Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

DARAH KETURUNAN KERAJAAN PAJAJARAN


JEJAKMISTERI - Flashback tahun 2012 akhir.

Saat itu saya duduk di bangku kelas 3 SMK di salah satu Kabupaten di Jawa Timur. Saya memiliki teman yang setiap paginya kami berangkat bersama ke sekolah. Pada saat itu saya belum menyadari bahwa saya memiliki kemampuan bisa berinteraksi dengan 'mereka' yang ada di dunia ghaib. Tetapi, ternyata temanku itu juga memiliki kemampuan yang sama namun sudah terasah bakatnya.
Akhirnya, temanku memberi tahu bahwa aku memiliki bakat indigo.

Pada suatu malam, aku dan kawan-kawanku melakukan sebuah uji nyali. Lokasi uji nyali berada di sebuah lembah bukit di bagian timur kotaku. Disana memang terkenal angker.
Kami tiba di lokasi uji nyali sekitar pukul 11 malam. Dan sepakat untuk berpencar kemudian berkumpul lagi pada pukul 01.00 malam.
Pada saat itu aku benar-benar masih awam, dan tujuanku mengiyakan ikut uji nyali sekaligus karena aku sangat penasaran apakah benar aku indigo? Awalnya aku hanya berdiam diri sambil melihat ke sekeliling.

Seketika itu aku melihat awan hitam terbang ke arah utara di atasku. Ketika itu aku masih berfikir positif bahwa itu hanya awan biasa.
Di lembah tempat kami uji nyali merupakan ladang jagung, tebu, dan melon. Tak lama setelah itu aku mendengar suara kemresek di area kebun melon. Jujur pada waktu itu, bukan aku takut muncul makhluk ghaib, justru lebih takut ada ular.
2 jam berlalu, waktu telah menunjukkan pukul 1 dini hari. Aku dan kawan-kawanku telah berkumpul kecuali satu, Udin.
Akhirnya kami mencarinya. Kebetulan di bawah lembah mengalir sebuah sungai yang cukup besar. Kami melihat Udin sedang berjalan ke arah sungai.
"He Din!! Koe ngopo rono?" (Din, kamu ngapain kesana?) tanya Ozi.
"Ora ngopo-ngopo sih" (Ngga ngapa-ngapain sih) jawab Udin polos.
"Trus ngopo rono? Kowe krungu to lek awadewe wes arep bali?" (Terus ngapain kesana? Kamu denger kan kalau kita sudah mau pulang?) tanyaku.
"Yo krungu. Mbuh tiba-tiba kepengen wae mlaku neng arah rono" (Ya denger, gatau tiba-tiba pengen kesana aja) jawab Udin masih dengan wajah polosnya.

Meskipun Udin bersikap agak aneh, tetapi kami memilih untuk tak menghiraukannya. Akhirnya kami pun pulang ke rumah masing-masing. Tak di sangka setelah aku melakukan uji nyali, ternyata benar saja, bakat indigoku terasah.
Tepatnya di malam 1 Syuro di tahun 2013.
Aku mendapatkan mimpi 3 hari berturut-turut. Mimpi di hari pertama, aku melihat bintang komet jatuh di langit. Mimpi di hari kedua aku melihat sebuah pusaka jatuh tetapi posisinya masih di antara langit dan bumi. Dan di hari ketiga, aku bermimpi melihat sebuah pusaka pedang menancap di tanah.

Awalnya, aku menganggap itu hanyalah bunga tidur. Tetapi hatiku rasanya penasaran, akhirnya aku bertanya kepada Ozi. Di antara kami berlima, Ozi-lah yang memiliki kepekaan paling tajam terhadap hal-hal semacam itu.

"He wingi kae aku ngimpi 3 dino berturut-turut, dino pertama aku ndelok bintang jatuh neng langit, dino keloro aku ndelok pusoko tibo neng antara langit ro bumi, dino ketelu aku ndelok pusoko pedang nancep neng lemah. Ngopo yo?" (He aku kemarin mimpi 3 hari berturut-turut, hari pertama aku lihat bintang jatuh di langit, hari kedua aku lihat pusaka jatuh diantara langit dan bumi, hari ketiga aku lihat pusaka pedang menancap di tanah. Kenapa ya?) tanyaku serius kepada Ozi.
"Iku tandane kowe arep oleh pusoko" (Itu tandanya kamu mau dapat pusaka) jawab Ozi santai sambil menyebul asap rokoknya.

