Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

GETIH MUKTI (Part 2)


JEJAKMISTERI - Ibu, ibu, dan hanya ibuku..

Tak terasa air mata ini menetes deras di punggung telapak tangan ibukku, hingga..

"Hloo ono opo iki lee, awakmu gak kenek opo-opo kan?" (Hloo ada apa ini nak, kamu tidak kenapa-kenapa kan?) Tanya beliau ibuku cemas bercampurkan penasaran..

Memang hanya ibuku saja yang menyaksikan tangisanku semenjak aku dewasa..

Aku sebagai “anak lanangnya” (anak lelakinya) tak pernah meneteskan air mata walau apapun juga..

Namun dipelukannya aku dapat tersedu-sedu dengan baluran air mata..

"Wes.. ono opo iki, aku ngerti awakmu gak iso nangis neg gak ono opo-opo, wes cerito saiki nang ibuk" (Sudah.. ada apa ini, aku mengerti kamu tidak bisa nangis kalau tidak ada apa-apa, sudah cerita sekarang sama ibuk) Ucap ibuku lagi dan lagi menenangkan diri ini..

"Aku ngapusi buk, aku gak nang bali buk, aku nang semeru karo arek-arek" (Aku berbohong buk, aku tidak ke bali buk, aku ke semeru dengan teman-teman) Ucapku tetap dengan sesenggukan..

Tersenyumlah beliau kepadaku sambil memelintir daun telinga ini..

"Wes diomongi, ojok sampek nggoroi wong tuo, iku podo karo awakmu golek ciloko ning dalane setan" (Sudah dibilang, jangan sampai membohongi orang tua, itu sama saja dengan kamu mencari celaka di jalan nya setan) Ucap ibukku tetap dengan jemari tangannya memelintir telinga ini...

Ampun...
Hanya ampun dan permintaan maaflah yang tersuluk dimulut kecilku..

Aku seorang pemuda yang tak banyak tingkah, namun kalau masalah bandel aku nomer satu..

Yang mengherankan, ketika bertemu dengan ibuk, aku langsung seperti seorang anak perempuan kecil dengan segala kemanjaanya.

"Ampunilah anakmu ini ibuk kuuu sayaaaang yang cantik rupawan” “wes buk, tambah loroh kabeh awakku neg sampean ciwer ngene" (Udah buk, tambah sakit semua badanku kalo di jewer begini) Ucapku yang tak menangis malah lebih persis seperti rengekan anak kecil.

Disuruhlah aku membersihkan diri dan mengisi perut oleh ibukku sayang..

Memang...
Aku berani bertaruh, tak ada seorangpun yang lebih dan melebihi kasih sayang seorang ibu..

Kalian.. hai kalian..

Hormatilah ibumu, dan semua wanita yang akan menjadi ibu..

Karena bagaimanapun hebatnya kalian, tak akan bisa mencapai surga Gusti Pengeran Maha Agung tanpa restu dari ibu..

Memang seperti hari-hari sebelumnya, aku mandi lalu makan.

Lalu...
Tetap, aku duduk di teras belakang rumah sambil ku sesap sebatang rokok serta kopi hitam buatan ibuku..

Hahaha..
Memang nikmat jadi anak lanang/lelaki dari keluargaku, walau masih sekolah aku diperbolehkan mengulum asap rokok, namun tetap harus diluar ruangan rumah...

Kata bapakku, hanya lelaki pengecutlah yang tak mau merasakan nikmatnya asab rokok, dan hanya lelaki lemahlah yang tak dapat restu menghisap asap rokok karena takut kepada larangan dari wanitanya..

Aku tak malu dibilang Kretekus..

Memang kebiasaan yang tak perlu dicontohkan, namun perlu diterapkan..

Karena hanya rokoklah sesuatu hal yang menenangkan namun tak dilarang oleh agamaku..

Bapakku seorang guru yang sangat disiplin dan otoriter, namun beliau tak melarangku untuk soal merokok, asal bukan dan bukan narkotika ataupun alkohol saja yang aku rasakan. Sebab alkohol dan narkoba akan merusak jiwa dan raga manusia serta merupakan hal yang dilarang oleh agama.

Dalam lamunanku, aku didatangi oleh bapak..

"Awakmu ono opo pur, kok mewek koyok wong wedok ae" (Kamu ada apa pur, kok mewek kaya anak perempuan saja) tanya bapak.

Sempat aku ingin mengutarakan hal apa yang terjadi kala itu, namun aku tak kuasa mengucapnya.. 

"Aku wes ngerti nek awakmu kalangan ono nduwur alas kono, tapi Alhamdulillah awakmu karo koncomu kabeh iso selamet gak onok kurang opo-opo" (Aku sudah tahu kalau kamu tersesat di atas sana, tapi Alhamdulillah kamu dan temanmu semua bisa selamat tidak kurang apapun) Ucap bapak sambil menyesap kopi di teko depanku..

Kaget..

Kaget bercampur takut..

Kenapa beliau tahu apa yang bari saja aku alami dalam petualangan ku di semeru..

Hingga aku berucap..

"Yo emang nyasar pak, ate lapo maneh neg gak selain ndungo supoyo selamet" (Ya memang tersesat pak, mau bagaimana lagi kalau tidak berdoa supaya selamat) Jawab sekena dari mulutku..

Dengan tawa khas bapak, beliau memberiku sesuatu nasihat..

"Ojok seneng ngapusi pur, kabeh iku ono sing duweni.. nek awakmu iso terimo karo keadaan saiki, tolong balikno barang sing mbok colong teko alas nduwur kono iku" (Jangan suka berbohong pur, semua itu ada yang punya.. kalau kamu bisa terima dengan keadaan sekarang, tolong kembalikan barang yang kamu curi dari alas atas sana itu) Kata bapak sembari meninggalkanku...

Tidak mungkin dan sangat mustahil beliau tahu tentang aku dan semua kelakuanku waktu itu..

Siapa yang memberi tahu kepada beliau tentang semua ini, bahkan hendro dan suno pun tak tahu tentang apa yang telah aku perbuat diatas sana...

Aku hanya menundukkan muka, aku tak mampu menatap bapak..

Bahkan sebatang rokok diselipan jemariku serasa berat hingga terjatuh begitu saja..

Kenapa semua tahu akan kebodohan serta kebohonganku..

Kenapa semua bisa tahu?

Kumenangis membayangkan...

Cukup jangan nyanyi. Nanti dikira adegan di tv

Ahh... 
Biarkanlah semua menguap layaknya embun pagi dipermukaan rerumputan, biarkan semua mengalir layaknya darah disetiap urat nadi pemiliknya..

Pagi...
Pagi nan cerah belum bisa dihidangkan dalam torehan subuh yang menyegarkan..

"Ayo lee, imamono shalate" (Ayo nak, Kamu jadi imam sholat) Ucap ibuku yang telah mengenakan mukena di ruang ibadah rumah kami.

Disamping beliau sudah berjejer anggun kedua adik perempuanku selurus shof nan indah..

"Hloo.. kok mboten bapak buk sing ngimami, aku makmum ae" (Hloo.. kok tidak bapak yang jadi imam, aku makmum saja) jawabku sambil..

Sambil melangkah setelah air wudhu mensucikanku dalam tata cara ritual dua rakaatku..

Bapakmu kan mulai seminggu wingi penataran le nang ********, lhaa saiki awakmu sing ngimami" (Bapakmu kan mulai seminggu lalu dinas nak di ********, lha sekarang kamu yang jadi imam) Ucap ibuk menekankan agar aku jadi imam shalat beliau..

Namun..

Tapi...

Kenapa...

Terus siapa yang njagong/jagongan (berbincang) dengan diriku kemarin sore di teras belakang...?

Hanya gemetarku yang kurasa akan nikmat yang tak pernah kudapat...

Teruss siapa itu yaa Gusti...

Deru suara truk toyota bagong memecah kesunyian subuh di desa yang penuh akan cinta..

Truk legendaris itu memang tak pernah telat melewati jalanan depan rumahku hanya sekedar mengantar jojoan es balok..

Yaa es balok salah satu bahan baku es serut gula warna-warni itu, bagaikan hati kami masyarakat desa g***** yang dikala itu masih jarang memiliki lemari kulkas..

Tiup angin pegunungan mulai tak sejuk tergerus oleh mentari yang menghangatkan tubuh ini..

Liburan masih tiga hari lagi, namun..

Namun baru sekarang aku menginginkan capat dan secepatnya masuk dan masuk sekolah...

Aku keluarkan vespa super, ku sela dan ku..

Yaa..

