JAGAD LELEMBUT (Part 2) - Alas Semiri
JEJAKMISTERI - Dengan menuruni tebing hutan bambu yang sangat curam, disini sudah terasa sangat lain aura yang terasa, pekat nya mistis tergambar dengan jelas. Rimbunan hutan bambu, sangat gelap tanpa paparan bias sinar mentari.
Kini kami berdua telah berdiri diatas bibir sungai, sungai dengan bebatuan raksasa ini namanya Kali Andong, yang berada disisi lainnya namanya Kali Gendu. Kedua sungai ini menyatu diujung alas.
Sebelum melanjutkan penjelajahan, kami sempatkan duduk diatas batu dengan memainkan air yang mengalir dengan bening itu, hisapan batang rokok kami nikmati.
Terdengar wejangan dari abangku sebelum memasuki area angker itu.
Teriakan monyet, serangga liar, kicau burung, memberikan rasa damai nan tentram. Berada dialam bebas menjadi hobby yang sangat aku nikmati sedari kecil.
Seekor ular jenis lare angon melintas dipermukaan air tepat didepanku, ketika aku tangkap ular itu, abangku melarang.
"Lepaskan ular alas itu." Ujarnya.
Tau kan arti ular alas yang berarti ular yang berasal dari dalam alas semiri, takutnya mengganggu penunggu disana.
"Jadi kapan mulai masuk alas ?" Tanyaku.
"Sabar, santai dulu, ngudut dulu. Mental sudah disiapkan ?" Kata abangku sambil menikmati rokoknya.
"Siap mas" jawabku.
Lalu dia acungkan jempolnya.
"Joss le" Katanya sambil tersenyum.
Kami mulai beranjak dengan melompat dari batu kebatu lainnya, untuk menyebrangi sungai.
Ketika kaki sampai ditepian sungai terdengar teriakan dari arah belakang.
*woeeeeeee.. woeeeeeree*
Dua kali teriakan itu terdengar, ketika aku menoleh kebelakang sudah berdiri kakek tua yang mengenakan pakaian hitam, berikat kepala, berdirinya agak bungkuk miring ke kiri.
Kakek itu acungkan goloknya ke arahku.
"Opo mbah ?" Tanyaku, yang langsung dipotong oleh abang.
"Sudah abaikan saja itu jin, menyerupai kakek yang meninggal waktu mencari kayu bakar disini" Ujarnya.
Saat aku kembali menoleh kearah kakek itu sudah menghilang entah kemana.
Ketuliskan mbahnya, hehe
Nanti kalau jumpa lagi kita ngopi bareng mbah.
Menaiki tebing jurang yang tidak begitu tinggi, memanjatkan antara akar, juga bebatuan yang menjembul keluar kepermukaan tebing. Sesampai nya diatas, terlihat pohon-pohon besar, seakan menjadi rumah-rumah bagi para lelembut sini.
Batu dengan ukuran besar pun banyak ditanah alas ini, rimbunnya semak belular menghampar tanpa ada akses jalan, yang menandakan tidak terjamahnya alas ini.
Parang kami keluarkan untuk membuka jalur, babat belukar dan ranting untuk menerobos masuk kedalam. Sejuk nya udara sudah tergantikan dengan aroma tanah yang lembab.
Posisi ku berada dibelakang abang ku yang memulai ayunkan parang untuk mulai jalan, namun baru beberapa kali parang menebas ranting, kami sudah disambut oleh sosok hitam yang sangat besar, hingga yang terlihat hanya sebatas dada kebawah, ekor yang sebersar dekapan manusia dewasa atau sebesar batang pohon kelapa itu bergerak dipenuhi bulu hitam, tangan panjang yang menjuntai hampir sampai menyentuh pucuk semak, memperlihatkan jemari yang besar dengan cakar dengan kuku panjang yang hitam pekat.
Abangku tertegun menyaksikan itu namun hanya senyum yang menghias di bibirnya.
Lalu bermunculan bocah berlarian diantara kami, semak belukar tertembus oleh mereka seakan tidak menjadi penghalang buat para bocah-bocah bertaring itu.
"Masih siang bolong saja sudah begini sambutannya, bagai mana malam nanti" Batinku membisik.
Terlihat pepohonan yang melengkung dengan sendiri nya seakan ingin menghambat perjalanan kami, atau tidak mengizinkan kaki ini memasuki area lelembut.
Disini juga telingaku sudah tidak mendengar suara alam, suara hewan, juga sungai disisi kanan juga kiri, semua tidak terdengar; hanya sunyi, hening, dan dingin terasa di telingaku.
"Apa ini sudah masuk ke alam lelembut?" Kembali batinku bertanya.
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya