Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MONYET KEMBAR ALAS WETAN (Part 4) - Wanasura

Mereka adalah makhluk yang sudah terkurung di hutan ini selama bertahun-tahun bersama dengan sosok makhluk penguasa hutan yang sudah menghabiskan banyak nyawa yang ditumbalkan kepadanya.


JEJAKMISTERI - “K..Kliwon.... dimana kamu?” Ucapku dengan suara lemah mencari keberadaan sahabatku itu.

Sayangnya bukan Kliwon yang menjawab, melainkan sesosok demit wanita tanpa kaki yang bergelantungan di atas pohon.

“Khekhekhe... bocah iki jatahku” Ucapnya yang dibantah oleh demit berwujud hitam yang merangkak di tanah dengan wajah polos tanpa bola mata di wajahnya.

“Ora iso.. kuwi jatahku”

Tak hanya dua makhluk mengerikan itu yang mendekat, sosok-sosok lainpun merasa sudah haus akan darah seolah sudah siap untuk menerkamku.

Tidak ada siapapun yang bisa menyelamatkanku dari situasi ini selain perlindungan Yang Maha Kuasa. Bahkan saat paklek menyusulku kesinipun ia juga belum tentu bisa melawan mereka.

Lari... Hanya itu yang bisa kupikirkan saat ini.

Tapi.. ke arah mana? Dan bagaimana cara agar aku bisa lolos dari mereka? Tak henti-hentinya aku membacakan doa dan ayat-ayat suci untuk membuat perlindungan dari makhluk-makhluk ini.

Beberapa dari mereka yang lemah seketika terbakar saat mendengar setiap doa yang kulantunkan. Namun itu masih jauh dari cukup, hingga akhirnya aku mendengar suara dari ujung barat hutan. Suara menggeram seperti makhluk yang mengamuk membabi buta.

Mungkin itu makhluk yang ingin membunuh kliwon.

Seketika aku menerjang kumpulan demit ini dan berlari menuju arah suara itu bersama dengan demit-demit yang mengejarku.

Hampir di setiap sisi hutanpun sudah dipenuhi dengan makhluk serupa. Aku pikir aku akan tertangkap oleh mereka namun saat suara itu semakin besar, makhluk-makhluk itu tidak berani mendekat. Sekuat itukah makhluk yang kami lawan?

Raksasa.. tidak, tidak sebesar raksasa namun tingginya yang hampir tiga kali manusia biasa sudah cukup membuatku gentar.

Terlebih warna tubuhnya yang hitam dan matanya yang merah menyala membuat makhluk yang mendekatinya menjadi gentar.

Tidak.. aku tidak punya kekuatan yang cukup untuk melawan makhluk ini dan keberadaan kliwon pun tidak ada disekitarku. Aku bersiap untuk mundur, namun makhluk itu menyadari keberadaanku dan segera menangkapku dengan tanganya besar.

Tak mau pasrah aku membacakan mantra pembakar dan doa-doa untuk menyerangnya. Namun sayangnya itu tidak berarti apa-apa. Tubuhku terangkat dengan lengan besarnya.

Saat ini dihadapanku terlihat sederetan gigi tajam dan taring yang besar tak jauh dari kedua matanya yang memerah penuh amarah.

“Paklek! Kliwon! Tolooong” Teriaku mengharapkan keajaiban datang menolongku namun sayangnya itu tidak terjadi.

Aku teringat akan korek pusaka yang ada di kantungku dan mencoba meraihnya tepat sebelum tubuhku masuk ke mulutnya.
Dengan segera aku menyalakan dengan tangan yang terhimpit oleh genggaman besar makhluk itu.

Sebuah cahaya kecil menyinari hutan ini dan membakar sebagian kecil jari di telapak tangan makhluk itu dan sontak membuat makhluk itu terlihat aneh.

Bukan, api ini tidak cukup untuk melukainya. Namun sepertinya kekuatan yang dimiliki dari api ini memberikan suatu efek pada makhluk itu.

