Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JAGAD LELEMBUT (Part 4) - Istana Selatan


JEJAKMISTERI - Kini muncul sosok wanita cantik dengan wangi melati yang sangat harum. Sosok mengenakan mahkota dikepala, kemben sedada warna hijau berendakan benang emas, paras sangat cantik, hingga mampu menundukanku dengan tatapan lentrik yang sangat luar biasa.

Namun yang keluar dari bawah jarik yang rapi diwiru itu bukan sepasang kaki, tetapi ekor ular bersisik yang panjang.

Sosok ini yang selalu disebut Nyai Blorong, Putri dari kanjeng ratu pantai selatan. 

Abangku yang langsung berdiri dengan kepala yang tertunduk seakan menunjukan kesopanan-nya.

Sampai terdengar kalimat pertanyaan dari sosok putri itu.

"Wigatimu opo anak-anakku, rawuh marang pesangrahan kedaton kidul?" (Keperluan-mu apa anak-anakku, sampai datang kehalaman pantai selatan ?) Tanya sosok putri itu.

"Mboten kanjeng putri, abdi puniko namung mlampah sak lebeting wono." (Tidak kanjeng putri, saya hanya berjalan kedalam Alas ini.) Penjelasan abangku kepada sosok itu tanpa ada tujuan mengusik penunggu alas semiri.

Lalu terdengar suara tertawanya yang halus. 

"Ojo kadonyan, ojo tumilik kang dudu hak mu, mulo tak restoni siro keloron napaki kedaton kidul, kanti restuku" (Jangan fikirkan dunia fana, jangan mengambil yang bukan hak kalian, maka aku restui kalian berdua menapaki pelataran selatan, dengan restu ku). 

"Matur sembah nuwun gusti putri" (Terimakasih atas restu gusti putri.)

Sosok itu mengambil rangkaian bunga melati yang menghias dirambut panjang-nya, sembari berkata.

"Tak restoni anak ku, iki samu barang keslametan, kabeh ora bakal ganggu siro yen kembang iki tansah dadi ugeman laku mu" (Aku restui anak ku, ini sebuah barang untuk keselamatan, semua tidak bisa yang mengganggu mu selagi bunga ini jadi pengangan perjalanan mu). 

Setelah rangkaian melati diterima, angin berhembus sangat wangi. 

Seketika ku angkat kepalaku untuk melihat sosok itu lagi, namun alas belantara berubah menjadi kemegahan sebuah istana yang lengkap dengan penjagaan prajurit-nya. 

Terdengar lantunan gamelan gending-gending kuno mengiring pelan. Terkagum-nya melihat apa yang didepanku ini sampai tidak bisa berkata apa pun. 

"Silahkan kisanak" 
Seorang laki-laki tampan dengan penuh pancaran karisma, menyambut kami dengan keramah tamahan, kesopanan adat yang tinggi. 

Sosok ini memakai pakaian sorjan jawa bergaris hitam coklat, mengenakan ikat kepala hitam, berselempang kain warna hijau. 

Abangku seketika meraih tangannya, mencium telapak tangan-nya, sambil berkata. 

"Kanjeng sunan" Bertanya lagi batin ini. 

Kanjeng sunan? Apa ini sunan kali jaga? Salah satu sunan dari sembilan waliyullah? 

Ku lihat beliau mengelus lembut rambut abangku dengan senyum. Disitu aku langsung ikut menjabat tangan beliau dengan mengharap mendapatkan karomah beliau yang tersohor dinusantara. 

Tangan-nya sangat hangat terasa saat beliau menghusap rambutku. 

"Wes.. Wes.. ayo ngaso" (Sudah.. sudah.. ayo istirahat.) Beliau berkata.

Kami berdua mengikuti langkah menuju sebuah saung disisi kiri keraton megah ini. 

Semakin banyak pertanyaan dalam hati, penuh penasaran diri ini, namun aku hanya diam mengikuti abangku yang entah mau membawaku kemana lagi selanjutnya.
 
Meniti dengan hati maka kegelapan akan memudar, jangan berhenti tapaki dunia untuk menggapai iman tertinggi. Segala bentuk kefana'an hanya akan menutup mata hati. 

Sajatining rogo iku kang biso sumeleh marang andap asor, angugemi pututur kasepuhan, pamulang asmo suci illahi. 

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close