dengan baju lusuhnya, melainkan dengan baju kerajaan yang sudah berlumur darah.

“Dayu... Ojo nyeluk aku patih, Dayu Wae” (Dayu... Jangan panggil aku patih, Dayu Saja) Ucapnya yang mencoba marah namun tertahan dengan lukanya.

Nyi suratmi membantu dengan membawanya masuk dan menemui Sadewo.

“Patih... sesuai perintah saya sudah membawa jasad Raja, Apa benar raja bisa selamat?” Tanya Sadewo yang masih terlihat ragu.

“Ceritakan padaku apa yang terjadi sebelum ruangan itu terbakar?” perintah Patih Widarpa pada Sadewo.

Sadewo mengangguk dan menceritakan semua kepada Patih Widarpa dan nyi suratmi yang sedang mencoba merawat luka Patih Widarpa.

Tepat setelah menerima perintah dari Patih Widarpa, Sadewo segera bergegas menerobos pasukan kerajaan dan menemui Prabu Arya.

Saat itu prabu masih di dalam bersama anak dan istrinya dibawah perlindungan prajurit kerajaan.
Sadewo menyampaikan pesandari Patih Widarpa yang cukup gila untuk Prabu Arya.

Patih Widarpa memberikan dua kemungkinan untuk Prabu menyelamatkan diri.

Yang pertama adalah menunggu pasukan Widarpa berhasil menerobos dan melarikan diri dari kerajaan, tentunya dengan resiko bahwa mereka harus tetap menghadapi Kedua patih yang memberontak.

Atau cara kedua yang lebih bisa meminimalisir korban tapi membutuhkan pengorbanan sang Prabu.

Cara kedua yaitu menggunakan kekuatan Keris Ragasukma untuk memisahkan Sukma dari Raga Sang Prabu dan anggota keluarganya dan membiarkan ruangan dan tubuh mereka terbakar.

Setelah mengetahui jasad raja yang sudah mati, Serangan andaka dan gardapati pasti akan terhenti dan setelahnya Patih Widarpa akan memulihakan raga mereka dengan pusaka Keris Sukmageni miliknya.

Namun itu hanya bisa terjadi apabila Prabu Arya Darmawijaya mau mempercayakan nyawanya kepada Patih Widarpa.

Awalnya Sadewo ragu dan iapun kaget dengan keputusan Prabu Arya untuk menggunakan cara kedua.

Ia tidak menyangka bahwa Prabu Arya begitu percaya dengan Patih Widarpa yang selama ini dikenal oleh prajurit kerajaan sebagai patih yang tidak taat aturan.

“Kau lihat getaran di keris itu? Itu artinya Sukma Prabu Arya masih utuh..” Ucap Patih Widarpa.
Sepertinya Sadewo mengerti maksud Patih Widarpa.

Tanpa menunggu lama Patih Widarpa mengeluarkan keris sukmageni miliknya dan menghampiri jasad Prabu Arya dan keluarganya yang penuh luka bakar telah didandani oleh Sadewo dengan pakaian biasa.

Dengan darah yang menetes dari lukanya, Keris Sukmadeni miliknya mengeluarkan api yang menetes ke tubuh Prabu Arya dan anggota keluarganya.

Perlahan luka bakar di raga itu mulai pulih.

Setelah melihat Sadewo dan Nyi Suratmi merasa lega, iapun meminta mereka untuk meninggalkan ruangan untuk membiarkan Patih Widarpa menyelesaikan Ritualnya.

Sadewo dan Nyi Suratmi menunggu dengan cemas di luar kamar.

Mereka sama sekali tidak berani mengusik apa yang dilakukan oleh Patih Widarpa Sampai ketika menjelang subuh seseorang keluar dari kamar itu.

“Hormat saya untuk yang mulia!” Sadewo mendadak berlutut melihat sesosok yang sangat ia kenal keluar dari ruangan.

Nyi Suratmi pun tak mampu berbicara, ia hanya berlutut mengikuti apa yang Sadewo lakukan.

“Sudah... kalian semua berdiri! Rasa terima kasih saya tidak akan cukup untuk membalas kalian..” Ucap Prabu Arya yang keluar dari kamar tanpa luka sedikitpun.

