Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Santet Malam Satu Suro (Part 4 END) Perang Dendam Pungkasan


JEJAKMISTERI - Dendam yang berkepanjangan membuat dua kubu saling mengatur strategi. Sumerep telah siap untuk melakukan penyerangan, sedangkan Mulyo dan lainnya masih memikirkan bagaimana dia bisa memenangkan peperangan tersebut.

"Man, apa kau punya ide?" Tanya Pak Suroto

Maman terdiam. Lalu dia menuju ke Wati. Maman tahu apa yang harus dilakukannya sekarang.

"Kita mungkin bisa menang, namun resikonya sangat besar. Itu juga hanya perkiraanku!" Ucap Maman

"Orang yang pertama yang akan menjadi incaran Sumerep adalah Mbak Wati. Lalu Mas Mulyo, sisanya adalah kita semua. Bagaimanapun caranya supaya kita bisa menyembunyikan Wati, akan sangat berbahaya jika kita memperlihatkan Wati dihadapan musuh!" Ucap Maman

*****

"Tapi, kita belum tahu musuh menyerang dengan seperti apa? Ya kan?" Tanya Pak Suroto

"Mengenai hal itu, kita bisa menjebaknya" Ucap Maman

"Bagaimana caranya?" Tanya Pak Suroto

"Aku yang akan menjadi umpan bagi mereka semua. Karena aku tahu, Sumerep akan menggunakan Mandra!" Jelas Maman

Sumerep telah berhasil membuat Mandra bertekuk lutut kepadanya. Para penduduk juga sudah berada di dalam kendalinya.

"Mandra tahu tempat temannya. Karena itu, jika kita menyerangnya secara bersamaan, pasti mereka akan kalah!" Ucap Sumerep

Ramli menepuk pundak Sumerep.

"Bagaimana jika mereka juga memiliki strategi penyerangan yang lebih baik dari kita, mbah? Usaha menyerang secara bersamaan akan membuat kita kehilangan banyak pasukan. Bukankah begitu?" Tanya Ramli

"Benar juga. Lalu apa solusinya?" Tanya Sumerep

"Biar aku yang akan maju di garda terdepan. Nantinya, jika aku kalah. Kau akan selamat. Aku akan memberi aba-aba kepada seluruh pasukanmu untuk menyerang secara bersamaan! Ini adalah strategi taktik peperangan ala penjajah kita dulu, belanda!" Jelas Ramli

Sumerep menyetujui ide gila Ramli. Kemungkinan besar punya maksud tertentu kenapa dia bisa mengarahkan untuk maju ke garda depan.

"Malam ini, perang dendam pungkasan (Perang dendam terakhir) akan dimulai! Siapakah yang akan berjaya, Aku atau mereka!" Teriak Sumerep

Maman mulai menjelaskan strategi yang akan digunakannya kepada Pak Suroso dan Mulyo.

"Kita belum tahu apa yang direncanakan oleh Sumerep. Karena itu, biarkan aku yang akan maju terlebih dahulu" Ucap Maman

"Tapi, bagaimana jika kau terbunuh?" Tanya Mulyo

Maman mulai menunjukkan keahlian berpikirnya dihadapan Mulyo.

"Musuh tidak akan membunuhku" senyum Maman

"Kenapa?" Tanya Mulyo

"Karena, mereka akan membunuhmu dahulu sebelum membunuhku" Ucap Maman

Memang benar. Dendam yang diutamakan Sumerep adalah kepada Mulyo. Karena itu, Maman benar-benar tahu situasi yang sedang di hadapinya.

"Namun, itu hanya kemungkinan. Bisa saja target utamanya adalah..." Potong Maman

"Siapa?" Tanya Mulyo

"Mbak Wati!" Senyum Maman

Tak ada yang tahu. Bagaimana peperangan itu akan terjadi. Namun, yang diketahui oleh Maman adalah para penduduk akan dijadikan korban bersamaan dengan Mandra.

"Apakah ada cara untuk menghindari pertumpahan darah?" Tanya Pak Suroto

"Jika kita memutuskan seluruh buhul yang terikat dalam tubuh mereka, kita bisa segera menghindari peperangan tersebut, namun aku belum tahu, bagaimana cara memutuskannya!" Ucap Maman

Mereka kembali berpikir untuk mendapatkan titik terang dari pertempuran yang akan terjadi.

