Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Desa Putuk Wetan (Part 4)


JEJAKMISTERI - Dan untungnya, tidak butuh waktu lama, yai Bahri yang memang dikenal sebagai orang yang memiliki ilmu tinggi, akhirnya dapat seketika menenangkan pak Burhan dan kembali menyadarkannya.

Namun anehnya, ketika pak Burhan sudah tersadar dan keadaan sudah kembali normal,, Para warga yang sebelumnya berkumpul dirumah tersebut, satu persatu perlahan mulai pergi meninggalkan rumah tersebut tanpa berpamitan.

Mereka semua terlihat acuh bahkan tatapan mata mereka terhadap bapakku malam itu seolah sudah diselimuti kebencian.

Benar sekali,,

Kurasa semua warga tersebut, terprovokasi dengan ucapan pak Burhan yang baru saja kesurupan.

Kini, mereka semakin yakin dan menganggap jika bapakkulah yang menjadi sumber kekacauan yang ada didesa ini.

Dan dengan tidak memperdulikan hal itu, akhirnya sekitar pukul 20.00 malam, akupun diajak kembali pulang kerumah dengan bapakku yang waktu itu mulai terlihat lebih diam daripada sebelumnya.

Dan tidak hanya itu, waktu itu bapakkupun terlihat susah. 

Semua itu, dapat kulihat dari raut wajahnya yang Semakin lama sudah semakin muram saja.

Hingga akhirnya, setelah beberapa lama kemudian, akupun sampai kembali dirumahku dan akupun seketika masuk kedalam kamar tidurku.

"Pak aku tidur njih, badanku capek semua" ucapku dengan kakiku yang terus melangkah maju kedalam kamar tidurku.

Namun anehnya, bukannya menjawab perkataanku, malam itu bapakku terlihat duduk diruangan tengah rumahku sambil mulai menyalakan rokok yang dari tadi sudah ada ditangannya.

Dan tanpa memperdulikan hal itu, akupun seketika mengunci pintu kamarku dan berbaring diatas ranjangku.

Namun anehnya, masih beberapa saat aku hendak memejamkan mataku, tiba tiba aku mendengar suara ketukan pintu yang kudengar suara ketukan tersebut adalah suara dari bapakku.

"Ojo turu sore sore yo nduk, koyok e mariki kate ono opo opo." (jangan tidur dulu ya nak, sepertinya habis ini akan ada sesuatu yang terjadi) Teriak bapakku jelas.

Mendengar hal itu, aku yang sebelumnya hanya berbaring sambil melamun, malam itupun seketika membuka pintu kamarku lalu berjalan pelan keluar kearah bapakku yang waktu itu masih duduk di kursi kayu yang ada diruang tengah rumahku.

"Wonten nopo pak." (ada apa pak) ucapku sambil mulutku yang sedikit menguap karena rasa kantuk yang memang sudah semakin kuat.

"Ning kene sek lu nduk, lungguh seng penak, engkuk lek bapak mati, samean cek eroh." (disini dulu lah nak, duduk yang tenang, nanti kalau bapak meninggal, kamu biar tau) jawab bapakku sambil terlihat santai menikmati sebatang rokoknya. 

"Hus.. pancet ae lek ngomong senengane ngawor." (hus, kalau ngomong suka ngawur nih bapak) sahutku sambil sedikit membentak bapakku sambil aku yang mulai duduk tidak jauh dari tempat duduknya.

"Dadi lurah iku abot nduk, ora gampang, salah titik akeh seng ngilokno. Tapi lek bener genok seng nggatekno. Sesuk aku te nang omahe yai Bahri njaluk solusi lan takon kok iso kabeh iki dadi koyok ngene." (Jadi lurah itu berat nak, tidak mudah, salah sedikit saja sudah banyak yang ngatain, tapi kalau benar gak ada yang memperhatikan, besuk aku mau kerumah yai Bahri, mau minta solusi dan bertanya kenapa semua ini bisa terjadi) ucap bapakku sambil meminum sedikit kopi yang ada didepannya.

"Halah ra usah dipikir pak, seng penting niat bapak ngabdi lak uwes.. nde kene seng bener bener ngabdi yo mek awakke dewe.. ndahne seng dadi pak Tarjo, opo gak tambah ajor deso iki.. wonge seneng medok, main, mabok mbek sombonge gak ketulungan." (halah, sudah gak usah difikir, yang penting niat bapak kan benar benar mengabdi. Coba bapak lihat, disini yang benar benar mengabdi ya cuma kita loh pak, andai yang jadi lurah pak Tarjo, pasti desa ini tambah hancur. Kita semua juga tau kalau pak Tarjo suka main perempuan, suka berjudi, mabuk mabukan dan sombongnya minta ampun) imbuhku.

