Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Danan & Cahyo (Part 4) - Penunggu Malam Pabrik Gula

Tumbal pabrik gula? Bukan.. ada sesuatu yang lebih mengerikan di tanah ini sebelum pabrik ini berdiri..


JEJAKMISTERI - Pagi ini kasur yang kutiduri terasa sangat posesif dibanding hari lainya. la sama sekali tidak mengikhlaskanku terbangun walaupun cahaya mentari sudah berkali-kali menamparku.

Tapi itu tidak bertahan lama, pertahananku goyah ketika aroma masakan Bulek mulai melayang melewati indra penciumanku.

Brakk!!

Seketika aku meninggalkan kasur, mengenakan sarungku dan membuka pintu dengan terburu-buru.

"Bulek! Sayur Lodeh ya!” Teriakku menebak asal aroma masakan itu.

"Wis telat! Uwis tak entekno!” (Sudah telat, tak habisin) ucap Danan meledek sembari melahap suapan terakhirnya.

"Ra mungkin, ambune isih ning kompor.." (Nggak mungkin, baunya masih di kompor kok)

"lyo.. tapi ikan asinya tak habisin! Tuh lihat aja di meja!” Ucap Danan sembari membuka tudung saji yang ada di meja.

Aku melongo melihat ke arah meja, benar saja hanya tersisa sedikit sambal di mangkuk kecil dengan piring ikan asin yang sudah kosong.

“Uaaseeem... tenanan mbok entekno?” (Asem, beneran kamu habisin?) teriakku kesal.

Danan hanya tertawa meledek sembari bersiap membawa piringnya untuk dicuci, aku tidak membiarkan semudah itu dan membuka mulutnya.

“Keluarin... jatah ikan asinku keluarin!” Teriakku sembari menahan dagu Danan.

“Buleeek tolong, ada monyet ngamuk!” Teriak Danan yang semakin senang meledekku.

Bule yang melihat kami hanya menggeleng sembari mengeluarkan sepiring makanan dari lemari penyimpanan.

“Jul.. Panjul, gampangmen diapusi.. iki lho isih akeh, Bulek simpen ben ra dipangan kucing” (Jul panjul, gampang banget dibohongin.. ini lho masih banyak, Bulek simpen biar nggak dimakan kucing) Ucap Bulek yang masih tertawa.

Melihat hal itu aku segera melepaskan Danan dan memastikan jumlah ikan asin yang disimpan Bulek.
“Untung porsinya masih aman, kali ini selamat kamu Nan!” Ucapku sembari mengancam Danan.
Melihat raut wajahku Danan malah semakin tertawa puas setelah mengerjaiku.

"Sayurnya di kompor yo Jul, ambil sendiri” ucap Bulek.

"Udah tau bulek, lha kebangunya aja gara-gara sayur lodeh” ledek Danan lagi.

"Wis menengo, jangan merusak citarasa masakan Bulek” Balasku bersiap menyantap masakan istimewa di hadapanku.

Danan membantu Bulek mencuci piring dan perlengkapan masak sembari berbincang perbincangan yang tidak sempat terjadi kemarin.

"Paklek sering keluar begini ya Bule?” Tanya
Danan.

"Ya nggak sering, tapi sekalinya keluar bisa lama..” Jawab Bulek.

"Berarti Bulek sering sendirian donk? Sepi donk pasti?”

"Sepi dari mana? Liat sendiri kan tadi? Gimana rumah bisa sepi kalau ada si bocah ketek ini..” Balas Bulek sembari mengacak-ngacak rambutku.
"Duh bulek, gantengku ilang deh...” gurauku.

Akupun bergegas menyelesaikan makan pagiku dan bersiap mandi membersihkan diri. Beruntung ada
Danan di rumah, ia cukup rajin. Bak mandi sudah penuh dengan air yang ia timba dengan pompa sumur. Jadi tugasku hanya menghabiskanya saja.

Baru saja selesai mandi, tepat saat memasuki rumah dari pintu dapur tiba-tiba terdengar suara seseorang mengetok pintu rumah dengan terburu-buru.

“Paklek!! Paklek!!” Teriak orang itu.
Aku kenal dengan suaranya, itu suara Pak Kosidi. Ada apa ia sampai menghampiri ke rumah kami?

Jelas saja perasaanku menjadi tidak enak.

“Pak Kosidi, kenapa pak? Kok buru-buru?” Ucap Bulek mempersilahkan Pak Kosidi masuk.