"Jika Mandra yang akan dijadikan pasukan utama mereka berarti kemungkinan besar, jika kita membunuh Mandra, semua penduduk akan selamat!" Ucap Mulyo

Maman terkejut mendengar hal itu.
"Jadi artinya? Mandra yang akan dijadikan korban?" Tanya Maman

"Buhul yang ditanam oleh Sumerep tidak akan lepas sebelum inangnya terbunuh. Kemungkinan besar, Sumerep juga tidak ikut berperang!" Ucap Mulyo

"Kenapa?" Tanya Pak Suroso

"Karena, dia tahu, dengan mengerahkan banyak pasukan dia hanya cukup mengendalikannya saja!" Ucap Mulyo

Maman mengangguk paham. Dia juga melihat kondisi pasukannya yang tidak terlalu banyak.

"Kita hindari peperangannya. Kita bunuh Mandra!" Ucap Maman

"Man? Apa kau yakin?" Tanya Pak Suroso

"Orang yang terikat buhul akan menderita selama buhulnya belum terlepas. Namun dengan membunuhnya, kemungkinan besar, perang akan cepat reda!" Ucap Maman

Hari semakin gelap. Maman memerintahkan kepada seluruh pasukannya untuk bersembunyi di tiap-tiap rumah penduduk.

Maman juga mengistirahatkan untuk tidak keluar sebelum aba-aba darinya.

"Malam ini, tepat malam satu suro! Kita kalahkan Sumerep!" Jelas Maman

"Ramli, kamu siap?" Tanya Sumerep

"Siap mbah!" Ucap Ramli

"Jika kamu tidak keberatan, setelah perang ini selesai, jadilah bagian dari Mulyo. 25 tahun yang akan datang, kita akan bertemu lagi dengan kejadian yang sama!" Jelas Sumerep

"Tapi, apa yakin kita masih hidup, mbah?" Tanya Ramli

"Aku telah menanamkan buhul kepadamu. Jika Aku mati, kau juga akan mati. Tapi jika kau mati, aku tidak akan mati!" Jelas Sumerep

"Malam ini, tepat malam satu suro. Aku akan mengendalikan seluruh penduduk dan Mandra untuk menyerang temannya. Siapapun yang memenangkan peperangan ini, itu tidak penting. Aku hanya ingin kau masuk ke dalam bagian Suroso sebagai tangan kanannya lagi!" Ucap Sumerep

Sumerep memiliki strategi yang licik. Dia akan menyuruh Ramli untuk bergabung kepada Mulyo jika perang telah usai.
"Prioritas utama kita hanya satu! Buatlah dunia terkaburkan akan peristiwa yang mengerikan ini tertutupi. Ada saatnya mereka sadar, bahwa manusia adalah makhluk yang serakah!" Ucap Sumerep sambil tertawa

Ramli keheranan, bukankah semua manusia itu serakah?

Malam yang ditunggu tiba, Sumerep mengerahkan pasukannya dengan berangkat tempat kediaman Pak Suroto.

Tak lupa pula, dia memanggil Gede Duwur untuk membantu meratakan seluruh pasukan musuh.

"Mbak, kita bersembunyi di sini. Ini adalah ruangan bawah tanah khusus untuk bersembunyi dari para penjajah zaman dulu" Ucap Yati

"Ba-baik mbak"

Mulyo dan Pak Suroso bersama dengan pasukannya di balik rumah-rumah warga. Sedangkan Maman, dia berdiri di depan rumah sambil menyandang golok di tangan kanannya.

Setengah jam kemudian, Maman mendengarkan suara langkah kaki yang sangat ramai. Mungkin itu adalah suara pasukan dari Sumerep.

"Wes waktune!" (Sudah waktunya!) Ucap Maman sambil bersiap-siap

Namun, ketika Maman sudah bersiap, yang datang hanyalah seorang Ramli.