Tapi itu tidak cukup untuk menolongku, aku selamat dari mulut makhluk itu namun tingkahnya yang aneh membuatku terbanting dengan keras di tanah dan saat itu semua menghitam bersama dengan hilangnya kesadaranku.

***

“Panjul! Bangun!”
Terdengar suara paklek yang mencoba memulihkan kesadaranku dengan kemampuanya.

“Apa yang terjadi?”
Aku membuka mata dengan keadaan tubuh yang lebih baik dari sebelumya dan terlihat paklek sedang menggenggam keris pusakanya.

“Paklek! Awas Paklek! Makhluk itu berbahaya!” Ucapku yang segera memaksakan diriku untuk berdiri dan memperingatkan paklek namun ternyata makhluk itu sudah tidak ada.

“Opo to Njul? Makhluk apa yang kamu lawan?” Tanya Paklek.

“U..udah nggak ada. Makhluk hitam besar itu sudah dikalahkan sama paklek?” balasku.

“Paklek nggak nemuin apa-apa disini selain kamu dan korek api itu, dan yang paklek lawan juga hanya demit-demit alas biasa” jawabnya.

Aku tertegun dan melihat sekitar.

Lantas ke mana perginya makhluk itu? dan kenapa aku bisa selamat?

“Sudah kita kembali dulu, terlalu bahaya di tempat ini.. semua ini jauh dari kemampuan kita” Perintah paklek.

“Tapi Paklek, Kliwon belum ketemu..”

Mendengar ucapanku Paklek hanya menghela nafas, aku tahu paklek memikirkan keselamatanku. Tapi aku tidak bisa berhenti memikirkan kliwon..

“Maaf paklek..”
Ucapku yang segera berlari ke arah berlawanan dengan paklek dan masuk kembali ke sisi hutan lainya.

“Panjul ini masalah serius! Jangan main-main!” Teriak paklek yang mencoba mengejarku.

“Iyo Paklek.. Cahyo tahu, paklek kumpulkan kekuatan sama mas linggar.. biar kalau Cahyo kenapa-kenapa bisa nolongin lagi!” Balasku yang berlari lebih cepat dan meninggalkan paklek.

Aneh.. tidak seperti tadi. Kali ini demit-demit di hutan ini hanya memandangku dari jauh dan tidak mendekatiku.
Ada.. ada yang berani mendekat, tapi itu bukan demit. Mereka adalah sekumpulan monyet kecil yang berlari tak jauh di depanku.

Sayangnya.. tidak ada kliwon di antara mereka.
Tingkah laku mereka terlihat aneh seolah menuntunku ke arah sesuatu dan terhenti di sebuah pohon besar yang terlihat sangat tua.

“Bocah cilik?” (anak kecil)
Tiba-tiba terdengar suara seseorang kakek yang terlihat lemah dari kegelapan sekitar pohon itu. Baju di tubuhnya terlihat compang camping seperti robek karena sesuatu dan terlihat bekas luka dari tubuhnya. Penampilanya seperti dukun yang lama tidak pernah keluar dari hutan ini.

“Aku ngenteni pirang tahun mung entok cah cilik?” (Aku menunggu bertahun-tahun hanya mendapatkan anak kecil?) Ucap orang itu.

“S-sopo kowe?” (Siapa kamu) tanyaku yang heran dengan sosok orang itu.

“Ndoro.. Piye ndoro? Mung bocah iki sing teko..” (Tuan bagaimana tuan? Hanya anak ni yang datang) Tiba-tiba orang itu berbicara dengan sosok di belakangnya.

Bukan.. itu bukan makhluk tadi, itu makhluk yang lebih mengerikan. Raksasa dengan wajah yang beringas dan mengenakan makhota emas hitam. Aku merasa makhluk ini seperti bukan dari Jaman ini.

Seketika makhluk itu merasuk ke dalam dukun itu dengan beringas. Raut wajah kesakitan terlihat dari orang itu saat tubuhnya membesar dan merobek kulit-kulitnya.

“Ampun.. ampun ndoro, tubuh kulo wis ra sanggup” (ampun tuan.. tubuh saya sudah tidak sanggup) Ucapnya, namun makhluk itu tidak menghiraukan hingga tubuhnya berubah menjadi monster seperti yang menantang kliwon di mulut hutan tadi.
Rasa takut menjalar lagi ke seluruh tubuhku.

Namun sebuah benda terlempar ke arahku. Itu sebuah kacang.
Aku mencari asal benda itu yang sepertinya berasal dari atas pohon.

“K..Kliwon!” Ucapku senang saat melihat wujud temanku itu berada di atas pohon. Ia segera menoleh ke arah berlawanan dan memintaku mengikutinya.

Terlihat cukup banyak bekas luka di tubuhnya seolah telah melewati pertarungan sebelum ini.

“Hei! Tunggu!” aku mencoba mengikutinya namun makhluk itu berjalan tertatih mengejarku dan mulai memerintahkan demit-demit di sekitarnya untuk menyerangku.

“Kliwon! Kita lawan saja dia! Dengan bantuanmu mungkin kita bisa menang!” Teriakku namun ia terus berlari hingga sampai di sebuah sendang yang cukup besar. Dari gerak geriknya aku membaca maksud kliwon, ia bertujuan menjatuhkan makhluk itu ke dalam sendang ini.

“Aku mengerti, kalau Cuma menjatuhkan ke sendang itu harusnya bukan perkara sulit” Ucapku.

Setelah mendengar ucapanku, kliwon segera menaiki pundaku seperti biasa. Dari jarak dekat terlihat bekas luka di matanya hampir membuat salah satu matanya menjadi buta.

“Tenang saja kliwon, akan kita balas semua ini” Ucapku pada kliwon.

Ia berteriak memamerkan gigi-giginya yang tajam dan bersiap menerima serangan Dukun yang telah dirasuki demit raksasa hitam itu.

Dengan segera Kliwon melompat ke tanganku, menyalurkan tenaganya untuk memberikan kekuatan pada tanganku.
Kami beradu pukulan, namun sesuatu yang tidak kusangka terjadi.
Kekuatan kliwon tidak merasuk ke lenganku dan membuatku terpental hingga ke pinggir sendang.

“I..ini kenapa kliwon? Tidak seperti biasanya!” tanyaku, namun perangai kliwon juga terlihat bingung namun demit itu terus menyerangku.

“Kliwon selamatkan dirimu...” Ucapku sambil mundur dan memasukan kakiku ke sendang dengan air yang berwarna hitam itu.

Demit itu terpancing dan menerjangku, dan dengan sisa kekuatan yang kupunya aku menggunakan ilmu bela diri dan kontak batinku untuk menjatuhkan demit itu ke dalam sendang.

Anehnya saat demit itu memasuki kubangan air ini, kedalaman air menjadi bertambah semakin dalam seolah tidak memiliki dasar. Demit itu mencengkramku hingga tidak dapat menyelamatkan diri.

Aku mulai kehabisan nafas sementara demit itu tidak bisa pergi dari sesuatu yang menariknya ke dalam sendang.
Tidak ada lagi yang dapat kupikirkan selain melepaskan sarungku agar mengambang sehingga mungkin paklek bisa menemukan jasadku nanti.

Sebelum sempat kehilangan kesadaran (lagi).. samar-samar aku melihat Kliwon dan beberapa temanya masuk ke dalam sendang ini dan berenang ke arahku.

***

Mimpi?
Berbagai macam makhluk seperti yang ada di cerita-cerita jaman dulu terlihat di depan mataku yang terkapar di sebuah hutan.

Silaunya cahaya matahari yang terpecah dari dedaunan memaksaku untuk melihat semua kejadian-kejadian yang tidak pernah kulihat sebelumnya.

Bagaimana tidak?
Apa kamu tidak terheran saat melihat seekor ular bertanduk melilit sebatang pohon dan bertarung melawan burung gagak bersayap enam?

Tak hanya sampai disitu segerombolan mahkhluk kerdil dengan mulut berlumuran darah dan membawa peralatan perang primitif saling bunuh dengan berbagai makhluk yang ada di hutan ini.

Sudah jelas ini mimpi... lebih baik aku tidur lagi agar tersadar dan bisa bangun pagi untuk menikmati pisang di kebun Bu Darmi.

*****

Cukup lama sampai mataku kembali terbuka, kini salah satu wajah makhluk kerdil itu berada tepat di hadapan mataku dengan memamerkan kudis yang memenuhi seluruh wajahnya dan taringnya yang masih berlumuran darah.

Spontan aku kaget dan berniat meninggalkan tempat itu, tapi ternyata tidak semudah itu. segerombolan makhluk kerdil sudah mengelilingiku seperti bersiap menyerangku.

“Sopo kowe?” (Siapa kalian) Tanyaku.

Sayangnya mereka tidak menjawab seolah memang tidak mengerti dengan bahasaku. Tak ada pilihan lain selain melindungi diriku dari serangan makhluk-makhluk haus darah ini. Satu demi satu ilmu bela diriku mampu melumpuhkan mereka.

Ternyata mereka tidak begitu kuat, namun jumlahnya yang banyak dan kecerdikanya cukup membuatku kerepotan sampai akhirnya aku berhasil melarikan diri menjauh dari mereka.

Sayangnya, hampir di seluruh bagian hutan ini terdapat pertempuran mengerikan antar makhluk ghaib yang bahkan belum pernah kulihat sebelumnya. Ini dimana?

“Ketemu!”
Terdengar suara menggeram dari sudut hutan ini. ini adalah suara dari dukun yang tadi dirasuki oleh sosok hitam itu. Sebuah pukulan membuatku terpental hingga memuntahan darah dan terpojok di sebuah pohon besar.

Itu dukun dan makhluk tadi. Makhluk itu tidak merasuk di tubuh dukun itu lagi. disini ia memiliki wujud yang lebih nyata dan bisa dengan bebas menyerangku.

“Hentikan!” Teriakku.

“Bocah bodoh, kalaupun kamu mati kamu tidak akan bisa pergi dari tempat ini!” jawab dukun yang berada di genggaman makhluk besar itu.

“Ini adalah hutan tempat asal tuanku, Ndoro Jogorawu.. Kamu harus mati karena telah mengembalikanya ke tempat laknat ini” Ucap Dukun itu dengan sombong.

Namun sebenarnya dukun itu hanya dipermainkan di genggaman makhluk bernama Jogorawu itu seperti sebuah boneka rusak dengan tubuh yang berlumuran darah.

“Ora usah ngurusi aku, nggak lama lagi kamu bakal mati dengan luka sebanyak itu” Ucapku yang setengah kasihan denganya.

“Berisik!” Teriaknya dengan mata sinis ke arahku dan berpaling ke arah makhluk mengerikan itu.

“Ndoro.. saya tidak mengeluh, bocah ini hanya mengada-ada. Ndoro pasti masih membutuhkan saya...”

Ucapnya memohon kepada makhluk hitam itu sayangnya raut wajahnya sangat tidak senang hingga ia membanting berkali kali tubuh dukun itu ke tanah hingga akhirnya dukun itu kehilangan nyawanya. Sungguh sebuah pemandangan yang mengerikan.

Apalagi setelahnya makhluk itu menoleh ke arahku seolah mengatakan berikutnya adalah giliranku. Sekuat tenaga aku mencoba berlari, namun tetap saja aku menemui pertempuran lain di sudut hutan ini dengan makhluk yang tidak kalah mengerikan dari yang dukun itu panggil dengan nama Jogorawu itu. Sepertinya hukum rimba berlaku di tempat ini.. siapa yang kuatlah yang bertahan hidup.

Aku menyadari hal itu dan segera berhenti membentuk kuda-kuda untuk melawan Jogorawu dan siapapun yang mendekatiku. Aku tidak akan mati semudah itu.
Sebuah pukulan dari Jogorawu mencoba menghempaskanku lagi namun kali ini aku lebih sigap dan menghindari seranganya.

Sialnya sebuah bola api sudah menunggu di belakangku dan bersiap menyerangku. Sementara aku menghindarinya, sosok siluman ular sudah mengincarku dari ketinggian pohon hutan ini.

Arrrrrgghh!!! Tempat apa ini? Neraka kah? Namun mengapa tidak seperti yang di gambarkan di semua kitab. Entah berapa lama aku berlari, bertarung, dan mencoba bertahan hidup dari semua makhluk di tempat ini hingga salah satu tendangan mengenaiku dengan telak.

Aku berdiri dan mencoba membalas, namun aku terhenti saat tersadar bahwa serangan itu berasal dari manusia tepatnya seorang anak manusia.

“Heh! Kamu manusia kan? “ Ucapku.

Namun bukanya jawaban melainkan Serangan demi serangan darinya meluncur ke arahku, sebenarnya bukan ke arahku saja tapi ke semua makhluk yang ada di tempat ini.

“Berhenti!“ Ucapku pada anak berbaju kuno yang cukup primitif menurutku.

Namun bukanya jawaban tapi malah serangan lagi yang anak itu berikan kepadaku.

“Dasar bocah demit!” Teriaku sambil mencoba membalas seranganya dan mendaratkan tendanganku di kepala. Bukanya kesakitan, anak itu malah tersenyum dan memamerkan matanya yang memutih sepenuhnya.

Dia.. tidak bisa mengendalikan dirinya. Percuma, aku tidak bisa berharap pada bocah ini dan segera pergi. Namun seperti bocah itu masih berusaha membalas tendanganku dan mengejarku hingga mendaratkan sebuah tendangan yang membuatku tersungkur.

Bertubi-tubi pukulanya menghujam tubuhku hingga tak mampu untuk membalas namun sebelum pukulan terakhirnya mencapai tubuhku sesosok makhluk menerjang dan menghentikanya.

“Hentikan! Dia manusia sama sepertimu!” Ucap makhluk seukuran manusia yang lebih mirip dengan ras kera.

Namun bocah yang mengamuk itu masih terus mencoba menyerangku sementara makhluk itu mencoba mengembalikan kesadaran bocah itu.
Cukup lama, namun akhirnya bocah itu mendapatkan kesadaranya kembali dan terduduk tak berdaya.

“Kenapa manusia sepertimu ada di tempat seperti ini?” Ucap makhluk itu. Sepertinya dia satu-satunya makhluk di hutan ini yang bisa berbicara bahasa manusia.

“Ti..tidak tahu! Kalian siapa? Mereka Siapa?” Tanyaku.

“Arrgh sudah... kita cari tempat persembunyian dulu, akan kujelaskan nanti!”

Makhluk dari bangsa kera itu menggendong bocah itu dan membawa kami ke sebuah goa batu yang letaknya tidak cukup jauh dari tempat kami bertarung. Hanya meja batu dan sebuah penerangan dari lampu minyak yang ada di tempat ini.

“Manusia memanggilku Giridaru.. Bangsa Kera dari alas wetan, Siapa kamu? Dan siapa yang ada di dalam diri kamu itu?” Tanya Makhuk yang mengaku bernama Giridaru itu.

“Aku Cahyo.. maksudmu tentang yang ada di dalam tubuh saya itu apa?” Tanyaku heran.
Makhluk itu menghela nafas panjang sambil menyiapkan air untuk bocah yang belum sadar itu.

“Kau pikir bisa bertahan dari serangan makhluk di hutan ini karena apa?“ Ucap Giridaru.

“Karena ini mimpi kan?” Balasku Polos.

“Mimpi ndasmu! Sudah babak belur begitu masih berani bilang ini mimpi?”

Aku tahu ini bukan mimpi, tapi aku tidak bisa menjelaskan soal semua ini.

“Tapi aku baru tahu lho, kalau bangsa kera ada yang bisa bahasa jawa..” Tanyaku.

“Itulah kelebihanku sebagai telik sandi, ilmu yang kumiliki mampu membuatku berkomunikasi dengan segala makhluk.. nanti kubantu agar bisa bicara dengan bocah ini” Balasnya sambil memberikanku ramuan yang katanya bisa memulihkan tubuhku dan membantuku menggunakan sedikit ilmunya.

Aku beristirahat sejenak di tempat persembunyian yang cukup aman ini walaupun hanya sedikit udara yang bisa masuk ke celah goa batu ini.

“Jogorawu... Kamu tahu soal makhluk itu?” tanyaku pada Giridaru saat teringat sosok makhluk yang membuatku tersesat di tempat ini.

Paras Giridaru berubah, dia segera menghentikan kegiatanya dan menghampiriku.

“Dia Raksasa kera terkutuk yang memporak porandakan kerajaan bangsa kera di alas wetan, namun dia sudah menghilang bertahun-tahun yang lalu” Aku mendengar cerita Giridaru baik-baik.

“Makhluk itu yang menyebabkanku tersesat di hutan ini” Balasku.

“M..maksudmu Jogorawu berada di hutan ini?”

Aku mengangguk.
“Dia menguasai hutan di alam tempatku tinggal dan sudah memakan banyak tumbal, namun sebelum mengakibatkan lebih banyak korban.

Aku dan teman-temanku berusaha menghentikanya dengan menenggelamkanya di sebuah sendang bersama dengan tubuhku. dan akhirnya aku sampai di sini” Terlihat wajah khawatir di wajah Giridaru.

Namun sebelum menjawab terdengar suara dentuman keras dari tubuh goa ini seolah ada sesuatu yang menyerangnya.

“Sial.. sepertinya ada makhluk yang bisa mengikuti kita” Ucapnya.

Giridaru menengok ke arah bocah itu “Dia Juga belum sadar”

“Kita lawan saja..” Ucapku Polos.

“Ilmumu tidak seberapa di tempat ini, dan aku bukan kera petarung.. sulit untuk melawan bahkan salah satu makhluk di hutan ini” Balasnya.

Kekuatan yang menyerang tempat ini semakin besar hingga membuat tempat ini mulai runtuh.

“Kita Keluar sekarang! Lebih baik mati melawan mereka daripada terkubur disini” Ucapku yang segera berlari ke arah pintu keluar.

Ternyata sosok raksasa mengerikan sudah menanti di hadapan kami.

“Nggak jadi, kita ngumpet aja!” Jawabku kembali ke dalam gua yang disambut dengan pukulan di kepala oleh Giridaru.

“Kan sudah aku bilang... kita tunggu bocah ini sadar” Walaupun begitu akut tahu goa ini juga tidak dapat bertahan lebih lama.

“Seandainya ada Kliwon di tempat ini, mungkin aku bisa melawan mereka..” ucapku dalam cemas.

“Siapa Kliwon?”

“Kera kecil sahabatku, dia bisa meminjamkan kekuatanya ke tubuhku”

Mendengar ucapanku Giridaru mendekat dan mengendus tubuhku.

Ia menemukan beberapa helai rambut bulu halus milik kliwon.

“A..Aku tau bau ini! Ini bulu milik wujud raga Wanasudra! Dimana dia sekarang?” Tanya Giridaru.

“Wanasudra? Siapa dia? Itu bulu milik kliwon” Jawabku.

“Yang mampu mengimbangi kekuatan Jogorawu adalah kedua panglima monyet kembar dari kerajaan di sisi ghaib hutan ini.. Wanasura dan Wanasudra, ia menghilang bersama Jogorawu untuk menghentikanya”

“Sebentar-sebentar... lha kok malah mumet”

Aku berfikir sejenak, Kliwon pernah menceritakan bahwa dia berasal dari hutan yang bernama wanamarta saat pementasan wayang di desa kandimaya. Apa itu adalah sisi ghaib hutan ini?

“Apa sisi ghaib hutan ini bernama hutan wanamarta?” Tanyaku.

“Bangsa manusia menyebutnya seperti itu “Jawab Giridaru.

Berarti benar yang dimaksud Giridaru. Wanasudra adalah Kliwon, dan Wanasura adalah saudara kembar kliwon yang dibunuh oleh Jogorawu.

“Kita harus cari kliwon! Maksudku Wanasudra! Seharusnya dia ada di hutan ini.. dia menyusulku ke dalam sendang sebelum tersesat di tempat ini..” ucapku.

Akhirnya aku menemukan tujuan di hutan ini. setidaknya aku harus mencari kliwon dulu.

“Lalu bagaimana dengn Wanasura? Apa dia juga ada di hutan ini?” Tanya Giridaru.

Aku terdiam sejenak, apa aku harus menceritakan tentang kematian Wanasura? Tepat setelah serangan raksasa itu menggetarkan goa ini lagi. Bocah itu terbangun. Matanya tidak memutih seperti tadi.

Brakk!!!
Sebuah tendangan dari bocah itu membuatku terpental ke dinding.

“Giridaru, dia kumat lagi!” Ucapku.

“Itu balasan karena sudah memanggilku Bocah Demit!” Ucapnya yang segera melangkah keluar.

Giridaru hanya tertawa saat melihat kejadian itu.

“Saat dia dikuasai ilmunya ia akan kehilangan kesadaran.. tapi saat ini dia dalam keadaan sadar”

Melewati celah kecil di sisi hutan kami merangkak keluar dengan menyembunyikan keberadaan kami. Namun tetap saja makhluk itu bisa menemukan kami dengan mudah.

Bocah berambut panjang itu segera melompat dari satu dahan ke dahan lain dan menyerang raksasa yang mencoba merusak tempat persembunyian kami.

“Giridaru, dia beneran manusia atau demit? Kenapa bisa selincah itu?” Tanyaku.

***

Sebuah cerita yang cukup panjang di ceritakan oleh Giridaru mengenai sebuah retakan Dimensi yang menyebabkan makhluk-makhluk ini bermunculan di hutan ini.

Bocah ini adalah manusia dari salah satu suku asli di hutan ini yang telah habis dibantai oleh makhluk dari retakan dimensi itu. tapi retakan dimensi itu juga memberikan kekuatan mengerikan untuk bocah itu yang mampu merebut kesadaranya.

“Beruntung ilmu dari sukunya mampu menahan kekuatan dari alam itu dan mempertahankan kesadaran manusianya..” Mendengar cerita Giridaru aku jadi teringat kejadian saat keluarga dan seluruh penduduk desaku dihabisi oleh makhluk yang menyamar sebagai kelompok ludruk.

Yang menimpanya mungkin lebih parah dari yang kualami.

“Giridaru, aku akan membantu dia..” Ucapku yang segera membaca ajian penguat raga dan menerjang beberapa raksasa disana.

Ternyata dengan bantuan bocah ini aku bisa menangani makhluk-makhluk ini dengan cukup mudah.

Aku hanya perlu mengalihkan seranganya dan bocah itu yang melumpuhkanya. Tapi samar-samar aku merasakan sesuatu yang mulai memberontak di dalam tubuhku. mungkin inilah yang dimaksud oleh Giridaru.

Pertarungan ini cukup sengit, kami harus mencari celah untuk melarikan diri lagi. Namun sayangnya tidak semudah itu.

Brakk!!
Tiba-tiba Bocah itu terpental.

Tidak seperti makhluk-makhluk tadi, sosok makhluk menghampiri kami dengan pasukan besar berwarna hitam yang dipimpin oleh sosok jahat yang kukenal.. Jogorawu.
Giridaru menariku dan membawa bocah itu pergi menjauh.

Sayangnya di sekitar kami sudah terkepung oleh pasukan raksasa hitam dari berbagai ukuran.

“Giridaru! Kita harus apa?” Tanyaku yang mulai merasa putus asa melihat keberadaan makhluk yang mengepung kami. Sayangnya Giridaru masih terdiam.

“Aku harus menggunakan ajian itu lagi.. mungkin kita bisa selamat” Ucap bocah itu tiba-tiba.

Giridaru menahan bocah itu dan masih befikir sermbari menatap wajah Jogorawu dengan tatapan yang mengancam.

“Sepertinya aku tahu mengapa ia mengincarmu” Ucap Giridaru.

“Maksudmu apa?” Tanyaku.

“Ia mengincar sesuatu yang ada di dalam dirimu, dan jika itu benar mungkin saja itu bisa menolong kita” Jawabnya.

Aku tidak mengerti dengan ucapanya. Sejak aku kecil tidak ada apapun yang aneh di dalam tubuhku. Paklek juga sudah sempat menerawang.

“Berdiri di hadapanku, biar kubantu untuk melepaskanya” Ucapnya.

Aku tidak bisa menolak, tidak ada cara lain yang dapat kupikirkan untuk menghentikan semua ini.

Dengan lipatan jarinya beberapa ia menekan titik-titik di tubuhku dan menyalurkan tenaga berwarna hitam yang membuatku terasa panas. Sesuatu mulai memberontak, namun itu tidak lama. Hingga sesosok makhluk keluar dari tubuhku.

Seekor kera raksasa dengan warna putih yang mendominasi sebagian bulunya dan hampir sama dengan Jogorawu, mahkota dan beberapa benda berukiran kerajaan menghiasi dadanya. Wajah Giridaru terlihat tersenyum dan segera menghampiri makhluk itu.

“Lama tak berjumpa... Wanasura!” ucapnya.

Samar-samar aku mengingat sosok hitam yang hampir memakanku di alas wetan sebelum aku kehilangan kesadaran. Jangan-jangan makhluk itu tidak menghilang?

Apa makhluk itu adalah Roh Wanasura yang kehilangan kendali dengan pengaruh hutan itu dan akhirnya merasuk ke dalam tubuhku?
Aku hanya bisa menduga-duga.
Makhluk yang bernama Wanasura itu segera mengangkat tubuhku dan meletakanku di bahunya.

“Kliwon?” Tanyaku.

Makhluk itu menggeleng. Namun ia tersenyum dengan giginya yang besar seolah memberikan jawaban.

Senyumnya mirip sekali seperti kliwon.

“Wanasura dan Wanasudra saling terhubung... itulah sebabnya ia mengenalmu dengan baik” Jelas Giridaru.

Ditengah kebingunganku sesosok raksasa hitam suruhan Jogorawu menyerangku, namun hanya dengan sekali libasan tangan wanasura makhluk itu terhempas tak berdaya.

“Gila! Kekuatan kliwon aja gak sekuat itu” Ucapku.

“Bodoh.. berarti kamu belum lihat wujud fisik temanmu itu” Ucap Giridaru.

Entah mengapa aku menjadi semangat. Sepertinya kekuatan penguat ragaku akan dapat membantu wanasura dan mengimbangi Jogorawu.

“Bocah gondrong.. Aku akan menghadapi Jogorawu! Tolong bantu aku menyingkirkan anak buahya” Ucapku pada bocah itu.
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

Note:
Pengalaman ghaib seseorang saat mendapatkan kesaktianya kadang sulit dijelaskan dengan akal sehat. Kadang saking mustahilnya hal itu hanya dianggap sebagai mimpi atau bunga tidur semata.
close