Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

GETIH MUKTI (Part 3)


JEJAKMISTERI - Bismilah...
Sejatine urip bebrayan lan tulung-tinulung. 

Ojo dadi manungso gathel seng ora wangun lan angel.

Sejatine urip yo mung sedelo terus sedo.

Mulo dene adohono duso lan tumindak olo.

Ono titi wancine kabeh kudu di takokke.

PUJA LAN PUJI GUSTI KANG MAHA AGUNG.

Demit ora ndulit setan ora doyan kajaba awake dewe ngiman lan becik marang dawuhe Gusti Pengeran.

Dan...

Selalu.. selalu.. dan selalu para orang tua selalu mengijinkan anaknya bila aku si purnomo yang mengajaknya...

"Yowes.. ati-ati neg dalan, ojok ngebut neg numpak pit montor"  (Yasudah.. hati-hati di jalan, jangan ngebut kalau naik sepeda motor) Ucap ibu suno mebuatku lega.

Kupacu si Super melewati jalan pedesaan nan asri meninggalkan kediamaan suno sang pejantan rupawan, yaa setidaknya itu kata para cewek-cewek disekolah.. hahahaha

Karena bagaimanapun, aku seorang purnomo lebih karismatik dimata segelintir cewek yang menaruh hati padaku.. hahaha

Pamer dan pamer kegantengan adalah salah satu kegemaran kami kala itu, karena hanya itu yang seharusnya kami pamerkan, sebab diusia itu hanya kegantenganlah yang kami miliki..

Bilamana ada seorang pemuda yang pamer akan motornya, mobilnya, atau uangnya..

Ketahuilah bahwa pemuda itu hanya memamerkan kekayaan dari orang tuanya..

Dan pemuda yang sering memamerkan kekayaan keluarganya adalah pemuda dengan simbol-simbol binatang dijidat kepalanya..

Aku.. aku bukan pemuda seperti itu, aku pemuda yang hanya bisa pamer akan kegantengan saja, karena hanya itu yang aku punya saat itu..

Purnomo tersenyum dalam lamunan hayalan tingkat tingginya ketika menaiki vespa hijau bagaikan si Hulk itu ketika menjemput si suno sahabat dengan segala kehebohan serta kelebihannya...

Flash back ke rumah suno..

Tampaknya ada yang ketinggalan...

Tak terlalu lama..

"Assalamualaikum.. suno, suno, suno, suno" sapa anak pada jamanku..

Seorang ibu keluar menghampiriku dengan wajah yang sedikit penuh tanya..

"Waalaikumsalam.. goleki suno tha sampean pur? Jare kate nang umahe yaimu yow, neg endi umahe pur sakjane?" (Waalaikumsalam.. cari suno ya pur? Katanya kerumahnya yaimu ya, dimana rumah sebenarnya pur?) tanya ibu dari suno..

Memang bagi semua orang tua teman-temanku lebih percaya bila menanyakan pada diriku daripada kepada anaknya sendiri..

Pernah satu waktu, aku mendengarkan bahwa aku dijuluki si jujur oleh semua orang tua dari para sahabatku..

Mungkin kalau diriku hidup dijaman nabi Muhammad, aku bisa jadi diberi nama purnomo as Siddiq.. hahahaha

Pamer lagi.. dan pamer.

Memang apa lagi yang harus dihidangkan didunia ini kalau bukan kejujuran..

Sebab kejujuran merupakan jalan menuju segala kesuksesan..

Tanpa jujur, kau akan terbiasa dengan guratan-guratan silet dan pedang yang selamanya akan mengiris dan menggoreskan luka demi luka ditubuhmu..

Wahai pemuda..

Jujurlah dan jujurlah walau gunung emas menantimu agar kau berbalik suguhkan kebohongan di mulut serta jiwamu..

Sebab kejujuran lebih berharga dari ribuan gunung emas yang berjajar-jajar itu...

"Enggih bulik.. kulo ajenge teng ngriyani yai darwan, ajenge belajar berkebun, kalian kulo kepingin nimba ilmu kaweruh ingkang Gusti Allah Moho Agung"

(Iya budhe.. saya mau ke rumahnya yai darwan, mau belajar berkebun, sama mau menimba ilmu bahasa suci Allah  yang maha agung) Ucapku meyakinkan ibu suno.

Argosari...

Aku akan ketanahmu..

Aku akan menikmati negeri atas awanmu..

Argosari ******* ********..

Kupacu hulk ku dan kudapati suno dipinggir jalan seperti seorang yang bingung tak tau arah tujuan...

"Hey cok ayo!!!" Ajakku pada suno dan masih memelintir gas vespa ku...

Trengg!!!! Trengg!!!! Teng!!! Tengg!!!

Suara khas motor yang katanya kenalpot kaleng rombeng..

Trangg!!! Dan Trengg!!!!

Suara itu layaknya kaleng namun bukan kaleng-kaleng...

Suara kedua motor kami memenuhi desa kami...

Syahdu...

Dan bermelodi...

Semangatku membara kala sang fajar tak terasa memanas lagi, hari yang tak pernah kami persiapkan telah datang dengan kehausan akan segala jawab untuk seorang dua orang dan tiga orang anak manusia..

Deru mesin vespaku melolong bagaikan serigala memecah kesunyian jalanan..

Deras pancuran bahan bakarnya tak ubahnya seperti deras aliran darah kami kala itu, suno dengan kerbau birunya mengiringi si Hulk milikku membelah alas demi alas akan aspal yang menghitam..

Memang si Hulk vespa super hijauku tak semuda dan sekuat kerbau biru vespa seri PX kepunyaan suno, namun napas tuanya bagaikan tak ada habisnya meraung-raung menuju puncak diatas sana, dimana negeri atas awan tersebut berada..

"Sik le, ojok banter-banter hloo, busi pit montorku wes rodok bosok iki" (Bentar le, jangan ngebut-ngebut hloo, busi sepeda motorku sudah sedikit busuk ini) Teriak suno sembari menjajariku diatas motornya.

Memang tak ada sedikitpun yang menandingi solidaritas kami, bahkan solidaritas dari para pecinta mesin kanan, dan para motor dengan sejuta makelarnya itu..

Mungkin hanya keherananku sekarang, para scooterist agak sedikit bangsat di jaman sekarang, tak bisakah kalian seperti dulu, seperti diriku yang ada diera dua puluhan tahun lalu, atau seperti mereka para seniorku..

Wahai pecinta mesin kanan, janganlah kau mengagungkan tungganganmu serta melambungkan nilai akan jualnya, karena bagaimanapun solidaritas adalah nomer satu bagiku, dan...

Bagaimana kalian ingin memadati jalanan dengan mesin kananmu, bila kau melambungkan nilai akan jualnya, hingga para pemuda dan anak sekolahan tak mampu membelinya..

Seperti yang telah aku utarakan, motor dengan sejuta makelar.. dan hanya kebusukan demi kebusukan yang sekarang kalian suguhkan di indahnya pesona vespa dengan mesin kanannya..

Selang beberapa waktu, kebo biru telah kehabisan nafasnya..

Menandakan bahwa busi tuanya sudah hilang pengapian atau kalian bisa mengatakan bahwa seni mogok dari seonggok besi vespa PX milik suno..

"Hlaa dikandani ojok banter kok malah tetep ae koen iki le, nek mogok ngene iki yokpo wes.." 

(Hlaa dibilangin jangan ngebut kok malah tetap aja kamu ini le, kalau mogok begini terus gimana..) Gerutu kesal suno pada diriku.

Hanya senyuman yang aku lemparkan pada sahabatku ini, tanpa harus mempermasalahkan mulut cemberutnya yang bagaikan baruh bebek panggang itu..

"Hahaha... kalem ae, nek aku gak koyok awakmu no, aku mesti gowo busi, wes talah gak usah ngamok hloo"

(Hahaha... tenang saja, kalau aku tidak seperti kamu no, aku pasti bawa busi, sudahlah tidak usah ngamuk hloo) candaku padanya yang selama ini selalu tegang karena keadaan yang memang sangat menegangkan.

Ku coba membuat situasi sesantai mungkin guna mendinginkan hati sahabatku itu..

Tepong/pantat kanan dari si besi mesin kanan suno aku coba membukanya agar busi yang sekuat halilintar itu bisa kuganti dengan yang baru..

"Jancok!!! Iki vespa ket jaman kapan ora mbok bukak no, sampek ono anune" (Jancok!!! Ini vespa jaman kapan tidak kamu buka no, sampai ada anunya) Teriakku sambil meloncat kebelakang.

Bagaimana diri ini tak terkejut sampai merasakan pentalan kaki sambil menjauji mesin dari vespa suno..

Dan...

Di mesin sudah kulihat ular hitam yang melingkar diatas karburator dengan spase 20:20 itu bagaikan singgasananya..

Kucoba meraih ranting kering di pinggiran jalan dan menyingkirkan ular tersebut dengan sigap agar ular tak sampai menggigit bibir ini..

Hahaha.. bibir dan bibir ini yang selalu menceritakan akan perjalananku yang tak kunjung usai dan selesai...

Sedikit tegang namun aku harus tetap selalu dan tetap berusaha mencairkan suasana yang tak ada kata kondusif didalamnya..

Memang saat yang tak pernah aku persiapkan sedikitpun mentalku ini bila bertemu dan mendapatkan salah satu ciptaan tuhan itu..

Ular memang hewan yang aku takuti sejak dahulu, sebab mbah kakung pernah bercerita bahwa sebagian ular adalah perwujudan dari bangsa jin..

Bangsa yang bisa menyerupai apapun dimuka bumi ini selain raja manusia, raja dari para manusia terbaik dimuka bumi ini.

Raja yang tak pernah memamerkan kekayaannya, raja yang tak pernah sedikitpun mempunyai rasa dendam, serta raja manusia yang memiliki jiwa kebijaksanaan yang luar biasa..

Yaa..

Memang bangsa jin tak akan mampu menyerupai sang nabi Muhammad junjunganku dan rasulku serta rasul kalian para manusia diakhir zaman..

Aku terkejut namun tetap aku tak akan membunuhnya, aku akan selalu berusaha berdampingan dengan siapa dan apa saja ciptaan dari Gusti Pengeran Ingkang Agung Allah Subhanahu Wata'ala..

"Tulung jupukno pang kayu iku no, tak buak sing adoh cekne gak mbahayakno awak dewe" (Tolong ambilkan ranting kayu itu no, aku buang yang jauh biar tidak membahayakan kita) Pintaku pada suno yang mulai dirambati rasa takut..

Ku gayuh ular hitam itu dan membawanya ke semak disamping kanan jalan, seraya aku ucapkan salam sapa'an nan lembut menurutku..

Salam sapa'an lebut itu agar aku lebih bisa mengontrol emosiku itu..

"Salamun salam, tulung sampean ojok ngganggu aku karo koncoku maneh ya, tulung" (Salamun salam, tolong kamu jangan ganggu aku dan temanku lagi ya, tolong) Ucapku pada ular itu seraya meletakkannya di semak yang agak jauh dari jalanan..

Seperti mengerti akan ucapku, ular hitam itupun merayap meninggalkan dan menjauh dariku..

Kucoba lagi membetulkan si kebo punya suno dengan menggantikan busi usangnya, motor vespa itu kucoba sela dan..

Treng teng teng teng..

Asap putihnya menyeruang bagaikan aura kebahagian, dan...

Aku melihat senyum dari wajah suno yang memang sangat khas dari pemuda ganteng itu..

"Ayo le ndang cepet, selak udan engko neg kesoren" (Ayo le cepatan, keburu hujan nanti kalau kesorean) Ucap suno yang sudah menunjukan wajah cerah bagaikan nicolas saputra saat tersenyum..

Kami lanjutkan perjalanan itu dengan kumbang besi kami berdua..

Yaa.. kami menaiki kumbang bukan kuda..

Yaa.. kami menamai mereka kumbang jalanan, yang merupakan kumpulan dari hulk si hijau milikku, kebo biru milik suno, dan sebenarnya ada satu lagi, celeng ireng kepunyaan hendro..

Dalam perjalanan ke negeri diatas awan itu aku menghayal dan mengingat ketika kami bertiga konvoi dijalanan kota pisang kami..

Alangkah bahagia kala itu, aku diatas super hijauku, suno diatas PX birunya, dan si hendro menunggangi exel warna hitamnya..

Kami bagai tiga pemuda pejuang yang memperjuangkan akan cinta...

Tanjakan mulai kami rasakan, raungan demi raungan para kumbang jalanan telah meronta ronta akan kekuatan yang mereka keluarkan..

Vespa kami menjerit serta mengepulkan asap akan asa yang selama ini kami inginkan...

Sampai...

Kami melewati plang suatu desa dengan panoramanya nan indah dan menawan..

Desa Argosari, kec. *******, ********.

"Sitik engkas no, paling telung tanjakan maneh teko nang umahe yai darwan" 

(Dikit lagi no, paling tiga tanjakan lagi sampai di rumahnya yai darwan) Teriakku pada suno sambil memelintir gas si hulk vespa super hijau itu...

Kepulan demi kepulan asap beraroma gurih itu membumbung keangkasa dari knalpot kedua kumbang kami..

Dan...
Aku terkejut bukan main sesampai didepan rumah yai darwan..

Diatas amben atau papan dari bambu teras rumah yai kulihat senyuman khas dari seorang pemuda..

Kulihat juga tunggangannya distandar di samping pohon jambu samping rumah yai..

"Jancokkkk!!!!"

Kata itu terucap bersamaan antara aku dan suno sambil membelalakkan mata kami..

Benar...

Benar saja...

Dan...
Bagaimana tak terkejut..

Si hendro dengan santainya duduk sambil menghisab sebatang rokok dan cengengesan menyambut kedatangan kami..

Dari samping rumah yai berjalan dan mendekati kami..

"Koen ini rek, gak salam malah misah misoh koyok wong gak tau sekolah ae" 

(Kalian ini, tidak salam malah bicara kotor seperti orang tidak pernah sekolah saja) Ucap beliau sambil membetulkan kancing baju kemejanya.

Bagaimana si hendro sudah disini, dia tak pernah aku ajak kemari, dia juga tak pernah menyalip kami tadi di perjalanan..

Siapakan dia, apakah dia masih hendro si teman aneh kami itu...

"Hahaha.. wes tha gak usa mikir jero-jero le, aku iki hendro sing njancuki, koncomu iku, aku duduk demit le.. haha" 

(Hahaha.. sudahlah tidak usah berpikir keras le, aku ini hendro yang menjancukkan, temanmu ini, aku bukan demit le.. haha) Ucap hendro

Lantas siapa yang kami ajak minum di warung tadi, siapa yang di bonceng oleh suno pagi itu..

Hanya lamunan dan pemikiran yang selalu tak kunjung kudapatkan jawabnya...

"Merene kabeh ngger, ayo mangan disek, yok opo gak luwe tha awakmu?" (Kesini semua nak, ayo makan dulu, apa tidak lapar kalian?) Ucap yai darwan pada kami.

Kami menuju dalam dapur sebelah belakang rumah, dan kami sudah disediakan makanan yang sudah tertata disamping kandang sapi milik yai..

"Wes ayo mangan disek le, koen pisan mangano no, engko mari mangan tak ceritani kabeh" 
(Sudah ayo makan dulu le, kamu sekalian makan no, nanti selesai makan aku ceritakan semua) Ucap hendro sambil menyendok nasi dari bakul anyaman bambu itu..

Kami melahap suapan demi suapan nasi bercampur jagung, seakan kurang bernafsu memakan santapan itu, bukannya tak lapar tapi lebih pada rasa penasaran akan cerita yang nanti akan diutarakan oleh hendro..

Memang hanya ikan tongkol dengan oseng marisa yang kami makan, namun itu semua bagaikan batu es ketika kami telan..

Sesudah mengisi perut, kami menuju teras depan..

Dan...
Dan suno sangat antusias ingin mendengarkan apa yang akan dituturkan oleh hendro dan yai darwan..

Yai darwan dengan baju tetap disampirkan dibahunya mengajak diriku dan juga para teman seperjuanganku ke teras depan..

Kami duduk Diatas amben/papan bambu yang beralaskan anyaman tikar ilalang itu, serta melinting sebatang rokok dengan suguhan kopi hitam yang masih menguap namun tak terasa panas..

"Wes podo rungokno kabeh yo, saiki aku kate takon sejatine opo pitakonku kudu mbok jawab kanti titi jejer lan wasesane yo pur"

(Ayo di dengarkan ya, sekarang aku mau tanya sejatinya apa pertanyaanku harus di jawab dengan jujur sejujur-jujurnya ya pur) Ucap yai sambil mendekatkan wajahnya yang bijak namun menyuguhkan kesangaran dari orang tua renta itu..

Berdegup hati ini tak tahu alasannya apa, dan hanya anggukan dari diriku dan juga suno yang sangat antusias dengan apa yang akan ditanyakan oleh yai darwan pada kami..

"Pur tole putuku.. senajan awakmu duduk koyok arek enom liyane, nanging aku yakin awakmu sik duwe roso iba lan kasih marang kabeh makhluk gawenane Pengeran.."

(Pur nak cucuku.. meskipun kamu bukan seperti anak muda lainnya, tapi aku yakin kamu punya rasa iba dan kasih untuk makhluk ciptaan Tuhan) Ucap beliau.

"Pur.. sak iki yai arep takon, opo sakjane sing awakmu lakoni karo konco-koncomu iki winginane??" (Pur.. sekarang yai mau tanya, apa sebenarnya yang kamu lakukan dengan teman-temanmu ini kemarin??) Tambah yai kala itu.

Aku dengan segala keinginanku untuk menyelesaikan masalah kami akan menjawab dan akan meminta solusi kebada beliau yai darwan..

"Ngeten yai.. aku, suno, karo hendro iki munggah semeru teko pasro, lhaa aku kesasar yai, duduk kesasar koyok sak mestine, tapi aku karo arek-arek disasarno demit neg kono.. lhaa aku kan emosian yai, terus aku..."

(Begini yai.. aku sama suno dan hendro ini naik semeru sampai pasro, lha aku tersesat yai, bukan tersesat seperti semestinya, tapi aku di sesatkan demit disana.. lha aku kan emosian yai terus aku...) Ucapku belum sampai selesai tiba-tiba..

Jedeeeeer...

Jedeeeeer...

Krakkkkkk...

Bola-bola api menghantap atap rumah yai darwan dan sontak membuat kami bertiga kaget dan lompat dari amben bambu yang kami duduki..

"Hwahahaha.. saiki balekno nyowoku, opo koen kabeh tak pateni!" (Hwahahaha.. sekarang kembalikan nyawaku, apa kamu semua aku bunuh!) Ucap si hendro kembali merancu dengan ucapan tanpa hulu..

Kami bertiga kaget bukan kepalang dengan apapun itu namanya, hanya hendro yang tetap bersilah dengan wajah bengisnya menatap diri ini..

"Saiki koen metu teko awake koncoku opo tak orat arit panggonanmu sak isine.. jancokkkk!!!"  (Sekarang kamu keluar dari tubuhnya temanku apa aku obrak-abrik tempatmu seisinya.. jancokkkk!!!) Ucapku marah...

Bergetar jiwa raga didalam diri ini, bergelora darahku mendidih layaknya lava pijar di pusaran sang kawah...

Andaikan tak ada hendro sebagai wadah dari demit itu, sudah aku cabut kepala dari badannya..

"Jongkomu gak ono apa-apane karo jongkoku, koen demit aku menungso, ayo perang tanding saiki sak karepmu.. aku purnomo ora bakal mundur  majuo tak pateni pindo koen saiki!" (Jangkamu tidak ada apa-apanya dengan jangkaku, kamu demit aku manusia, ayo perang tanding sekarang terserah kamu.. aku purnomo tidak akan mundur majulah aku bunuh kau untuk kedua kali sekarang!) Umpatku dari mulut mungilku..

Aura akan kemarahanku seketika memuncak, aura itu sampai mementalkan tubuh mereka yang disampingku, bukan hanya hendro yang jatuh tersungkur akan gertak teriak dari mulutku, namun suno dan yai darwanpun terpental..

Pucuk dedaunan dari pohon jaranan seketika rontok bagaikan diterpa angin yang besar..

Aku pur tak dapat mengendalikan amarah dan gesekan energiku itu..

Aku purnomo sudah muak dengan permainan dari mereka yang katanya penguasa alam ghaib di puncak Mahameru..

Aku tak akan semarah ini, bila aku dan para kawanku tak dipermainkan seperti ini..

Peringatan!!!

Kalo tidak kuat jangan dibaca, nanti bisa kesurupan.. itu akan membuka seluas-luasnya jasad kalian akan semua demit bisa bernaung didalamnya..

Jika gampang kesurupan/penakut Skip 2 utasan di bawah ini.

Rojo mukso tepak muksoning ati,

Ratu demit brangasan jogo awak jasad kiwo tengenku, 

Pati jagad jagadno urip sukmoku,

Dening roso rosoku Pengeran ono ning ilat moto sak piturut lakuku..

Baca pas tengah malam, kalian akan mendapatkan sensasi yang sangat menakutkan akan diri kalian, siapa kalian, dan wujud jin kalian akan menampakkan diri..

Lelah memang..

Sangat lelah badan ini akan semua permainan demi permainan dari para demit atau biasa kami sebut penduduk alusan alas semeru itu..

"Yai.. aku gak iso meneng, koyok rasane diremehno terus, saiki aku njalok pendungane panjenengan yai, aku tak budal nang alas semeru" (Yai.. aku tidak bisa diam, seperti rasanya diremehkan terus, sekarang aku minta doa restu yai, aku akan pergi ke alas semeru) Ucapku dengan wajah yang teramat marah..

Dipegang pundakku oleh yai darwan, sembari menggandengku untuk duduk lagi di amben bambu miliknya..

"Sik le.. ayo dirembuk bareng disek, ojok grusa-grusu ngono dadi wong iku, saiki tolong ceritakno opo ae sing mbok polah neng alas wingenane iku" (Sebentar nak.. ayo di diskusikan bersama dulu, jangan gegabah begitu jadi orang itu, sekarang ceritakan apa saja yang kamu lakukan di alas kemarin itu) Ucap yai darwan mendinginkan suasana hatiku..

Disampingku hendro masih tetap duduk tersimpuh diatas tanah akibat terpental dan gesekan dengan energi dariku tadi..

Suno pun tak kalah takutnya waktu itu, namun hanya dia temanku yang masih sadar dan tak kerasukan demit alas selama ini..

"Dadi ngeten yai, kulo niku pengen kemping karo konco-koncoku iki nang semeru, tapi pinginku lewat alas sing jarene wong-wong iku angker, lhaa terus..." (Jadi begini yai, saya itu ingin camping dengan teman-temanku ini di semeru, tapi inginku lewat alas yang katanya orang-orang itu angker, lhaa terus...)

"Pancen angker yai alase, waktu iku aku wes diwanti-wanti nang tukang ngarit karo tukang golek penjalin, tapi aku tetep ae gak ngereken blas.." (Memang hutannya angker yai, waktu itu aku sudah di peringatkan oleh tukang cari rumput sama tukang cari rotan, tapi aku tidak mempedulikan)

"Aku disasarno ping bolak balik yai, sampek aku ditolong mbah buyut sing jarene penduduk dusun a*** b******..." (Aku disesatkan berkali-kali yai, sampai aku ditolong mbah buyut yang katanya penduduk dusun a*** b*******..)

Ceritaku panjang lebar tentang dusun itu dan aku tetap bercerita seperti yang yai darwan ingin dengarkan..

"Sik-sik le.. opo bener koen iki wes tau ketemu karo warga dusun a*** b****** sing nok nduwur kono? Opo koen gawe salah nang poro wargane le?? Soale neg koen gawe salah, gak mungkin koen iso moleh urip seger waras ngene iki le" (Sebentar nak.. apa benar kamu ini pernah ketemu dengan warga dusun a*** b****** yang ada diatas sana? Apa kamu buat salah dengan warganya nak?? Soalnya kalau kamu ada salah, tidak mungkin kamu bisa pulang dengan selamat dan hidup sehat seperti ini) Potong yai darwan pada ceritaku..

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close