Aku dan Dananpun menghampirinya penasaran dengan apa yang terjadi.

“Paklek apa sudah kembali Bulek?” Tanya Pak Kosidi.

“Paling sebentar lagi sampai, kenapa to pak?”

“Itu Bulek, Mas Cahyo, karyawan pabrik.. Karyawan pabrik tiba-tiba pada kesurupan" Cerita Pak Kosidi panik.

“Hah??! Gimana bisa? Bukanya hari ini semua libur?” Tanyaku bingung.
Pak Kosidi mengatur nafasnya dan mencoba menjelaskan.

“Nggak mas Cahyo, ternyata ada jadwal lembur hari ini. pekerjaan bagian pengemasan kemarin belum selesai, jadi sisa pekerjaanya diselesaikan hari ini” ucap Pak Kosidi.

Mendengar ucapan itu Aku dan Danan segera mengambil perlengkapan dan keluar meninggalkan rumah.

“Panjul! Danan! Jangan nekat! tunggu Paklek dulu! Teriak Bulek.

“Nggak bisa bulek, terlambat sedikit banyak nyawa bisa melayang.. minta tolong paklek nyus...”

Belum sempat menyelesaikan pembicaraan tiba-tiba terdengar suara sepeda motor vespa yang terparkir di depan rumah.

“Itu! Paklek dateng!” teriak Bulek.

Aku mengambil sepeda ontelku sementara Danan memberi salam ke Paklek sebentar.

“Paklek! Susul ke pabrik ya! Darurat!” Teriakku yang segera membonceng Danan.

“Heh.. ono opo iki? Tekan-tekan kok wis diusir?” (Heh.. ada apa ini? dateng-dateng kok udah diusir) Tanya Paklek bingung.

“Itu di dalem ada Pak Kosidi, biar dijelasin sama Pak Kosidi saja.. “ Teriakku.

Belum sempat berjalan tiba-tiba Danan menepuk bahuku dan menahanku.

"Sek Jul.. bukanya lebih cepat naik motor?” Ucap
Danan.

Aku melirik Danan sembari sedikit tersenyum.
"lyo yo? Gasss pindah!” Perintahku.

Aku dan Danan segera berpindah ke vespa yang baru saja di parkirkan Paklek dan meminta kuncinya.

"Paklek Si Mbah tak pake dulu! Darurat!” Teriakku sembari menstarter vespa paklek dan meninggalkan rumah.

"Dasar bocah gemblung!” teriak paklek.
Secepat mungkin aku membawa Vespa menuju pabrik gula melewati jalur hutan yang sudah sedikit dibangun.

"Kenapa bisa kelolosan? Berarti pagar yang kita buat kemarin berhasil ditembus?” Tanya Danan.

"Mbuh Nan, nggak tahu.. kalau sampai ada banyak orang di sana, berarti kondisi benar-benar gawat!” Balasku.

Tak butuh waktu lama hingga kami tiba di kawasan Pabrik. Aku memarkir motor tepat di depan pintu bangunan utama. Kalau sesuai ucapan Pak Kosidi,
bagian pengemasan harusnya ada di sayap kanan bangunan utama.

Tapi sebelum kami mencari ke sana, terlihat sosok salah seorang karyawan perempuan sedang duduk di salah satu mesin besar yang masih menyala.
“Khikhikhi...“

Perempuan itu menyeringai menatap kami yang baru saja masuk.

Rupanya tak hanya itu, beberapa karyawan yang tidak kuhafal namanya juga bertingkah aneh. Beberapa dari mereka berlaku seperti anak kecil, sebagian dari mereka merayap di lantai seperti hewan melata.

"Gila.. mereka sampai seperti ini?” Danan terlihat panik.

Tak menunggu lama, Danan bersiap menghampiri salah satu dari mereka. Aku yang menyadari suatu hal segera menarik dan menahan Danan untuk pergi.

"Apa maksud ini semua?” Tanyaku pada sosok-sosok yang merasuki karyawan itu.

“Khikhikhi... ono sing ngamuk (ada yang marah) Ucap seorang karyawan yang sepertinya dirasuki oleh sosok kuntilanak yang kukenal itu.

“Kowe Sri to? (Kamu Sri kan?) Jangan bercanda?! Ini sudah keterlaluan!” Teriakku.

“Khikhkhi... ono sing ngamuk! Uwong sing ning bangunan buri ngamuk.. kabeh uwong iki arep dipateni” (Ada yang marah, orang di bangunan belakang marah.. semua orang ini mau dibunuh) ucap sosok itu lagi.

