Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JANUR IRENG (Part 1)


JEJAKMISTERI - Cahaya mobil menembus kegelapan malam, dari kaca depan, Sugik terus memperhatikan Sri yang tampak sedang serius memikirkan sesuatu, ia sadar, gadis polos itu pasti sudah tahu siapa Atmojo yang sebenarnya, ragu, Sugik bimbang, apakah ia akan menceritakan semua, sebuah rahasia kecil.

Setelah bergelut dengan batin, Sugik akhirnya mengambil keputusan, ia membanting setir, membuat mobil menepi, lantas dari sudut matanya, ia melihat Sri tampak gelisah, ketakutan, ia pasti sudah melewati hari yang berat bersama Atmojo, namun, ini masih detail kecil, ia belum tahu bahwa nama Atmojo, hanya sebuah kejutan kecil bila dibandingkan dengan peristiwa yang menimpa Kuncoro, satu peristiwa yang membuat Sugik lupa cara tidur tanpa kembali ke peristiwa tragis yang akan terus membuntuti kisah hidupnya, selamanya.

"Pesta kematian keluarga Kuncoro" batin Sugik.

Sugik duduk, menghisap rokok, lantas matanya menerawang jauh, ia masih ingat setiap detail satu persatu bagaimana pembantaian itu terjadi, termasuk bagaimana ia menyaksikan didepan mata kepala sendiri, bagaimana kepala manusia bisa dipenggal hanya dengan sekali tebasan parang.

Sri yang sedari tadi bingung, mendekati Sugik, Sri tampak hati-hati, namun Sugik membalas tatapan ngeri Sri dengan senyuman palsu, ia tidak mau menambah traumatik yang dialami gadis itu, lantas, Sugik bertanya pada Sri,

"Sri ngerti sopo Atmojo?" (Sri tahu siapa Atmojo?)

Sri diam.

"Atmojo iku, siji tekan 7 ragat trah, sing nyekel nang kene" (Atmaja itu, satu dari 7 keluarga yang memiliki darah persekutuan, yang memegang wilayah disini)

Sri, bingung..

Sugik menghisap rokoknya lagi, lantas kemudian menatap Sri kembali, 

"Nek Kuncoro, Sri wes eroh sopo?" (Kalau Kuncoro, Sri tahu mereka siapa?)

Sri semakin bingung..

"Kuncoro iku, Trah salik, ndukure Atmojo" (Kuncoro, memiliki kedudukan lebih tinggi dari Atmojo) sahut Sugik)

lantas, Sugik mengawasi reaksi dari Sri, matanya terbelalak kaget, apakah ini alasan Atmojo melakukan itu.

"Tapi Sri, nang njobo, sing di ngerteni, derajate Atmojo luwih dukur dibanding ambek Kuncoro, ikulah, mangkane ono pemahaman, bahwa, Kuncoro sing wani nyandak Atmojo luwih disik" (Tapi, dikhalayak, derajat Atmaja lebih tinggi dibandingkan Kuncoro, itulah kenapa presepsi orang berpikir, yang terjadi bahwa Kuncoro lah yang menantang Atmojo lebih dulu)

Sri mengamati Sugik, gadis itu benar-benar tertarik dengan semua ini, namun, Sugik masih menahan bagian paling menarik, ia ingin melihat reaksi Sri bila ia sudah mengatakannya.

Sugik membuang putung rokok, menginjaknya, lantas kemudian mengatakan,

"Asline, sak durunge melok Atmojo, aku ngunu, melok Kuncoro" (Sebenarnya, sebelum saya ikut Atmaja, saya itu, sudah bekerja untuk Kuncoro) ucapan Sugik membuat Sri tidak percaya, lantas, Sri mulai curiga.

"Ojok ngomong awakmu sing..." (jangan bilang kamu yang..) sebelum Sri menyelesaikan kalimatnya, Sugik sudah mengatakannya..

"Iyo, aku nduwe andil sing mbabat kabeh keluarga Kuncoro" (Iya, aku punya peran dalam pemusnahan semua keluarga Kuncoro atas perintah Atmaja)

"Tapi, onok sing kudu tak kandani, iki ngunu gak sebatas saling ngejorno, tapi, Atmojo kudu ngelakoni iku, nek gak kepingin di babat ambek.." (Tapi, ada yang harus saya beritahu, ini semua bukan hanya sebatas saling menghabisi, tapi, Atmaja harus melakukannya bila tidak ingin dihabisi juga oleh..)

Sugik diam sejenak, ia seperti menahan diri, lantas tangannya kembali mengambil rokok disaku celana, namun, tangannya gemetar hebat seakan ia ketakutan. Rokok yang ia pegang, gagal ia nyalakan..

Sugik masih ingat, nama itu, nama yang tidak akan ia lupakan..

"Sing kepingin tak sampekno, Atmojo kudu mbabat Kuncoro nek gak kepingin dibabat ambek liane..
Sri, tak terke muleh, tapi rungokno, kapan meneh onok sing ngirimi duwek sak kresek, ojok ditampani, ojok sampek koyok aku, ngerti yo"

(yang ingin saya sampaikan, Atmaja harus menghabisi Kuncoro, bila tidak mau dihabisi oleh yang lain..
Sri, kamu akan saya antar pulang, tapi, dengarkan baik-baik, besok, bila ada yang memberikan uang satu kresek, jangan mau diterima, jangan seperti saya, paham kamu)

Sugik membuka pintu mobil, menyuruh Sri agar masuk, malam semakin larut, ketika mobil mulai melaju, Sri tiba-tiba mengatakannya..

"Lukisan sing gok omah mbah Krasa, iku lukisan opo mas?" (Lukisan yang ada dirumah mbah Krasa, itu lukisan apa mas sebenarnya)

Sugik, tersenyum kecut.

"Ingon" (peliharaanya) sahut Sugik.

"Kabeh nduwe ingon-ingonan, mbah Krasa dicekeli ingon sak bojo, tapi, iku jek gak onok opo-opone ambek ingonane" (Semua punya peliharaanya sendiri, mbah Krasa dipercaya memegang peliharan suami-isteri, tapi, itu masih belum-ada apa-apanya dengan..)

"Kuncoro"

Mobil Sugik terus melaju mulus dijalanan, ia menatap Sri yang seperti sudah menyimpulkan sesuatu.

Sugik menunggu apakah Sri akan bertanya peliharaan apa yang dimiliki oleh Kuncoro, namun tidak, Sri justru bertanya sesuatu diluar nalar..

"Kuncoro, gak mati ambek santet Sewu dino, opo aku bener mas?" (Kuncoro tidak habis oleh santet Seribu hari, apa aku benar mas?)

Sugik yang mendengarnya, lantas, tidak bisa mengatakan apa-apa selain bertanya, "kok isok awakmu nyimpulno ngunu" (bagaimana bisa kamu menyimpulkan seperti itu?)

Sri, tersenyum.

"Sederhana" kata Sri.

"Nek pancen keluarga Kuncoro binasa ambek santet sewu dino, gawe opo penerus terakhir Kuncoro mbabat Atmojo ambek santet sing jelas uduk kuasane, sing mbabat Kuncoro, keluarga liane, dibantu Atmojo, ngunu kan asline mas"
(Mudah kata Sri, bila memang seluruh keluarga Kuncoro habis oleh santet seribu hari, untuk apa penerus terakhirnya menghabisi Atmaja dengan santet yang bahkan bukan kuasanya.. 
Itu artinya, yang menghabisi Kuncoro adalah keluarga lain yang dibantu oleh Atmaja, begitukan mas yang terjadi"

Sugik lantas menghentikan mobil, ia kemudian tertawa terbahak-bahak, isi kepala Sugik seakan dipaksa kembali untuk mengingat setiap detail dari kejadian itu dan siapa dalang yang bermain dalam tragedi gila itu..

Tragedi bagaimana Sugik melihat semuanya, mati-satu persatu..

Seakan nyawa tidak ada harganya, setiap hari, jatuh, mati, satu persatu dari keluarga Kuncoro, tak pandang bulu, anak-anak atau orang dewasa mati gantung diri, dibunuh, sakit, hingga kecelakaan diluar nalar, Sugik menyaksikan semuanya didepan mata kepalanya sendiri, termasuk bagaimana Sugik melihat, Intan Kuncoro, yang tengah mengandung, menghabisi jabang bayi dalam perutnya sendiri, semua itu, diluar nalar pikiran Sugik yang tidak tahu menahu bahwa ia sedang diperdaya oleh Atmaja dan, keluarga itu.

Sugik menatap Sri, lalu berbisik lirih, santet "Janur Ireng" (Janur Hitam) "itu adalah santet yang menghabisi keluarga Kuncoro"

Sugik masih mengingat bagaimana santet itu menghabisi semua orang dalam sekejap, dan berkata pada sri, waktu itu, ya waktu itu,
                                            
Di atas singgasana pernikahan. Arjo Kuncoro duduk bersanding dengan Intan.

Terlihat Intan lebih banyak diam, di belakangnya makhluk perempuan tanpa kakimenggerogoti tubuh perempuan malang itu.

Arjo menyeringai memandang sosok mengerikan yang terus menjulurkan lidah sembari melihat ke arahnya.. SENGGARTURIH, adalah salah satu makhluk ingon dari dua makhluk yang di turunkan oleh maha ratu kepada keluarga ATMOJO.

Sejak dahulu Atmojo sudah di percaya untuk menjaga dan memelihara serta memanfaatkan makhluk ingon ini, guna melancarkan semua urusanya di Dunia..

Layaknya seperti BOKOLONO yang mengapdi kepada Kuncoro, sanggarturi juga melakukan hal yang sama.

Arjo suda pernah melihat semua ingon dari tetua TRAH TUJU, salah satunya pernah membuat dirinya ketakutan.

Makhluk itu menempel seperti parasite di tubuh Intan Kuncoro. Pemandangan itu di saksikan oleh seluruh bawahan Kuncoro.

Arjo seperti sengaja menunjukan kepada semua bawahanya bahwa Atmojo sedang menabuh genderang perang dengan keluarganya.

Tidak ada satupun dari orang-orang kuncoro yang berani membantah keputusan Arjo yang menggantikan putranya untuk menikahi Intan Kuncoro.

Tidak ada juga yang berkata-kata di belakangnya, sejak dulu keluarga kuncoro di hormati, satu-satunya keluarga yang menganut pernikahan sedarah.

Meski begitu, ini menjadi pertama kalinya seluru antek-antek Kuncoro melihat pernikahan sedarah itu di lakukan oleh bapak kepada anak kandungnya sendiri.

Gending suara gamelan telah di mainkan, para penari mulai melakukan pertunjukanya, di bawah atap kediaman Kuncoro, semua orang menikmati pesta, namun tidak bagi Arjo, sedari tadi merasa aneh karena tidak menjumpai satupun dari TRAH TUJU.

BILA Atmojo yang tidak hadir dia bisa memahami karena mereka sedang berperang. Namun, trah tuju yang lain kemana?
Kejanggalan ini membuat Arjo tidak tenang menikmati keberlangsungan pernikahanya dengan Intan (Ranum). Setelah ini CANGUKSONO akan menjadi miliknya.

Sejak awal harusnya dirinya yang pantas mendapatkan warisan ilmu itu, karena hanya Arjo yang dapat memaksimalkan kekuatan BOKOLONO, tapi dengan adanya Ranum dan Canguksonodi genggamanya, hanya tinggal menunggu waktu untuk membuat keluarga lain berlutut memohon.

Dengan ini pula Ratu akan menjadikan seorang Kuncoro sebagai pewaris tunggal dari permainan yang sudah dia buat selama ratusan tahun untuk mencari pewaris sah dari ilmu MENDEM DUNYO.

Aula ramai dipenuhi para tamu undangan saat sugik masuk. Ia berbaur dengan tamu tamu lain yang tak lebih dari bawahan serta abdi-abdi keluarga Kuncoro. Sugik melihat lina sedang mengantarkan minum bagi para tamu undangan, ia mendekati wanita itu, menarik tanganya menjahui kerumunan orang.

“Lina, dengar, akan terjadi sesuatu yang mengerikan di sini” kata sugik sambil melihat sekeliling.

“Tinggalkan tempat ini sejauh mungkin, bila terlambat tak akan ada yang selamat di tempat ini” lanjut sugik.

“Apa toh maksud mas Sugik?” timpal lina bingung.

Sugik menatap Arjo yang duduk di samping intan kuncoro, setelah berpikir, ia melihat Lina sekali lagi.

“Janur ireng akan di tuntaskan malam ini juga oleh tuan Sabdo”
Lina ahirnya mengerti dengan maksud perkataan Sugik, terlihat dari raut wajahnya yang berubah. Mereka menatap ke atas tempat janur kuning yang terpasang membentuk simbol pernikanah jawa.

Perlahan-lahan satu persatu janur mulai menghitam, tetapi tak ada yang menyadari kecuali mereka berdua.

“Aku harus menolong pemuda itu” kata Lina.

“Siapa?”Tanya sugik.

“Bayu seseno, dia di sekap di gudang belakang bersama para abdi lain yang gak cocok dengan Arjo, aku harus menolongnya.”

Sugik mengangguk meskipun hatinya getir mendengar nama Bayu seseno, Bagaimana pun dia sudah menolongnya, meski harus mengorbankan sugeng.

“Pergilah, bersama Bayu, kalian harus cepat meninggalkan tempat ini.”

Lina mengangguk sebelum berlari meninggalkan tempat ini.

Sugik melihat punggung perempuan itu pergi dengan tergopoh-gopoh, ia lalu menoleh ketempat Arjo duduk, ia di kejutkan dengan sorot mata tajam Arjo ke arahnya.

Arjo turun dari singgah sananya, ia seperti menyadari kejanggalan di wajahnya Sugik.

Arjo menuju tempat Sugik, lalu sugik mundur, takut sampai tak sengaja menabrak seseorang.

Arjo mendekat semakin dekat dan cepat, Sugik seperti ingin berlari meninggalkan tempat ini..

Tetapi Intan kuncoro masih duduk dengan pandangan kosong di atas kursi singgasana pernikahan.

Ia seperti di rasuki oleh sesuatu, Arjo memegang tangan Sugik, menatap wajahnya lalu berkata..

“Kamu menyembunyikan sesuatu dariku?”

Sugik menggeleng dan berkata bahwa dirinya tidak menyembunyikan sesuatu apa pun, tetapi Arjo tidak bisa di bohongi.

“Katakan apa yang kamu sembunyikan  dariku, JONGOS!”

Sugik begitu ketakutan hingga tanpa sengaja ia melihat janur kuning di atas, Arjo ikut menoleh ke dedaunan janur kuning di atas yang menghitam perlahan-lahan, Arjo terlihat murka, kemudia menampar wajah Sugik dengan sangat keras di depan para abdi serta para tamu undangan.

“Bangsat, kamu bersekutu dengan mereka” Teriak Arjo keras.

Beberapa abdi melangkah mundur, gamelan yang sedari tadi mengiringi para undangan tiba-tiba berhenti.

Berganti suara Arjo yang bicara sama Sugik dengan sangat keras..

“Jadi kamu rupanya yang menghianati aku, kamu adalah duri dalam daging, akan kubunuh kamu!”

Arjo mencekik leher Sugik dengan sangat kuat, Sugik mencoba melawan, tetapi dirinya kalah kuat dengan Arjo yang badanya lebih besar, dan tak bisa berbuat banyak, Arjo bukan orang sembarangan, tenaganya seperti tenaga sepuluh pria..

Sugik melotot sambil memukul-mukul pergelangan tangan Arjo, berharap dia melepaskan cekikanya..

Tetapi Arjo tetap tidak perduli dan tak mau melepaskanya..

Sesuatu tiba-tiba terjadi, salah satu tamu undangan menatap Arjo sebelum menyentuh perutnya..

Semua tamu menatap kearah lelaki itu, tiba-tiba mereka memuntahkan darah, ada yang berteriak-teriak sambil memegangi kepalanya, semua orang termanggu, dan mulai sadar bahwa ada yang tidak beres di dalam pesta ini..

Orang-orang mulai berlarian panik, tetapi pintu tiba-tiba tertutup rapat dan tak bisa terbuka..

Orang-orang ini terjebak oleh sesuatu yang mereka semua tak dapat melihatnya.

Arjo mencabut kerisnya kea rah Sugik

“Apa Sabdo ikut dalam santet ini, akan kubunuh dia, lalu akan kubalas kalian semua orang yang ada dibalik kejadian ini, akan ku siksa sepedih pedihnya.”

Arjo ahirnya melangkah pergi dan tak menghiraukan orang-orang yang panik.

Sugik melihat seorang perempuan terus menerus membenturkan wajahnya ke lantai sampai, sampai bentuk hidungnya tidak dapat terlihat..

Di tempat lain, seorang lelaki sedang mencakar-cakar wajahnya. Sugik tahu bahwa santet ini mulai bekerja. Ia segera mendatangi Intan kuncoro, menarik tangan perempuan itu, tapi ada yang aneh dari sosok Intan yang dikenal.

Wajahnya melotot kepada Sugik sembari menyeringai, ia berkata pada Sugik..

“Cah cilik raisok slamet” (anak kecil ini tak akan bisa selamat.)

Sugik tidak lagi perduli, meski perempuan itu terus menendang-nendang  menolak untuk pergi.

Di lantai beberapa potongan kepala terlihat, para Abdi yang saling membunuh satu sama lain, beberapa mati dengan menusuk wajahnya sendiri dengan pisau.

Darah mengalir dimana-mana hingga tak ada satu langkahpun yang bisa dilewati tanpa genangan darah.

Pintu terbuka, beberapa Abdi serta tamu yang tunggang langgang mati dengan cara tidak wajar berserakan di mana-mana.

Anehnya hanya Sugik yang tidak merasakan apa-apa, Sugik berpikir, mungkin saja tuan Sabdo yang melakukan ini menjamin dirinya untuk hidup dan terhindar dari santet itu.

Sugik harus segerah pergi dari neraka ini. Di belakangnya Sugik teriakan meminta tolong terdengar sangat keras saling bersaut-sautan.

Mereka terus di hujani sesuatu yang membuat wajah mereka hancur berkeping-keping.

Sugik meminta Intan masuk kedalam mobil, tapi perempuan itu terus melawan.

“Jarno aku ndelok pembantaian iki, cah lanang ora nduwe santun”
(Biarkan aku melihat pembantaian ini, anak lelaki yang tidak punya sopan santun.)

Sugik yang merasa kalut membentak sosok Intan.

“Jancok! menengo!” (Bangsat! diam!)

Intan menyeringai melihat wajah Sugik, kemudian Sugik menyalakan mobil meninggalkan kediaman Kuncoro untuk pergi sejauh mungkin.

Malam itu hujan tiba-tiba turun dengan deras. Di jalanan kosong itu Sugik menginjak gas mobilnya sekencang mungkin, ia menangis menjerit putus asa, sementara Intan melihat dirinya sembari tertawa menunjukkan giginya yang menguning.

“Tenango, koen ra bakal mati nak, uripmu wes di jamin ambek…” (Tenang saja, kamu tidak akan mati, hidupmu sudah di jamin oleh…)

Sugik menginjak pedal rem mobilnya tiba-tiba di tengah guyuran hujan deras, sugik melihat sesuatu didepan jalan, sebuah mobil hitam berhenti di tengah jalan.

Seorang wanita bersanggul mengenakan payung dan pakaian serba putih berdiri di sampingnya.

Sugik membuka pintu melangkah turun dari dalam mobilnya, mendekati mbah Karsa yang melihat dirinya.

Mbah Karsa tersenyum menyentuh wajah Sugik, seolah menenangkan dirinya yang terlihat sangat kacau.

“Awakmu mbalik o, ben tak gowo arek wedok iki, ojok kuwatir, Sabdo wes nglakokno tugase kanti  apik. Mbalik o, pastekno dek e urip, percayakno cah wedok iki marang aku le”
(Kamu kembalilah biar kubawa gadis ini, tidak perlu khawatir, Sabdo sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Kembalilah pastikan dia hidup, percayakan gadis ini padaku nak.)

Mbah karsa menceritakan bahwa ada sesuatu didalam tubuh Intan kuncoro yang berbahaya.

Ia mengangguk kepada Sugik sebelum melihat Intan kuncoro melangkah turun dari dalam mobilnya, lalu berlutut bersimpuh dibawah kakinya mbah Karsa.

“Budalo, ojok sampek awakmu kelangan waktu masio sitik”
(Pergilah, jangan sampai kamu kehilangan waktu sedikitpun.)

Sugik melihat Intan Kuncoro seperti ketakutan dengan Mbah Karsa. Ia pun putar balik untuk menjemput Sabdo kuncoro.

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

close