“Kehormatan besar bagi saya abdi Kerajaan untuk bisa berguna bagi prabu” Jawab Sadewo.

“Sekarang cukup dengan formalitas ini.. bantu saya merawat Patih Widarpa, dia menggunakan terlalu banyak darah untuk menyelamatkan kami” Ucap Prabu yang segera memberikan arahan untuk Sadewo dan Nyi Suratmi.

Nyi Suratmi terlihat cemas, namun dia sadar akan posisinya yang hanya rakyat kecil dihadapan para pejabat-pejabat yang saat ini menempati rumahnya.

“Ternyata kamu bidadari yang sering diceritakan oleh Widarpa...?” Tanya Prabu Arya kepada Nyi suratmi yang masih tidak tahu bagaimana harus bersikap.

“Maafkan hamba yang mulia... Hamba tidak mengerti maksud Yang mulia” Jawab Nyi Suratmi.

“Ya sudah, bantu saya siapkan air hangat dan beberapa rebusan obat.. nanti saya ceritakan di dalam” Perintah Prabu Arya.

“O iya... Widarpa juga menanyakan Jenang lemu Jatahnya..”

Nyi Suratmi yang mendengar ucapan terakhir Prabu Arya mulai tersenyum tipis dengan air mata haru yang menetes di matanya.

Ia segera mempersiapkan segala sesuatu yang diminta dan mengantarnya ke kamar.

Seorang wanita terlihat sedang merawat Widarpa, itu adalah Ratu Kerajaan Darmawijaya, Nyai Sari istri dari prabu arya dan di sebelahnya seorang lagi anak kecil yang tertidur lelap, pangeran Surya Darmawijaya.

Nyi Suratmi mengantarkan obat-obatan yang ia buat dan air hangat untuk mengobati Patih Widarpa dan segera bersiap meninggalkan ruangan.

“Nyi Suratmi... Jangan keluar, di sini saja.. ada yang mau saya ceritakan” Perintah Prabu Arya.

Nyi suratmi menuruti ucapan Prabu Arya.

Sembari Nyai sari merawat Patih Widarpa dengan obat-obatan dan ilmunya, Prabu arya menceritakan sesuatu yang memang untuk didengar oleh Nyi Suratmi.

Ternyata walaupun Patih Widarpa dikenal dengan patih yang sering bolos dan tidak taat aturan, Dia sering datang ke jendela ruang raja untuk menceritakan apapun mulai dari kondisi rakyatnya, musuhnya, hingga akhir-akhir ini tentang seorang wanita.

“Widarpa pernah protes kepada saya, mengapa jatah makan panglima dan prajurit di pesta lebih enak dari yang dihidangkan untuk patih” Cerita Prabu Arya.

“Rupanya bukan dari menu masakanya, melainkan dari rasa masakan yang dibuat oleh Nyi Suratmi ini”

Awalnya raja ingin memerintahkan juru masak kerajaan untuk menyuruh nyi suratmi memasak untuk patih,
namun Widarpa lebih rela masakan Nyi Suratmi dinikmati oleh Prajurit-prajurit yang sudah berjuang banyak untuk kerajaan namun belum tentu mendapat balasan yang sebanding.

“Maafkan saya yang mulia, sampai kejadian kemarin saya tidak mengira bahwa Dayu ternyata adalah seorang patih kerajaan yang menguasai wilayah tempat saya tinggal..” Jawab Nyi suratmi.

“Widarpa memang seperti itu.. dia tidak ingin orang mengenalnya sebagai patih, katanya ia ingin bebas hidup di wilayahnya tanpa dipusingkan dengan jabatanya” Jelas Prabu Arya.

Cukup panjang Prabu Arya menceritakan mengenai kekaguman Patih Widarpa kepada Nyi Suratmi.

Cerita itu juga membuat Sadewo Basukarna yang mendengarnya semakin menghormati patih yang selama ini dikenal berandalan.

“Sudah yang mulia... Jangan buat saya lebih malu lagi” Sebuah suara lemah muncul dari sisi belakang kamar.

Terlihat Patih Widarpa sudah mulai tersadar dan mencoba untuk duduk.

Melihat Patih Widarpa sudah mulai sadar mata nyi suratmi terlihat berkaca-kaca.