Aku mulai mengerti, sepertinya sosok yang berada di bangunan belakang benar-benar bisa terlepas dan mengincar orang-orang ini.

“Terus apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian...” belum sempat melanjutkan omonganku tiba-tiba Danan menahanku.

“Jul.. perhatiin, makhluk-makhluk itu tidak menyakiti mereka sama sekali” ucap Danan.
Aku menuruti ucapan Danan dan memperhatikan setiap karyawan yang dirasuki makhluk-makhluk itu.

“Bisa jadi mereka justru melindungi mereka dari sesuatu” Ucap Danan.

“Khikhikhi... mase sing ngganteng kuwi rodo pinter” (Masnya yang ganteng itu agak pintar) ucap sosok kuntilanak yang merasuki karyawati itu.

Aku menarik nafas menenangkan diri. Sedikit demi sedikit aku mulai bisa membaca situasi saat ini.

"Jadi kalian mencoba menolong semua orang-orang ini?” Tanyaku.

Tak lama dari pertanyaanku terlihat seseorang melompat dari lantai dua dan mendarat di belakangku.

“Rrrr... Orra kabeh.." (Tidak semua)
Sontak Aku dan Danan menoleh ke belakang.

Terlihat seorang karyawan yang bertingkah seperti seekor binatang berkaki empat.

“Ono sing digowo ning bangunan mburi.." (Ada yang dibawa ke bangunan belakang)
Aku mencoba menanyakan maksudnya tapi ada lagi karyawan yang melata di lantai menghampiri kami.

"Ssss... Jumlah kami tidak cukup, kami hanya mampu merasuki mereka agar pengikut makhluk itu tidak merebut tubuh ini juga ssss...." ucapnya.
Danan terlihat berpikir keras, sepertinya ia mencurigai sesuatu.

"Jul, berarti mereka berusaha melindungi orang-orang ini?” tanya Danan.

"Sepertinya ia nan”
"Kalau mereka belum melepaskan mereka berarti masih ada sosok yang mengancam orang-orang ini di sekitar kita?” Tanya Danan.
Ada benarnya kecurigaan Danan, Sri dan makhluk yang lain masih merasuki karyawan-karyawan di sini.

Pasti ada alasan mengapa mereka belum melepaskan mereka.

“Gggrrrr... Temenan Sri, koncone wong iki luwih pinter” (Benar Sri, temanya orang ini lebih pintar) terdengar sosok yang menyerupai binatang buas itu mencoba meledekku.

“Sudah-sudah, terserah mau ngeledek apa.. yang penting, sekarang kasi tau alasan kalian belum melepaskan mereka” ucapku.

Kami menunggu beberapa saat, namun sama sekali tidak ada jawaban dari mereka.

“Jangan main-main kalian!” Aku mulai kesal.

Merasa waktu kami tidak panjang, akupun ingin mencoba menangkap salah satu dari mereka dan menanyakan langsung. Namun aneh, semakin aku melangkah maju ke dalam ruangan tiba-tiba tubuhku semakin berat.

“Panjul! Kamu ngapain??” Teriak Danan.

Aku tidak sadar dengan apa yang aku lakukan, tiba-tiba sesuatu menguasai tubuhku dan mencoba membanting kepalaku ke salah satu mesin.

"Nan! Bandanku.. bergerak sendiri..!” Teriakku yang semakin gila meronta dan mennghantam benda keras yang ada di sekitarku.

Danan mencoba menghampiriku, namun baru maju beberapa langkah tiba-tiba ia terjatuh tengkurap dan memuntahkan darah dari mulutnya. Tiba-tiba dari hidung dan telinganya mulai meneteskan darah.

"Danan!!!”

Danan berusaha membaca mantra pelindung dan menahan sesuatu yang menyerangnya, namun ia tetap terlihat begitu lemah.

"Serangan ini.. semua serangan ini berasal dari bangunan belakang!” Teriak Danan.

Bangunan belakang? Tidak mungkin.. kami masih jauh dari sana, bahkan kami belum melihat sosok apa yang berada di sana. Bagaimana ia bisa menyerang kami di sini?

Tanpa sadar aku merasakan cairan hangat menetes di pipiku.

Itu adalah darah dari pelipis yang baru saja terbentur di salah satu mesin.
Kesadaranku mulai hilang, tapi aku mendengar suara tawa sri mendekat. la seperti mencoba menahanku untuk menyakiti diri dengan lebih parah.

"Wanasura!!”

Aku mencoba memanggil wanasura berharap ia bisa mengambil alih tubuhku untuk menahan sesuatu yang mengendalikan tubuhku ini, namun sepertinya gagal. Wanasura tidak bisa merasakan panggilanku.

Ada sebuah tuas tajam diantara mesin di dekatku, samar-samar aku merasakan tubuh ini berlari kesana sekuat tenaga.

"Cahyo! Jangan kesana!” Teriak Danan memperingatkanku.

Aku berusaha menahan tubuhku namun sia-sia. Pengaruh ini terlalu kuat.

“Khehkekhe... ini akibatnya kalau ikut campur!” terdengar gema suara sosok setan nenek tua yang kami lawan kemaren.

Brengsek! Berarti ini semua ulahnya...
Sialnya tuas tajam itu sudah ada tak jauh dari hadapanku.

Sebentar lagi benda itu akan menembus tubuhku dan mengakhiri hidupku.

"Panjul! Lompat!”

Terdengar suara paklek dari pintu masuk. Aku tersadar ada rasa hangat yang menyelimuti tubuhku. Saat itu aku segera mendapatkan kesadaranku dan melompat melewati tuas itu.

Aku selamat dengan luka goresan di sepanjang tanganku yang diakibatkan oleh tuas itu. Namun hebatnya, luka itu perlahan menutup dengan ilmu yang dirapalkan oleh paklek.

“Mundur!” Perintah Paklek.

Aku dan Danan segera menurut.

Paklek yang sudah lebih lama mengenal Sri dan yang lainyapun mulai berkomunikasi.

“Sudah Sri, Tinggalkan mereka semua.. biar ilmu saya yang melindungi mereka” ucap Paklek.

Sri tertawa menyeringai dan turun ke bawah.. ia tertawa sekeras mungkin.

Sontak terlihat berbagai bayangan bersliweran di seluruh bangunan ini.

Aku dan Danan sedikit bisa bernafas lega. Sepertinya Paklek segera bisa menguasai situasi ini.

Paklek mulai membacakan mantra dan merapalkan sesuatu ke seluruh karyawan yang dirasuki oleh para makhluk halus penunggu pabrik ini.

“Pak Kosidi, bawa semua karyawan ini keluar.. pastikan tidak ada satupun yang kembali ke bangunan ini lagi” perintah paklek.

“Baik Paklek” balasnya singkat.

Aku dan Danan membantu Pak Kosidi memapah seluruh karyawan yang kebingungan dengan kondisinya.

"I..ini ada apa dengan kami?” Tanya mereka.
“Sudah nanti biar saya yang jelaskan, untuk sekarang jangan ganggu mereka” ucap Pak Kosidi.

Butuh waktu cukup lama mengevakuasi mereka, belum lagi beberapa kali ada sesuatu yang mencoba merebut kesadaran mereka. Beruntung Paklek Sigap dan bisa menahanya.

“Pak Kosidi, terima kasih... saya titip mereka ya” ucapku.

“Mas..” tiba-tiba Pak Kosidi menahan kami.

“Ada apa pak?”

“Harusnya ada lima orang lagi, mereka belum kembali” Ucap Pak Kosidi yang sepertinya sudah menanyakan ke karyawan yang sudah sadar.
Aku dan Danan mengerti dan segera memberi informasi itu pada paklek.

“Mereka semua sudah keluar?” Tanya Paklek.
Kami mengangguk, saat itu juga wajah paklek terlihat serius. la seperti sudah merasakan betapa berbahayanya masalah saat ini.

“Hati-hati jaga langkah kalian, bila kalian tidak siap sebaiknya kalian pulang” ucap Paklek dengan tegas.

Kami sangat mengerti peringatan paklek. Kami sudah melihat wujud makhluk itu kemarin, dan kami juga tahu ada sosok yang lebih mengerikan selain sosok setan nenek itu yang bangkit di gedung belakang.

***

Bangunan di belakang tertutup dengan rapat. Kami mengecek pagar ghaib yang kami pasang, namun ternyata semua masih terpasang dan tidak tertembus.

"Gila, bahkan tanpa keluar dari bangunanpun mereka bisa mencelakai orang-orang itu” Ucap Danan.

Paklek masih terdiam mencoba membaca situasi, sepertinya ia tidak mau sembarang mengambil keputusan.