"Feelingmu wae iku pusoko nancep nandi? Feeling wae" (Feelingmu saja, itu pusaka nancap dimana? Feeling saja) tambah Ozi.
"Yo lek perasaanku koyoke nancep neng sawah" (Ya kalau perasaanku kayaknya nancap di sawah) jawabku.

Keesokan harinya, tepatnya di tengah malam sekitar pukul 1 malam, kami memutuskan untuk kembali ke lembah tempat kami kemarin uji nyali. Karena feelingku berkata bahwa pusaka itu menancap di area ladang di lembah tersebut.

Dan benar saja, saat itu kami menemukan lokasi pusaka itu tetapi pusaka itu tidak menancap melainkan terkubur di dalam tanah. Kami mencoba menggalinya, karena pada waktu itu kami tidak ada persiapan membawa alat gali. Akhirnya kami menggunakan kayu ranting pohon untuk menggali.

Tiba-tiba saja, ketika aku tidak sengaja melihat ke arah utara Deg!!! Untuk pertama kalinya aku melihat sosok hitam besar, berbulu di sekujur tubuhnya, matanya merah menyala, taringnya panjang se-dada, kukunya panjang dan runcing. Sosok itu baru saja keluar dari rimbunan pohon bambu. Sosok itu melihat ke arahku. Aku benar-benar merasa gemetar saat itu, karena pertama kalinya aku melihat makhluk semacam itu.

"Zi, zi!! Delok kae!!" (Zi!! Lihat itu) ucapku kepada Ozi sambil menunjuk dengan daguku.
"Wes rasah kok delok engko lak yo lungo dewe. Wes ben e aku wae sing ngomong. Koe fokus gali wae. (Sudah nggausah kamu lihat nanti juga bakal pergi sendiri. Sudah biarin biar aku yang ngomong ke dia. Kamu fokus gali saja) jawab Ozi tenang.

Aku dan ketiga temanku masih menggali, namun ternyata untuk mengambil pusaka itu tak semudah yang aku bayangkan. Karena setiap sudah terlihat wujudnya, tiba-tiba pusaka itu menghilang dan berpindah tempat seolah sedang mengusili kami semua.

Belum sampai aku mendapat pusaka tersebut, ternyata di jalan raya di atas lembah ada beberapa warga yang mengepung kami. Warga mengira kami adalah maling buah melon. Kami pun berlari ke arah sungai dan menyeberang masuk ke pemukiman warga dan bersembunyi. Akhirnya setelah dirasa keadaan sudah aman. Kami kembali ke lembah dan mencari pusaka itu. Namun karena waktu sudah menunjukkan pukul 3 pagi, akhirnya aku hanya berbicara dalam hatiku, "Lek koe pancen jalok melu aku. Yowes rapopo melu o wae, tapi rasah njaluk sing macem-macem. Tapi lek ga pengen melu aku, yowes lungo o rasah ngimpeni aku." (Kalau kamu memang minta ikut aku, yasudah gapapa ikut saja, tapi gausah minta yang macem-macem. Tapi kalau ga pengin ikut yasudah pergi jangan datang ke mimpiku) batinku.
Akhirnya kami semua memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing.

Baru saja aku sampai dirumah dan masuk ke kamarku. Tiba-tiba, Glodakkk!!! Suara benda jatuh sangat keras sampai-sampai membangunkan kedua orangtuaku. Suaranya seperti benda jatuh dari ketinggian dan sepertinya berasal dari ruang tamu. Aku mengecek ke ruang tamu, tetapi nihil. Tidak ada apa-apa disana. Akhirnya aku tidur. Saat terbangun di pagi harinya. Pusaka itu sudah ada di atas meja belajarku. Pusaka ini jangan dibayangkan berwujud nyata. Pusaka semacam ini juga ghaib dan hanya bisa dilihat oleh orang-orang tertentu yang pusaka tersebut kehendaki. Pusaka tersebut berbentuk pedang, panjangnya sekitar 1 meter. Pegangan pedangnya terbuat dari emas, terdapat banyak batu mulia yang tertanam di pegangan emas tersebut. Sarung pedangnya pun terbuat dari emas dan di atasnya terdapat 3 batu permata. Mata pedangnya sendiri berwarna putih bening mengkilat, dan ditengah mata pedangnya tertulis lafadz "Laaillahailallah".

