Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Santet Malam Satu Suro (Part 3) - Trah Pamungkas/Keturunan Terakhir


"Kisah ini masih berlanjut kepada Mulyo dan Wati yang telah kabur dari rumahnya untuk menyelamatkan diri dari Sumerep!"

*****
JEJAKMISTERI - Ini kisah Mulyo dan Wati ketika dia berhasil selamat dari serangan Sumerep.

Wati dan mulyo terus berlari menghindari kejaran Sumerep "Mau kemana kita, mas?" Tanya Wati

"Kemana saja! Asalkan kita bisa menjauh dari kejaran Sumerep!" Jelas Mulyo

"Bagaimana dengan Ramli?"

Deg! Mulyo baru ingat akan nasib Ramli. Dia tak bisa membayangkan, bagaimana keadaannya sekarang.

"Mas...? Kok diam?" Tanya Wati

"Dek, Ramli sudah mati!" Jelas Mulyo

Wati melepaskan pegangan Mulyo tepat di tengah jalan yang di setiap sampingnya sangat gelap.

"Kamu kenapa, dek?" Tanya Mulyo

"Mas... Apa mas gak menyadari tentang nasib Ramli?" Tanya Wati

"Dek! Santet itu telah membunuh seluruh keluarga kita! Sekarang hanya kita berdua yang selamat!" Jelas Mulyo

Yati meneteskan air mata harunya ketika menyadari bahwa santet itu telah membinasakan seluruh keluarga Mulyo, Suroso mendekatkan wajahnya ke hadapan wajah Wati, dia mengusap air mata Wati dengan kedua tangannya.

"Nasib kita sama! Jangan sia-siakan keselamatan kita!" Ucap Mulyo

"ARGHHHHHHH!"
Mulyo dan Wati terkejut ketika mendengar suara seperti auman serigala yang berada di belakang mereka,

"Mas... Ge... De... Du... Wur!"
Ucap Wati dengan wajah ketakutan

"Dek! Ayo lari!" Ucap Mulyo sambil menarik tangan Wati.

Sosok Gede Duwur itu mengejar dari arah belakang Mulyo dan Wati.

"KOWE RA ISO MLAYU, MULYO!" (KAMU TIDAK BISA LARI, MULYO!) Teriak Sumerep yang juga berada di belakang keduanya,

"MAS! AKU WEDI!" (MAS! AKU TAKUT!) Teriak Wati

"Jangan lihat ke belakang, dek! Terus lari! Di depan ada pertigaan jalan!" Ucap Mulyo

"Kakiku udah gak kuat lagi, mas!" Keluh Wati

"Tahan! Tahan lagi! Terus lari!" Ucap Mulyo

Mulyo benar-benar telah mengerahkan seluruh tenaganya. Dia sudah tak tahan dengan rasa pegal yang menyelimuti seluruh tubuhnya.

"HAHAHA! TAK ADA YANG AKAN SELAMAT DARI NERAKAKU, MULYO!" Teriak Sumerep

Ketika sampai di pertigaan jalan, Mulyo mendengar suara delman dan benar saja, ada sebuah delman yang melewati jalanan tersebut.

"TOLOOOONG!" Teriak Suroso sambil melambai-lambaikan kedua tangannya.

"Man, itu siapa?" Tanya Pak Suroso

"Entah tuan, sepertinya mereka sedang dikejar oleh sesuatu!"Jelas Maman (tangan kanan Pak Suroso)

"Coba dekati mereka!" Ucap Pak Suroso

"Siap tuan!" Jawab Maman

Delman itu mengarahkan ke arah Mulyo dan Wati yang masih berdiri tegak sambil melambai-lambaikan kedua tangannya.

"Tolong kami, tuan. Tolong!" Ucap Mulyo

"Ada apa gerangan?"
Tanya Pak Suroso

"Lihatlah!" Ucap Mulyo sambil mengarahkan telunjuknya ke arah belakang.

"GEDE DUWUR! Cepat naik!"
Ucap Pak Suroso

Mulyo dan Wati diberi tumpangan oleh Pak Suroso untuk menaiki delmannya.

"Mau lari kemana kau Mulyo!" Teriak Sumerep yang masih terus berlari di belakang Gede Duwur itu.

"Man, taburkan beras tepat di pertigaan jalan ini, sekarang!"

Maman langsung turun ke jalanan. Lalu dia menaburkan beras itu menjadi bentuk garis yang memanjang.

Maman menatap Sumerep dari kejauhan.
"Jadi dia dalang dari jagat peteng!" Ucap Maman, lalu dia kembali ke tempat kusir Delman.

"Gimana, man?" Tanya Pak Suroso

"Dia adalah dalang dari jagat peteng!" Ucap Maman

"Kau tahu jagat peteng?" Tanya Mulyo

"Maman adalah tangan kananku yang bertugas untuk menggerilya seluruh para penduduk yang berada di sekitaran desa ini, jangan khawatir kita orang baik!" Jelas Pak Suroso

Maman langsung menyabetkan pecutnya ke arah kuda tersebut.

Delman itu mulai melanjutkan perjalanannya dan meninggalkan Sumerep serta Gede Duwur yang masih tertinggal.

Ketika Gede Duwur itu menginjakkan kakinya di jalanan, sontak dia langsung terbakar. Begitu juga dengan Sumerep, seluruh tubuhnya kepanasan seperti orang terbakar.

"Sialan kau MULYO!" Teriak Sumerep

Maman menatap ke arah belakang. Dia mendapati Wati dan Mulyo dalam posisi kelelahan.

