Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

GETIH IRENG ABDI LELEMBUT (Part 1) - Darah Hitam Pengabdi Setan

Darmowiloyo, keluarga keramat ini sudah dikenal tidak segan-segan untuk menghabisi mereka yang bertentangan denganya dengan ilmu hitam.
apa hubungan Danan & Cahyo dengan mereka?


JEJAKMISTERI - Hawa dingin terasa begitu menusuk di sekitar kaki gunung tempat Mbah Sarjo tinggal saat ini. Tidak seperti biasanya, Beliau merasakan seperti sedang terjadi sesuatu yang akan berdampak panjang.

Dari Jauh terlihat sepasang suami istri sedang berlari ke arah mbah Sarjo setelah turun dari sepeda ontelnya yang terlihat sudah berkarat.

Mereka berlari dengan terengah-engah seolah ingin menceritakan kabar yang sepertinya Mbah Sarjo sendiri sudah mengetahui dengan caranya sendiri.

“Mbah.. ngapunten nek kulo lancang, sedulur-sedulur sedoyo mbah.. mereka wis kelewatan!” (Mbah.. mohon maaf kalau saya lancang, saudara-saudara kita mbah.. mereka sudah keterlaluan) Ucap perempuan itu dengan wajah yang penuh cemas.
Seorang pria di sebelahnya mencoba sekuat mungkin menahan tangis.

Ia mengeluarkan sebuah benda berbentuk kalung kuningan dengan permata yang menghiasi sekitarnya. Terlihat sebuah batu berwarna hitam legam mengambil posisi di tengah perhiasan itu.
“Mung iki mbah sing iso diselamatke seko Mbakyu.. Liyane wis ilang” (Cuma ini yang bisa diselamatkan dari Mbakyu.. lainya sudah hilang)

Mbah Sarjo menatap kedua orang itu dengan seksama. Ia memperhatikan cucu-cucunya itu seolah memastikan sesuatu. Setelahnya, ia menghela nafas seolah memutuskan suatu hal.

“Damar, Andara.. tinggalo ning kene telung dino, enteni aku mulih.. duwene mbakyumu iki ben tak gowo disik” (Damar, Andara.. tinggalah disini tiga hari, tunggu aku pulang.. milik mbakyumu ini biar saya bawa dulu)

Mbah Sarjo membukakan pintu rumahnya untuk kedua cucunya itu. Sebuah rumah tua yang sudah lapuk dengan berbagai benda yang tidak biasa terpajang di dinding kayu rumahnya. Bukan pusaka, hanya beberapa lukisan, topeng, dan sebuah selendang lusuh.

Namun Damar dan istrinya Andara tahu bahwa benda itu bukanlah benda biasa.
“Kowe kudu poso mutih nganti aku tekan... ora usah wedi karo sedulurmu, ono sing jogo kuwe neng kene” (Kalian harus puasa mutih sampai aku kembali.. tidak usah takut dengan saudaramu, ada yang menjaga kalian disini)
Mendengar ucapan itu Damar dan Andara segera merasa seolah ada yang menatapnya dari salah satu wujud rumah.

Di mata mereka yang terlihat hanya seseosok bayangan hitam menyerupai seorang perempuan yang sedang mengenakan selendang.

“Nyi Sendang Rangu...” Ucap Andara sambil menangkupkan tanganya memberi salam dan sedikit menunduk pada salah satu ingon atau pelindung keluarganya yang sudah menjaga keluarga mereka sejak dulu.

Damar sedikit menundukan kepala dan menghela nafas lega ketika roh wanita yang sudah ia kenal sejak kecil menemaninya di situ.

“Tiga malam ini akan sangat sulit untuk kalian... keikhlasan puasa dan tirakatmu yang menentukan kita akan hidup atau mati”

Mbah Sarjo membawa beberapa benda di bungkusan kainya dan bersiap meninggalkan rumahnya itu hanya dengan baju dan celana kain berwarna putih lusuh. Damar dan Andarapun mengihklaskan kepergian Mbah Sarjo dengan mencium tanganya.

***

Mbah Sarjo terlihat berjalan tanpa mengenakan alas kaki ke arah sebuah bukit. Memang menurut cerita turun temurun, di sanalah letak goa tempat Mbah Sarjo biasa melakukan semedi.

Tepat setelah Mbah Sarjo hilang dari pandangan Damar dan Andara segera menutup pintu rumah kayu itu dan terus berdoa berharap saudara-saudaranya tidak mengincar mereka seperti yang terjadi pada Mbakyu, kakak perempuan dari Damar.

“Salahe Mbakyu ki opo to dek.. kok liyane tegel mateni sedulur dewe nganti kaya ngono...”
(Salahnya Mbakyu itu apa to dek, kok yang lainya tega membunuh dia sampai begitunya) Ucap Damar yang masih belum bisa menahan rasa sedihnya atas meninggalnya kakak tertuanya dengan cara mengenaskan.
Kematian Mbakyu seharusnya sudah bisa diketahui oleh damar dari malam sebelumnya.

Saat itu Mbakyu muncul di mimpi Andara dan menunjukan sebuah kotak kayu yang dipendam di satu-satunya pohon Jati di halaman rumah Mbakyu.
Pagi harinya Damar yang khawatir saat mendengar cerita mengenai mimpi itu segera menghampiri rumah Mbakyu secepat mungkin.

Saat mendekati desa tempat tinggal Mbakyu mereka melihat puluhan warga desa berbondong-bondong meninggalkan desa dengan wajah yang ketakutan.

Tepat saat mendekati rumah mbakyu yang terletak di tanah sedikit lebih tinggi di ujung desa, suasana mulai berubah menjadi sangat mencekam.
Puluhan orang berada di sekitar rumah mbakyu dengan wajah yang penuh amarah.

Mereka berdiri di tempat yang berjauhan satu sama lain dan diam seperti mematung.
Damar mengenal mereka semua, orang-orang ini masih memiliki hubungan darah dengan Damar dan Mbakyu.

Dan entah mengapa, sepertinya Damar merasakan seseorang yang berada di dalam rumah mbakyu adalah orang yang sangat dekat denganya.

“Ono opo iki!” (Ada apa ini?) Tanya Damar sambil melemparkan sepedanya dan berlari bersama andara menuju rumah mbakyu namun dengan sergap beberapa orang menahanya.

“Wis Mar, ra usah melu-melu” (Sudah Mar, nggak usah ikut-ikut)
Itu adalah Mas Sapto, Anak tertua dari Pakde Doso Kakak dari ayah Damar.

“Iki ini opo mas? Mbakyu arep dikapake” (Ini ada apa mas? Mbakyu mau diapain?) Tanya Damar.

“Ojo Damar... Tulung, Ojo nyedak” (Jangan Damar, tolong jangan mendekat) Lanjut Mas Sapto yang sekuat tenaga menahan Damar dan Andara bersama beberapa orang lainya.
Tak lama setelahnya terdengar suara jeritan wanita dari dalam rumah mbakyu. Suaranya begitu mengerikan dan sangat memekakan telinga.

“Wis Rampung” (sudah selesai) Ucap Mas Sapto.
Tak lama kemudian terlihat sesorang keluar dari rumah Mbakyu dengan membawa kepala yang sudah terpisah dari tubuhnya.

Itu adalah kepala seseorang yang sangat kukenal sejak kecil. Kepala Mbakyu.
Seketika wajah Damar menjadi pucat, tubuhnya lemas. Andara tak mampu lagi menahan tangisnya dan seketika jatuh terduduk.
Satu hal yang membuat Damar tidak habis pikir.

Yang menggenggam kepala Mbakyu itu adalah Mas Sedo, kakak kandung Damar sekaligus adik dari Wanita yang kepalanya sedang tergenggam di tanganya saat ini.

Saat ini wajah Damar penuh dengan amarah, sepertinya ia ingin segera berlari ke arah sana, namun tiba-tiba Mas Sapto membacakan doa pada salah satu telapak tanganya dan memukulkanya di wajah Damar.

Dengan segera tubuh Damar terkulai tak berdaya dan hanya mampu menyaksikan semua kejadian di depan matanya tanpa mampu berbuat apa-apa.
“Andara, Jaga Suamimu.. selesaikan urusan kalian setelah mereka semua pergi” Ucap Mas Sapto yang segera memerintahkan orang-orangnya untuk membawa Andara dan Damar bersembunyi salah satu rumah warga yang tidak terkunci.
Andara mengintip kejadian setelahnya melalui jendela rumah itu bersama dengan Damar.

Mas Sedo melempar kepala Mbakyu ke kobaran api unggun yang sudah disiapkan oleh orang-orangnya. Tak lama setelahnya seorang perempuan berparas ayu keluar dengan membawa sebuah peti kayu kecil yang biasa digunakan Mbakyu untuk menyimpan perhiasan peninggalan keluarga.

Wanita cantik itu adalah Dirnaya istri dari Mas Sedo.
Damar dan Andara berpikir, Apa ini semua semata karna harta atau warisan itu? sepertinya tidak.

Tindakan terkutuk ini tidak mungkin demi benda-benda yang pasti dengan sukarela mbakyu berikan kepada kami adik-adiknya bila meminta dengan baik-baik.

Setelahnya, Mas Sedo mengambil beberapa batang kayu yang sudah terbakar dan menyulutnya ke rumah Mbakyu yang sudah disiramkan dengan minyak tanah.

Saat api mulai melahap rumah itu mereka semua segera berbondong-bondong meninggalkan desa tanpa sepatah kata dan seperti tanpa penyesalan sedikitpun.

Damar dan Andara menangis tanpa henti bahkan hingga api di rumah mbakyu terbakar habis dan hanya menyisakan separuh dari temboknya.
Tepat saat Sapto meninggalkan Desa, Damar kembali bisa menggerakkan tubuhnya.

Saat itu juga Damar memaksakan dirinya untuk mengampiri sisa-sisa rumah yang terbakar itu.
Terlihat di bagian ruang tengah sisa tulang-belulang Mbakyu yang sebagian sudah menjadi abu. Damar menangis sekuat-kuatnya melihat hal itu.

Andara berusaha mencari petunjuk ke seluruh bangunan namun tidak ada yang tersisa disana.

“Kita harus meminta penjelasan dari Sedo!” Damar berkata dengan penuh emosi.
Andara yang melihat wajah suaminya dipenuhi amarah memilih untuk lebih tenang dan mencari petunjuk di sana.

Ia teringat dengan mimpinya mengenai benda yang dikuburkan di bawah pohon jati di halaman itu.

“Jangan Mas.. jika mimpi semalam benar, seharusnya benda itu ada di bawah pohon jati. Kita bawa dulu ke mbah Sarjo.. mungkin ia bisa memberi petunjuk” Ucap Andara.

Mereka berdua sekuat tenaga menahan rasa sedihnya dan menelusuri sisa-sisa rumah Mbakyu menuju tempat yang ditunjukan di mimpi Andara.
Benar saja, ada bekas galian baru di sana.

Damar menggalinya dengan tangan kosong dan berhasil menemukan kotak kayu persis seperti yang ditunjukan di mimpi Andara. Mereka segera membukanya dan menemukan sebuah perhiasan kuningan berhiaskan perhiasan dan sebuah batu berwarna hitam.

Mereka memutuskan untuk membawanya ke Mbah Sarjo, seseorangnya yang di sesepuhkan di anggota keluarganya.

***

Sudah cukup lama Damar dan Andara berdiam di rumah mbah Sardjo hingga mlampun mulai datang. Berbagai pemikiran muncul di pikiran Damar dan Andara.

Bagaimana mungkin hanya mereka yang tidak mengetahui penyebab dari tragedi ini?
Apakah mungkin Mas Sedo juga mengincar mereka berdua setelahnya?
Andara berjalan menuju keluar dengan membawa sebuah lampu teplok.
“Mau kemana?” Tanya Damar.

“Mau masang ini di depan biar nggak gelap” Jawab Andara sambil memperhatikan nyala api di lampu itu.
Ia berjalan menuju pintu dan membukanya perlahan. Namun tepat saat pintu itu terbuka tiba-tiba Andara menjatuhkan lampu itu hingga minyak tanah berceceran di tanah.

“Ono opo dik?” (Ada apa dik?) Tanya Damar.
Tak seperti sebelumnya, tepat saat pintu itu dibuka terdengar suara kerumunan orang seolah berada di sekeliling rumah ini.
Damar yang melihat istrinya bertingkah aneh segera menyusulnya dan menyaksikan pemandangan di luar bangunan.