Aku benar-benar terkejut karena ternyata pedang itu memilih untuk ikut denganku. Pedangnya itu jika berubah wujud, dia merupakan seekor naga emas. Pernah pada suatu malam, aku diajak berkeliling kotaku. Aku naik di kepalanya. Aku berpegang di kedua tanduknya. Diameter naga-nya berkisar 5 meter. Panjangnya sekitar 100 meter. Aku benar-benar terbang mengelilingi kotaku. Memperhatikan kotaku dari ketinggian.

Dari situlah awal mula aku peka terhadap hal-hal semacam itu. Dan kejadian-kejadian aneh mulai bermunculan, tetapi lama-kelamaan aku sudah terbiasa dengan bakat yang aku miliki.

Suatu hari, aku dan keempat kawanku pergi ke pantai di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Tujuan kami kesana adalah untuk membuang semua benda, energi, aura yang menempel di badan Mito. Mito kawanku itu diibaratkan seperti magnet. Setiap kali kami pergi ke daerah yang ternyata wingit (angker), pasti selalu saja ada benda atau energi yang menempel di badan Mito. Efeknya Mito menjadi sering sakit-sakitan. Akhirnya, kami memutuskan untuk membuangnya di pantai di Pacitan. Setelah Mito selesai melakukan pembuangan energi negatif yang ada di tubuhnya, kami pun bermain-main di pantai. Tiba-tiba kami melihat pasukan berkuda datang di tengah pantai. Dibagian tengah di depan sendiri, kami pertama kali melihat seorang perempuan yang dari pakaiannya terlihat seperti ratu. Tetapi kami tidak mampu melihat raut wajahnya, yang terlihat hanyalah cahaya putih yang menutupi wajahnya. Kami hanya mampu melihat tubuhnya saja.

"Hoi To, rek! Awadewe arep di kei pusoko neng Kanjeng Ratu! Kowe podo gelem ora?" (Hoi To, teman-teman! Kita mau dikasih pusaka sama Kanjeng Ratu! Kalian pada mau nggak?) tanya Ozi kepada kami semua.
"Emang e opo?" (Emangnya apa?) tanyaku penasaran.
"Yo ono lah, tapi gelem ra?" (Ya ada lah, tapi mau ngga?) jawab Ozi.
"Yowes rapopo sih.." (Yasudah gapapa sih) jawabku dan Mito bersama-sama.

Tak lama setelah itu, aku mendapatkan pusaka dari seorang perempuan yang muncul di tengah lautan bersama pasukan berkudanya, yang menurut penurutan Ozi, dia adalah Kanjeng Ratu Kidul.
Aku mendapatkan sebuah Keris Nogososro lekuk 7. Di tengah mata kerisnya berwarna merah, sisanya berwarna emas. Keris tersebut juga berwujud naga. Kepala naganya ada di ujung (gagang/pegangan) kerisnya. Kemudian mata kerisnya merupakan badan dan ekornya.

Masing-masing dari kami berlima diberi pusaka oleh Kanjeng Ratu Kidul. Alasannya entah apa, mengapa kami yang dipilih. Tapi ternyata setelah banyak bertanya dan menelusuri jejak kakek buyut kami dulunya. Kami berlima masih keturunan dari Kerajaan berjaya di masa dulu.

Untuk aku sendiri, aku masih memiliki darah keturunan Kerajaan Padjajaran. Ceritanya sangat panjang mengenai garis keturunan tersebut.

Sedangkan keempat kawanku pun masih ada darah keturunan Kerajaan Majapahit, yang mana kerajaan-kerajaan tersebut merupakan sekutu dari Kerajaan Laut Selatan. Maka dari itu Kanjeng Ratu Kidul memilih kami untuk diberi amanah sebuah pusaka.