"Mas... Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Maman

"Keluarga kami disantet oleh dukun itu!" Ucap Mulyo

"Disantet? Bagaimana bisa?" Tanya Suroso

Wati tak kuasa menahan air matanya, dia menyenderkan kepalanya ke pundak Mulyo.

"Dia membalaskan dendam atas apa yang telah kami perbuat terhadapnya!" Ucap Mulyo

"Bagaimana kau tahu tentang jagat peteng? Kalau hanya bergerilya, bagaimana kau tahu detail tentang jagat peteng?"

Mulyo terus menanyakan kepada Maman perihal jagat peteng yang diketahuinya, karena, peristiwa ini bersifat tertutup dan jarang ada orang luar yang mengetahuinya.

Maman tidak bisa memberitahunya di depan Wati. Karena, dia ada kaitannya dengan Pak Mukso.

"Sebentar lagi kita akan sampai," Ucap Suroso

"Ini tempatmu?" Tanya Mulyo

"Ini hanya sementara. Kita hanya mengamati tanah milik warga desa yang belum memiliki perizinan yang jelas!" Ucap Pak Suroso

Maman terus mengamati gaya pembicaraan dari Mulyo itu.

Mereka sampai di sebuah tempat yang penduduknya masih sedikit.

"Ini desa mana?" Tanya Mulyo

Pak Suroso dan Maman tidak menjawab pertanyaan dari Mulyo.

"Mengapa kalian tidak pernah menjawab seluruh pertanyaanku?" Tanya Mulyo

"Maaf mas, kami pendatang. Jadi kami tidak tahu ini desa mana. Ini adalah tempat untuk melakukan pekerjaan kami. Makanya, kami tidak tahu betul tempat ini!" Jelas Maman

Delman itu berhenti tepat di sebuah rumah yang sangat sederhana.

Di depan rumah itu telah berdiri seorang wanita dengan berpakaian sederhana dan manis senyumnya.

"Siapa wanita itu?" Tanya Wati

"Namanya Yati. Kami berasal dari Jawa timur. Aku, Yati dan Maman adalah pendatang. Jadi kami terkadang sering berjalan-jalan mengelilingi tempat ini!"

"Mas... Aku kedinginan" Ucap Wati

"Silahkan masuk. Akan kami buatkan teh. Kalian boleh tinggal bersama kami untuk sementara sampai dukun itu benar-benar tidak mengejar kalian" Jelas Pak Suroso

"Dia tidak akan berhenti mengejar kita!" Ucap Mulyo

"Kenapa?" Tanya Maman

"Karena isteriku telah dimasuki buhul olehnya. Selama buhul itu masih tertanam dalam tubuh isteriku, dukun itu akan terus mengejar kita!"
Jelas Mulyo

Maman dan Pak Suroso terkejut mendengar penjelasan dari Mulyo.

"Tak apa, nanti akan kupasangkan pagar ghaib di tempat ini!"

Mulyo mengangguk paham. Dia membawa Wati menuju ke dalam rumah tersebut. Maman dan Pak Suroso masih berdiri di dekat Delman.

"Man, apakah mereka berasal dari Keluarga Mukso?" Tanya Pak Suroso

"Benar tuan. Wanita itu, merupakan anak kandung Mukso!" Jelas Maman

PAK suroso tersenyum lebar,
"Bagus! Ini akan mudah untuk menguasai harta mereka!" Jelas Pak Suroso

"Tapi tuan, selama kita bersama mereka, Dukun itu akan terus mengejar kita!"
Jelas Maman

"Aku akan tanamkan pagar ghaib di sekitar rumah ini. Kalau berhasil, kita tidak akan tercium!"

"Bagaimana kalau dia memiliki mata-mata?" Tanya Maman

"Mata-mata apa yang kau maksud?" Tanya Pak Suroto

"Dukun itu memiliki banyak bawahan. Pasti dia akan mengirim bawahannya untuk mendapatkan informasi tentang targetnya!" Ucap Maman

Pak Suroto membenarkan perkataan dari Maman tersebut.

"Lalu bagaimana?" Tanya Pak Suroto

"Aku akan terus mengorek informasi darinya. Siapa tahu ada yang bisa kita lakukan sebelum dukun itu menyerang kembali!" Jelas Maman

Pak Suroto menepuk pundak Maman.
"Kau memang cerdas, man!"

Maman dan Pak Suroto masuk ke dalam rumah untuk menjamu Mulyo dan juga Wati.

Mereka berdua dijamu dengan makanan seadanya namun itu tampak mewah bagi Mulyo dan Wati.

Mereka berdua tidak tahu, bahwa Pak Suroto memiliki maksud tertentu terhadap keduanya.

"Silahkan, kalian bisa hidup disini untuk waktu yang tidak ditentukan. Aku akan mencarikan tempat yang tepat untuk kalian" jelas Pak Suroto

"Sebelumnya, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada kalian yang telah membantu kami. Perkenalkan saya Mulyo dan ini isteri saya Wati!"

"Saya Suroso dan ini isteri saya Yati. Sedangkan ini tangan kanan saya, Maman. Dia adalah orang yang cerdas dalam membaca situasi dan menganalisa dengan baik terhadap pergerakan orang lain" jelas Pak Suroso

"Kami ingin bertanya kepada kalian," Ucap Mulyo

"Silahkan."