Aku menginginkan vespa superku membawaku menemui para sahabat yang menemaniku di puncak maha agungmu wahai mahameru...

Selang sekitar beberapa menit, aku di kejutkan oleh kedua temanku yang memang sedang dan pasti akan menuju kerumahku...

"Woii cok, ate nang endi sik isuk ngene? Pastine koen kangen yo nang aku..hahaha" (Woii cok, mau kemana pagi begini? Pasti kamu kangen ya sama aku.. hahaha) ucap hendro penuh makna.

Kulihat raut muka suno masih diam kaku menggoreskan lukisan marah pada diri ini, namun...

Aku dan pur yang selalu menenangkan bagaikan air surga, tak ada yang berani marah padaku walaupun aku sangat menjengkelkan..

"Hee.. ayo nang warunge bik can, ngobrol neg kono ae" (Hee.. ayo ke warungnya bik can, ngobrol disana aja) ucapku menyauti kedua temanku.

Ku arahkan vespa super berwarna hijau tentara itu dengan sedikit kencang, agar kami dapat membicarakan apa yang kemarin aku rasakan dirumahku..

Sesampai di warung bik can, kami memesan es serut campur roti tawar yang legendaris itu, bagaimana tak legendaris lagi, mulai jaman bapakku seumuranku es itu dengan bik can sang penjualnya masih tetap laris walau jaman telah cepat berlalu..

Manisnya es serut dan segarnya es balok pabrik es labrok memang tak ada duanya, dan tak akan ada lagi karena..

Yaa..
Karena sekarang sudah tergantikan dengan es cream dengan berjuta branded yang aku pun sampai lupa merk apa dan rasa apa..

"Cok.. aku mau wes cerito nang suno, dadi aku iki rasane koyok duwe sewiwi neg tanganku, ehh maksudku tanganku iki dadi sewiwi" (Cok.. aku tadi sudah cerita ke suno, jadi aki ini rasanya kaya punya sayap di tanganku, ehh maksudku tanganku iki dadi suwiwi" ucap hendro dengan semangat menceritakan apa yang selama ini dirasakannya..

"Koyok lagune didi kempot ae koen iki neg omong hahaha..." (Seperti lagunya didi kempot aja kamu ini kalau bicara hahaha...) Ucap candaku pada hendro..

Namun...
Hendro belum selesai berkata.

Dan...

"Sampek aku dikongkon mulih nang mbah ratu, soale panggonku dudu neg kono, tapi neg kene" 

(Sampai aku disuruh pulang oleh mbah ratu, soalnya tempatku bukan disana, tapi disini) ucap hendro menyambung bagaikan rel kereta.

Aku hanya diam menjadi pendengar setianya, tanpa bertanya ataupun menanya apa itu dan kapan itu..

Suno pun sama persis dengan apa yang aku lakukan, diam dan jadi penyimak sejati..

"Lhaa aku yow keweden cok, mosok aku kate dipakakno nang nogo sing njogo ranu kuning.." (Lhaa aku ya ketakutan cok, masa aku mau di kasih makan untuk naga yang menjaga ranu kuning..)

"Lha awakmu kabeh malah ilang gak mbarengi aku, kan konco jancok neg ngono iku" (Lha kalian semua malah hilang tidak bareng sama aku, kan teman jancok kalau begitu) ucap hendro panjang dan tak akan dimengerti oleh siapapun.

Aku dan suno pun tak mengerti apa yang hendro ceritakan, dan tak guna aku lukiskan dalam setiap bait kehidupanku..

"Wes talah, sing penting saiki wes podo kumpul karo selamet kabeh, saiki koen tak takoni terus jawaben sing jujur, sopo jenengmu?" (Sudahlah, yang penting sekarang sudah kumpul dan selamat semua, sekarang kalian aku tanya terus jawab jujur, siapa namamu?) Tanya suno pada hendro

Memang suatu pertanyaan yang tak masuk akal, namun memang benar hanya ini pertanyaan waras yang harus diberikan guna mengetahui dan memahami kewarasan seseorang..

"Hahaha... Koen kabeh ngerti sopo aku, koen kabeh ora usa kuwatir, koncomu tetep tak jogo" (Hahaha... kalian semua tau siapa aku, kalian semua tidak usah khawatir, temanmu tetap ku jaga) ucap hendro...

Seketika itu juga kami menjauhkan posisi duduk kami..

