Desa Putuk Wetan (Part 3)
JEJAKMISTERI - Bahkan, hingga cerita ini ditulis, aku masih bisa mengingat dengan sangat jelas bagaimana wajah dan pakaian yang dikenakkan oleh nenek nenek tersebut.
Rambut putihnya dan baju coklat khas nenek nenek tua yang dikenakannya, hingga saat ini benar benar tidak akan pernah bisa kulupa.
Namun anehnya, belum selesai aku memandangi wajah nenek nenek yang berada dikejauhan tersebut, waktu itu tiba tiba aku mendengar suara obrolan dari ibu ibu yang berada tidak jauh dari tempatku berdiri saat itu.
"Kasian ya Ajis, dia masih perjaka sudah meninggal dunia, bu Siti sekarang dirumah sendirian deh" ucap salah satu ibu ibu mengagetkanku.
"Hssst,, diem bu, katanya Ajis meninggal karena jadi tumbal pak Lurah" jawab ibu ibu lain yang waktu itu terdengar lirih ditelingaku.
Mendengar hal itu, akupun seketika mencoba mendengarkan dengan lebih dalam lagi apa yang ibu ibu tersebut bicarakan dengan tidak sekalipun menoleh kearah mereka agar mereka tidak mengetahui, jika aku adalah anak dari Lurah yang sedang mereka bicarakan tersebut.
"Iya bu, katanya minta tumbal 7 Perjaka" sahut ibu ibu lain yang juga terdengar oleh telingaku.
Tapi sayangnya, belum selesai aku mendengarkan semua itu, tiba tiba salah satu dari ibu ibu tersebut sadar dengan keberadaanku dan akhirnya merekapun pergi dan berhenti membicarakan orang tuaku.
Mengetahui hal itu, akupun mencoba tetap bersikap biasa biasa saja dengan tidak memperdulikan semua omongan warga.
Dan singkat cerita, setelah jenazah Ajis berangkat ke pemakaman, akhirnya kami semua yang sebelumnya berkumpul dihalaman rumah bu Siti, waktu itu perlahan mulai bubar dan hendak pulang kerumah kami masing masing.
***
Namun anehnya, belum sampai aku pulang kerumahku, tiba tiba waktu itu aku kembali mendengar pengumuman dari salah satu warga tentang adanya orang yang kembali meninggal dunia.
Suara pengumuman tersebut, terdengar jelas berasal dari arah masjid yang berada tepat ditengah tengah desaku ini.
Cahyo, anak satu satunya pak Ilham yang baru saja lulus SMA, pagi itu telah dinyatakan meninggal dunia entah kenapa.
Mendengar hal itu, akhirnya akupun seketika terkejut bukan main karena beberapa hari sebelum hari itu, aku masih sempat bertemu dengan Cahyo dikantor balaidesa.
Dan akhirnya, tanpa lama lama lagi, akupun langsung menuju kerumah pak Ilham, untuk melanjutkan berbela sungkawa seperti biasanya.
Disaat itulah, pandangan warga terhadapku perlahan sudah mulai berubah.
Warga desa yang sebelumnya selalu terlihat ramah, waktu itu perlahan mulai berubah menjadi semakin aneh, bahkan ketika melihatku, raut wajah mereka seolah olah terlihat dendam dengan penuh amarah.
Dan akhirnya, gosip tentang bapakkupun semakin kencang dikalangan masyarakat yang tinggal didesaku ini.
Ternyata banyak yang beranggapan, jika bapakku memenangkan pilihan kepala desa dengan cara bersekutu dengan setan.
Hal itu dikuatkan dengan adanya kematian beberapa perjaka yang waktu itu sudah menjadi tanda jika semua gosip tersebut memanglah benar adanya.
Namun, karena aku merasa jika semuanya adalah fitnah yang belum tentu kebenaranya, akupun akhirnya hanya diam dengan sama sekali tidak memperdulikan semua omongan warga meskipun sebenarnya, akupun tidak bisa memungkiri, jika waktu itu dalam kurun waktu 14 hari saja, didesaku ada 7 orang meninggal dunia yang semuanya adalah pemuda yang masih perjaka.
Hingga akhirnya, karena gosip yang semakin lama terdengar semakin panas ditelinga, waktu itu akupun berniat menanyakan kepada bapak apakah yang selama ini digosipkan oleh warga tersebut memang benar adanya.
Dan setelah beberapa hari kemudian, akhirnya akupun mendapatkan kesempatan untuk menanyakan hal tersebut secara langsung kepada bapakku.
Siang itu, ketika aku dan bapakku kebetulan sedang duduk bersama dikantor desa, akupun seketika memulai obrolan yang memang sudah lama aku nanti nantikan tersebut.
"Pak, apakah bapak denger omongan orang orang tentang bapak ?" ucapku memulai percakapan.
"Omongan opo." (omongan apa) jawab bapak singkat.
