Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

NENG LILI (Part 3)


JEJAKMISTERI - "Ming, kamu merasa ada yang aneh gak? dengan kematian Neng Lili?" tanya Roni, yang menarikku menjauh dari kerumanan. 
"Entahlah Ron. Aku sendiri masih bingung, kayak gak percaya." jawabku dengan lesu. 
Aku dan Roni kemudian terdiam sejenak, melihat orang-orang yang berkerumun menjauh, ketika beberapa lelaki dan satu perempuan berseragam Polisi tiba di tempat itu. 
"Sepertinya kematian Neng Lili benar tak wajar" pikirku. 

Hari semakin beranjak siang, setelah melalui beberapa proses, jenazah Neng Lili di bawa Polisi yang katanya kesebuah rumah sakit guna penyelidikan lebih lanjut. 
Aku sendiri tak begitu berpikir atau menerka-nerka lebih jauh tentang asbab musabab kematian Neng Lili, yang di rasa banyak orang ganjil. Tapi Aku lebih memikirkan tentang pesan terakhir dari Neng Lili, sebuah pesanan. 

Suasana hati dan pikiranku hari itu benar-benar dalam keadaan kacau, jangankan untuk beraktivitas, makan saja, Aku tak selera. Sampai ketika waktu sudah menunjuk pukul 4 sore, Aku yang masih bermalas-malasan di kamar kost, memutuskan untuk pergi ke sebuah alamat yang di tulis oleh Neng Lili. 

Beberapa lembar uang kertas warna hijau, sisa dari gaji pertamaku, menjadi modal menyusuri jalanan padat kota semarang, dengan di temani kendaraan sewa dari jasa taxi online. 
Hanya butuh waktu tiga puluh menit untuk sampai di alamat yang kutuju. Dan tepat sekali dugaanku, jika tempat itu adalah sebuah tempat elite, yang menjual dan menerima pesanan pakaian khusus berlabel jutaan rupiah. 

Setelah berbasa-basi sebentar, kuutarakan maksud kedatanganku. Agak sedikit bingung, atau mungkin tak percaya si penjaga butik padaku, sampai-sampai ia memanggil pemiliknya langsung. 
Wajah pemilik butik, yang awal begitu ceria penuh keramahan, tiba-tiba saja berkerut dengan tatapan menyelidik seolah tak percaya, setelah mendengar tujuanku dan tentang Neng Lili. 
"Kamu ini siapanya mbak Lili mas?" tanyanya penuh curiga. 
Jujur Aku bingung menjawabnya saat itu, tapi akhirnya kujawab sebagai temanya. 
"Mas... Tolong Mas jujur saja dan jangan mengada-ada." perkataan wanita pemilik butik,  kali ini sedikit membuatku agak tersinggung. 
"Buk! saya tak bohong! buat apa juga saya jauh-jauh kesini, kalau tidak di beri tau dan di amanahi Almarhum." jawabku sedikit ketus. 
"Tapi maaf Mas.., Coba Mas lihat ini." ucapnya kembali sambil menunjukan HP androidnya padaku. 

Sekilas kulihat tulisan-tulisan di WA yang di tunjukan padaku, wajar dan biasa-biasa saja. Tapi, begitu aku membaca nama pengirim, tanggal dan waktunya, jantungku seperti berhenti berdetak. 
Ya... Di pesan WA sang pemilik butik, jelas sekali tertera nama Neng Lili beserta FPnya. Bahkan, di dalam pesan-pesan itu, tertulis waktunya dari tiga hari yang lalu sampai beberapa jam sebelum kedatanganku. 

Tapi ada yang lebih membuatku terkejut, ketika wanita berkerudung pemilik butik mengatakan, jika gaun pengantin pesanan Neng Lili, sudah di ambil dua jam yang lalu oleh seorang pria seumuranku. 
Aku benar-benar bingung waktu itu, kepalaku rasanya berat mengingat semua kejadian di luar nalar yang kembali kualami. 
"Mas... Mas kenapa? kok jadi pucat gitu?" tanya sang pemilik butik membuyarkan lamunanku. 
"Nggak apa-apa buk. Cuma saya ini bingung, kok bisa Neng Lili WA ibu, sedangkan baru tadi pagi Neng Lili di temukan meninggal, dan meninggalnya juga di perkirakan tiga hari yang lalu." jelasku.

Sang pemilik butik yang masih tak percaya, seketika itu juga menelfon no WA Neng Lili. Tapi sampai beberapa kali ia mengulangi panggilan, tetap saja no WA yang ia tuju tak tersambung. 
Sampai beberapa detik kemudian, setelah ia menyerah dengan panggilan yang tak tersambung, Kulihat wajahnya berubah menegang dengan mata melotot kearah layar gawainya. Sejenak kuamati jari-jarinya sibuk seperti sedang mencari sesuatu di pesan-pesan WAnya. Sampai akhirnya, raut wajah ketidak percayaanya, berganti rauh wajah pucat ketakutan.
"Mas, ini kok aneh." ucapnya dengan tangan mengulurkan gawainya kembali seperti ingin menunjukan sesuatu padaku. 

Lagi-lagi mataku terbelalak, ketika pesan-pesan di WA pemilik butik dari Neng Lili yang sempat kubaca, hilang. Lebih-lebih, No WA Neng Lili, tertulis tanggal online terakhirnya empat hari yang lalu. 
Sang pemilik butik yang sudah percaya tentang Neng Lili, tampak begitu gusar. Ia masih sempat menyebutkan ciri-ciri pria yang sudah mendahuluiku mengambil gaun pengantin Neng Lili, sebelum beranjak meninggalkanku dengan rasa takut. 

"Apa mungkin Roni." tanyaku dalam hati, setelah mencerna ciri-ciri yang di sebutkan sang pemilik butik dan di perkuat penjaganya, yang sama persis dengan sosok Roni. 

Pikiranku yang kacau membawaku terus melangkah sampai tak kusadari jika malam sudah menjelang. Aku yang bingung, akhirnya memutuskan kerumah Roni untuk sekedar menjawab teka-teki yang terus menggelanyuti di otakku. 

Langkah mantapku menyusuri sebuah gang, yang berkesudahan di lorong kecil dengan tiga rumah berjejer. Cahaya lampu yang masih terang, dari dalam rumah paling ujung, membuatku yakin untuk mengetuk pintu kayu bertempelkan gambar-gambar club bola luar negri. 

Satu dua kali ketukan tak ada sahutan, setelah ketukan yang ketiga kali, satu suara dari dalam sedikit melonggarkan pernafasanku. 
"Lho, Aming. sama siapa kamu? tumben?" tanya satu sosok lelaki 55an begitu melihatku, sembari membenarkan gulungan sarungnya. 
"Iya pakde. Saya sendirian dan mau ketemu Roni." jawabku dengan polesan senyum kecut. 
Pakde Sarji, (ayah Roni), diam sejenak, seperti tengah mengingat-ingat sesuatu. Sampai akhirnya sebuah jawaban yang membuat teka-teki dalam otakku semakin membuncah.
"Roni dari sepulang melihat temanya yang meninggal, pergi lagi. wong dirumah paling cuma setengah jam. ya... sekitar jam satuan dia perginya sampai sekarang. Malah tak pikir sama kamu lo ming." terang Pakde Sarji panjang lebar. 

Setelah berpamitan, kuayunkan langkah gontai menyusuri kembali lorong dan gang, menuju jalan utama. Begitu sampai di trotoar, Aku yang baru ingat belum memesan transportasi jasa online, segera mengeluarkan HP dari saku jaket.

Hampir saja HP yang ku pegang terlepas, saat kubuka kunci pola, ada satu pesan lewat WA, pesan dari Neng Lili. 
"Kang Aming, maaf. pesanan saya sudah di ambilkan Kang Roni" isi dari pesan Neng Lili yang seketika membuat jantungku berdegup kencang. Apalagi di bawah tulisanya di beri emoji ringisan dengan gigi terlihat, semakin tubuhku merinding. 

"ddduuaarr... bbbrraaakk"
Selagi keringat yang keluar dari tubuhku tengah mengucur deras, satu pemandangan mengerikan kembali terhampar di depanku. 
Teriakan dan jeritan dari warga serta pengguna jalan, membuatku tersadar, jika di depanku sebuah kecelakaan tunggal baru saja terjadi.
Sejenak Aku tertegun menatap sebuah sepeda motor yang hancur bagian depanya, sedangkan pengendara yang seorang diri terpental lumayan jauh. 
Sekilas kuamati sepeda motor berwarna hitam buatan jepang, dengan beberapa gambar dan hiasan di separuh bagian, yang sepertinya tak asing bagiku.  

Mataku beralih pada sosok pengemudi yang tergeletak di tengah jalan, tepatnya di samping paping pembatas. Dari beberapa orang yang mulai mengerumuni sang pengendara, ada satu sosok yang menjadi perhatianku, sosok berambut panjang dengan gaun putih berhias manik-manik. 

Sekilas tak ada yang aneh dari sosok perempuan itu, ia membaur dengan yang lain menatapi tubuh lunglai sang pengendara. Namun, sejurus kemudian, sosok itu terlihat menari-nari sembari mengelilingi kerumunan, seolah tengah berbahagia. 
Tapi anehnya, semua orang di tempat itu, seperti tak melihat atau menyadari kehadiranya.
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

close