"Kau?" Tanya Maman

"Aku Ramli. Tangan kanan Mulyo!" Ucap Ramli

"Bukannya kau sudah mati?" Tanya Maman

Ramli hanya tersenyum, Maman merasakan kejanggalan. Dimana musuh yang lainnya? Kenapa tidak terlihat?

"Apa yang kau cari?" Tanya Ramli

"Aku tahu, kau ingin menjebakku kan?" Tanya Maman

"Tidak. Aku tak tahu soal apa yang kau bicarakan. Aku kemari hanya ingin menemui tuanku, Mulyo!" Ucap Ramli

Maman tak percaya dengan apa yang dikatakan Ramli. Entah kenapa, Maman merasakan bahwa Ramli adalah jebakan.

Maman kemudian melangkah menuju Ramli, namun ketika dia baru saja melangkahkan kakinya satu langkah.

Tiba-tiba, tubuhnya ditarik oleh seseorang

"Mamaaaaan!" Teriak seseorang yang menarik Maman dari belakang dengan wajah yang mengerikan. Mulutnya penuh gigi taring, matanya memerah, dan tenaganya sangat kuat.

"M-A-N-D-R-A?" Ucap Maman dengan terbata-bata.

"SERAAAAAANGGGGG!" Teriak Ramli

Entah dari mana, Gede Duwur itu berhasil mengetahui tempat persembunyian pasukan Mulyo. Dia melemparkan seluruh pasukannya tanpa ampun.

"ARGHHHHHH!"

Para penduduk yang terikat dengan buhul keluar dari tempat yang tidak di duga-duga. Mereka terkepung dalam satu tempat!

Pak Suroso dan Mulyo keluar dari tempat persembunyiannya dan melihat sosok Gede Duwur itu sedang meratakan seluruh pasukannya,

"I-ini gede duwur?" Tanya Pak Suroto dengan badan bergetar

Mulyo segera berlari ke arah Ramli sambil mengarahkan goloknya.

"Dasar Pengkhianat!"

Pak Suroso tak bisa berkata-kata. Tubuhnya lemas dengan seketika. Seluruh pasukannya diratakan oleh penduduk desa yang terikat akan buhul. Begitu juga dengan Gede Duwur yang meratakan semua pasukannya dan penduduk sekitar.

"Serangan ini benar-benar nyata!" Ucap Pak Suroto

Tubuh Maman tidak bisa bergerak. Kesadaran Mandra dibawah kendali Sumerep. Tenaganya setara dengan 10 orang bertubuh besar.

Mulyo mengarahkan goloknya ke arah Ramli, namun Ramli berhasil menghindar.

Mandra melemparkan tubuh Maman
"ARGHH!" Teriak Maman

"Man! Selamatkan Pak Suroto!"

Maman melihat Pak Suroto sedang dalam keadaan bahaya. Sosok Gede Duwur itu mendekati Pak Suroto dan ingin membunuhnya.

Maman segera berlari ke arah Pak Suroto, namun Mandra menghadangnya.

"Aku tahu, jika aku membunuhmu sekarang. Semua pasukanmu akan sadar dan Gede Duwur itu akan hilang!"

Maman berani mengarahkan goloknya kepada Mandra. Dia tahu, Mandra adalah temannya. Namun yang dipikirkan sekarang adalah keselamatan para penduduk desa.

Maman tak kuasa menahan rasa kesal dan dendamnya kepada Sumerep karena telah mempermainkan orang-orang yang lemah

Dia memperkirakan bahwa, di masa yang akan datang, orang-orang yang memiliki kekuasaan dan kekuatan digdaya yang besar, maka mereka akan memperalat orang-orang yang lemah dengan kekuasaan dan kekuatannya.

Kasus Mandra yang dikendalikan oleh Sumerep ini membuktikan bahwa manusia adalah makhluk yang selalu memperalat manusia lainnya untuk mengutamakan ambisinya.

Maman meringsek maju sambil meneriakkan nama..

"MANDRAAAAAAA!"

Anehnya, ketika Maman ingin menusuk tubuh Mandra, Maman merasakan sentuhan hati yang diberikan oleh Mandra. Tubuh Mandra terdiam dan tidak memberontak. Dia seperti pasrah untuk ditebas. Nurani Mandra memberontak ketika dia ingin dikendalikan oleh Sumerep.