Kami tahu dia bukan hendro teman kami, dan hanya wadahnya saja yang memang Hendro teman kami, namun jiwanya...

"Jancok!!! aku gak ikhlas neg koen gawe koncoku koyo ngene, saiki tulung balikno opo sing koen nggo perang tanding karo aku karo pur" (Jancok!!! Aku tidak ikhlas kalau kamu buat temanku seperti ini, sekarang tolong kembalikan apa yang kamu pakai perang tanding dengan aku dan pur) ucap suno yang sangat marah waktu itu.

Hanya tawa yang menggelegak dari mulut sesosok makhluk yang bersemayam ditubuh hendro..

Aku mengingat satu hal yang tiba-tiba terlintas dipikiran dan hatiku..

Mbah buyut pernah memberi wejangan, dikala kita terpuruk dan tersakiti hanya ada kata-kata itu..

Ngalah ngalih ngamuk

Aku sudah mengalah, kami sudah ngalih atau pergi meninggalkan segala urusan disana..

Tapi seakan-akan kami tetap dihantui rasa itu, rasa duka dan lara..

"Saiki wayae ngamuk, siapno rogo jiwomu, ayo perang tanding saiki, digawe geger kabeh sopo ae sing gawe awak dewe ngene le" (Sekarang saatnya ngamuk, siapkan raga dan jiwamu, ayo perang tanding sekarang, buat kacau semua siapa saja yang buat kita begini) Ucapku dan ajakku pada suno.

Dan...
Suno pun menyanggupinya

Masih pagi...
Suno langsung menarik tangan si hendro dengam paksa untuk menaiki vespanya..

Dan..

Seperti yang sudah-sudah, si hendro hanya tersenyum dengan cengengesan yang sangat membuat jengkel siapa saja yang melihatnya..

Akupun langsung mengselah si super dan memacunya menuju rumah, guna secepatnya mempersiapkan semua kebutuhan kami dalam perjalan kami akan jawab yang selama ini penuh tanya di relung pikiran kami..

"Assalamualaikum, buk dino iki aku karo koncoku kate nang umahe yai darwan yaa, paling nginep buk barang rong mbengi" (Assalamualaikum, buk hari ini aku mau ke rumahnya yai darwan yaa, paling meginap 2 malam) Ijinku pada beliau manusia setengah dewaku..

Huhh.. memang susah jadi anak lelaki setengah dewasa seperti diriku, ibuku menatapku dengan penuh curiga..

Tatapan ibuk bagaikan mata tajam elang yang siap menerkam mangsanya...

"Koen iki sakjane ate opo tho leee, jektas teko wes kate budal maneh, mbok pikir umah iki terminal opo????" (Kamu ini sebenarnya kenapa sih nak, baru juga datang sudah mau pergi lagi, kamu pikir rumah ini terminal apa????)

"Ate njalok sangu pisan iki mestine, awakmu gak popo tha?? Opo awakmu kesurupan? opo gendeng tha???" (Mau minta uang jajan ini pasti, kamu tidak apa-apa kan?? Apa kamu kesurupan? Apa kamu gila ya???)

"Ojo-ojo koen kate mabuk-mabukan yow neg umahe koncomu" (Jangan-jangan kamu mau mabuk-mabukan ya di rumahnya temanmu) ucap ibuku dengan ciri khas ibu pada anak lelakinya..

Sempat aku ingin melontarkan ucapan yang semestinya beliau ketahui akan keadaan diriku dan teman-temanku, namun...

Tak elok bagiku sebagai calon kepala rumah tangga jikalau aku selalu mengatakan keluh kesahku tanpa aku harus mencari solusinya sendiri tanpa campur tangan keluarga atau ibukku..

"Mboteeeen ibukku sayanggggg, aku iki kepingin belajar berkebun nang yai darwan, kan lumayan buk. Iso ono penghasilan gawe tuku buku sekolah engko neg wes masuk"

(Tidakkk ibuku sayangggg, aku ini ingin belajar berkebun sama yai darwan, kan lumayan bu. Bisa ada penghasilan untuk beli buku sekolah nanti kalau sudah masuk) Ucapku.

"Kan liburanku sik kari telung dino bukk... aku bosen neg ono umah terus gak onok kegiatan, mosok ate njaluk duwit teros nang panjenengan"

(Kan liburanku tinggal tiga hari lagi buuu... aku bosan di rumah terus tidak ada kegiatan, masa mau minta uang terus sama ibu) Jawabku tak kalah panjang dan lebarnya dari pertanyaan beliau..

Memang dikala seorang pemuda mempunyai permasalahan, tak elok bila dia hanya merengek dan merengek-rengek..

Pemuda haruslah bagai seekor banteng, tak ada satupun yang mampu menghalanginya, seruduk dan seruduk semua masalahmu wahai pemuda..

Hingga...

Hingga kau menemukan solusi sebagai penghancur halangan didepanmu itu..

Bahkan hingga...

Hingga dunia akan menyaksikan kegagahan dan kehebatanmu yang kelak akan kau torehkan dalam catatan lembar kisah kerangguhanmu, serta dapat kau ceritakan kepada anak cucumu kelak..

Janganlah kau menjadi pemuda yang lembek bagaikan lumpur, yang hanya dapat diinjak oleh kaki kerbau, serta selalu menerima tumpahan kotoran dari kerbau yang telah menginjakmu..

Pemuda...

Bagaikan lantunan nyanyian penyayi legendaris kita, yaitu darah muda adalah darah yang berapi-api, jangan kau membalikkan fakta bahwa darahmu berair-air bagaikan tangisan air mata bayi...

***

"Wes kabeh persiapan wes tak lengkapi, kari sitok buk sing durung..." (Sudah semua persiapan terlengkapi, tinggal satu bu yang belum...) Ucapku pada ibuk

Seperti seorang malaikat tanpa sayap, ibukku yang cantik telah mengerti akan semua keinginanku tanpa aku mengutarakan kepada beliau..

Ibukku adalah manusia tersakti dari semua manusia, beliau adalah wanita tersakti dari semua wanita, dan ibukku adalah anugerah bagiku serta penjagaku yang senantiasa mengerti akan kebutuhanku..

"Nyooo iki gawe tuku bensin, koen iku jare gak kepinging njaluk duwit nang ibuk, tapi tetep ae sik njaluk sangu gawe bensin.. huhhhh"

(Nihhh untuk beli bensin, kamu itu katanya tidak mau minta uang ke ibu, tapi tetap saja minta uang jajan untuk bensin.. huhhhh) Ucap beliau sambil mengotas kepalaku dengan kotasan sedikit keras namun sayang..

"Aduh ibukkkk... Loroh (sakit) hloo buk, tapi terimakasih ibukku yang cantik.. hehehe" Ucapku sambil menggosok kepala sehabis dikotas/dijitak oleh beliau..

Vespa siap...

Bensin siapp...

Oli siappp...

Bahkan tas ransel coklat kebanggaan beserta isinya sudah siapppp...

Budalll... Berangkat....

Layaknya bocah angon...

Dan semangat pejuang wong ngarit...

Ora ndue duit yo kudu mobat-mabit...

Ganteng ora patokan...

Sugih ora jaminan...

Sek penting pinter golek sandang pangan...

Budal nang semeru gawe perhitungan...

Kuteguk es serutku secepat mungkin, begitu juga si suno sang pemuda ganteng yang gak menunjukkan kegantengannya itu..

Demit tetep demit, menungso ojo kalah marang demit..

Kabeh isine jagad ono sing nduweni lan ono sing nguasani..

Perang babat gulu, sopo sing suci bakal menang kalawan angkoro murko olo...

Siang itu juga aku meminta ijin sama ibu agar bisa menginap di rumah kerabat yang ada di negeri atas awan ********..

Aku ingin mengetauhi apa dan maksud yang selama ini aku pertanyakan...

Mbah darwan..

Yaa.. mungkin mbah darwan bisa menjawab semua unek-unek yang aku tak tahu jawabannya..

Kami antar hendro yang dimasuki sesosok entah apa itu namanya ke rumahnya.. 

Dan...

Aku beserta suno melaksanakan perjalan kedua kami..

Perjalanan yang...

Sangat lucu dan sangat seru bila kelak kutulis dalam setiap untaian kata-kata...

Bait demi bait tak sesuci kitab Tuhan, namun aku yakin dalam setiap tulisanku akan terurai benang yang selama ini kupertanyakan, bahkan setiap orang yang pernah merasakan hal ini akan senang bila mendapatkan jawaban..

Geger bumiku,

Geger bumimu, 

Anak turune minak koncar nagih,

Nagih getih, 

Getih dayang ******...

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close