Seketika Damar bertingkah sama seperti istrinya.
Mereka berdua tidak percaya dengan apa yang mereka lihat di luar. Suara kerumunan itu rupanya bukan berasal dari suara manusia, melainkan suara dari berbagai macam makhluk yang mengelilingi rumah itu layaknya menyaksikan sebuah pertunjukan.
Makhluk halus yang hampir jarang mereka lihat kini berkumpul dengan berbagai wujud mulai dari siluman ular di atap rumah, puluhan roh penasaran di sekeliling desa, hingga sosok hantu perempuan yang melayang-layang di sekitar rumah itu.

“Wis nduk, ayo mlebu“ (Sudah nak, ayo masuk)
Suara wanita terdengar lembut di telinga kami bersamaan dengan munculnya bayangan wanita yang menghalangi kami untuk melihat keluar.
Rupanya Nyi Sendang Rangu sedari tadi melindungi rumah ini dari keberadaan makhluk-makhluk itu.

Seketika mereka merasakan keadaan di rumah ini menjadi semakin mencekam.
Berbagai doa mereka bacakan untuk melindungi rumah ini dari niat jahat makhluk-makhluk itu. mereka membaca setiap doa dan ayat suci tanpa terputus hingga akhirnya sesuatu membuat mereka tertidur.

***

“Damar, Andara... Masmu, Sedo wis memutuskan dadi pengikute Ki Brotowongso. Nek ketemu Sedo meneh ojo pernah nganggep de’e sedulurmu meneh..” (Damar, Andara... Kakakmu, Sedo sudah memutuskan untuk menjadi pengikut Ki Brotowongso. Saat ketemu Sedo lagi, jangan pernah menganggap dia saudaramu lagi)
Itu ada suara Mbah Sarjo yang muncul di mimpi mereka berdua di malam pertama.

Damar masih jauh dari mengerti mengenai ucapan Mbah Sarjo itu namun ia tetap mengingat dengan baik semua petunjuk itu.
Sesuai Perintah Mbah Sarjo, Andara dan Damar melakukan puasa mutih dan berdiam di dalam bangunan tanpa keluar sama sekali.

Mereka menunggu Mbah Sarjo kembali sambil membaca doa-doa untuk melindungi rumah ini.
Malam kedua mbah Sarjo kembali mucul di mimpi mereka lagi.

Namun kali ini ia menceritakan tentang Ki Brotowongso yang ternyata memiliki kesaktian yang sudah ia sempurnakan pemberian makhluk yang merasuki dirinya.
Menjelang malam ketiga, terdengar suara pintu yang digedor dengan keras. Kali ini jelas itu adalah ketukan manusia.

Damar dan Andara merasa ketakutan mendengar suara ketukan yang penuh dengan emosi itu.

“Damar Buka! Aku tau kowe ning jero!” (Damar, Buka! Aku tahu kamu di dalam) Damar dan Andara tau sekali bahwa itu adalah suara Mas Sedo.

Namun mereka sama sekali tidak bisa menebak kedatangan kakaknya itu.
Amarah yang masih terus tersisa membuat Damar berniat menghadapi kakaknya itu, namun Andara yang masih ingat dengan peringatan Mbah Sarjo di mimpi mencoba menahan suaminya itu.

“Nyi Sendang Rangu.. tak bisakah kau balaskan dendam Mbakyu?” Teriak Damar pada sosok bayangan wanita anggun yang menghalangi pintu rumah itu.
Makhluk itu menggeleng dan berbalik ke arah pintu.

“Aku masih terikat perjanjian dengan leluhur kalian dan tidak bisa menyakiti keturunan kalian.. tunggu saja sebentar lagi” Suara ketukan terdengar hampir di setiap penjuru bangunan.

Aku tahu dengan jelas bahwa mereka tidak bisa sembarangan memasuki rumah ini dengan perlindungan Nyi Sendang Rangu.
Di tengah suara berisik itu tiba-tiba Andara menatap terpaku ke arah ruang belakang rumah. Ia menatap pada sesuatu yang perlahan terlihat semakin jelas.

Sosok wanita berwajah hitam berpakaian kebaya lusuh melayang mendekat dari arah tempat itu.

“Mas.. itu apa mas?” Ucap Andara yang ketakutan.
Makhluk itu melayang dan tersenyum memamerkan mulutnya yang berceceran cairan berwarna hitam.

Ia menarik tusuk kondenya dan mendekat ke Arah Andara.