Mulyo memulai melemparkan beberapa pertanyaan kepada Pak Suroso
"Apa yang tangan kananmu taburkan di jalanan tadi?" Tanya Mulyo

"Itu adalah beras. Beras itu telah kami beri rapal untuk mengusir para dukun yang masih berkeliaran di sekeliling desa ini,"
Ucap Pak Suroso

"Lalu, apa yang kalian berdua lakukan di malam hari dengan menaiki delman?" Tanya Mulyo

"Kami sedang bergerilya untuk menumpas para dukun yang ingin mengambil alih lahan yang tak bertuan" Jelas Maman

"Lahan tak bertuan? Lalu kenapa kalian menumpas dukun?" Tanya Mulyo

"Di desa ini. Lahan yang tak bertuan masih dipegang oleh para dukun. Jika ada sengketa perebutan lahan, orang yang terlibat akan terbunuh. Itu adalah tulah yang mengerikan yang terkenal di desa ini" Jelas Maman

"Tadi aku mendengar kalian menyebut kata 'Gede Duwur' kau tahu itu?"

Maman mulai menghela nafasnya, kali ini pembahasan akan semakin rumit.

"Tuan, bolehkah saya menjelaskannya?" Tanya Maman

"Jelaskan, man. Agar mereka paham," Jawab Pak Suroso

Maman menutup seluruh jendela yang masih terbuka karena penjelasan ini sangat privasi.

"Gede Duwur adalah senjata paling mematikan yang dimiliki oleh dukun dengan kanuragan tingkat tinggi. Untuk bersekutu dengannya juga harus dengan persyaratan yang sangat ketat" Ucap Maman

"Persyaratan ketat, apa itu?" Tanya Mulyo

"Menyembah dan menuruti segala kemauannya!"

Suroso terkejut mendengar hal itu.
"Artinya? Orang itu akan menjadi pengabdi Iblis?"
Tanya Mulyo

Maman mengangguk.
"Lalu, dia juga harus mengorbankan manusia setiap tahunnya!" Ucap Maman

Mulyo tak habis pikir. Ternyata Sumerep benar-benar keluar batas.

"Aku mengenal dukun itu. Dukun itu adalah orang yang sangat berbahaya. Dia telah mewarisi santet yang sangat mematikan, yaitu santet Getih Sewu dan Santet Balung Mayit," jelas Maman

"Bagaimana kau tahu detail dari ini semua?" Tanya Mulyo

"Temanku juga dukun!"

"Dia penduduk asli di tempatmu. Dia juga yang telah menyarankanmu untuk pergi dari tempat itu, namun dirimu lebih mengedepankan ego masing-masing!" Jelas Maman

"Jangan-jangan orang itu? Orang yang sempat mengeluarkan banyak buhul di perut Aji?" Tanya Mulyo

"Benar" Ucap Maman

Maman kembali melanjutkan penjelasannya,
"Sejujurnya, ini bukan pertama kalinya kasus mengerikan terjadi. Jauh ketika zaman penjajahan, para dukun juga telah menyerang para tentara penjajah untuk menghabisinya, sayangnya mereka semua telah dihabisi dengan yang tersisa hanyalah..

"..Para keturunannya yang terakhir yang biasa disebut dengan TRAH PAMUNGKAS (KETURUNAN TERAKHIR)" jelas Maman

"Trah Pamungkas?" Tanya Mulyo

"Bisa diartikan bahwa, kita berada di akhir trah (keturunan) entah bagaimana kelanjutannya setelah generasi kita, namun bisa dipastikan seluruh dukun yang hidup di masa yang akan mendatang, hanya berpangku kepada harta yang bergelimang tanpa mengetahui ambisi awal yang dia ingin kerjakan" Jelas Maman

"Jika Trah Pamungkas (Keturunan Terakhir) jatuh kepada Sumerep, itu berarti tidak ada lagi dukun yang bisa mengendalikan Gede Duwur sebagai senjata utama mereka?" Tanya Pak Suroso

"Tidak, tuan. Profesi dukun akan terus meningkat, namun hal ini sering di salah gunakan. Konfliknya juga beda. Bukan lagi membahas personal antara yang satu dengan yang lainnya, namun lebih tertuju kepada kepentingan diri sendiri!"
Jelas lagi Maman

Pak Suroso mengangguk paham, Mulyo mencermati setiap perkataan yang dijelaskan oleh Maman.

"Apa mungkin kita bisa mengalahkan Sumerep?"
Tanya Mulyo

"Kemungkinannya ada dua, jika kita bisa bertemu hari ini kita akan kalah dan ketika kita bertemu di waktu yang akan datang, kita bisa memenangkannya. Paling tidak, butuh puluhan tahun untuk mengalahkan dukun setingkat Sumerep bagi orang awam seperti kita!"
Jelas Maman

Trah Pamungkas yang dimaksud oleh Maman adalah Sumerep (Keturunan Terakhir)

Sumerep gagal menghabisi Mulyo. Dia tampak geram dengan orang yang telah menyelamatkan Mulyo.

"Delman itu! Aku ingat betul! Mereka adalah teman dari Mandra!" Ucap Sumerep ketika menyebut nama murid dari orang tuanya yang sekarang menjadi warga biasa di desanya.

Mandra adalah murid pertama Ki Mergosukmo dan Nyi Kasih. Berbeda dengan Sumerep, Mandra ini memiliki keunikan yang sangat hebat. Dia mampu mengeluarkan buhul dari orang yang terkena santet.

Karena kemampuannya tersebut, dia akhirnya diberi keputusan berat oleh Ki Mergosukmo, yaitu
Melanjutkan untuk menjadi muridnya namun juga harus melepaskan kemampuan itu atau menjadi warga biasa dan tidak pernah dianggap oleh Ki Mergosukmo dan Nyi Kasih sebagai muridnya.

Malam ini siap begadang semua, kan? Karena mau saya selesaikan cerita ini dengan alur yang tak pernah kalian bayangkan sebelumnya ...