"Iyo tapi lak sogeh hehehe." (iya, tapi kan pak Tarjo kaya raya) jawab bapak sambil tersenyum pelan.

Namun anehnya, belum selesai kami berbincang bincang malam itu, tiba tiba aku dikagetkan dengan suara ledakan yang terdengar dengan sangat keras.

Suara tersebut, terdengar kencang seperti petasan yang sengaja dilemparkan kearah samping rumahku.

"Dyarr..." 

Mendengar hal itu, akupun seketika terkejut bukan main sambil seketika berlari keluar yang selanjutnya disusul oleh bapakku yang waktu itu juga terlihat juga sangat terkejut.

"Ya allah pak,,, apa itu" teriakku sambil berlari keluar dari rumahku.

Namun anehnya, setelah aku keluar dari rumah dan mencari dimana sumber ledakan tersebut, tiba tiba pandanganku teralihkan dengan asap kecil yang bersumber tepat dari arah samping rumahku.

Dan tanpa lama lama lagi, akupun akhirnya menuju sumber ledakan tersebut untuk melihat apa yang sebenarnya barusan menghantam dindingku.

"Santet iki" Ucap bapakku tiba tiba.

Mendengar hal itu, akupun terus saja mencari sumber ledakan tersebut dengan jantung yang sudah berdetak dengan sangat kencang.

Dan sesampainya disumber ledakan tersebut, akupun kembali terkejut tidak karuan dengan mataku yang terbelalak seolah tidak percaya dengan apa yang aku lihat.

Malam itu, tepat disamping rumahku, aku melihat bungkusan kain yang sepertinya berisikan garam kasar, kemenyan dan lain lain..

Bungkusan tersebut terlihat berurai dengan mengeluarkan asap hitam. 

Mengetahui hal itu, tubuhkupun seketika lemas sambil mundur beberapa langkah yang akhirnya tubuhku dipeluk dari belakang oleh bapakku yang terlihat juga masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat.

Dan tidak berhenti disitu saja, belum lama kami masih kebingungan dengan ledakan tersebut, tiba tiba aku kembali dikejutkan dengan suara syair jawa halus yang terdengar lirih dari arah samping rumahku.

Suara syair tersebut, terdengar jelas berisikan seperti ancaman dan peringatan yang akupun sempat kesulitan mengartikannya karena suara tersebut terdengar bercampur dengan suara angin yang juga tiba tiba berhembus dengan sangat kencang.

"Broto, tembung waseso, madep dateng, manungso ora ijobo sok kuat lan sok panguoso " 

Mendengar hal itu, aku dan bapakkupun menoleh kekanan dan kekiri sembari mencari dimana sumber suara yang terdengar semakin lama memang semakin kencang tersebut.

"Pak, bapak dengar suara ini kan" tanyaku

"Hustt,,, ayo mlebu wae." (Hust diam, ayo masuk rumah saja) ajak bapakku sambil memegang pundakku dan mengajakku masuk kembali kedalam rumah.

Dan sesampainya aku didalam rumah, tentu saja akupun semakin kebingungan dengan tingkah bapak yang semakin terlihat tidak masuk diakal karena saat itu, bukannya masuk kedalam kamar, malam itu bapak malam terlihat mengeluarkan bantal dan guling dan ditatanya diatas lantai ruang tengah rumahku.

Mengetahui hal itu, akupun hanya diam sambil terus memperhatikan tingkah bapak yang terlihat semakin lama sudah semakin aneh saja.

"Ayo nduk ndang turu kene mbek bapak." (ayo nak cepat kita harus segera tidur, tidur sini ya sama bapak) Ucap bapakku sambil mulai berbaring diatas lantai.

"Loh, kok dilantai sih pak, enggak ah nanti aku masuk angin" jawabku singkat.

"Sudah nurut saja" sahut bapakku sambil mulai menarik tubuhku dan diarahkan untuk tidur dilantai tepat disamping tubuhnya.

Hingga akhirnya, setelah beberapa saat kemudian, akhirnya akupun tertidur bersama bapak tepat dilantai ruangan tengah rumahku.

Tapi anehnya, masih belum lama aku tertidur lelap, malam itu aku tiba tiba terbangun karena aku mendengar suara gemerincing lonceng yang setelah kudengar lebih teliti lagi, suara gemerincing lonceng tersebut seperti sedang berjalan dan mengitari rumahku berkali kali..

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close