"Itu, Itu di Jendela Paklek..” Teriak Danan yang menyadari sebuah pergerakan.

Sontak kami melihat ke arah jendela yang ditunjuk oleh Danan.

Sesuatu terlihat menggantung di sana.

"I..itu manusia?” Tanyaku.

"Iya Jul.. sama seperti kemarin, orang-orang itu digantung terbalik. Bedanya kali ini mereka tidak di pocong” Jelas Danan.

Melihat hal itu tidak ada alasan bagi kami untuk menahan diri. Sebelum masuk kami membacakan ajian pelindung diri setidaknya untuk melindungi diri dari rapalan makhluk di dalam.

Suara pintu besi terbuka terdengar ke seluruh penjuru ruangan.

Kami sudah sangat bersiap menghadapi makhluk-makhluk mengerikan yang akan kami hadapi.
Tapi saat kami masuk, semua diluar perkiraan..
Ruangan ini kosong tanpa ada satu sosokpun yang menampakkan diri.

"Nggak ada siapa-siapa Nan?” Tanyaku pada
Danan.

Kami bertiga mencari ke segara penjuru. Asal sosok yang menyerang kami di gedung utama tadi sama sekali tidak terlihat.

"Karyawan.. karyawan yang di gantung tadi Nan?” Tanyaku lagi.

Kami bertiga menatap ke segala penjuru sembari mengingat arah mana yang ditunjukkan oleh jendela tadi. Tapi aneh, beda dengan saat dilihat dari luar tidak ada sosok siapapun di tempat ini.

"Kok aneh Paklek? Kenapa kosong begini?” Tanya Danan.

Paklek memeriksa genangan darah yang mulai mengering di beberapa sudut ruangan.

"Benar, kisah kelam tanah pabrik ini memang benar ada..” guman Paklek.

"Kisah kelam? Ma..maksud paklek?”

Paklek tidak menjawab, sebaliknya ia malah duduk bersila dan memejamkan matanya.

"Tolong jaga tubuh paklek dulu..” ucapnya.

Aku mengerti apa yang dimaksud paklek. Sepertinya ia ingin melihat tempat ini dari sisi alam lain.

Cukup lama kami menunggu, Danan masih berusaha mencari petunjuk dari jejak-jejak pertarungan kami yang tertinggal kemarin.

Aku berusaha mengingat apa saja yang terjadi kemarin. Masalahnya sebelum masalah ini aku belum pernah mendapat petunjuk tentang orang yang melakukan ritual di tempat ini selain sisa sesajennya.

"Semuanya, mereka semua masih di sini... tapi mereka bersembunyi di sisi lain” ucap paklek yang telah tersadar.

"Sisi lain? Maksudnya apa paklek?” Tanyaku.

Paklek bercerita mengenai apa yang ia saksikan di pencarianya.

Dari yang ia ketahui, Paklek melihat ada beberapa sosok yang menyegel dirinya di sisi lain alam ghaib di tempat ini.

"Ada dua yang kalian gagalkan, dan tiga yang tersisa tidak ingin gagal sehingga mereka menyegel wilayah mereka agar tidak diganggu” Jelas Paklek.

"Terus.. karyawan yang lain gimana paklek?” Tanya Danan.

Paklek hanya menarik nafas dan menggeleng.
"Mereka ada di sana, kita doakan saja mereka masih hidup setelah ini” jawabnya.

Aku dan Danan merasa tidak puas, kami ingin mencari tahu lebih jauh tentang apa yang bisa kami perbuat.

"Kita kembali dulu, kita persiapkan semuanya.. segel itu akan terbuka tepat saat matahari terbenam. Jangan sampai kita tidak siap saat waktu itu tiba” perintah paklek.

Tidak ada pilihan lain, kamipun akhirnya memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Paklek meminta kuci gerbang pada Pak Kosidi dan melarang siapapun untuk datang malam ini.

Sebenarnya awalnya Pak Kosidi tidak yakin, tapi sepertinya menurutnya selain paklek tidak ada lagi yang bisa ia percayai menangani masalah ini.

Siang itu kami berkumpul di pendopo belakang rumah sesuai permintaan paklek.

Kami memanjatkan doa kepada Yang Maha Pencipta untuk memohon perlindungan atas apa yang akan kami hadapi malam ini.

Paklek mengeluarkan keris pusakanya dan mendoakanya. Danan juga mulai mencoba mempersiapkan batinya dan menghafal beberapa mantra yang pernah diajarkan ayahnya.

"Paklek sebenarnya sudah menyelidiki tentang tanah asal pabrik ini” paklek membuka pembicaraan.

"la paklek, soal tumbal-tumbal yang digunakan para pendiri pabrik itu kan?” Balasku.
Paklek menggeleng.

"Nggak cuma itu, jauh sebelum itu ada hal yang mengerikan di tempat ini” Jelasnya.

Sepertinya paklek ingin menceritakan tentang apa yang belum kami mengerti.

"Daerah tempat kita tinggal saat ini dulunya merupakan daerah kerajaan yang besar.

Jejaknya terlihat dari keberadaan candi yang dibangun di beberapa tempat. Mulai dari yang besar hingga yang kecil bahkan sudah hancur rata dengan tanah” Jelas Paklek.

Paklek bercerita lebih jauh lagi. Pada jaman itu layaknya sebuah pemerintahan selalu ada yang tidak setuju dan merasa dengki dengan pemegang kekuasaan. Sedikit demi sedikit orang-orang seperti itu berkumpul dan membentuk sebuah perkumpulan.

Ia mengutuk kerajaan yang berkuasa saat itu. Namun karena mereka tahu kesaktian para pemimpin mereka, merekapun membangun tempat pemujaan dan menyembah sosok yang menurut mereka bisa mengimbangi Tuhan.

Ada lima buah candi yang dibangun, masing-masing candi menyimpan sebuah pusaka. Bukan pusaka itu yang berbahaya, tapi sosok yang menjaga pusaka itulah yang disembah dan memberi kekuatan pada kelompok itu.

Raja yang berkuasa saat itu membentuk sebuah pasukan untuk menyelidiki dan menyingkirkan orang-orang itu. Namun ternyata mereka kalah dengan mudah oleh kekuatan pemberian kelima sesembahan itu.

Menurut yang beredar kelima sesembahan itu berwujud raksasa, hewan buas, dan tiga sosok pembawa sihir.

Di dalam kebingunganya, tiba-tiba salah satu trah dari rakyat biasa memohon menghadap raja dan mengaku bisa menangani mereka. Awalnya raja tidak percaya.

Tapi saat anggota trah itu mengatakan ia tidak mengharap apa-apa dari sang raja selain titah, Rajapun mengijinkanya untuk menghadapi kelompok itu.

Benar saja, hanya dengan lima orang dari trah itu mereka berhasil mengalahkan prajurit-prajurit sipil yang dibentuk oleh kelompok pemberontak itu.

Merekapun menghancurkan candi sesembahan itu, menghancurkan pusaka, dan memendam seluruh peninggalan mereka hingga tidak bersisa.

Raja yang masih berterima kasihpun mengangkat derajat trah itu dan memberikan titiah pada mereka untuk terus menjaga wilayah itu. Sudah beratus-ratus tahun semenjak kejadian tersebut, dan tidak ada tanda-tanda soal kelima makhluk itu.

"Pusaka itu sudah hancur, tapi yang paklek takutkan apabila sosok setan itu bisa dibangkitkan” Jelas Paklek.

Mendengar cerita paklek kamipun bergidik ngeri. Bagaimana tidak? Menghadapi orang kesurupan saja kami masih kadang ragu.

Setan jaman kerajaan? Itu benar-benar diluar perkiraan kami.

"Paklek, apa kita bisa menghadapi mereka?” Tanya Danan ragu.

Paklek kembali menghela nafas, belum pernah aku melihat paklek seragu ini.

"Kamu masih ingat mantra leluhur yang diajarkan Mas Bisma Nan?” Tanya Paklek.

"I..ingat paklek” Jawab Danan singkat.

"Saat terdesak mungkin kamu bisa membacakan itu seperti yang dilakukan Ayahmu dulu, tapi pastikan itu hanya kau bacakan hanya saat nyawamu sedang diujung tanduk” Ucap Paklek.

“Memang kenapa paklek? Kalau memang ampuh kenapa tidak digunakan dari awal” Tanyaku penasaran.

“Kita tidak tahu apa yang akan muncul, bisa saja sosok yang muncul akan menghabisi kita semua” Jelas Paklek.

Aku menelan ludah mendengar penjelasan paklek. Tidak kusangka, mantra yang dimiliki Danan ternyata semengerikan itu.

“Terus aku? Aku gimana paklek? Apa yang harus kupersiapkan?” Tanyaku.

Paklek menatapku dari atas hingga ke bawah.