“Wis wayahe kowe mati...” (Sudah saatnya kamu mati) Suara makhluk itu menggema ke seluruh bagian ruangan.
Nyi Sendang Ranu tidak tinggal diam.

Ia berdiri tepat dihadapan Andara dan Damar untuk menyambut kedatangan makhluk itu.

“Demit sepertimu berani menantangku?” Ucap Nyi Sendang rangu yang mendekat ke arah makhluk itu.
Tubuhnya memang lebih kecil dari makhluk yang mendatangi kami.

Namun aku sangat mengerti kengerian dari kekuatan Nyi Sendang Rangu.
Wajah Ayu Nyi sendang rangu perlahan berubah. Matanya memutih dan terus menatap ke makhluk itu.
Hanya dengan tatapanya wujud wanita itu menghitam seperti membusuk dan hanya menyisakan kepalanya saja.

Wujud itu tiba-tiba terjatuh dan sebuah benda menyerupai gelang kuningan yang sekarang terlihat semakin menghitam.

“I..itu mas, itu pusaka keluarga Tarjiwo..” Ucap Andara.

“Jadi mereka juga sudah bersekutu dengan Mas Sedo” Balas Damar.

Nyi Sendang Rangu mengangkat kepala makhluk itu dan memberikan peringatan.
“Ikatanmu dengan keluarga itu sudah terlepas, aku kembalikan kau pada mereka.. mintalah bayaran atas permintaan mereka!”
Saat itu juga kepala itu menghilang dari tangan Nyi Sendang Rangu.

Tak lama setelahnya terdengar suara teriakan dari orang-orang yang berada diluar.

“A..apa yang terjadi nyi?” Tanyaku.

“Makhluk itu hanya meminta bayaran atas perlakuan itu padanya... sepertinya sepuluh nyawa dari keluarga itupun tidak cukup” Jawab nyi Sendang Rangu.

Setelah kejadian itu suara dari luar rumah perlahan menghilang. Namun Andara dan Damar masih mengethui bahwa mereka masih berada di luar sana.
Suara langkah kaki yang sangat pelan terdengar mendekat samar-samar. Seperti suara langkah kaki tanpa mengenakan kasut.

Suara itu berdampingan dengan suara orang yang berkerumun membicarakan sesuatu.
Klek!
Tiba-tiba pitu rumah terbuka. Terlihat seorang kakek tua berjalan dengan tenangnya masuk ke dalam rumah.

“Mbah Sarjo!” Teriak Damar.

Damar dan Andara menoleh ke arah luar dan melihat semua orang di sana menatap ke suatu titik yang jauh dari rumah ini.

“Wis... Rungokno aku sek, ojo ngurusi mereka” (Sudah dengarkan aku dulu, jangan mengurusi mereka) Perintah Mbah Sarjo.

Mbah sarjo mengeluarkan sepasang benda entah dari mana. Itu adalah sebuah kalung kuningan yang dihiasi perhiasan dengan ukiran-ukiran kuno. Mirip seperti milik Mbakyu namun sudah terlihat berbeda.

“Andara, ini milikmu sekarang... Dengan memiliki mustika ini kalian sudah bukan bagian dari trah ini” Ucap Mbah Sarjo.

“M..maksud mbah apa?” Tanya Damar.

“Kalian sudah tidak memiliki hubungan apapun lagi denganku maupun Sedo, mereka tidak perlu lagi mencabut nyawa kalian” Jelas Mbah Sarjo.

Mbah Sarjo menceritakan tentang Sedo yang menjadi anak buah Ki Brotowongso dengan syarat harus menghabisi semua keluarga kandungnya dan hanya menyisakan dirinya sebagai keturunan terakhir.

Mendengar itu, Damar teringat dengan Mas Sapto yang menolongnya tadi.

“Lalu Mas Sapto bagaimana?”

“Sepertinya ia mempunyai rencananya sendiri” Jawab Mbah Sarjo.

Mbah Sarjo mengenakan Mustika itu pada Andara, seketika Damar menatap istrinya itu dengan tatapan yang berbeda.

“Dengan mengenakan Mustika itu orang akan patuh dengan kalian dan memandang kalian layaknya orang terpandang namun selalu ada bayaran atas setiap kekuatan..” Jelas Mbah Sarjo lagi.

“A..apa itu mbah?” Tanya Andara.

“Semakin menggunakan pusaka ini, maka kamu akan semakin membutuhkan seseorang untuk memenuhi gairahmu.. Karna itu Damar suamimu harus terus berada di sisimu” Jawab Mbah Sarjo.

Mbah Sarjo mengeluarkan sebuah benda lagi berupa cincin yang berhiaskan batu yang berwarna hitam legam.

“Ini untukmu Damar.. Ini akan melindungimu, kamu akan mengetahui mantra atas pusaka itu saat kamu sudah harus menggunakanya” Jelas Mbah Sarjo.

Damar Menerima sebuah cincin pusaka dengan batu berwarna hitam. Mereka sadar kedua pusaka itu dibuat dengan benda peninggalan Mbakyu Kemarin.

“Mulai sekarang namamu adalah Damar Aji Darmowiloyo, Bangunlah trah kalian sendiri dengan restu dariku“

Seketika wajah takut Damar dan Andara berubah. Raut muka sedih terlihat di wajahnya. Entah bagaimana mereka harus berterima kasih kepada eyangnya itu.

“Lalu Mbah bagaimana?” Tanya Damar.

“Waktuku sudah selesai, Ikatan Nyi Sendang Rangu juga sudah kulepaskan. Tugas terakhirnya adalah mengantarku ke peristirahatan terakhir...”
Seketika saat itu juga wujud mbah Sarjo mulai menghilang perlahan. Suara langkah kaki terdengar kembali mendekat ke rumah.

Melihat pintu yang terbuka Sedo masuk dengan menggenggam sebuah kepala dengan wajah yang juga kukenal.
Itu adalah kepala Mbah Sarjo.
Damar berusaha sekuat tenaga berusaha tegar.

Rupanya sedari tadi Mas Sedo dan orang-orangnya menghabisi tubuh mbah sarjo sehingga memberikan kesempatan untuk sukmanya menemui kami.

“Kita sudah tidak ada urusan lagi... aku sudah bukan bagian dari kalian lagi” Ucap Damar yang menghadang langsung kakaknya untuk masuk lebih jauh.

“Cara yang pintar...” Ucap Sedo yang memperhatikan tubuh Damar dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Saat ini Ia melihat Damar sebagai orang yang berbeda dan tidak lagi merasakan hubungan darah diantara mereka.

“Maafkan aku Damar, aku tidak mau kamu menjadi penghalangku di kemudian hari”
Rupanya pemutusan ikatan itu tidaklah cukup.

Sedo masih berusaha mencoba membunuh Damar dengan mulai mencabut keris dari pinggangnya.
Damar mencoba mengusap cincin yang sudah terpasang di jarinya namun tiba-tiba niatnya terhenti.

“Cukup!” Teriak Andara dari dalam ruangan.

Ia keluar dengan mengenakan mustika pemberian Mbah Sarjo dan berdiri tepat di samping suaminya.
Saat itu juga tingkah laku Sedo berubah.

“Andara... tidak mungkin kamu Andara!” Ucapnya.

Tingkahnya terlihat aneh saat menatap Andara. Wajah beringasnya berubah menjadi seperti anjing yang siap patuh dengan tuanya.
Damar dan Andara saling menatap dan memutuskan apa yang akan kalian lakukan.

“Pergi dan lupakan keberadaan kami!” Perintah Andara.

“B..Baik Nyai!” Ucap Sedo yang seketika menjadi Patuh dengan ucapan Andara. Namun sepertinya ada sebagian dari sisi Sedo yang berusaha melawan pengaruh Mustika itu.

“Cepat pergi!” Perintah Damar.

Seketika Sedo mundur meninggalkan rumah itu dan memerintahkan anak buahnya untuk pergi.

“Apa ini artinya Mustika itu tidak akan bekerja untuk anggota keluarga kita?” Tanya Damar.

“Mungkin saja mas.. tapi kita juga harus berhati-hati menggunakan benda ini” Jawab Andara.

Malam itu mereka mendoakan Jasad Mbah Sarjo yang terpisah dengan kepalanya.

Dengan menggunakan mustika itu Damar dan Andara dapat melihat dengan jelas wujud Nyi sendang rangu yang berjalan mengantarkan Roh Mbah Sarjo ke arah sebuah hutan terdapat sebuah sendang yang merupakan asal dari Nyi Sendang Rangu.

[BERSAMBUNG]

***
Selanjutnya
close