Pusaka Keris Nogososro pemberian dari Kanjeng Ratu Kidul memiliki perwujudan seekor naga dan memiliki elemen api. Sedangkan keempat temanku juga mendapatkan pusaka keris hanya dengan bentuk dan elemen yang berbeda. Ozi sendiri mendapatkan naga elemen air.

Sepulang dari pantai di Pacitan. Berbulan-bulan setelahnya. Tiba-tiba kami berlima mendapatkan sebuah undangan dari Kerajaan Laut Selatan. Undangan tersebut ditujukan kepada kami dan diutus langsung oleh Kanjeng Ratu Kidul, meminta kami agar datang ke Kerajaan/Istana.

Kami memutuskan untuk pergi ke Pantai Parangkusumo dan masuk ke Kerajaan melalui gerbang utama.
Jadi, pintu masuk menuju Kerajaan Laut Selatan sebenarnya ada di sepanjang pantai di pesisir selatan Pulau Jawa. Hanya saja gerbang utama Kerajaan ada di sepanjang Pantai Parangtritis sampai ke Pantai Parangkusumo. Gerbang utama membentang selebar itu. Sedangkan gerbang-gerbang lain yang ada di pantai lain selain Parangtritis dan Parangkusumo merupakan gerbang-gerbang kecil dan alternatif. Namun, sekali lagi saya tegaskan bahwa tidak setiap orang mampu melihat gerbang utama secara utuh, tergantung kemampuan yang dimiliki. Terkadang ada orang yang hanya mampu melihat gerbang kecil di bagian timur pantai Parangtritis atau dibagian pojok barat saja. Semua sangat subjektif, karena dunia ghaib memang sangat berbeda dengan dunia nyata.

Dunia mereka bersifat sangat kondisional dan tidak memiliki rupa yang tetap, selalu berubah-ubah sesuai kebutuhan. Dan jangan dibayangkan bahwa Kerajaan Laut Selatan berbentuk seperti Keraton pada umumnya, yang memiliki gedung dengan tembok keliling yang megah karena Kerajaan tersebut berwujud suatu dimensi di alam ghaib.

Sesampainya di Pantai Parangkusumo, aku dan keempat kawanku pun masuk melalui gerbang utama. Gerbangnya sangat besar dan lebar. Di kanan kiri gerbang dijaga oleh seekor naga yang sangat sangat besar.

Naga tersebut memiliki diameter 1 Kilometer dan panjang mencapai sekitar 5-7 Kilometer. Terbayang kan bagaimana besarnya? Naga tersebut berwarna merah dengan 2 tanduk pendek di kepalanya. Naga-nya tidak mirip dengan naga yang biasa dipertunjukkan saat perayaan imlek tetapi bentuk kepala naga tersebut berbentuk lebih runcing. Tanduknya pun hanya ada dua, dan tidak bercabang seperti rusa. Di punggungnya terdapat duri-duri tajam yang berdekatan (jadi tidak ada jarak antara duri satu dan duri lainnya) hampir seperti duri di punggung ikan.

Saat kami masuk naga tersebut pada waktu itu tidak memiliki kaki dan sayap. Tetapi di dunia ghaib, setiap makhluknya mampu berubah-ubah bentuk sesuai kebutuhan. Mereka mampu mengubah ukuran tubuh mereka dari paling besar sampai paling kecil sekalipun, bahkan seukuran telapak tangan kita. Ketika kami melewati kedua naga raksasa tersebut, mereka hanya berdiam diri tanpa melirik ke arah kami sekalipun selayaknya prajurit penjaga kerajaan. Dia baru akan berkutik apabila ternyata tamu yang datang bukan orang yang baik-baik atau sumber masalah.

Setelah melewati gerbang utama, kami melihat hamparan taman yang hijau dan indah. Benar-benar luas dan indah! Ketika kami sedang berjalan dan menikmati pemandangan taman tersebut, tiba-tiba Ozi menyeletuk, "He cok! Dukun kondang neng desoku dadi tukang kebon neng kene!"