Sialan! Bisa-bisanya Mandra tidak patuh kepadaku!" Ucap Sumerep ketika dia mengendalikan Mandra dan seluruh penduduk dari padepokannya.

Gede Duwur yang semula ingin membunuh Pak Suroto kini berbalik arah untuk melindungi Mandra dari tusukan Maman. Gede Duwur itu seakan-akan ingin menjadikan diri tameng bagi Mandra, namun sayang Maman telah dulu untuk menusuk perut Mandra

"JLEBBB!"

"Maafkan aku, ndra" Tangis Maman

Mandra tersadarkan. Buhulnya telah terlepas. Sosok Gede Duwur itu juga menghilang dengan seketika. Para penduduk yang dikendalikan oleh Sumerep tersadarkan semua.

"Man, hiduplah untuk lebih lama lagi. 25 tahun yang akan datang, santet itu akan kembali!" Ucap Mandra

Mandra meninggal dunia dengan luka pendarahan yang terus menerus mengalir hingga nyawa menjemputnya.

Maman menangis sejadi-jadinya, dia telah kehilangan sosok teman yang membantunya dalam membongkar kejahatan Sumerep. Dimulai dari kasus jagat peteng dan rapal ireng.

Maman telah mengetahuinya dari Mandra. Dia tak mengira bahwa Mandra lah yang akan dijadikan pasukan yang dikendalikan oleh Sumerep untuk menghabisi Mulyo dan juga Mbak Wati.

Pak Suroto mendekati Maman.
"Man..." Ucap Pak Suroto

"Dia telah berhasil melepaskan buhul sebelum aku membunuhnya, kendalinya sudah lepas. Tapi dia memang sengaja untuk dibunuh agar Sumerep itu tidak mengendalikannya lagi" Ucap Maman

Ramli yang mengetahui kekalahan telaknya itu akhirnya hanya tersenyum pasrah sambil merentangkan tubuhnya.

"Silahkan aku siap untuk dibunuh!" Ucap Ramli

Mulyo memandangi wajah Ramli yang tak mengenal rasa bersalah kepadanya. Dia pun meletakkan golok itu dengan cuma-cuma.

"Berdirilah, masih ada waktu untuk bisa menebus kesalahanmu!" Jelas Mulyo

Ramli terkejut ketika Mulyo mengucapkan hal itu kepadanya, dia tak mengira bahwa Mulyo tidak membunuhnya,

"Jika bukan karena Mukso yang memberiku amanat untuk menjaga Wati, aku pasti sudah membunuhmu sedari tadi.

Mukso sialan itu memintaku dan juga kau untuk menjaga Wati!" Jelas Mulyo

Tubuh Ramli bergetar. Dia merasakan bahwa Mulyo benar-benar perduli kepadanya, hanya saja, dia terlalu mengawali nafsu dibandingkan pikiran jernihnya.

Mulyo bangkit dan meninggalkan Ramli,
"Tuan..." Ucap Ramli

"Bantu seluruh penduduk yang terluka. Itu sudah cukup untuk menebus kesalahanmu, Ramli!" Ucap Mulyo

"Si-siap, tuan!" Ramli pun segera melaksanakan tugasnya. Entah ini sebagian rencana dari Sumerep atau tidak, penyerahan Ramli kepada Mulyo adalah bagian dari skenario 25 tahun yang akan datang.

Mulyo berlari menuju Wati yang masih bersembunyi di ruang bawah tanah rumahnya.
"Wati, keluarlah! Semua sudah usai!" Ucap Mulyo

Wati dan Yati keluar dari ruangan bawah tanah tersebut, mereka langsung menuju ke depan rumahnya.

"I-ini?" Tanya Yati ketika dia menyaksikan keadaan depan rumah yang telah penuh dengan para penduduk yang terluka akibat Perang Dendam Pungkasan yang terjadi malam tadi.

"Semua telah berakhir" Ucap Mulyo

"Tidak, ini adalah awal dari skenario Sumerep! 25 tahun yang akan datang, dia akan kembali!" Ucap Maman

-TAMAT-

close