"Kata orang orang, semua kejadian aneh yang akhir akhir ini terjadi didesa ini, katanya bapak yang menjadi penyebabnya. Bapak pahamkan maksudku gimana" ucapku jelas.
"Iyo." (Iya) sahut bapakku sambil tiba tiba berdiri kearah lukisan yang kutau, lukisan tersebut adalah lukisan yang menampilkan wajah dari kepala desa ini sebelumnya.
"Semua itu apa benar pak, bapak bersekutu dengan setan demi memenangkan pilihan kepala desa kemarin ?" Tanyaku.
"Menurutmu piye." (menurut kamu bagaimana) sahut bapak dengan tidak sekalipun menatap wajahku.
"Ya allah pak, apa yang bapak lakukan, aku benar benar kecewa sama bapak" sahutku keras.
"Kowe ra ngerti opo opo, suk lek wes wayahe, kabeh bakal tak jelasne. Saiki ayo ngurus deso iki ae, ora usah mikir liane." (Kamu tidak mengerti apa apa, nanti kalau sudah waktunya, bapak akan jelaskan semuanya, sekarang jangan mikir kemana mana, kita fokus benahin desa ini dulu saja dulu) jawab bapakku sambil berjalan pergi meninggalkanku.
Namun sayangnya, belum selesai aku merasa kesal dengan bapakku, waktu itu tiba tiba aku kedatangan tamu yang kutau beliau adalah pak Burhan salah satu warga desaku.
"Selamat siang mbak,, Pak lurah wonten ?" ucap pak Burhan.
"O.. ada pak, silahkan sebentar saya carikan, bapak barusan beliau keluar, ada apa ya pak, mau ngurus KTP apa surat pindah pak ?" sahutku.
"Ini mau minta solusi ke pak Lurah mbak, tentang warga RW 07" jawab pak Burhan.
"Oh iya pak, ada apa ya pak kalau boleh tau" tanyaku sopan.
"Warga RW 07 kan banyak yang kurang mampu mbak, sekarang mereka terkena penyakit aneh" terang pak burhan sambil duduk disalah satu kursi yang ada diruang tamu kantor desa.
"Penyakit aneh gimana pak maksudnya" sahutku kaget.
"Hampir seluruh warga RW 07 saat ini mengalami cacar kulit mbak, tubuh mereka bentol bentol seperti penyakit kulit, dan tiap maghrib tiba, semua orang pada kesakitan tidak karuan dan kami mau berobat tidak ada biaya" ucap pak burhan.
Tapi untungnya, belum selesai aku mendengar penjelasan pak Burhan, Waktu itu bapakkupun tiba tiba datang dan mengajak pak burhan untuk mengikutinya.
"Ada apa pak, ayo masuk ke ruangan saya saja, jangan ngomong disini" ajak bapakku yang saat itu masih terlihat tidak memperdulikanku.
Dan singkat cerita, pak Burhan yang sebelumnya duduk di depankupun saat itu seketika mengikuti ajakan bapakku untuk masuk kedalam ruangannya yang tidak jauh dari tempatku duduk saat itu.
Disitu, karena aku masih penasaran dengan isi pengaduan pak Burhan, akhirnya akupun menguping pembicaraan mereka.
Dan disaat itulah, aku sangat terkejut tidak karuan karena aku mendengar, jika saat itu ternyata ada semacam penyakit aneh yang sedang melanda warga desa.
Namun anehnya, obrolan mereka yang awalnya pelan, waktu itu tiba berubah menjadi panas karena kudengar pak Burhan yang ikut berpendapat jika semua yang terjadi memang ada hubungannya dengan terpilihnya bapakku menjadi kepala desa di desa ini.
"Semua ini sama sekali tidak ada urusannya dengan terpilihnya saya, kalau pak burhan menuduh saya jika semua yang terjadi didesa ini gara gara terpilihnya saya, silahkan bapak keluar dari desa ini" ucap bapakku tiba tiba yang terdengar keras hingga membuat aku waktu itu seketika ikut masuk kedalam ruangan bapakku karena aku menganggap jika mereka sedang bertengkar hebat.
"Sudah sudah pak, mending kita sekarang pergi ke RW 07 saja, kita lihat bagaimana keadaan mereka. Kalau ribut terus tidak akan ada solusinya" ucapku menenangkan.
Hingga akhirnya, setelah obrolan waktu itu, kami bertigapun pergi ke wilayah RW 07 yang letaknya di salah satu pojok desa ini.
***
Sesampainya aku di RW 07, sore itu akupun seketika disambut oleh yai Bahri yang waktu itu terlihat duduk diteras salah satu rumah warga.
"Sakjane kowe ora usah mrene, mengko tambah rame. Koyok e iki kabeh awal tekone opo seng tak khawaterne." (seharusnya kamu tidak usah kesini, nanti keadaanya malah semakin runyam, sepertinya semua apa yang saya khawatirkan akan terjadi) ucap yai Bahri.
"Kulo siap bah" sahut bapakku yang saat itu terlihat mantap dan terus melangkahkan kakinya menuju rumah salah satu warga yang sedang terkena penyakit aneh tersebut.