(He bro! Dukun kondang di desaku jadi tukang kebun disini!) celetuknya sambil tertawa ngakak. Ozi mengaku melihat Dukun kondang di desanya sedang menjadi tukang kebun di taman Kerajaan Laut Selatan. Orang-orang seperti itu biasanya memiliki suatu perjanjian dengan Kerajaan Laut Selatan, dan imbalannya dia harus mengabdi di Kerajaan (sebenarnya ini hanya statementku. Bisa juga terdapat alasan yang lain).

Kami berjalan jauh menyusuri jalan lebar dengan kanan kiri taman yang hijau dan indah. Setelah berjalan cukup jauh, kami menemukan sebuah gapura yang ukurannya lebih kecil dari gerbang utama. Kami memasuki gapura tersebut dan yang kami lihat selanjutnya adalah lahan yang sangat sangat luas, disana merupakan tempat latihan bagi para pasukan, meliputi latihan berkuda, memanah, latihan tombak dan latihan perang.

Pasukan Kerajaan Laut Selatan tak terhitung banyaknya! Dan lahan latihan tersebut pun tak terkira luasnya! Kami berjalan melewati pasukan yang sedang berlatih. Kami berjalan lagi cukup jauh, sampai kami menemukan gapura kedua. Ukurannya sama seperti gapura pertama. Setelah kami masuk ke gapura kedua, yang kami lihat adalah ada banyak pendopo disana.

Pendopo biasanya memiliki atap berbentuk seperti rumah adat jawa, joglo. Dibawahnya terdapat ruangan terbuka dengan banyak tiang penyangga. Biasanya pendopo digunakan untuk tempat pertemuan atau merayakan sebuah acara.

Pendopo yang ada di Kerajaan Selatan berjumlah banyak. Tetapi ada satu pendopo utama di tengah yang paling besar. Kemudian di samping-sampingnya terdapat banyak sekali pendopo dengan ukuran lebih kecil.
Tiang-tiang pendopo disana terbuat dari emas.
Kami berjalan jauh menyusuri pendopo-pendopo tersebut dan akhirnya kami pun sampai di depan Istananya / Keraton utamanya. Keratonnya benar-benar megah! Keraton tersebut terbuat dari emas murni di setiap bagiannya. Jujur aku tak mampu menggambarkan bagaimana megahnya Keraton itu, saking besar dan megahnya sampai aku pun tak mampu melihat bagian atas dari Keraton.

Kami berlima dipersilahkan masuk ke dalam Keraton. Yang pertama kami lihat adalah sebuah ruangan megah, mewah, dan sangat luas, emasnya berkilauan, sangat-sangat indah!

Keraton tersebut berbentuk persegi panjang. Dengan jalan lebar di tengah, serta di kanan kiri jalan terdapat deretan kursi/podium yang posisinya lebih tinggi dari jalan yang ada ditengah. Deretan kursi tersebut diduduki oleh para petinggi Kerajaan, seperti menteri dan walikota (istilah dunia manusianya). Namun, ketika kami datang, yang kami lihat adalah ada ratusan atau bahkan ribuan sosok perempuan yang duduk di podium tersebut. Perempuan itu adalah Nyai Roro Kidul.

Jadi, sedikit informasi dan meluruskan kabar yang selama ini telah beredar, bahwa Nyai Roro Kidul dan Kanjeng Ratu Kidul itu adalah dua sosok yang berbeda.

Nyai Roro Kidul itu diibaratkan seperti walikota di setiap wilayah di pesisir pantai selatan Pulau Jawa. Tugasnya adalah menjaga serta melindungi wilayahnya masing-masing. Nyai Roro Kidul pun merupakan sosok yang sering digambarkan sebagai seorang perempuan cantik yang mengenakan pakaian serba hijau. Dan Nyai Roro Kidul tidak hanya satu, tetapi berjumlah ratusan bahkan ribuan yang tersebar di pesisir pantai selatan Pulau Jawa. Sedangkan Kanjeng Ratu Kidul, dia adalah ratunya Kerajaan Laut Selatan, yang membawahi Nyai Roro Kidul.

Kami pun berjalan di jalan tengah di dalam Istana Keraton, para Nyai Roro Kidul menyambut kami dengan senyuman yang ramah. Sampai akhirnya kami tiba di depan semacam panggung di atasnya ada sebuah ruangan kecil dengan kursi mewah, tetapi ruangan tersebut tertutup kain putih yang sangat tipis. Disitulah singgasana Kanjeng Ratu Kidul. Namun, lagi-lagi kami tak mampu melihat detail tubuh dan wajahnya. Wajahnya hanya tampak seperti cahaya putih yang sangat terang.

Disana kami memberi hormat dan salam kepada Kanjeng Ratu Kidul, dan terjadi sebuah percakapan antara kami dan Kanjeng Ratu. Tetapi, aku tidak bisa memaparkan sesuatu yang kami bahas karena meskipun kami telah diberi izin untuk menyebarluaskan cerita ini, namun 'mereka' tetap meminta ada beberapa hal yang tetap harus dijaga kerahasiaannya.

Terutama apabila itu menyangkut dengan nama baik Kerajaan Laut Selatan itu sendiri.

Informasi tambahan dan penting:
Semua makhluk yang ada di Kerajaan Laut Selatan merupakan jin muslim yang taat. Mereka menjalankan ibadah dan menyembah Allah.

Bahkan Kanjeng Ratu Kidul, dia pergi berhaji di setiap tahunnya.
Dan mengenai kabar berita, yang konon Kesultanan Yogyakarta memiliki sebuah hubungan yang intim dengan Kanjeng Ratu merupakan berita bohong! Kanjeng Ratu merupakan perempuan yang suci dan bermartabat.

Dia tidak mungkin melakukan hal-hal yang melanggar norma dan moral agama. Sekalipun memang ada hubungan dengan Kesultanan Yogyakarta, hanya sebatas kerjasama dalam ketahanan wilayah dan saling menghormati satu sama lain.

Mengenai kabar yang beredar tentang 'dilarang menggunakan pakaian serba hijau ke pantai selatan' itu juga hanya mitos belaka. Karena sebenarnya Kerajaan Laut Selatan sama sekali tidak pernah mengambil tumbal. Mereka bukanlah jin yang menyesatkan.

Jika banyak kejadian-kejadian di luar nalar yang terjadi di pantai, atau mungkin kebetulan ada orang tenggalam dan hanyut ketika dia mengenakan pakaian berwarna hijau, itu besar kemungkinan telah disesatkan dan diseret oleh jin yang lain, jin jahat, yang memang suka mengerjai manusia. Namun, kejadian-kejadian tersebut pun bisa terjadi akibat telah tertanam sugesti yang sangat besar di psikologi masyarakat Pulau Jawa, bahwa memakai baju hijau di pantai selatan dapat membawa petaka. Akhirnya banyak yang termakan oleh sugesti yang dibuat oleh fikirannya sendiri.

Karena aku berbicara dengan sejujur-jujurnya, Kerajaan Laut Selatan tidak pernah sedikitpun memiliki niat jahat kepada manusia, Jika manusia tersebut pun menjaga tata krama dan sopan santun serta tidak melanggar aturan dan norma yang berlaku di masyarakat, khususnya di wilayah pantai selatan. Nyai Roro Kidul dan Kanjeng Ratu Kidul pun sama sekali tidak pernah meminta dibawakan sesajen dan sejenisnya. Namun, banyak orang yang memberi persembahan kepada mereka dengan alasan pesugihan dan lain sebagainya.

Tetapi bisa dipastikan, apabila pesugihan tersebut berhasil, manusia tersebut telah disesatkan oleh jin musyrik (diluar jin Kerajaan Laut Selatan) dan biasanya jin-jin semacam itu akan meminta tumbal sebagai gantinya.

***

Setelah kami dijamu dan terjadi sebuah pembicaraan dengan Kanjeng Ratu Kidul, kami pun dipersilahkan untuk pulang.

Berbulan-bulan setelahnya, aku dan keempat kawanku sedang berkumpul di rumahku, kami hanya sedang bermain-main saja.

Tiba-tiba angin besar datang bersamaan dengan hujan deras dan badai. Padahal kondisi sebelumnya terang benderang dan cuaca terlihat normal (tidak mendung).
Ternyata, Pasukan Kerajaan Laut Selatan datang berbondong-bondong. Mereka tidak sendiri, melainkan bersama dengan pasukan Kerajaan Padjajaran yang dipimpin Prabu Siliwangi. Pasukan dari kedua Kerajaan tersebut benar-benar banyak!
Mereka semua berkumpul di hamparan sawah di sebelah timur rumahku. Karena letak rumahku berada tepat di sebelah barat area persawahan.