"Sudah tengah malam. Silahkan tidur. Jangan sampai kedatangan kalian membuat curiga para warga desa," Ucap Pak Suroso

Mulyo mengintip aktivitas warga dari jendela. Dia tidak mau kedatangan Mulyo dan Wati menjadi perhatian bagi para warga.

Maman mengarahkan Mulyo dan Wati ke sebuah kamar untuk keduanya.

"Karena rumah ini sederhana, kami hanya menyediakan tiga kamar. Satu kamar untukmu, satu kamar untuk Mulyo dan Wati dan satunya untuk keluarga Pak Suroso. Tapi karena kita sedang berada dalam pekerjaan.

keluarganya tidak turut hadir. Jadi, silahkan tempati kamar itu. Semoga kalian betah di tempat ini." Jelas Maman
"Satu lagi, ini ada pakaian untuk kalian. Pak Suroto memberi pesan kepada kalian untuk tidak keluar-keluar dari rumah ini.

Warga sini sangat tidak menyukai orang asing yang memasuki ke tempatnya. Jadi aku berharap, kalian paham apa yang aku maksud tadi."
Ucap Maman sambil menyerahkan Pakaian kepada Mulyo dan Wati

Mulyo dan Wati mengangguk.

Maman pamit undur diri dan hanya meninggalkan keduanya yang memandangi keadaan kamar yang bentuknya seperti anyaman,

"Kapan kekacauan ini akan berakhir?" Tanya Wati yang terduduk di dekat kasur
Mulyo mendekati Wati sambil memberikan pakaian tersebut kepadanya.

"Semua akan cepat berakhir. Entah bagaimana pun caranya, kita harus bergabung dengan Pak Suroso sampai waktu yang tidak ditentukan" Jawab Mulyo

"Aku ingat, ketika santet itu membunuh mendiang suamiku. Dia hanya berucap kepadaku untuk lari, tapi aku tak mengerti kenapa semua kebahagiaanku selalu dicabut dengan mudahnya"
Jelas Wati

"Kau tahu, ketika aku ingin membunuh Sumerep, aku merasa kasihan kepadanya. Namun ternyata rasa kasihanku tidak pernah ternilai olehnya. Dia hanya memandangiku tanpa berucap" Jelas Mulyo

Wati masih menundukkan kepalanya sambil memainkan jari-jemarinya.
"Mas, apa kau akan meninggalkanku jika aku dalam keadaan sekarat?"
Tanya Wati

"Mana mungkin aku akan meningggalkanmu dek. Kau adalah isteriku!" Ucap Mulyo

Wati tersenyum. Dia menatap wajah Mulyo dengan tatapan penuh kasih sayang.
"Aku pun sama. Aku tidak akan meninggalkanmu walau sekarat sekalipun!"
Ucap Wati

Pagi hari yang buta, Sumerep menyeret Mandra keluar dari rumah.

"Bajingan! Kowe wes ngancuri kabeh urusanku maring Mulyo!" (Bajingan! Kamu sudah menghancurkan semua urusanku dengan Mulyo!)
Teriak Sumerep

"O-opo maksude, rep?" (A-apa maksudnya, rep?) Tanya Mandra

"Batihmu kui! wes wani nulung Mulyo! Kowe ngupai weruh bakal ono serangan saking aku, hah?" (Temanmu itu! Sudah berani menolong Mulyo! Kamu kasih tahu bakal ada serangan dari aku, hah?) Tanya Sumerep

"Aku ora ngerti!" (Aku tidak tahu!) Ucap Mandra

"Mandra, kamu adalah murid kedua orang tuaku. Tidak mungkin kamu tidak memberitahu kepada mereka tentang serangan mematikanku!"
Ucap Sumerep sambil menendang kepala Mandra. Mandra terkapar di halaman depan rumahnya.

Para warga yang melihat perbuatan Sumerep langsung berlari dan memasuki rumahnya masing-masing. Mereka tidak ingin terlibat dalam konflik yang berkepanjangan dari permasalahan Sumerep.

"Kowe arep mati, ora?" (Kamu mau mati, tidak?) Senyum Sumerep sambil menjambak rambut Mandra.

"Yen kowe ora gelem mati saiki, kowe kudu bantu aku mberesi para bajingan kui!" (Kalau kamu tidak ingin mati sekarang, kamu harus bantu aku untuk membereskan para bajingan itu!) Ucap Sumerep sambil meludahi wajah Mandra yang babak belur.

"Cuih! Bajingan kowe!" Ucap Sumerep

Sumerep meninggalkan tubuh Mandra bersamaan dengan Ramli yang berada di belakangnya.

"Kowe..." (Kamu...) Ucap Mandra

Ramli menengok ke arah Mandra.

"Kowe dadi sekutu Sumerep saiki?" (Kamu jadi sekutu Sumerep sekarang?) Tanya Mandra

"Udu urusanmu!" (Bukan urusanmu!)

Mandra tergeletak di halaman depan rumahnya dengan wajah penuh dengan tanah. Kali ini, Sumerep akan mengambil Ramli sebagai sandera dari Mulyo yang telah meninggalkannya.

Sumerep akan membuat peperangan yang kesekian kalinya dengan mengaitkan para penduduk sekitar.

Kali ini, dia akan membuat pertumpahan darah lewat dengan para penduduk. Bukan hanya itu, dia juga akan mencoba untuk mengambil tubuh Wati untuk dibawa kabur olehnya.

"Mau kemana man?" Tanya Mulyo

"Aku akan mengunjungi temanku di desamu. Aku akan menyelamatkannya!" Ucap Maman

"Jangan! Disana bahaya!" Ucap Mulyo

"Tenang saja, aku tidak sendirian. Bawahan Pak Suroso juga akan mengiringi pemberangkatanku!" Ucap Maman

Entah dari mana datangnya, puluhan bawahan Pak Suroso mendatangi rumahnya sambil membawa golok di tiap tangannya.

"Kau ingin berperang?" Tanya Mulyo

"Tidak. Aku akan bernegosiasi dengan Sumerep. Aku tidak akan mencampuri urusanmu" jelas Maman

"Jangan bawa seluruh pasukan, man!" Ucap Pak Suroto yang keluar dari dalam rumahnya bersama dengan Yati

"Ke-kenapa tuan?" Tanya Maman

"Mereka sedang menyiapkan pasukannya untuk menyerang kita. Bawalah sekedarnya saja. Anggap saja ini adalah sambutan hangatmu kepada Sumerep!" Ucapnya

Maman menaiki delmannya dengan 5 orang dari pasukannya. Sisanya, mereka diinstruksikan untuk menjaga rumah Pak Suroso.

"Kamu tidak perlu bernegosiasi dengannya," Ucap Mulyo

"Apa maksudmu?" Tanya Maman

"Cukup bawa temanmu dan pergi dari desa itu." Jelas Mulyo

Pak Suroto menengahi percakapan diantara Maman dan juga Mulyo.

"Man, kau tahu? Ini masalah serius. Jika kamu ingin ke desa temanmu. Jangan sampai ketahuan. Aku memiliki firasat yang buruk mengenai pemberangkatanmu" Ucap Pak Suroto

Maman menatap kesal wajah Pak Suroto yang ikut campur dalam urusannya.
"Baik, tuan. Ayo naik!" Ucap Maman kepada lima orang yang dipilihnya untuk mengikuti perjalanan Maman.

Maman berangkat menuju desa tempat temannya berada yang bernama Mandra.

Pak Suroso memahami karakter dan watak Maman yang keras kepala.

"Mas Mulyo, Maman itu adalah anak yang cerdas dan keras kepala. Tapi tenang saja, dia adalah senjata utama kita untuk menghancurkan Sumerep saat ini!" Jelas Pak Suroso

"Nggeh Pak. Saya paham." Ucap Mulyo

Di dalam rumah, Wati dan Yati sedang masak bersama. Keduanya tampak akrab.

"Mbak Yati, mbak gak takut sama yang namanya santet?" Tanya Wati

"Mbak... Santet bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan" Ucap Yati

"Lalu, kamu takut sama apa?" Tanya Wati

"Gusti Allah, mbak"

Wati menunduk lesu,
"Mbak, keluargaku mati semua" Ucap Wati

"Ibuku dan Bapakku terkena santet mematikan itu. Perihal sakit hati yang menyebabkan ini semua terjadi. Apa manusia akan menjadi Tuhan ketika dia sedang sakit hati?" Tanya Wati

"Loh kok gitu mbak?" Tanya Yati

"Mbak tahu? Manusia jika sudah sakit hati, dia akan lupa siapa dirinya. Dia seolah-olah menjadi sesuatu yang bisa menguasai segalanya dan akan melampaui segala takdir yang telah ditentukan olehnya" Jelas Wati

Yati menatap wajah Wati yang meneteskan air mata.

"Aku ingin mati!"

Yati segera memeluk tubuh Wati dengan hangat.
"Mbak, orang yang sudah mati ingin hidup. Jadi jangan sia-siakan kehidupan mbak yang sekarang" Ucap Yati

Wati melepaskan pelukan Yati.

"Tapi, mbak. Apa hidupku sekarang bermakna? Aku telah membuat perpecahan ini membesar!"

Yati memahami apa yang dirasakan oleh Wati. Sesama perempuan, perasaan adalah simbol dari tabiat mereka berdua.

"Aku tahu ini berat bagi mbak. Tapi mbak, jika kita tidak menghadapinya dengan bersama, kita tidak akan bisa mengakhirinya, iya toh?" Tanya Yati

Wati mengangguk paham

"Manusia memiliki dua pilihan dalam hidup. Dia ingin bahagia ketika luka yang diterimanya atau tersiksa karena luka yang membekas di hati dan juga ingatannya. Semua tergantung kepada dirinya dan bagaimana dia memposisikan keduanya yaitu hati dan pikiran" Ucap Yati

Ketika kamu merasa sendiri. Lihatlah orang-orang yang telah berjuang mati-matian untuk memberikan keselamatan kepadamu mbak" Ucap Yati

"Matursuwun, mbak. Terima kasih telah menguatkanku"

Wati sangat beruntung ketika dia bertemu dengan Yati yang merupakan wanita dengan pikiran yang positif dan dewasa.

"Sudah, ayo cepat masak lagi. Keburu siang duluan" Ucap Yati

"Iya mbak"

Sumerep menyisir seluruh rumah penduduk untuk dijadikan pasukan terbarunya. Ramli yang bertugas untuk memasang strategi untuk menekuk paksa Mulyo dan yang lainnya.

"Kalian semua keluar! Cepat!" Ancam Sumerep

"Wonten nopo, mbah?" (Ada apa, mbah?) Tanya Warga

Sumerep mendekati seorang kakek tua dengan wajah yang sudah keriput dan badan yang sudah kurus tersebut.

"Kita akan melaksanakan Ritual besar-besaran!" Ucap Sumerep

"Ritual nopo?" Tanya warga lainnya

"Ritual Pengabdi Iblis!" Jelas Sumerep

"Mbah, ojo mbah! Ojo lakoni kuwi mbah!" (Mbah, jangan mbah! Jangan lakukan itu mbah!) Ucap Warga itu sambil bersujud dan memegangi kedua kaki Sumerep.

"Ritual ini akan memusnahkan seluruh penduduk desa. Kalian semua akan berperang menghadapi Mulyo bajingan itu!" Jelas Sumerep

Sumerep mengenyahkan kedua tangan warga itu, lalu menginjak tangan warga itu dengan kaki kanannya.

"Arghhhhhh!"
Warga itu kesakitan. Ramli hanya menatap warga itu dengan tatapan belas kasihannya. Ingin rasanya dia membantu warga tersebut, namun dia sudah berjanji kepada Sumerep untuk tidak melawan segala perintahnya.

"Ramli, bawa Mandra menuju tempatku! Akan ku gunakan dia sebagai alat untuk menghancurkan Mulyo!" Ucap Sumerep

"Mau sampai kapan kau gunakan manusia untuk menghabisi segala ambisimu?" Tanya Ramli

Sumerep terkejut mendengar hal itu,
"Kau? Sejak kapan kau berani menentangku?"

Ramli melihat sorot mata Sumerep yang menakutkan, seluruh tubuhnya bergetar dengan sendirinya.

"A-aku, hanya ingin melindungi hak-hak kemanusiaan! Aku bukan sepertimu! Aku manusia dan kau adalah Iblis!" Jelas Ramli

Sumerep terpukau dengan ocehan Ramli yang menyakitkan itu.

"Kau telah membunuh tuanku! Pak Mukso dan Bu Asih! Kau telah membunuh seluruh keluarga Mulyo! Kau membunuh Aji yang masih kecil dan Murni yang tak tahu apa arti dari dewasa sebenarnya! Kau telah menyakiti Pak Waris dan juga Bu Kurnia! Kau Iblis, Sumerep!" Teriak Ramli

Para warga yang mendengar hal itu menjadi terdiam sambil menatap tubuh Ramli yang berani menyuarakan hak kebenaran di hadapan Iblis berwujud manusia, Sumerep.

"Kau sudah mati, Ramli. Jasadmu yang sekarang adalah jasad pengganti dari penduduk disini!" Ucap Sumerep

Sumerep melanjutkan perkataannya.
"Memang benar, aku adalah Iblis yang kau katakan. Aku telah membunuh banyak orang untuk mementingkan diriku sendiri. Namun tindakanmu mengatakanku seperti itu, kau tak tahu keberadaanmu yang sekarang! Kau juga sama Iblisnya!" Teriak Sumerep

Ramli tak bisa berkata apa-apa, tubuhnya semakin bergetar dan merasa ketakutan. Apa yang sebenarnya yang dikatakan oleh Sumerep kepadanya?
Apa benar dia sudah meninggal?
Apa benar tubuhnya sekarang adalah hasil dari ritual yang dilakukan Sumerep untuk menghidupkannya lagi?

"Kau bersyukur bisa hidup Ramli. Karena di masa yang akan datang, manusia akan lebih dari Iblis. Mereka akan memakan sesamanya demi kepentingan pribadi. Mereka juga akan saling menjatuhkan! Berebut kekuasaan! Berebut Wanita dan Harta! Dan menyebut dirinya sebagai Tuhan!"

Ramli menatap tubuh Mandra yang masih tergeletak di depan rumahnya. Dia tak perduli siapa orang itu. Yang ingin dia ketahui adalah

"Siapakah Sumerep sebenarnya?"
"Mengapa Sumerep bisa melakukan hal yang mengerikan seperti ini?"

Sumerep berjalan menuju rumah warga.

Langkahnya tidak lagi memperdulikan kemana Ramli akan melangkah selanjutnya.

"Tu-tunggu!" Ucap Ramli

Sumerep berhenti sejenak, dia menolehkan pandangannya ke arah Ramli.

"Mengapa kau menyelamatkanku waktu itu?" Tanya Ramli

Sumerep tersenyum kepada Ramli.

"Kau tahu, kita adalah manusia yang ditakdirkan untuk melawan manusia lainnya yang sama-sama berambisi untuk menjadi Tuhan!" Jelas Sumerep

"Tidak ada manusia yang menjadi Tuhan. Yang ada dia lah yang mencoba untuk menjadi Tuhan, benarkan?" Tanya Sumerep pada Ramli

Ramli tak bisa membohongi perasaanya. Dia merasa takluk dengan perkataan Sumerep kepadanya.
"Bawalah Mandra ke padepokanku! Malam ini, kita akan menyerang Mulyo! Tuan yang telah meninggalkanmu di saat dirimu telah sekarat!"
Ucap Sumerep

Memang benar! Mulyo sialan itu telah meninggalkannya demi isterinya yang tercinta. Tapi, ketika Sumerep menyerang langsung rumahnya, bukankah dirinya yang menyuruh kepada Mulyo untuk meninggalkannya seorang diri?

"ARGHHHHHHH! SIAPA AKU SEBENARNYA?" Teriak Ramli

Dia memegangi kedua kepalanya sambil memukul-mukuli tanah.

Para warga berteriak histeris, ketakutan, menangis dan merasa putus asa. Apa yang sebenarnya yang dilakukan oleh Ramli ketika lingkungannya mendukung untuk membantunya namun dia sendiri tak bisa berbuat apa-apa.

Dia sudah hidup kembali. Melanjutkan kehidupan yang selanjutnya! Bahkan dia mampu untuk melakukan apapun yang dilakukannya untuk memperbaiki sisa-sisa kehidupannya yang sekarang.

Namun bagaimana jadinya jika dia tertekan kepada satu orang saja yaitu SUMEREP?

Ramli pun berdiri lagi dan menatap wajah Mandra yang kesakitan.

"Tolong... Tolong kami!" Ucap para warga ketika meminta pertolongan kepada Ramli.