“Nggak ada, nggak ada lagi yang bisa paklek ajarin Jul” ucap paklek.

“Maksud paklek? Masa beneran nggak ada?”

“Ilmumu berbeda dengan kami, kamu dapet ilmu itu dari perjalananmu. Sosok yang melindungimu itu ada berkat sifat baik dan tulusmu. Bila dibanding dengan Trah kami, justru kekuatanmulah yang paling istimewa” Jelas paklek.

Aku sedikit ge-er mendenga ucapan paklek.

“Yang bener paklek?” tanyaku berharap paklek mengulang pujianya akan kekuatanku lagi.

"Jangan sombong Jul, coba bayangin seandainya tanpa ada Wanasura di sisimu apa yang terjadi?” Ucap Paklek mengingatkanku.

"Hehe.. kalau itu sih Panjul sudah tahu jawabanya. Kalau tanpa Wanasura aku nggak bisa ngapa-ngapain. berarti aku memang nggak pantas menggunakan kekuatan Wanasura” Jawabku sembari menoleh tersenyum ke arah Danan.

Paklekpun tersenyum mendengar jawabanku. Semoga saja aku benar-benar bisa mengamalkan apa yang aku ucapkan barusan.

***

Langit mulai menghitam bersama cahaya matahari yang mulai terbenam. Hujan mulai turun sedikit demi sedikit seolah ingin menemani pertarungan kami.

Benar dugaan paklek, kami merasakan kekuatan besar yang tiba-tiba muncul secara mengerikan dari arah dalam bangunan.

"Ada tiga makhluk mengerikan, dan dukun nenek yang memanggilnya itu” Jelas Danan.
Tubuhku panas dingin mengetahui keberadaan sosok yang ada di dalam bangunan itu.

“Ggrrrroaarrr!”
Tiba-tiba terdengar suara raungan dari dalam ruangan yang menggetarkan tanah tempat kami berpijak.

Tak hanya itu, seketika pagar ghaib yang aku buat bersama Dananpun terpecah bersama raungan itu.

"Te..tenang Wanasura, Kita hadapi mereka bersama” ucapku mencoba menenangkan Wanasura yang ternyata juga merasa gelisah.

Samar-samar kami mendengar suara tembang dari dalam bangunan. Suara itu menggema hingga keluar dengan suara yang sumbang dan mengerikan.

Seketika tubuh kami terasa kaku, namun Danan dengan cepat membacakan mantra untuk melindungi kami dari pengaruh lagu sumbang yang mengandung sihir itu.

Kilatan menyambar ke sekeliling bangunan ini. Cahayanya menunjukan bayangan-bayangan dari karyawan yang hilang sedang memanjat di jendela kaca yang tingginya lebih dari lima meter itu.

"Mereka pasti dikendalikan sama setan itu” ucap Danan.

"Iya, persis seperti yang terjadi padaku tadi pagi” Tambahku.

Kini kami mulai sedikit mengetahui semengerikan apa makhluk yang ada di dalam bangunan itu. Aku maju terlebih dulu kembali membuka pintu besi bangunan ini.

Kali ini suasana tempat ini sangat berbeda.
Gudang pabrik?

Bukan... tempat ini lebih pantas disebut sebagai kampung demit.

Sosok dukun nenek tua itu masih melayang layang di tengah ruangan seolah mengatur semua hal ini.
Bukan hanya itu, yang membuat kami sedikit gentar adalah tiga sosok mengerikan di sudut bangunan ini.

Roh-roh berwujud manusia yang sebelumnya saling bertarung di tempat ini menyembah mereka seolah sudah mengikat perjanjian denganya.

Danan tak hentinya menatap sosok wanita berbaju kebaya hitam panjang dengan rambut yang disanggul.

Rahang wanita itu memanjang hingga ke lehernya. Dan yang membuat kami semakin ngeri, mata, hidung, dan telinga makhluk itu bolong dan tidak ada. Ia merayap di langit-langit ruangan itu sembari menoleh ke arah Danan.

Paklek menatap ke arah kakek tua yang hanya mengenakan sehelai kain di tubuhnya. Tubuhnya dipenuhi lubang-lubang yang dikelilingi borok. Ia menari-nari dengan aneh tanpa berhenti. Anehnya tarianya diikuti oleh semua roh manusia yang menyembahnya.

Dan terakhir adalah makhluk setinggi tiga meter dengan wajah jeleknya yang sebesar setengah dari badanya. Buto? Hewan buas? Bukan.. makhluk ini terlihat lebih mengerikan dari itu.

“Khekehekhe... tujuan kalian menyelamatkan mereka kan?” ucap nenek itu sembari menunjuk ke arah lima karyawan yang kesetanan merayap di langit-langit bangunan.

“Kalau begitu, ambil saja mereka!”

Sesuai perintah nenek itu sosok setan kakek bolong itu melepaskan mantranya.

Seketika kelima karyawan itu jatuh dari langit-langit bangunan tanpa ada pengaman apapun.

"To..toloong” mereka yang tersadar dengan situasi ini jatuh dengan ketakutan.

"Dukun brengsek!! Wanasura!!” Aku memanggil kekuatan wanasura dan segera menangkap yang terdekat dariku.

"Ti..tidak sempat paklek!” Teriak Danan.
Danan dan Paklek mencoba berlari menangkap mereka, namun sama sekali tidak sempat. Jatuh dengan kondisi seperti itu sudah pasti kepala mereka akan pecah tercerai berai.

Akupun memeluk erat salah seorang karyawati yang kutolong tanpa berani melihat jasad keempat karyawan lainya.

“Khikhikhkhi...”

Tidak ada suara orang terjatuh..
Sebaliknya, suara tawa Sri dan suara pijakan beberapa orang terdengar di telingaku.
"Sri!” Teriakku.

Aku tersenyum saat melihat Karyawan yang terjatuh tadi melompat dari mesin ke mesin seperti seekor kera, satunya menari-nari memanjat sambil tertawa cekikikan, dan yang lainya berlari seperti hewan liar.

Paklek tertawa melihat tingkah orang-orang itu.
"Kalian?! Kalian datang?” Tanyaku.

Karyawati perempuan yang kuselamatkan tiba-tiba terbangun dengant tatapan aneh.

"Grrrr... Mereka kami bawa pergi ke tempat yang aman, sebagai gantinya tolong pulihkan rumah kami” ucap karyawati itu dengan suara berat.
Kali ini aku mulai bingung membedakan sosok apa saja yang merasuki mereka.

"Setan-setan tidak tahu malu!” Teriak nenek itu dengan kesal.

Setelah kelima karyawan itu pergi dengan
selamat, oh bukan. Setelah kelima karyawan itu pergi dengan kesurupan. Kamipun kembali bersiap menghadapi sosok yang ada di hadapan kami.

Berbagai bayangan melintas sekelebat demi sekelebat hingga beberapa dari mereka menampakan diri di dekat kami bertiga.

"Sri.. ?” Tanyaku.

“Khihi.. ora mung aku" (Nggak cuma aku)

Ada sosok genderuwo besar menutupi pintu masuk, setan-setan berwujud anak kecil, siluman setengah ular, pocong, hingga makhluk yang wujudnya tidak jelas berkumpul di belakang kami.

“Jul.. siapa mereka? Jangan bilang mereka anak buahmu?” Tanya Danan keheranan.

Sebaliknya paklek hanya tertawa melihat kemunculan mereka.

“Dasar demit... memangnya apa yang mau kalian lakukan di sini?” Tanya paklek yang aku tahu bahwa ia juga terharu dengan kedatangan mereka.

“Hihi... ini kan rumah kami, sudah sepantasnya kami melindungi rumah kami sendiri” ucap Sri.

Aku menyaksikan nenek itu begitu geram, walaupun kekuatan mereka tidak seberapa tapi niat mereka cukup membuat kami semangat.

“Ealah Sri, Mbok yo seko mau nek niat ngebantu" (Ealah Sri, kenapa nggak dari tadi kalau memang niat ngebantu) Godaku.

Sontak sebuah ember kecil terlempar ke kepalaku.

“Aduhh... dasar setan gundul!” Teriakku yang mengetahui bahwa lemparan itu berasal dari hantu bocah yang mencoba membela Sri dari ledekanku.
Kini kekuatan Wanasura sudah meluap-luap di dalam tubuhku.

Keris Danan juga sudah tergenggam di tanganya sepertinya ia juga sudah memilih targetnya.
Tangan paklek terlihat seolah terbakar api seolah bersiap melemparkan sebuah serangan.

Semoga saja Tuhan berkehendak agar kami bisa memenangi pertempuran ini. Pertempuran antara setan yang pernah menjadi berhala di jaman dulu, melawan kami dan penunggu pabrik gula yang mencoba mempertahankan rumahnya.

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close