Mereka datang bukan tanpa alasan, melainkan mereka meminta pertolongan. Akan, tetapi aku tidak bisa memaparkan sesuatu hal apa yang sedang mereka hadapi. Karena aku berkali-kali ditegur oleh 'mereka' bahwa untuk bagian yang satu ini, harus dirahasiakan. Jadi hanya beberapa orang saja yang boleh diberitahu. Yang jelas, masalah yang dihadapi oleh Kerajaan Laut Selatan pada waktu itu sangat berkaitan langsung dengan manusia, dan wilayah pesisir pantai utara.

Lalu mengapa ada Kerajaan Padjajaran dan Prabu Siliwangi disana? Seperti yang sudah saya bilang, bahwa ada banyak Kerajaan di masa dulu yang merupakan sekutu dari Kerajaan Laut Selatan. Dan menurut cerita yang beredar, di zaman dulu pada masa kejayaan Kerajaan Padjajaran, terjadi sebuah konflik antara sang Raja yaitu Prabu Siliwangi dengan anak kandungnya sendiri.

Akhirnya, karena Prabu Siliwangi ingin menghindari konflik tersebut, Prabu memutuskan untuk "muksa" atau "menghilang" tidak hanya dia sendiri tetapi juga beserta seluruh wilayah Keraton dan penghuninya. Jadi sepengetahuanku, mereka tidak meninggal, tetapi mereka muksa.

Muksa berarti menghilang dari atas bumi dan dunia manusia kemudian berpindah ke dimensi alam lain, hingga saat ini masih menjadi sekutu dari Kerajaan Laut Selatan.

Semua pengalamanku tentang Kerajaan Laut Selatan bisa dibilang berhenti sampai disitu. Karena setelah tahun 2013, aku pergi merantau ke Yogyakarta. Naim pun memutuskan untuk melanjutkan studi di Semarang, sedangkan ketiga temanku yang lain, mereka bekerja di kota asal kami.

Sehingga, kami berlima benar-benar menjadi sangat berkumpul, jangankan berkumpul, bertemu saja sudah sangat jarang. Semua telah memiliki kesibukannya masing-masing.
Lalu apa hubungannya Kerajaan Laut Selatan dengan pusaka pedang yang aku dapatkan di awal cerita ini?

Aku menduga bahwa pusaka pedang tersebut bisa jadi ada kaitannya dengan Kerajaan Padjajaran atau Kerajaan Laut Selatan. Karena terlihat dari ciri-cirinya, pedang tersebut terbalut emas, batu mulia, dan batu permata. Jelas bukan sebuah pusaka biasa melainkan pusaka milik Kerajaan yang besar.

Ketika aku awal menetap di Jogja, aku masih sering berkunjung ke Parangkusumo.

Tetapi lambat laun aku memutuskan untuk menutup semua kemampuanku, karena pada waktu itu aku mengemban amanah menjadi ketua rohis 45 kampus se-Jogja.

Aku ingin lebih mendekatkan diri kepada Allah. Dan aku berhasil menutupnya. Aku sudah tidak peka lagi terhadap hal ghaib, akan tetapi bakat indigo sejak lahir diibaratkan seperti pisau. Kalau diasah dia akan tajam, jika dibiarkan maka akan tumpul.

Meskipun aku berhasil menutup, tetapi terkadang masih sering kambuh. Terutama ketika aku kembali mengingat memori yang dulu pernah aku alami di dunia ghaib. Seperti saat ini, aku menceritakan kembali, bukan tanpa resiko. Kata 'mereka' dengan aku kembali menceritakan hal ini, berarti aku sedang mengasah pisau tersebut. Besar kemungkinan aku akan kembali peka terhadap hal-hal tak kasat mata. Namun, aku sudah siap dengan segala resikonya. Aku berharap cerita pengalamanku bisa dipetik sebuah hikmah dan pelajaran untuk kita semua.

~SEKIAN~
close