Ramli tak perduli akan teriakan permintaan tolong kepadanya.

"Aku akan membalaskan dendam kepada Mulyo! Aku akan membunuhnya!"

Maman terus melanjutkan perjalanannya. Dia tak ingin terlambat dan tak bisa menyelamatkan Mandra dari tangan Sumerep.

Memasuki desa tempat Mandra berada, Maman segera mencari tempat yang layak untuk menaruh delmannya.

"Jaga delmannya. Kalau ada orang yang mencurigakan, bunuh saja!" Ucap Maman kepada bawahannya.

Maman yang bersama bawahannya berjumlah lima orang, dua darinya ditugaskan untuk menjaga Delman. Sisanya mengikuti Maman untuk bergerilya menuju tempat Mandra.

Dia menyusuri rumah demi rumah untuk mencari keberadaan Mandra.

Namun, dia tidak menemukan tanda-tanda aktivitas warga kala itu.

"Aneh, kenapa seluruh rumahnya kosong? Apakah para warga sedang bekerja?" Tanya Maman

"Mas... Lihat itu!" Ucap bawahannya ketika mendapati banyaknya barang-barang berserakan di luar rumah salah satu warga.
Maman melihat beberapa barang-barang yang biasa digunakan untuk mengungsi.

"Sialan! Kita terlambat!" Ucap Maman

"Kenapa mas?" Tanya bawahannya

"Sumerep telah menjarah seluruh warga! Kita harus pulang sekarang!"

Maman kembali menuju Delmannya.
"Cepat kembali ke rumah. Sumerep telah menjarah seluruh warga!" Ucap Maman kepada bawahannya

"Ba-baik, mas!" Hati Maman merasakan ketidakpuasan ketika dia tidak menemukan Mandra.

Seluruh pikirannya hanya terpaku kepada keselamatan Mandra.

"Bawa mereka kesini!" Ucap Sumerep ketika menyuruh Ramli membawakan Mandra ke ruangan khususnya.

"Mau kau apakan dia?" Tanya Ramli

"Untuk sekarang dan seterusnya, kau harus memanggilku Mbah Sumerep!" Ucap Sumerep

"Aku akan memperlihatkan kekuatan ilmu hitam yang tak pernah kau ketahui sebelumnya. Aku akan memasukkan buhul ke dalam tubuhnya dan menggunakannya untuk mencari tempat Mulyo!"
Ucap Sumerep

Ramli hanya memandangi Sumerep ketika dia membuka baju dan mengikatnya di sebuah kursi.

"Sumerep! Kowe ra olih gunake aku kanggo mateni menungso!" (Sumerep! Kamu tidak boleh menggunakanku untuk membunuh manusia!)
Teriak Mandra

Sumerep menutup mulut Mandra dengan sebuah kain.

Dia kemudian menyayat-nyayat tangan kanan Mandra untuk diambil darahnya.

"Ambilkan aku wadah" Ucap Sumerep

Ramli membawakan sebuah wadah untuk mewadahi darah Mandra.

Darah itu mengucur deras dari tangan kanan. Mandra mengerang kesakitan dan mencoba untuk memberontak.

"Sabarlah sedikit Mandra. Ini akan terasa sakit jadi tenanglah" Ucap Sumerep ketika dia menyeset bagian perut Mandra.

Mandra mengerang kesakitan. Tubuhnya terus bergerak ketika pisau tajam itu merobek tiap kulit yang melindung perutnya.

"Ambil darahnya, kita lakukan sekarang!" Ucap Sumerep

Ramli mewadahi tiap darah yang menetes di perut Mandra. Sementara itu, di bagian luar padepokan Sumerep, para penduduk terus berteriak untuk meminta dilepaskan.

Sumerep keluar dari ruangan tersebut, lalu dia menuju ke arah penduduk untuk mengambil masing-masing rambut dari penduduk itu. Tidak banyak, hanya satu cabutan saja.

Mandra terus menggerakkan tubuhnya. Dia seperti ingin memberitahu sesuatu kepada Ramli.

Ramli pun melepaskan kain yang menyumpal mulut Mandra.

"Kowe! Kowe arep mateni kabeh penduduk?" (Kamu! Kamu mau membunuh seluruh penduduk?) Tanya Mandra dengan tatapan marahnya kepada Ramli.

"Aku ora melok-melok!" (Aku tidak ikut-ikutan!) Jawab Ramli dengan cuek sambil membereskan darah yang masih menetes.

"Jangan sampai kejadian jagat peteng terulang kedua kalinya! Itu bisa celaka! Sudah berapa banyak korban yang berjatuhan karena santet ini!" Ucap Mandra dengan kesal

"Itu terserah Sumerep. Aku hanya mengikuti perintahnya. Tidak ada hak bagiku untuk melarangnya!" Jelas Ramli

"BAJINGAN! Manusia macam apa kau? Ingatlah, Ramli! Santet ini bisa membunuh satu penduduk sekaligus! Jangan kau tenggelam terhadap kegelapanmu!" Pinta Mandra

Memang benar. Ramli sedang tenggelam dalam kegelapannya. Kegelapan yang meraup seluruh jiwa dan pikirannya.

"Kegelapan manapun aku tidak peduli. Yang ingin aku lakukan adalah membalas dendam tuanku dulu, Mulyo!" Ucap Ramli

"Kowe edan!" (Kamu gila!) Ucap Mandra

Ramli menyumpal kembali mulut Mandra.

"Kegilaanku ini belum seberapa, kelak dunia akan mengetahui sejarah dari ini semua!"

Sumerep masuk kembali ke dalam ruangan tersebut.

"Sudah selesai?" Tanya Sumerep

"Sudah mbah. Ini darahnya" Ucap Ramli sambil menyerahkan wadah yang berisi darah itu kepada Sumerep.

"Tinggalkan tempat ini, aku akan melakukan ritualnya sekarang!" Ucap Sumerep

"Baik mbah"

Ramli meninggalkan ruangan tersebut. Dia menunggunya di depan pintu sambil membayangkan kematian Mulyo yang sudah di depan mata.

Mandra menggerak-gerakkan tubuhnya sebisa mungkin. Sumerep mulai mengoleskan darah itu di wajah, dada dan juga bagian lainnya.

"Mandra, jika kamu bisa mengeluarkan buhul itu. Maka, akulah orang yang dinobatkan untuk mengendalikanmu agar peperangan ini berjalan!"
Jelas Sumerep

Sumerep pun mulai merapalkan sebuah mantra dan membakar dupa. Lalu dia mengambil tulang babi yang telah disiapkannya jauh hari.

"Mantra Babi ini berguna untukmu Mandra!" Ucap Sumerep

Dia terus merapalkan mantra untuk mendatangkan Gede Duwur agar merasuki tubuh Mandra yang akan dijadikan alat peperangan malam hari nanti.

Yati dan Wati menyiapkan masakannya, mereka berdua menuju meja makan. Mulyo dan Pak Suroso telah menunggu hidangan makanan tersebut.

"Sudah selesai, mas," Ucap Yati

"Mari makan..."Ucap Pak Suroso

Begitu Wati ingin duduk dan makan bersama, kepalanya tiba-tiba pusing.

"Kepalaku..." Ucap Wati sambil memegangi kepalanya.

"Dek, kamu kenapa?" Tanya Mulyo sambil memegangi tubuh istrinya yang hampir saja terjatuh.

"Gak tahu, mas. Kepalaku tiba-tiba sakit!" Ucap Wati

"Duduk dulu, dek" Ucap Mulyo

Begitu Wati terduduk, dia mengingat sebuah kejadian yang mengerikan ketika Aji dan Murni terbunuh.

Keduanya dihantam habis-habisan oleh makhluk yang bernama Gede Duwur, Wati berteriak histeris seolah-olah dia berada dalam kejadian tersebut.

"Kamu kenapa, dek?"

Begitu pula ketika dia diperlihatkan Pak Waris dan juga Bu Asih yang dihabisi oleh Gede Duwur dengan cara dihempaskan tubuhnya ke dinding kamar berulang-ulang kali.

Kedua tubuhnya dibanting habis-habisan hingga mengeluarkan darah yang sangat banyak.

"ARGHHHHH!" Teriak Wati

Mulyo dan Pak Suroso serta Bu Yati mencoba menenangkan Wati yang tiba-tiba berteriak seperti orang ketakutan.

"Kenapa, mas?" Tanya Pak Suroto

"Aku tak tahu, Pak. Sepertinya Wati sedang diperlihatkan sesuatu!"
Ucap Mulyo

"Diperlihatkan? Diperlihatkan apa?" Tanya Pak Suroto

"Entah, Pak. Buhul yang tertanam dalam tubuhnya belum menghilang. Wati masih terikat dan dikendalikan oleh Sumerep itu!" Ucap Mulyo

"Jangan-jangan..." Ucap Pak Suroto

Tiba-tiba, Delman yang dibawa Maman datang tepat di depan rumah. Maman langsung berlari menuju tempat Pak Suroto.

"Tuan! Ini gawat!" Teriak Maman ketika dia membuka pintu, Pak Suroto dan Mulyo terkejut dengan kedatangan Maman yang mendadak.

Maman melihat sesuatu yang tidak biasa. Dia melihat Wati bersikap aneh dan terus berteriak seperti orang ketakutan.

"Mbak Wati kenapa, mas?" Tanya Maman

Wati diperlihatkan juga ketika jagat peteng yang tidak diketahuinya menyiksa para bawahan Bapaknya, Pak Mukso.

Dia seperti dibawa oleh Sumerep untuk diperlihatkan sesuatu yang mengerikan di masa lalu.

"Mas, apa yang harus kita lakukan?" Tanya Mulyo

"Aku tak tahu, mas!"

Setelah wati diperlihatkan semua kejadian di masa lalu, dia pingsan tak sadarkan diri.

"Dek! Dek? Bangun!"Teriak Mulyo sambil menggerak-gerakkan tubuh Wati.

"Dia pingsan. Sumerep itu mencoba memainkan pikiran Mbak Wati" Ucap Maman

"Apa maksudnya, man?" Tanya Pak Suroto

"Buhul yang tertanam dalam tubuh Wati tidak akan lepas sebelum Sumerep terbunuh. Pilihannya ada dua, Wati yang mati atau Sumerep yang mati!" Ucap Maman dengan tegas

"Sialan!"

Mulyo kesal dengan fakta yang terjadi akan istrinya.

"Man, bagaimana dengan temanmu?" Tanya Pak Suroto

"Mandra dan seluruh penduduk tertangkap. Malam ini, mereka akan menyerang kita dengan serangan besar-besaran!" Ucap Maman

"Maksudnya?" Tanya Pak Suroto

"Ritualnya telah dijalankan. Sumerep menggunakan penduduk untuk membunuh kita!"

Pak Suroto, Yati dan Mulyo terkejut mendengar penjelasan Maman.

"Ini kah yang disebut dengan Trah Pamungkas/Keturunan Terakhir?" Tanya Mulyo

"Trah Pamungkas?" Tanya Maman

"Seluruh orang akan mati dalam peperangan ini. Karena, ini akan menjadi akhir bagi kita semua!" Jelas Mulyo
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

close