Disitu, sebenarnya sejak awal aku sama sekali tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh yai Bahri terhadap bapakku.
Bahkan, sejak bapak mencalonkan diri sebagai kepala desa, yai Bahri sering sekali terlihat berbicara dengan bapakku dengan kata kata yang tidak bisa aku mengerti.
"Yai Bahri dan bapak ini sepertinya sedang menyembunyikan sesuatu, tapi apa ya kok aneh banget" ucapku dalam hati sambil mengikuti ayahku berjalan tidak berhenti.
Waktu itu aku juga sempat melirik kearah yai Bahri yang lagi lagi terlihat kecewa dengan keputusan ayahku.
Dan singkat cerita dengan tidak memperdulikan semua itu, akhirnya akupun sampai dirumah warga yang sedang sakit tersebut.
Dirumah warga desa tersebut, jantungku yang sebelumnya berdetak tenang, waktu itu tiba tiba berdetak kencang dengan diringi tubuh yang gemetaran.
Bagaimana tidak, waktu itu aku melihat kondisi warga tersebut benar benar sangat memprihatinkan.
Seluruh wajah dan tubuh yang dipenuhi cacar membuat warga tersebut hampir tidak bisa dikenali.
Dan tidak hanya itu, warga tersebut benar benar mengeluarkan bau yang sangat tidak sedap.
"Ada berapa warga yang seperti ini pak" tanya bapakku kepada pak Burhan yang waktu itu menemaniku.
"Ada sekitar 15 warga pak" ucap pak Burhan.
Namun anehnya, ditengah tengah aku masih didalam rumah warga tersebut, tiba tiba pandanganku teralihkan dengan adanya nenek nenek yang sudah beberapa kali kulihat sebelumnya.
Nenek nenek tersebut, terlihat duduk disalah satu kursi yang ada dirumah itu dengan tidak sekalipun mengeluarkan suara.
Mengetahui hal itu, akupun seketika hendak menghamipri nenek nenek tersebut karena kurasa ada yang aneh dengan nenek nenek tersebut.
Tapi sayangnya, masih beberapa meter aku melangkah masuk, tiba tiba tanganku ditarik oleh pak Burhan.
"Jangan mendekat mbak, penyakitnya menular" ucap pak Burhan.
"Aku mau ngobrol sama nenek nenek itu pak" tanyaku.
"Nenek nenek siapa, dirumah ini tidak ada orang tua mbak" sahut pak burhan.
Mendengar hal itu, pandangankupun seketika kuarahkan kembali kearah nenek nenek tersebut sembari memberitahu kepada pak Burhan jika yang kumaksud adalah nenek nenek yang duduk disalah satu kursi yang ada dirumah itu.
Namun anehnya, ketika aku memalingkan kembali pandanganku, sosok nenek nenek yang sebelumnya kulihat tersebut, waktu itu tiba tiba menghilang entah kemana.
Mengetahui hal itu, jantungkupun kembali berdetak kencang dengan perasaan yang sangat kebingungan tidak karuan.
Dan tidak berhenti disitu saja, belum selesai aku kebingungan, malam itu tiba tiba aku dikejutkan dengan Pak Burhan yang sebelumnya terlihat tenang, waktu itu tanpa disangka sangka beliau tiba tiba menjerit tidak karuan.
Benar, sore itu pak Burhan tiba tiba kesurupan dengan seketika membanting bantingkan tubuhnya kearah meja dan lantai rumah tersebut.
Mengetahui hal itu, akupun seketika menjerit kencang dan berlari keluar rumah.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaa"
Dan karena mungkin ada beberapa warga yang mendengar teriakanku, akhirnya tidak butuh waktu lama.
Rumah warga tersebut akhirnya dipenuhi orang orang yang berusaha membantu menenangkan pak Burhan.
Dan setelah dibantu juga oleh Yai Bahri yang juga datang, akhirnya pak Burhan pun bisa sedikit tenang dan bisa diajak untuk berkomunikasi.
Sore itu, suara pak Burhan benar benar berubah menjadi lebih kecil dari sebelumnya dan tidak hanya itu, setelah kudengar dengan seksama, suara pak burhan waktu itu berubah menjadi suara seorang nenek nenek tua dengan suara serak serak khasnya.
"PAGEBLUK, Deso iki kenek Pagebluk, kabeh iki gara gara pimpinane." (Pagebluk, desa ini terkena Pagebluk. Semua ini gara gara pemimpinnya) ucap pak Burhan pelan dengan terus menggaruk nggarukkan tangannya ketanah.
"Ojo fitnah." (jangan suka memfitnah) sahut yai Bahri pelan.
"Deloken wae, kabeh seng manggon nok deso iki pasti bakale mati." (Lihat saja, semua yang tinggal di desa ini pasti akan mati) imbuh pak Burhan dengan sesekali membentur benturkan kepalanya kearah tanah.
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya