Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

GETIH MUKTI (Part 1)

Petualangan tiga pemuda ini berlanjut.. Segala kengerian diatas sana ternyata belum berakhir...

Lanjutan kisah Haru Mahameru


JEJAKMISTERI - Deru suara mesin jeep dari pak santoso membelah jalanan menuju rumah kami...

Rumah dimana kami merasakan kedamaian yang selama ini selalu kami...

Ahh...

Cuma aku mungkin yang merasa mengacuhkan segala kedamaian dari mereka, dari orang tuaku dan orang tua kedua sahabatku...

Sinar matahari siang tak mampu mengeringkan air mataku...

Kala dimana ketiga anak manusia yang lolos dari ganasnya hutan semeru...

Asap sebatas tembakau pun tak pernah hilang dari ingatanku, asap yang menghiasi bibir pak santoso yang selalu berdzikir seraya mengemudikan jeep miliknya..

"Koen kabeh ojok wedi rek, ono Gusti Allah moho agung sing nyelametno awakmu tekan kene iki" (Kamu semua jangan takut, ada Gusti Allah maha agung yang menyelamatkan kalian sampai disini) Ucap bijak beliau sambil terus tersenyum dengan dzikirnya.

Jalur lurus nan halus alas jatian senduro tak kuasa menyejukkan hati ini, hati yang terlalu kecil untuk mengatakan berani...

Hatiku..

Hati purnomo yang tak habis pikir dengan segala apa yang telah dia lakukan...

Disampingku Hendro tetap dengan lamunannya, entah apa yang dia pikirkan...

Atau...

Memang tak ada sedikitpun isi dari lamunannya.

Maafkan aku kawan...

Maafkan aku yang telah membawa dirimu pada segala hal yang tak pernah aku bayangkan...

Didepanku seorang suno dengan badan tertunduk lesu tetap mengucurkan air matanya...

Memang...

Suno tak pernah sedikitpun menyalahkanku, namun rasa bersalah ini terlalu dan terlalu besar...

Tanpa hal gilaku aku tak akan membawa petaka ini pada teman dan sahabat karibku ini...

Namun...

Karena merekalah aku dan kami saling menguatkan akan segala haling dan rintang disana, diatas Mahameru nan agung itu..

Di atas, diatas kaki Mahameru nan indah itu..

Diatas, diatas desa swarga loka itu..

Matur sembah suwun kawanku..

Hanya lamunan tanpa suara yang kami haturkan dilembayung nalar seorang anak manusia..

Sari kemuning pun telah kami lalui hingga membelah jalanan karang anom nan menjulang panjang..

Sein kanan pun dinyalakan agar kami menemukan jalur menuju rumah dan desa kami bertiga..

Hingga dadapan pun kami lalui..

Sesekali pengemudi kami pak santoso melempar senyum pada para petani yang tengah bersantai dan beristirahat di pematang sawah pinggiran jalan..

Jalan turunan disamping makam itu lambat namun pasti menjauh dari kami..

Sampai...

Kami pun memasuki alas jokarto dengan umbulan atau sendang keramatnya..

"Awak dewe mandeg neg kene disek yow rek, adus mberseni awakmu kabeh disek neg kene, bersuci sucine jiwo" (Kita berhenti disini dulu ya, mandi membersihkan badan kalian semua disini, bersuci sucikan jiwa) ucap pak santoso.

Memang tak ada sesuatu yang menempel atau mengikuti kami waktu itu..

Namun..

Namun kami kehilangan sukma salah satu teman kami, dan hanya iya yang bisa aku dan suno ucapkan tanpa satu ucap dari hendro temanku..

"Enggih (iya) pak" jawabku dan suno.

Diparkirnya jeep itu dengan separuh roda diatas ubin pembatas kali umbulan...

"Wes sak iki ayo nang sumber belik njero alas, sopo wero oleh tombo loro" (Sudah sekarang ayo ke sumber mata air di dalam hutan, siapa tahu dapat obatnya) ajak pak santoso pada kami.

Kami pun mengikuti beliau mengitari umbulan jokarto dengan segala aura werid nan mistinya itu..

Memang waktu masih siang, namun tanda kehadiran kami seakan mendapat penolakan dari penghuni umbulan alas jokarto..

Bagaimana tidak...

Baru selangkah kami menapakkan kaki, para kalong atau kelelawar yang ada ditengah alas sudah terbang berhamburan memayungi angkasa..

Tak ada kata lain seperti halnya mendung disiang hari waktu itu...

Tetap, aku tetap melangkah dibarengi suno dan masih dengan menggandeng tangan hendro yang tetap dengan lamunannya..

Hembusan angin tak ubahnya deru ombak yang menghempaskan jiwa.. besar dan semakin kencang membuai ribuan barongan bambu di sepanjang mata kami melihat..

Indah.. 

Namun tetap mencekam disiang yang tanpa awan namun serasa padam akan sinar surya..

"Wes ojo wedi opo maneh gusar, niate awak dewe iki ngumbah rogo lan sukmo,, ndungo yo rek" (Sudah jangan takut apalagi gusar, niatnya kita ini mencuci raga dan jiwa,, berdoa ya) Ajak pak santoso pada kami.

Perjalanan yang tak terlalu lama menuju tengah alas jokarto itu seakan menggetarkan dada kami...

Setapak demi setapak kami lakukan hanya untuk mencapai alas jokarto dan menemukan sumber dari umbulannya...

Kicau burung tak lagi kami dengar, deru cenggeret tak lagi menghiasi alam, bahkan decitan kalong sang kelelawar raksasa tak kami dengar walau berjumlah puluhan bahkan ratusan itu...

Sunyiiii...

Hanya kesunyian mengawal kami dengan degup jantung laksana tapak pancal kuda pacuan...

Apakah seseru ini bagi kami yang hanya akan mandi dan bersuci di sumber umbulan alas jokarto ini...

Hanya batinku yang tak pernah mampu menjawab dengan segala kata walaupun tak tersusun dengan indah..

Tatapan nanar seorang pemuda desa seperti diriku bahkan tak luput menyaksikan ribuan ular yang tiba-tiba menunjukkan wujudnya..

Namun aneh..

Seakan memberi jalan pada kami, setiap ular itu mulai menggeliat menjauhi setapak tanah jalan itu..

Koloni ular seakan mempersilahkan diri ini menyambut dinginnya air umbulan...

Tak terkira berapa jumlahnya, mereka seakan seperti membuka setapak jalan kepada kami...

Mungkin jika Panji Petualang ada disini, dia akan bingung mau menangkap yang mana karena saking banyaknya, entah ular jenis apa tapi semua ular ini mempunyai bisa yang mematikan...

Entah itu king kobra dan sejenisnya yang sempat terlihat memayungkan kepalanya...

"Assalamualaikum salamun salam, bopo biyung mbah nyai mbah yai.. anakmu jabang bayine Santoso kalian tigang lare jaler ingkang asmo jabang bayine purnomo, suno, kalian hendro nyuwun pamit adus mberseni rogo lan sukmo."

"Bismillah krono Gusti Allah Ingkang Agung" Ucap mantra pak santoso.

Dan...
Seketika itu juga air sumber terlihat didepan kami...

"Wis saiki aduso.. mberseni awakmu kabeh, ojo lali ndungo" (Sudah sekarang mandilah.. bersihkan badanmu semua, jangan lupa berdoa) Ucap beliau lagi...

Kenapa pak santoso begitu paham dengan apa yang kami jalankan ini, apakah beliau memang petugas hutan lindung Bromo Tengger atau apa?

Lagi-lagi aku tak sanggup mengungkapkannya dalam liukkan kata walaupun tak tersusun dengan rata akan segala rasa...

Kami tanggalkan baju ini, dengan doa kami mencuci segala lumpur atau apalah itu yang menempel disekujur tubuh kami...

Kulihat pak santoso membakar jerami di samping sumber mata air, jerami yang dia ambil ketika kami memarkir mobil jeepnya di samping pematang sawah yang telah dipanen itu..

Seketika Api melalap dengan cepat segenggam jerami itu...

Dan...
Diberikannya arang yang lebih mirip abu itu pada kami..

"Iki gawe’en ngosok awakmu kabeh, iki awu merang gunane persis koyok sabun rek, mbiyen wong kuno nek sabunan gawe awu merang iki" (Ini buat gosok badanmu semua, ini abu merang kegunaannya mirip seperti sabun, orang jaman dahulu memakai sabun abu merang ini) Ucap dan jelas pak santoso pada kami.

Kubalurkan abu itu ke seluruh tubuh, dan benar sekali..

Dari abu itu tercipta buih-buih entah seperti sabun, ku gosokkan ke seluruh rambutku dan terasa bersih dan membersihkan...

"Alhamdulilah rasane enteng pak, seger pisan nang awakku" (Alhamdulillah rasanya enteng pak, segar sekali di badan) Celoteh suno yang mulai berkicau...

Ciblungan demi ciblungan..

Gosokan demi gosokan..

Dan...
Segar terasa.. bagaikan terlepas dari belenggu rantai yang selama ini mengekang kami.

Air.. dari sumber mata air ini memang penting, tapi bukan hanya itu yang kami rasa..

Kesegaran demi kesegaran memang kami butuhkan, namun keselamatan kamilah yang paling aku impikan..

Sehabis mandi suci, kamipun bergegas meninggalkan sumber mata air umbulan alas jokarto itu..

Namun...
Sebelumnya kami meminta ijin untuk berterima kasih kepada semua hal ghaib yang melindunginya..

Walaupun aku tau bahwa semua ciptaan itu dari Gusti Allah maha agung..

Matur sembah suwun..

Andaikan aku tak melewatinya sendiri aku tak akan percaya sedikitpun..

Tiba saatnya kami berempat menyaksikan kedatangan entah siapa beliau...

Seorang perempuan dengan segala jarik lurik dan mahkotanya muncul dari arah sumber mata air...

Takut...

Pasti takut melihat hal yang tak terduga seperti itu...

Disamping kanan dan kirinya ada dua pengawal seperti buto dengan wajah babi "celeng" dan yang lainnya dengan wajah kerbau..

Disampingnya berdiri tegak buto sebagai pengawal dari perempuan tersebut...

Sambil berkata, 
"Balekno opo sing koe jupuk nek nduwur cah lanang.. kui dudu duwenane menungso" (Kembalikan apa yang kamu ambil dari atas pemuda.. itu bukan milik manusia)

Aku terperanjat dengan apa yang beliau ucapkan walau kalimatnya meneduhkan..

Memang senyuman yang beliau lemparkan kepada kami namun aura kengerian menusuk sampai ke tulangku..

"Sepuntene sing kathah.. kulo mbeto nopo?.. kulo mboten mbeto nopo-nopo sangking semeru ibu" (Mohon maaf sekali.. saya membawa apa?.. saya tidak membawa apa-apa dari semeru ibu) 

Diriku berucap dengan memanggilnya ibu..

Seakan mengerti kegusaranku, pak santoso mengelus punggunggku seraya mengucap,,
"Wes tho le, koen kudu mbalikno opo sing mbok jupuk teko nduwur winginane, ojok sampek koen gowo molo nang konco, dulur karo awakmu dewe"

(Sudahlah nak, kamu harus mengembalikan apa yang kamu ambil diatas kemarin itu, jangan sampai kamu membawa masalah untuk temanmu, saudaramu dan kamu sendiri) Ucap pak santoso padaku dengan nada lirih bak memohon sesuatu..

Terdiam...

Hanya diamku yang sangat tak pantas kulakukan pada detik itu..

Apa dan apa???

Semua pertanyaan yang aku tak dapat jawab walaupun dengan seribu kalimat..

"Nopo ibu sing kudu kulo mbalikno? kulo sak estu mboten semerep" (Apa ibu yang harus saya kembalikan? Saya jujur tidak mengerti) Jawab tanyaku tak mampu akan nalar ini..

Dikeluarkannya sesuatu dari dalam gendongannya yang terbuat dari jarik..

Dan..
Itu lontar, yaa itu lontar dipikiran dan mata penglihatanku..

Dibacanya isi lontar itu tanpa aku mengerti apa makna dan maksud yang terkandung didalamnya..

Hanya kidung dari berbagai sumber penghidupan yang aku mengerti akan sedikit tata bahasanya..

"Kowe kudu ngelakoni opo sing dadi tanggung jawabmu cah lanang" (Kamu harus melakukan apa yang menjadi tanggung jawabmu pemuda) Ucap ibu penjaga umbulan seraya menghilang bagaikan..

Ahh...
Hanya ocehanku yang tak kuduga akan makna..

Suara burung sawah seketika memekakkan telinga..

Bahkan mendungpun hilang berganti sinar surya yang masih menghiasi siang..

Semua serasa mimpi di siang hari tanpa ada kata-kata yang entah itu apa...

"Pak, kulo mboten ngertos artine wau pak, nopo sing kudu kulo balikno teng nduwur alas semeru niku?" (Pak, saya tidak tahu artinya tadi pak, apa yang harus saya kembalikan ke atas hutan semeru itu?) Tanyaku pada pak santoso...

Tak kulihat sedikitpun tenang di wajah beliau, hanya gusar dan takut yang menghiasi aura wajah seorang petugas senior yang selama dua hari ini kukenal dengan wajah bijaksananya..

Apa yang membuat pak santoso sampai mengucurkan keringatnya di samping telinganya..

Harus aku lalui apapun itu sebagai rasa penasaranku serta tanggung jawabku sebagai teman maupun lelaki diantara temanku ini..

Suno sudah pucat pasi dengan apa yang dilihatnya barusan...

Hanya orang bodoh saja yang selalu mengatakan..

AHHH...
"TAK MUNGKIN!!??”

Dua tanda kata dari semua itu yang ku torehkan dalam tulisan tanpa pangkalnya itu akan mengawaliku dengan petualangan yang aku sendiri tak mampu membayangkan..

*****

Dunyo mukso podo koyo dunyo nyoto, nanging biso bedo amargo kawulaning jagat mundak roso ananging kersane dewi durgo..

Lali lalio menungso, nanging ojo pati-pati lali hang moho kuoso, yoiku Gusti Panguasaning Jagad..

Jagad dewo, jagad bethoro kolo, jagad menungso...

Ditarik tangan ini beserta kedua temanku oleh pak santoso, beliau seakan mengajak kami secepatnya meninggalkan tempat itu..

Namun tetap diri ini dan otak ini tak mampu mengerti apa yang akan terjadi, walaupun sudah diberikan sesuatu ucapan dari ibu penjaga sumber umbulan alas jokarto yang penuh dengan keistimewaan akan ke ghaibannya..

Entah apa yang harus aku ucapkan dalam tuang lukis kata yang harus mengandung makna..

Sebatas gambar pajangan ucap penuh harap...

Duhh Gusti Allah..

"Kulo kepingin mboten wonten ciloko dateng kulo kalian tiyang-tiyang sing wonten cedek kulo Gusti" (Saya ingin tidak ada yang celaka untuk saya dan orang terdekat saya Tuhan) Ucapku sebelum meninggalkan sumber itu..

Jeep merk land crusher milik pak santoso secepat kilat diputar baliknya dan dipacunya sejauh dan secepat mungkin dari area umbulan alas jokarto...

Dan nafas beratpun kudengar dengan jelas bahwa petugas senior ini memang benar-benar takut dengan apa yang telah didengarkanya dari ibu penjaga sumber..

Sampai kami tiba di dusun kami...

Pertama kami menurunkan Hendro didepan rumahnya, pak santoso membopong temanku ini seraya membisikkan sesuatu di telinganya..

"Nggih pak kulo ngertos, kulo nopo mawon manut, kulo serahno sedoyo teng pur" (Iya pak saya paham, saya apapun itu nurut, saya serahkan apapun itu pada pur) Ucap hendro dan tersenyum menatapku..

Dia.. dia bukan hendro temanku dengan kata khasnya, dengan bahasa khalbunya...

Dengan jancok-jancoknya serta kata leeee...

Kepadaku..

Dia temanku namun bukan temanku.

Hanya aku dan suno lah yang mengetahui seperti apa sebenarnya hendro.. 

Dan hanya aku dan sunolah yang mengetahui kalau dia bukan hendro temanku selama ini...

"Le.. iku sopo le? sing ono nek ragane hendro le?" (Le.. itu siapa le? Yang ada di tubuhnya hendro le?) tanya suno padaku dengan tetap meneteskan air matanya..

Aku tatap mata hendro sambil berkata dalam hati.

"Aku gak tau nggolek gara-gara karo awakmu, tulung saiki koen balikno koncoku, neg sampek koen gak balikno koncoku, tak gawe bubrah negoromu, tak orak-arikno tatanan bongsomu"

(Aku tidak pernah mencari gara-gara dengan dirimu, tolong sekarang kamu kembalikan temanku, kalau sampai kamu tidak mengembalikan temanku, aku buat hancur negaramu, aku obrak-abrik tatanan bangsamu) Ucapku pada sosok yang ada di dalam diri hendro..

Setelah berpamitan kepada ibu dari hendro, kami melanjutkan lagi perjalan menuju kerumah suno untuk mengantarkannya..

Didepan gerbang rumah, suno bertanya kepadaku.

"Opo wis mari le acaramu iki ngrusak ngrasik liburan sing koyok taek iki? opo kate mbok tambahi tha sengsarane koncomu iki?" (Apa sudah selesai le acaramu ini merusak liburan yang kaya tai ini? Apa mau kamu tambahi lagi sengsaranya temanmu ini?) Ucap suno penuh kesal dan kecewa.

Dia.. suno langsung masuk kerumahnya tanpa mengucap terimakasih kepada pak santoso..

Tertunduk lesu diri ini yang telah dengan sembrononya mengajak kedua sahabat karibku kedalam perjalanan penuh duka..

Namun tetap, aku lanang-lanang ing jagad tak boleh menyerah dengan apapun itu walaupun aku sendiri tak tahu apa dan akan terjadi apa, serta akan merasakan apa..

Dipacunya lagi mobil jeep pak santoso menuju arah rumahku, sambil...

"Koen kabeh kudu sabar yo, paling ndak koen le pur kudu iso gawe sabar konco-koncomu kabeh, ojok satru karo mungsuan gara-gara iki yo.." (Kamu semua harus sabar ya, setidaknya kamu nak pur harus membuat sabar teman-temanmu semua, jangan berseteru dan bermusuhan gara-gara ini ya..) Petuah petugas senior itu padaku.

"Enggih pak, tenang mawon.. kulo kalih lare-lare biasa tukaran, paling rong dino sampun mari, malah kulo yakin rong dino malih si suno ngampil sempak kulo damel ngapel.. haha" (Iya pak, tenang saja.. saya sama teman-teman biasa berantem/musuhan, mungkin dua hari sudah membaik/reda, malah saya yakin dua hari lagi si suno meminjam sempak/cd saya untuk apel.. haha) jawab guyonku (bercanda) sambil tertawa pada pak santoso..

Memang keadilan tak mungkin serta merta dibuka dalam mudahnya oleh sang kuasa, namun harus dengan tenaga yang terkuras dan juga jelas dengan air mata, serta peluh tetes dari sang pengelana..

"Huhh.. pokoe matur sembah nuwun pak, mangke kulo tak pikire maleh nopo sejatine sing kudu kulo balikno niku, sakniki kulo tasik kurang paham kalian syarat nopo niku"

(Huhh.. pokoknya terimakasih banyak pak, nanti saya pikirkan lagi apa sejatinya yang harus saya kembalikan itu, sekarang saya masih kurang mengerti akan syarat apa itu) Jawabku kepada beliau yang terlihat sudah tak begitu gusar lagi..

Tibalah aku...
Karena bantuan pak santoso lah aku sampai pada gerbang rumahku.. 

"Monggo pak mampir rumiyin, supoyo kenal kalian bapak ibuk" (Mari pak mampir dulu, supaya kenal dengan bapak ibuk) Ucapku mencoba manawarkan bertamu kerumah.

Dalam senyum, beliau hanya mengatakan..

"Sing ati-ati yo pur, kudu kuat kudu sabar kudu cedak karo Gusti Allah" (Hati-hati ya pur, harus kuat sabar harus dekat dengan Gusti Allah) Ucap pak santoso seraya mengucap salam dan pergi meninggalkanku..

Langkah pastiku memasuki rumah dan menemukan ibuk masih ada di dapur dengan segala kesibukannya..

"Hloo wes mulih le, oleh opo teko bali, opo oleh payah" (Hloo sudah pulang nak, dapat apa dari bali, dapat capek) ucap ibuku sambil tersenyum mengejek namun tetap menenangkan itu..

Ku raih tangan malaikat itu, dan ku cium dalam rengkuh sayang seorang purnomo kepada sang penjaga surganya..

Yaaa...

Hanya dibawah kaki beliau lah, hanya diucap kata malaikat berwujud manusia itulah, dan hanya dalam lantunan doa beliaulah yang mampu membawaku dalam segala duka nestapa menuju indahnya swargaloka dari Gusti Pengeran Ingkang Agung..

Ibu...

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya
close