Cerita dari Prabu Arya membuatnya tidak ragu lagi dengan perasaan Patih Widarpa.

“Maafkan hamba yang mulia, Hamba hanya mampu menyelamatkan raja dengan cara yang sangat menyakitkan ini” Ucap Patih Widarpa yang menyalahkan dirinya sendiri.

“Tidak... Ini adalah cara terbaik, aku sendiri bahkan tidak pernah terpikirkan cara ini. AKu berhutang nyawa padamu” Prabu Arya menjawab kecemasan Patih Widarpa.

“Apa rencana kita setelah ini yang mulia? Pasukanku tidak akan mampu mengalahkan seluruh pasukan Kedua patih itu” Tanya Patih Widarpa yang masih cemas dengan kondisi kerajaan.

Prabu arya berfikir sejenak, ia tidak mampu menemukan cara untuk kembali merebut tahta kerajaan yang saat ini kosong.

“Widarpa... aku tidak peduli dengan tahtaku saat ini, yang terpenting selamatkan warga dari pertempuran yang tidak ada artinya ini”

Prabu Arya mencoba mencari kemungkinan terbaik yang bisa dilakukan.

“Baik yang mulia.. saya akan memerintahkan Pasukan untuk mengevakuasi warga ke satu tempat yang paling aman... Wilayah Istana Setra Geni” Jawab Patih Widarpa.

“Patih.. bukanya itu wilayah yang baru saja kalian taklukan? Apa kamu yakin itu aman?” Prabu arya merasa ragu.

“Mohon maaf atas kelancangan saya yang mulia.. saya akan mengakui sesuatu” Patih Widarpa mencoba menceritakan suatu hal yang belum diketahui oleh raja.

Setelah berhasil menaklukan Wilayah Setra Geni rupanya Patih Widarpa tidak menghukum mati Raja Indrajaya yang ditangkap sebagai tawanan perang.

Ia mengembalikan Tahtanya dengan meletakan prajurit kepercayaan Patih Widarpa untuk menduduki posisi penting di kerajaan itu untuk membereskan pejabat-pejabat yang menyebabkan pertempuran dua kerajaan itu terjadi.

Hal ini ia lakukan karena ia merasakan rasa cinta raja pada rakyatnya mengingatkanya kepada Prabu Arya. Sehingga saat ini kerajaan itu tetap berdiri atas perlindungan Patih Widarpa.

Mendengar cerita itu Prabu Arya semakin kagum dengan Patih Widarpa.

Ia memutuskan untuk mengikuti semua rencananya untuk mengevakuasi rakyatnya.

“Yang Mulia.. saat perjalanan saya minta kita semua tetap menyamar sebagai rakyat, Tidak boleh ada seorangpun yang menyadari karena saya tidak memiliki kemampuan untuk melindungi Prabu lagi...” Ucapan Patih Widarpa kali ini membuat raja khawatir.

“Apa maksudmu Widarpa? Kau salah satu patih terkuat dan tersakti yang kumiliki?” Tanya Prabu Arya.

Rupanya untuk memulihkan seluruh raga Prabu Arya dan keluarganya yang seharusnya telah mati.

Patih Widarpa mengorbankan seluruh kesaktianya untuk menyalakan Api terkuat dari keris sukma geni.

“Tidak... tidak mungkin Widarpa, pengorbananmu terlalu besar.. kita harus mencari cara untuk mengembalikan kesaktianmu” Prabu Arya terlihat semakin khawatir.

Patih Widarpa terlihat sedikit cemas. Tidak mudah untuk mendapatkan kesaktianya kembali..

“Tidak Prabu... terlalu sulit, Kesaktian saya didapatkan dari suatu tempat yang sulit di jangkau..
lagipula saya memang selalu siap untuk menjadi rakyat biasa” Ucap Patih Widarpa.

“Beri tahukan kepadaku, dari mana kesaktianmu di dapat... Mpu dan Sesepuh kerajaan di luar sana akan membantumu” Tanya Prabu Arya yang bersihkukuh ingin membalas pengorbanan Patih Widarpa.

“Tidak semudah itu yang mulia...
Ilmu saya berasal dari alam yang hanya dapat terhubung dengan syarat yang tidak mudah,
Nama tempat itu.. Jagad Segoro Demit…”

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close